Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demam berdarah dengue/DBD (dengue hemorrhagic fever) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.(1)
Penderita penyakit Demam Berdarah Dengue bila tidak mendapat perawatan yang
memadai dapat mengalami pendarahan yang hebat, syok, dan dapat mengakibatkan kematian.
Oleh karena itu semua kasus Demam Berdarah Dengue sesuai kriteria WHO harus mendapat
perawatan ditempat pelayanan kesehatan atau rumah sakit. (2)
Penyakit Demam Berdarah Dengue sering salah didiagnosis dengan penyakit lain,
seperti typhoid. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan Demam
Berdarah Dengue bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejala yang ditimbulkan. Masalah
dapat bertambah dengan masuknya penyakit lain seperti influenza atau typhoid. Oleh karena
itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue,
patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan
lengkap, diagnosis Demam Berdarah Dengue serta pemeriksaan penunjang dapat membantu
terutama bila gejala klinis kurang memadai. (3)
Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi DBD oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit
dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI
menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah
penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate
sebesar 1,01% (2007). Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan
penyebaran kasus DBD, antara lain:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi,
2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,
3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
1

4. Peningkatan sarana transportasi.(4)


Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol vektor
nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang optimal pada penderita
DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini. Sampai saat
ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama dalam terapi DBD adalah terapi
suportif, yakni pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan
penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.(4)
1.2. Epidemiologi
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan
oleh David Bylon, dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit yang dikenal
sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang juga disebut sebagai demam
sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam 5
hari disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus
dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan
kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan
manifestasi klinis berat dengan jumlah kematian yang sangat tinggi, yaitu DBD yang
ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand,
Vietnam, Malaysia, dan Indonesia.(5,6)
Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian
disusul dengan
daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan meningkat dari
tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan
tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan.(5)
Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang
paling sering terkena ialah 5 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur
lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25/100.000
penduduk, namun angka kematian telah
menurun bermakna < 2%. (5)

30

Gambar 1 Penyebaran infeksi virus dengue di dunia tahun 2006. Merah : epidemic
dengue, Biru : nyamuk Ae.aegypti
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak
ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun
daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah
ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian
luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue
dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan
kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama.
Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola
waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi
virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat
pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.(6)
1.3. Permasalahan
1.

Indonesia merupakan salah satu negara endemi Demam Berdarah Dengue di Asia
Tenggara.

2.

Semakin meningkatnya Incidence Rate Demam Berdarah dengue tiap tahunnya.

3.

Kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit Demam Berdarah Dengue, sehingga


sering kali pasien tidak tertangani.

4.

Kurangnya fasilitas kesehatan untuk masyarakat saat terjadinya KLB Demam Berdarah
dengue.

5.

Edukasi ke masyarakat masih kurang mengenai pencegahan Demam Berdarah Dengue.


(7,8)

30

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD. DBD adalah salah satu manifestasi
simptomatik dari infeksi virus dengue.(4)

Bagan 1 Spektrum klinis infeksi virus Dengue


Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut :
1.

Demam tidak terdiferensiasi

2.

Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia,
ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan
pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi
menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.

3.

DBD (dengan atau tanpa renjatan) (4)

2.2. Etiologi
Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
kelompok B Arthtropod Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2,
30

DEN-3, DEN-4. Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) secara
antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang
yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Infeksi yang terjadi dengan serotipe
manapun akan memicu imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Seseorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Virus berukuran kecil ( 50 nm) dengan diameter 30 nm, mengandung RNA berantai tunggal
dengan berat molekul 4 x 10 . Virionnya mengandung nukleokapsid berbentuk kubus yang
terbungkus selubung lipoprotein. (5,9,10)
Di Indonesia, keempat serotipe virus dengue sudah berhasil diisolasi dari darah
penderita. Di Jakarta, daerah endemis tinggi, dari sebagian besar penderita DBD derajat berat
maupun yang meninggal, banyak ditemukan serotipe dengue tipe 3, kemudian tipe 2, tipe 1,
dan terakhir tipe 4. Dengue tipe 3 dan tipe 2 bergantian mendominasi. (9,10)

Gambar 2 Virus Dengue dengan TEM micrograph


Klasifikasi Virus
Group : Group IV ((+)ssRNA)
Family : Flaviviridae
Genus : Flavivirus
Species : Dengue virus
2.3. Vektor
Virus dengue ditularkan dari satu orang ke orang yang lain oleh nyamuk Aedes
aegypti, dari sub genus Stegomyia yang merupakan vektor yang paling penting. Sedangkan
spesies lain hanya merupakan vektor sekunder. Vektor ini banyak ditemukan di daerah
perkotaan. Vektor utama untuk arbovirus bersifat multiple bitter, antropofilik, dapat hidup di

30

alam bebas, terbang siang hari (jam 08.00-10.00 dan 14.00-16.00), jarak terbang 100 m 1
km, dan ditularkan oleh nyamuk betina yang terinfeksi. (5,10)
Nyamuk ini hidup dengan baik di negara tropis dan subtropis dengan suhu 28-32C
dan kelembapan yang tinggi. Berkembang biak pada tempat tempat penampungan air bersih
yang tidak langsung berhubungan dengan tanah, seperti : bak mandi, tempayan, dll. Di
Indonesia, nyamuk ini tersebar merata di kota maupun desa, kecuali wilayah yang
ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. (5,10)
Perkembangan hidup nyamuk ini mulai dari telur hingga dewasa memerlukan waktu
sekitar 10 12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit, dengan umur hidup antara 2
minggu sampai 3 bulan. Kepadatan nyamuk akan meningkat pada waktu musim hujan,
karena banyaknya genangan air. (10)

Gambar 3 Daur hidup Aedes aegypti

Gambar 4 Nyamuk Aedes aegypti

2.4. Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada
saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. yaitu 2 hari sebelum panas sampai
5 hari setelah demam timbul.(6)
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat
gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya
(transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali
30

virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu
masa tunas 3-14 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.(6,11)
Tidak semua orang yang terpapar virus ini akan menderita sakit, tergantung kekebalan
tubuh seseorang. Namun bila tidak terdapat kekebalan tubuh, maka akan timbul gejala mulai
dari ringan sampai berat.(11)

Gambar 5 Cara Penularan DBD


2.5. Patogenesis
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah
hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune
enhancement. (4)
2.5.1.

Hipotesis Infeksi Sekunder (secondary heterologous infection theory) (4)

30

Bagan 2 Patogenesis terjadinya syok pada DBD

Bagan 3 Patogenesis perdarahan pada DBD


Slumber: Suvatte, 1977

30

2.5.2.

Hipotesis immune enhancement

Hipotesis immune enchancement menyatakan secara tidak langsung bahwa mereka yang
terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk
menderita DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari
membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. (4)
2.5.3.

Hematokrit,hemoglobin, dan trombositopenia


Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari perjalanan penyakit

dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakitnya. Peningkatan hematokrit
ini merupakan manisfestasi hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang
ekstravaskuler disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak. Akibat kebocoran ini
volume plasma jadi berkurang yang dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik dan
kegagalan sirkulasi. Pada kasus yang berat yang disertai pendarahan, umumnya nilai
hematokrit tidak meningkat bahkan menurun. (12,13)
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun, tapi
kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan
kelainan hematologi paling awal ditemukan pada Demam Berdarah Dengue. (12,13)
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum
tulang dan destruksi serta pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada
awal fase infeksi (<5 hari) menunjukan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah
keadaan

tadi

tercapai

akan

terjadi

peningkatan

proses

hematopoesis

termasuk

megakariopoesis. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukan kenaikan, hal ini menunjukan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. (12,13)
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukan terjadinya koagulopati konsumtif pada
DBD stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada DBD terjadi melalui aktivasi jalur ekstrisik
( tissue factor pathway). Jalur intrinsic berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak
melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor). Terjadi aktivasi faktor Hageman ( faktor XII)
akan menyebabkan pembekuan intravaskuler yang meluas dan meningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah. (9)
30

Kurva 1 Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan penyakit DBD

Bagan 4 Jalur Pembekuan Darah


Keempat serotipe virus mempunyai potensi patogen yang sama, serta sindrom
renjatan yang dapat mengakibatkan kematian, disebabkan virus yang paling virulen.
DSS ( Dengue Shock Syndrome ) terjadi pada saat atau setelah demam menurun,
antara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini karena meningkatnya reaksi imunologis, dengan
dasar:
30

o Menurut penelitian, tempat utama terjadinya infeksi virus dengue yaitu pada monosit,
makrofag, dan histiosit.
o Non neutralizing antibody, baik yang bebas pada sirkulasi maupun di dalam sel,
bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus pada permukaan sel fagosit
mononukleus.
o Virus akan bereplikasi dalam sel fagosit yang terinfeksi. Parameter untuk membedakan
DHF dengan DSS adalah jumlah sel yang terinfeksi.
o Peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan DIC terjadi akibat dilepaskannya
mediator oleh sel fagosit yang terinfeksi. (1)
2.6. Manifestasi Klinis
Manifestasi virus dengue sangat bervariasi tergantung daya tahan tubuh dan virulensi
itu sendiri. Mulai dari tanpa gejala demam ringan tidak spesifik (undiffrentiated fever),
demam dengue, demam berdarah dengue, dan sindrom syok dengue (Dengue shock
syndrom). (14)
2.6.1. Demam Dengue
Pada demam dengue dapat dijumpai keadaan-keadaan berikut :
o Demam tinggi tiba-tiba (>39 C), menetap 2-7 hari, kadang bersifat bifasik (saddle back
fever)
o Muka kemerahan ( flushing face)
o Nyeri seluruh tubuh : nyeri kepala, nyeri tulang, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri perut dan
nyeri dibelakang mata terutama pada saat digerakan.
o Mual muntah, tidak nafsu makan.
o Timbul ruam merah halus sampai ptechiae. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa
timbul pada awal penyakit dapat menghilang namun timbul kembali pada hari ke 6 atau
ke 7 terutama di daerah kaki, tangan, dan telapak kaki atau tangan.
o Kadang-kadang ditemui keadaan trombositopenia dan leukopenia. Masa penyembuhan
dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan.
Demam dengue dengan perdarahan harus dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue, pada
penderita demam dengue tidak ada tanda-tanda kebocoran plasma. (14,15)
2.6.2. Demam Berdarah Dengue
30

Perbedaan demam dengue dan demam berdarah dengue terletak pada patofisiologi
penyakit tersebut, dimana pada demam berdarah dengue terdapat kelainan homeostasis dan
pembesaran plasma yang dibuktikan dengan adanya trombositopenia dan peningkatan
hematokrit.(5,14,15,16)
2.6.2.1. Kriteria Diagnosis (WHO, 1997)

Kriteria Klinis
1.

Demam
Diawali dengan demam tinggi mendadak, kontinu, bifasik, berlangsung 2-7 hari, naikturun tidak mempan dengan antipiretik. Pada hari ke-3 mulai terjadi penurunan suhu
namun perlu hati-hati karenadapat sebagai tanda awal syok. Fase kritis ialah hari ke 35.

Kurva 2 Kurva Suhu DBD


2.

Terdapat manifestasi perdarahan


o Uji turniket positif berarti fragilitas kapiler meningkat. Hal ini juga dapat
dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll. Dinyatakan positif bila
terdapat > 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inchi persegi) di lengan bawah
bagian volar termasuk fossa cubiti.
o Petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena, hematemesis

3.

Hepatomegali
Umumnya bervariasi, mulai dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm dibawah
lengkungan iga kanan. Proses hepatomegali dari yang sekedar dapat diraba menjadi
teraba jelas dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati

30

tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan pada daerah tepi hati
berhubungan dengan adanya perdarahan.
4.

Kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi ( 20mmHg), hipotensi (sitolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang), akral
dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah. (5,14,15,16)

Kriteria laboratoris
1. Trombositopenia ( 100.000/l)
2. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan Ht 20 %.

Diagnosis pasti DBD = dua kriteria klinis pertama + trombositopenia + hemokonsentrasi


serta dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi. (5,14,15,16)

Derajat Penyakit Kriteria


DBD derajat I
DBD derajat II

DBD derajat III

DBD derajat IV

Demam disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji torniqu
positif.
Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
Terdapat kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg)
hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

Syok berat (profound shock): nadi tidak dapat diraba, dan tekanan darah tidak dapat diukur

2.6.2.2. Derajat Penyakit (WHO, 1997)


Tabel 1 Derajat Penyakit DBD
2.6.2.3. Pemeriksaan Laboratorium
o Leukosit : dapat normal atau menurun
o Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia hari ke-3 sampai ke-8
o Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit
lebih dari 20% dari hematokrit awal , umumnya dimulai dari hari ke-3 demam
o Hemostatis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi pendarahan atau kelainan pembekuan darah
30

o Protein atau albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma


o SGOT-SGPT dapat meningkat
o Ureum dan kreatinin meningkat jika ada didapat kelainan fungsi ginjal
o Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
o Golongan darah : bila akan diberikan transfusi darah
o Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue

IgM terdektesi mulai hari ke-3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari

IgG ; pada infeksi pimer, IgG mulai terdektesi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdektesi pada hari ke-2.(17)

Ig M
+
+
Tabel 2 Intrepetasi Uji Degue Blot

Ig G
+
+
-

Interprestasi
Infeksi primer
Infeksi sekunder
Tersangka Infeksi sekunder
Tidak ada infeksi

2.6.2.4. Pemeriksaan Radiologis

Foto dada dilakukan atas indikasi


(1) dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis pada perembesan plasma 20-40%,
(2) pemantauan klinis sebagai pedoman pemberian cairan.

Kelainan radiologi :
-

dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih
radioopak dibandingkan kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kiri, dan
efusi pleura terutama hemitoraks kanan. Foto dada dilakukan dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan)

30

Gambar 6 Foto Toraks Pasien DBD

Kardiomegali dan efusi pericardial

Hepatomegali, dilatasi V. Hepatika dan kelainan parenkim hati

Cairan dalam rongga peritoneum (5,14,15,16)

USG : efusi pleura, kelainan dinding vesica felea dan dinding buli-buli.

2.6.2.5. Pemeriksaan Serologis


Uji hemaglutinasi inhibisi (uji HI)
Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitive namun tidak
spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibody HI
bertahan dalam tubuh lama sekali (> 48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi
sero-epidemiologi. Bahan diambil pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan.
Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau titer
tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtif (+)
atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi.
Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh tenaga
berpengalaman. Antibody komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3
tahun).
Uji neutralisasi
30

Uji ini paling sensitive dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memakai cara Plaque
Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque
yang terjadi. Antibody neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dnegan
antibody HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan lama ( > 4-8
tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga tidak rutin digunakan.
Isolasi Virus
Identifikasi Virus, dengan fluorescence antibody technique test secara indirek dengan
menggunakan antibody monoclonal. Diperlukan alat dan teknik yang canggih, sehingga
tidak dipakai secara rutin.
Reverse transcriptase polymerase chain reaction (PTPCR).
Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekuler, diagnosis infeksi virus
dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang disebut reverse transcriptase polymerase
chain reaction (PTPCR).Cara ini merupakan cara diagnosis yang sangat sensitif dan
spesifik terhasap serotipe tertentu, dengan hasil yang cepat dan dapat diulang dengan
mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah,
jaringan tubuh manusia dan nyamuk. (5,14,15,16)
2.6.3. Sindrom Syok Dengue
Biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun biasanya antara hari ke-3 sampai hari
ke-7 . Gejala yang timbul sesuai dengan keadaan syok :
o

Pasien tampak gelisah

Akral dingin dan pucat, kulit lembab

Hipotensi, penurunan tekanan nadi (<20mmHg), nadi cepat dan lemah. (14,16)

2.7. Tatalaksana
Pasien Demam Berdarah Dengue dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus
Demam Berdarah Dengue dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis
umumnya pada hari ke 3. Pada dasarnya pengobatan demam berdarah dengue bersifat
suportif, yaitu mengatasi cairan plasma sebagai akibat peningkatan permiabilitas kapiler dan
sebagai akibat pendarahan.
Penatalaksanaan pada demam berdarah dengue tanpa penyulit ialah dengan tirah baring,
makanan lunak, medikamentosa yang bersifat simtomatis (untuk hiperpireksia dapat
diberikan kompres kepala, ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya diberikan dari
golongan asetaminophen,difiron), antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder.
30

Rasa haus dan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah.
Pasien perlu diberi minum banyak 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam berupa air teh dengan gula,
sirup, susu, sari buah, atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat teratasi, berikan rumatan
80-100 ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya.
Pemberian cairan intravena pada pasien Demam Berdarah Dengue dilakukan pada:
1) Pasien terus menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral, sedangkan
muntah muntah mengancam terjadinya asidosis dan dehidrasi
2) Didapatkan nilai hematokrit yang bertendensasi terus meningkat (> 40%vol)
Jenis cairan yang direkomendasikan WHO :
1) Kristaloid
i) Larutan Ringer Laktat atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Laktat (D5/RL)
ii) Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrosa 5% dalam Ringer Asetat (D5/RA)
iii) Larutan NaCl 0,9% atau Dextrosa 5% dalam Garam Faali(D5/GF)
2) Koloid
i) Dextran 40
ii) Plasma
Berat badan (Kg)
10
10-20
>20
Tabel 3 Tabel Kebutuhan Cairan Rumatan

Jumlah Cairan (ml)


100 per kgBB
1000 + 50 X BB (diatas 10 kg)
1500 + 20 X BB (diatas 20 kg)

Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda
syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Berat penyakit dan
angka kematian demam berdarah dengue dewasa lebih rendah dibandingkan dengan demam
berdarah pada anak-anak. (18,19)
Sub. Bagian Penyakit Tropik dan Infeksi bekerjasama dengan Sub. Bagian
Hematologi dan Onkologi Medik bagian IPD telah merancang protokol penatalaksanaan
demam berdarah dengue pada penderita dewasa berdasarkan kriteria : (1,6,20)
o Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi
o Praktis dalam pelaksanaanya
o Mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol ini dibagi dalam 5 kategori :
1) Penanganan tersangka demam berdarah dengue dewasa tanpa syok
30

2) Pemberian cairan penderita demam berdarah dengue dewasa di IGD


3) Penatalaksanaan demam berdarah dengue dengan peningkatan Ht>20%
4) Penatalaksanaan pendarahan spontan pada demam berdarah dengue dewasa
5) Penatalaksanaan demam berdarah dengue dengan syok
2.7.1. Protokol 1 : Penanganan Tersangka DBD Dewasa Tanpa Syok (1,6,20)
Protokol ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada demam berdarah dengue di IGD, dan dipakai sebagai petunjuk dalam
memutuskan indikasi rawat bagi penderita berdasarkan skala prioritas perawatan. Manifestasi
pendarahan pada fase awal demam berdarah dengue mungkin masih belum tampak, hasil
laboratorium darah juga mungkin masih normal, sehingga sulit membedakannya dengan
penyakit infeksi akut lainnya.

30

Bagan 5 Protokol 1

30

Bagan 6 Protokol 1

30

2.7.2. Protokol II DBD : Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang
Rawat

(1,6,20)

Berikan infuse larutan kristaloid 4jam/kolf. Bila Hb, Ht normal dan trombosit
100.000-150.000 maka cukup monitor lagi tiap 24 jam. Tapi bila HB, Ht meningkat periksa
ulang tiap 12 jam. Setelah 24 jam bila Hb, Ht, trombosit :
-

stabil, pasien boleh pulang

normal/ meningkat trombosit >100.000, ulang periksa tiap 12 jam selama 24 jam. Bila
normal dan stabil boleh pulang.

Klinis memburuk, menunjukkan tanda syok terapi disesuaikan seperti pada syok.

Pasien pulang bila tidak demam, hemodinamik baik. Kontrol poliklinik 24 jam kemudian
sambil periksa darah perifer lengkap. Bila keadaan memburuk harus segera dirawat.

Bagan 7 Protokol 2
30

2.7.3. Protocol III : Penanganan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%(1,6,20)


Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan cairan
sebanyak 5%. Segera infuse larutan kristaloid 4jam/kolf. Periksa tanda-tanda vital, darah
perifer lengkap dan homeostatis tiap 4-6 jam. Bila ada tanda-tanda KID berikan heparin.
Transfuse komponen darah diberikan sesuai indikasi. Fresh Frozen plasma ( FFP ) diberikan
bila terdapat defisiensi factor pembekuan ( PT dan PTT memanjang ). Packed Reds Cells
( PRC ) diberikan bila nilai Hb kurang dari 10g%, transfuse trombosit diberikan pada DBD
dengan perdarahan spontan dan massif dengan jumlah trombosit <100.000 disertai atau tanpa
KID.
Pada kasus dengan KID pemeriksaan homeostatis diulang 24 jam kemudian
sedangkan pada kasus tanpa KID pemeriksaan dikerjakan bila masih ada perdarahan.
Penderita DBD dengan gejala-gejala tersebut bila dijumpai di puskesmas perlu dirujuk
dengan infuse, idealnya dengan plasma expander ( dekstran ) 1-1,5ltr/24jam. Bila tidak
tersedia dapat diberikan kristaloid. Juga diberikan terapi simptomatik sesuai indikasi.

30

Bagan 8 Protokol 3

30

2.7.4. Protokol IV : Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa(1,6,20)


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan
saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskezia, perdarahan saluran kencing
(hamaturia), perdarahan otak, atau perdarahan tersembunyi dengan umlah perdarahan 45ml/kgBB/jam.
Fase awal segera berikan infuse larutan kristaloid terutama RL 20ml/kgBB/jam.
Berikan O2 2-4 ltr/menit, periksa elektrolit dan ureum, kreatinin. Evaluasi selama 30-120
menit. Syok dikatkan teratasi bila keadaan umum membaik, keadaan system saraf pusat baik,
sistol diatas 100mmHg dengan tekanan nadi >20mmHg. Nadi, 100x/mnt dengan volume
yang cukup. Akral hangat, tidak pucat serta diuresis 0,5-1ml/KgBB/jam. Bila syok telah
teratasi infuse dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam lanjut evaluasi 60-120 menit berikut. Bila
klinis menjadi stabil kurangi lagi menjadi 4 jam/kolf. Selama ini periksa ulang Hb, Ht,
trombosit serta elektrolit tiap 4-6jam.
Bila hemodinamik masih belum stabil dengan HT>30% anjurkan kombinasi kristaloid
dan koloid dengan perbandingan 3-4 : 1 namun bila Ht<30% berikan tranfusi darah merah.
Bila syok dari awal tidak teratasi langsung berikan larutan koloid 10-20ml.kgBB/jam
maksimal1500ml/jam. Bila Ht<30% segera trnfusi darah merah. Bila syok masih juga belum
teratasi berikan obat-obatan vasopresor seperti dopamine, dobutamin atau epinephrine. Bila
ternyata ada KID berikan heparin dan tranfusi komponen darah sesuai indikasi. Tanpa KID
periksa homeostatis diulang bila masih ada perdarahan. Berikan juga obat-obatan sesuai
gejala yang ada.

30

Bagan 9 Protokol 4

2.7.5. Protocol V : Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa (1,6,20)


Sama prinsipnya dengan protocol no.IV hanya pemeriksaan klinis dan laboratorium
dilakukan seteliti mungkin untuk menentukan kemungkinan adanya perdarahan tersembunyi
disertai KID, maka heparin dapat diberikan. Bila tidak didapatkan tanda-tanda perdarahan,
walau hasil pemeriksaan homeostatis menunjukkan KID maka heparin tidak diberikan,
kecuali bila ada perkembangan kearah perdarahan.

30

Bagan 10 Protokol 5
Indikasi Perawatan ICU Pada Pasien Demam Berdarah Dengue :

(6,18)

1. Syok berkepanjangan ( syok tidak teratasi lebih dari 60 menit ),


2. Syok berulang ( pada umumnya disebabkan oleh perdarahan internal ),
3. Perdarahan saluran cerna hebat,
30

4. Demam Berdarah Dengue ensefalopati.


Pemantauan Pasien Demam Berdarah Dengue Selama Perawatan : (6,18)
1. Tanda klinis ( tensi, nadi, hepatomegali, tanda perdarahan saluran cerna, tanda
ensefalopati ).
2. Kadar hemoglobin, hematokrit dan trombosit tiap 6 jam, minimal 12 jam.
3. Balans cairan.
2.8. Differential Diagnosis
Beberapa diagnosis banding untuk DBD antara lain:
2.8.1. Demam tifoid
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi.
Penularan tifoid biasanya melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Masa
inkubasi tifoid sangat berbeda, berkisar dari 3-60 hari. Gejala awal penyakit adalah
demam(peningkatan suhu hingga 40C) terutama sore atau malam hari, kedinginan, malaise,
sakit kepala, sakit tenggorokan, batuk, dan kadang-kadang sakit perut dan konstipasi atau
diare. Sebagai perkembangan penyakit, umumnya didapatkan kelemahan, distensi abdomen,
hepatosplenomegali, anoreksia, dan kehilangan berat badan. Tanda penting yang ditemui
antara lain agak tuli, lidah tifoid (tremor, tengah kotor, tepi hiperemis, nyeri tekan/spontan
pada perut di daerah Mc Burney (kanan bawah). Pada pemeriksaan darah tepi dapat
ditemukan leukopenia, limfositosis relatif. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia
ringan.
2.8.2. Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh
protozoa intraselular obligat Plasmodium falciporum, P. vivax, P. ovale, dan P. malariae yang
ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Penularan juga dapat terjadi melalui
tranfusi darah, transplantasi organ, dan transplasenta. Masa inkubasi 1-2 minggu, tetapi
kadang-kadang lebih dari setahun. Gejala malaria yaitu demam, menggigil, malaise,
anoreksia, mual, muntah, diare ringan, sakit kepala, pusing, mialgia, nyeri tulang.
Peningkatan suhu dapat mencapai 40 derajat, bersifat intermitten yaitu demam dengan suhu
badan yang mengalami penurunan ke tingkat normal selama beberapa jam dalam satu hari
diantara periode kenaikan demam. Periode timbulnya demam tergantung pada jenis
plasmodium yang menginfeksi. Pada malaria juga dapat ditemui hepatomegali, splenomegali,

30

anemia, ikterus, dan dehidrasi. Pada pemeriksaan laboratorium umumnya ditemukan anemia,
leukopenia, dan trombositopenia.
2.8.3. Chikungunya
Chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini terdapat di daerah tropis, khususnya di perkotaan wilayah Asia, India, dan Afrika
Timur. Masa inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat self-limiting dengan gejala akut (demam
onset mendadak (>40C,104F), sakit kepala, nyeri sendi (sendi-sendi dari ekstrimitas
menjadi bengkak dan nyeri bila diraba, mual, muntah,, nyeri abdomen, sakit tenggorokan,
limfadenopati, malaise, kadang timbul ruam, perdarahan juga jarang terjadi) berlangsung 310 hari. Gejala diare, perdarahan saluran cerna, refleks abnormal, syok dan koma tidak
ditemukan pada chikungunya. Sisa arthralgia suatu problem untuk beberapa minggu hingga
beberapa bulan setelah fase akut. Kejang demam bisa terjadi pada anak. Belum ada terapi
spesifik yang tersedia, pengobatan bersifat suportif untuk demam dan nyeri (analgesik dan
antikonvulsan).
2.8.4. Campak
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak, Genus Morbilivirus Famili Paramyxoviridae
dengan masa inkubasi selama 8-12 hari dan penularan melalui aerosol (percikan batuk
maupun bersin penderita). Gejala prodromal ditandai dengan malaise, panas mencapai 38 C
berlangsung 7-10 hari, anoreksia batuk pilek dan konjungtivitis. Patognomonis penyakit
campak adalah adanya bercak Koplik berupa bercak merah dengan warna putih ditengahnya
di mukosa pipi berhadapan dengan gigi molar kedua, dijumpai sekitar akhir masa prodromal,
tepat sebelum timbul ruam. Pada hari ke 3-7 hari sakit timbul ruam kemerahan pada kulit
yang menyebar keseluruh tubuh mulai di muka , kemudian meliputi badan dan akhirnya
mencapai ekstrimitas, akan tetapi telapak tangan dan kaki tidak ditemukan adanya ruam
tersebut. Setelah 1 minggu ruam itu pun kemudian menghitam dan mengelupas. Dijumpai
pula limfadenopati generalisata dan hepatomegali ringan serta apendiksitis. (16)
2.9.

Komplikasi (1,10)

2.9.1. Ensefalopati Dengue


Ensefalopati ini terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan pendarahan,
tetapi juga dapat terjadi pada demam berdarah dengue yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau pendarahan dapat menyebabkan terjadinya
ensefalopati. Ensefalopati demam berdarah dengue bersifat sementara, maka kemungkinan
dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari
30

koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Pada ensefalopati dengue terjadi penurunan


kesadaran menjadi apatis atau somnolen, dapat disertai kejang atau tidak.
Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Ensefalopati
Pada Dengue Berdarah Dengue ensefalopati cenderung terjadi edem otak atau alkalosis, maka
bila syok telah teratasi, cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3 dan
jumlah cairan segara dikurangi. Larutan ringer laktat segara diganti dengan larutan Nacl ( 0,9
% ) : glukosa ( 5 % ) = 3 : 1 .
2.9.2. Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat syok yang tidak teratasi
dengan baik. Dapat juga dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskuler.
2.9.3. Oedem Paru
Oedem paru merupakan komplikasi yang penting yang mungkin terjadi akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai
panduan yang diberikan, biasanya tidak menyebabkan udem paru, karena perembesan plasma
masih terjadi. Tiap pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ruang ekstravakuler, apabila
cairan yang diberikan berlebih ( kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin
dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit ), pasien akan mengalami distress pernapasan,
disertai sembab kelopak mata,dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen
dada.
2.9.4. Sepsis
Akibat penggunaan jalur intravena yang terkontaminasi.
2.9.5. Syok hingga kematian
Terjadi akibat penanganan yang tidak adekuat.
2.10. Pencegahan(6,16)
1. Gerakan 3M
o

menguras tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali, dan


menaburkan bubuk abate kedalamnya

menutup rapat tempat penampungan air

mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan

2. Pemberantasan vector
o

Penyemprotan / Fogging
30

Menyingkirkan pakaian yang tergantung didalam rumah

Abatisasi selektif

Kerjabakti lingkungan dalam dan luar rumah

Penyuluhan masyarakat

3. Pemakaian repellent, menyemprot anti serangga di dalam rumah


4. lapor ke puskesmas setempat
Ada dua cara pemberantasan vector :
-

Menggunakan insektisida
Yang biasa dipakai adalah Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos
untuk membunuh jentik

Tanpa insektisida
Contohnya adalah menguras bak mandi, menutup rapat tempat penampungan air dan
mambersihkan halaman rumah.

2.11. Prognosis (3)


Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DBD mortalitasnya
tinggi. Dari penelitian tahun 1993 dijumpai keadaan penyakit yang terbukti bersama-sama
muncul dengan DBD yaitu demam typhoid, bronkopneumonia, anemia dan kehamilan.
Tergantung beberapa faktor:
-

Lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, adekuat tidaknya penanganan.

Tanda-tanda serebral

Kriteria pasien mengalami boleh pulang adalah :


-

tidak panas lagi dalam 24 jam tanpa obat antipiretik

nafsu makan membaik

tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

Hitung trombosit > 50.000/mm3

Hematokrit stabil

secara klinis tampak perbaikan

minimal 3 hari setelah syok teratasi

30

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi viral yang sampai saat ini
masih mendapat perhatian dari kalangan medis. Hal ini dikarenakan insidens Demam
Berdarah Dengue yang terus mengingkat dari tahun ke tahun, serta sering kali menimbulkan
KLB.
Indonesia merupakan salah satu negara endemi Demam Berdarah Dengue di Asia
Tenggara, sehingga diperlukan suatu cara pencegahan serta penanggulangan Demam
Berdarah Dengue dengan baik sehingga mortalitas dapat menurun.
Prinsip penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue adalah penggantian volume
plasma karena terjadinya perembesan plasma dalam tubuh. Terapi cairan perlu diperhatikan
untuk mencegah penderita jatuh dalam fase syok. Dengan tatalaksana yang baik, penderita
Demam Berdarah Dengue memiliki prognosis baik. (14,20)
3.2. Saran
Untuk menekan serta menanggulangi Demam Berdarah Dengue di Indonesia,
disarankan agar :
-

Dilakukan peningkatan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pencegahan Demam


Berdarah Dengue, yaitu dengan memperhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal.

Agar segera memeriksakan diri bila anggota keluarga ada yang demam.

Untuk Puskesmas, agar melakukan surveilans tiap bulannya.

Melakukan pemberantasan jentik ( Pemberantasan Sarang Nyamuk ) dengan metode 3M


( Menguras, Menutup, dan Mengubur ). (14,20)

30

Anda mungkin juga menyukai