Mastoid It Is
Mastoid It Is
Disusun oleh:
1. ARISA IKA DEWI
(B2008006)
2. DWI ERNAWATI
(B2008014)
3. HUSNUL CHOTIMAH
(B2008022)
(B2008038)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari catatan medis sepanjang Januari 2004 sampai Desember 2005
didapatkan 95 pasien dengan mastoiditis akut. Hanya pasien yang belum
mendapatkan pengobatan baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari
terakhir yang dilakukan dalam penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata
27 tahun termuda 5 tahun dan tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun
(36,8%) terhadap kesamaan distribusi gender dalam penelitian ini (laki-laki
53,7% dan wanita 46,3%) dengan hasil penelitian Yusra dkk yaitu 23 tahun.
(www.kalbe.co.id/files/2004/cdk/files/155).
Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang telah
diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam
sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik,
nekrosis karena tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan
empiema. Ini merupakan penyakit anak-anak dan menyertai dengan ketat
kurva insidensi otitis media akut. Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada
anak yang mengalami pemecahan membran timpani secara spontan selama
otitis media dan yang kemudian mengalami nyeri telinga yang makin
mendenyut dengan bertambahnya volume cairan purulen yang keluar dari
telinga. Demam dapat berlangsung terus menerus meskipun telah mendapat
antibiotik (Dudey, 1992: 269).
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunisupresi atau mereka
yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya
berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab organisme penyebab yang
lain adalah sama dengan penyebab otitis media akut. Pemeriksaan radiologis
pada mastoiditis koalesens mengungkapkan adanya apasitikasi sel-sel udara
inastoid oleh cairan dan hilangnya trabukulasi normal dari sel-sel tersebut.
Hilangnya kontur masing-masing sel, membedakan temuan ini dengan temuan
pada otitis media serasa dimana kontur sel tetap utuh. Pengobatan awal berupa
miringatoma, yang cukup lebar, biarkan dan antibiotik yang sesuai diberikan
intravena. Bila gambaran radiologis memperhatikan hilang pola trabukular
atau adanya progesi penyakit, maka harus dilakukan mastoidektomi lengkap
dengan segera untuk mencegah komplikasi serius seperti petrositis, labirintitis,
meningitis, dan abses otot (George, 1997: 106).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dengan membaca dan memahami makalah ini diharapkan semua
mahasiswa
khususnya
DIII
Keperawatan
semester
IV
mampu
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Mastoiditis
adalah
sel-sel
udara
mastoid
sering
kali
terlibat,
E. Pathways
Otitis media akut
Bakteri
(Streptococcus aureus, Streptococcus pneumonia)
Tidak ditangani
dengan baik
Mastoiditis
Mastoiditis benigna
Tindakan operatif
Mastoiditis maligna
Mukosa menebal
Metabolisme tubuh
meningkat
Hipertermi
Penekanan pembuluh
darah
Produksi infeksi menyebar
ke telinga dalam
Ketulian sensori neural
Perubahan persepsi
sensori auditorius
Kerusakan
komunikasi verbal
Luka insisi
Kerusakan jaringan
Nyeri
Risiko infeksi
Terjadi peradangan
di meningen
Meningitis
Penurunan kesadaran
Bakteri berkembang
biak dan toksin
Risiko cidera
Metabolisme tubuh
meningkat
Hipertermi
F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi bila mastoiditis tidak ditangani dengan baik
menurut Adams (1997: 106) adalah:
1. Petrositis
Yaitu infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah perforasi kendang
telinga dengan cairan yang terus menerus keluar.
2. Labyrintitis
Yaitu peradangan labirin ini dapat disertai dengan kehilangan pendengaran
atau vertigo disebut juga (otitis interna).
3. Meningitis
Yaitu peradangan meningen (radang membran pelindung sistem saraf)
biasanya penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme.
4. Abses otak
Yaitu kumpulan nanah setempat yang terkubur dalam jaringan otak.
Komplikasi menurut Nurbaiti (1993: 25) adalah:
1. Meningitis
Yaitu peradangan meningen (radang membran pelindung sistem saraf)
biasanya penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme.
2. Abses subdural
Yaitu kumpulan nanah setempat yang terkubur dalam jaringan diantara
durameter dan arakhnoid.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis)
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1. CT scan
Mendiagnosis kelainan telinga tengah, mastoid dan telinga dalam.
Biasanya memperlihatkan penebalan mukosa dalam rongga telinga tengah
di samping dalam rongga mastoid.
2. Pemeriksaan radiologis
Mengetahui adanya apasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan
hilangnya trabekulasi normal dan sel-sel tersebut.
pembedahan
mastoidektomi
adalah
pada
tulang
untuk
mastoid.
menghilangkan
Tujuan
jaringan
dilakukan
infeksi,
I. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut
(http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis)
pengkajian yang dilakukan antara lain:
1. Keluhan utama
Rasa nyeri di telinga.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa
penanganan yang baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid.
Dapat muncul atau keluar cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di
telinga dan demam hilang timbul.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya otitis media kronik karena adanya episode berulang.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang didapat:
a. Suhu tubuh meningkat, denyut nadi meningkat (takikardi)
b. Kemerahan pada kompleks mastoid
c. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir
d. Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan)
e. Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah)
f. Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan organ lain
g. Riwayat infeksi pada telinga tengah sebelumnya
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wilkinson, J. M (2007) diagnosa keperawatan yang muncul
pada mastoiditis antara lain:
1. Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan
pendengaran.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Rasional
Menentukan seberapa baik tingkat
pendengaran
pendengaran klien
2. Diskusikan tipe alat bantu dengar Untuk menjamin keuntungan
dan perawatannya yang tepat
3. Bantu pasien berfokus pada
semua bunyi di lingkungan dan
maksimal
Untuk memaksimalkan
pendengaran
Intervensi
Rasional
pasien
Untuk mengetahui perkembangan
klien
Untuk menurunkan panas tubuh
banyak minum
4. Kolaborasi dengan pemberian
antipiretik
3. Risiko cidera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi
Tujuan
Rasional
Agar kerusakan pendengaran tidak
2. Meminimalkan tingkat
meluas
Berhubungan dengan kehilangan
pendengaran
intensif
3. Lakukan upaya keamanan seperti Untuk mencegah pasien jatuh
ambulasi terbimbing
4. Kolaborasi dengan pemberian
akibat vertigo/gangguan
keseimbangan
Mengurangi nyeri kepala sehingga
Rasional
Membantu pasien merangsang
bergerak
2. Kurangi kegaduhan lingkungan
komunikasi verbal
Mempermudah pasien dalam
mendengar
Untuk merangsang komunikasi
verbal
berkomunikasi
No
Intervensi
1. Kaji ulang skala nyeri, lokasi,
Rasional
Mengetahui ketidakefektifan
intensitas
2. Berikan posisi yang nyaman
intervensi
Mengurangi nyeri
sesuai indikasi
Rasional
Kembangkan rasa percaya/
operasi
kontrol
Ketidakseimbangan dari proses
meningkatkan ansietas
Untuk meningkatkan tidur malam
Rasional
Agar kerusakan pendengaran tidak
2. Meminimalkan tingkat
meluas
berhubungan dengan kehilangan
pendengaran
intensif
3. Lakukan upaya keamanan seperti Untuk mencegah pasien jatuh
ambulasi terbimbing
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mastoiditis
adalah
sel-sel
udara
mastoid
sering
kali
terlibat,
DAFTAR PUSTAKA
http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis
www.kalbe.co.id/files/2004/cdk/files/155
Adams, G.L, 1997, BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC
Candra, S. P, 2006, Ringkasan Patologi Anatomi, Jakarta: EGC
Doenges, M. E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC
Haranto, H, 2002, Kamus Kedokteran Dorland, Jakarta: EGC
Nurbaiti,1993, Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok untuk Perawat, Jakarta:
FKUI
John, F. 1998, Indera Prima, Bandung: Indonesia Publising House
Reeves, C.J, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, S. C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Jakarta: EGC
Wilkinson, J. M, 2007, Buku Ajar Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC