Anda di halaman 1dari 26

CBD II

KEJANG DEMAM
(Pembimbing : Dr.Azizah Sp.A)

Disusun oleh:

Silvyani Octavia Indriati


01.96.3339

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2010

BAB I
Pendahuluan

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang
berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam (Millichap, 1968).
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama timbul
sebelum berumur 4 tahun, terbanyak antara 17 23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami
kejang demam pertama sebelum berumur 5 6 bulan atau setelah umur 5 8 tahun.
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, dan hampir
setiap dokter pernah menghadapi pasien dengan kejang demam, baik pada saat penderita
kejang maupun setelah kejang berhenti
Ketakutan ini sebenarnya merupakan hal yang wajar, karena mungkin orang tua
akan berpikir ke arah akankah kejang demam ini berulang pada masa yang akan datang.
Nelson K.P dalam bukunya menyatakan bahwa kemungkinan berulangnya kejang demam
akan lebih besar apabila kejang demam yang pertama terjadi pada umur kurang dari 1
tahun dan pada anamnesis didapatkan faktor keturunan. Sedangkan Lennox-Buchthal
(1973) dengan melihat umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga didapatkan, pada anak
usia kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%. Sedangkan
pada anak berusia kurang dari 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat kejang pada keluarga,
terulangnya kejang adalah 50%, dan pada anak tanpa riwayat kejang 25%.

Orang tua juga berpikir akan resiko terjadinya epilepsi. Anak-anak yang
mendapatkan kejang demam mempunyai resiko untuk terjadinya epilepsi dikemudian
hari. Livingston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana, hanya
2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
ternyata 97% yang menjadi epilepsi. Resiko terjadinya epilepsi juga tinggi pada anak
yang

sebelum kejang demam

pertama

mempunyai

kelainan

neurologik

dan

perkembangan.
Kekhawatiran yang sering muncul adalah akankah terjadi kelainan dalam
perkembangan setelah kejang dapat teratasi. Kelainan motorik yang dilaporkan para
penulis berupa hemiparese permanen berkisar antara 0,1 0,2% dan biasanya didahului
oleh kejang hebat dan lama. Kelumpuhannya bisa bersifat umum atau fokal, sesuai
dengan kejang fokal yang terjadi.
Untuk kemungkinan apakah akan terjadi gangguan mental pada anak serta
gangguan dalam belajar setelah terjadinya kejang ini, beberapa peneliti tidak
mendapatkan perbedaan dalam hal gangguan mental dan belajar pada anak yang
mengalami kejang demam dengan yang tidak mengalami kejang demam. Tetapi Nelson
mengemukakan apabila kejang berlangsung lebih dari 15 menit dan lebih dari 1 kali
dalam 24 jam yang pertama didapatkan penurunan IQ. Sedangkan laporan yang terakhir
menunjukkan kecenderungan adanya kenaikan dari gangguan mental dan belajar pada
anak.

CATATAN MEDIK ORIENTASI MASALAH

A. IDENTITAS PASIEN
Nama Penderita

: An. A

Umur

: 14 bulan

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pendidikan

: -

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Kp. Kebon Harjo RT 5 RW 5 Semarang Utara

Nama Ayah

: Tn. S

Umur

: 36 tahun

Pekerjaan

: Buruk pabrik

Nama Ibu

: Ny.T

Umur

: 30 tahun

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Bangsal

: B. Izzah

Masuk RS

: 13 Maret 2010

Keluar RS

: 17 Maret 2010

B. DATA DASAR
Alloanamnesis dengan Ibu penderita dilakukan pada tanggal 13 Maret 2010 pukul 17.00
WIB di bangsal anak ITH lantai 3 dan didukung dengan catatan medis

Keluhan utama : kejang

Riwayat Penyakit Sekarang


-

Pasien datang ke IGD dengan keluhan 2 kali kejang, jarak kejang I dengan II 3 jam,
durasi kejang 5 menit, saat kejang kedua tangan dan kaki bergerak-gerak kaku, mata
melihat ke atas, telapak tangan mengepal dan lurus, selama kejang tidak sadar, setelah
kejang menangis, 1 hari yang lalu panas tidak tinggi, tidak menggigil, batuk (+), pilek
(-), muntah (-), mau makan dan minum (+),mencret (-), BAB (+) seperti biasa 1x
sehari, warna kuning, konsistensi lunak, BAK (+) lancar

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Pasien pernah kejang seperti ini sebelumnya pada bulan November 2009.

Riwayat jatuh dan benturan kepala disangkal

Riwayat mengalami luka yang dalam dan kotor disangkal

Penyakit lain yang pernah diderita anak.


- Faringtis

: disangkal

- Entiritis

: disangkal

- Bronkitis

: disangkal

- Disentri basilar

: disangkal

- Pnemonia : disangkal

- Disentri anaeba

: disangkal

- Morbili

: disangkal

- Thip.Abdaminalis : disangkal

- Pertusis

: disangkal

- Cacingan

: disangkal

- Varicella

: disangkal

- Operasi

: disangkal

- Difteri

: disangkal

- Trauma

: disangkal

- Malaria

: disangkal

- Reaksi obat/alergi

: disangkal

- Polio

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Bapak pernah menderita sakit seperti ini waktu kecil

Riwayat keluarga terkena epilepsi disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama bapak, ibu, dan kakaknya, bapak bekerja sebagai buruh pabrik,
ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga, penghasilan bapak cukup untuk kebutuhan seharihari. Biaya perawatan ditanggung oleh Jamkesmas.
Kesan ekonomi : kurang.

C. DATA KHUSUS
1. Riwayat Perinatal
Anak perempuan lahir dari ibu G2P2A0 hamil aterm, persalinan spontan ditolong oleh
dokter umum.
Aktif, menangis cukup kuat, warna kemerahan, berat badan lahir 3600 gram
2. Riwayat Makan-Minum
ASI diberikan sejak lahir sampai usia 6 bulan sampai sekarang. Sejak umur 6 bulan
hingga sekarang diberikan susu Dancow Batita. Umur 6-8 bulan mendapat makanan
pendamping berupa bubur susu, umur 8 bulan mendapat makanan pendamping ASI
berupa nasi tim dan sayur. Umur 1 tahun hingga sekarang mulai mendapat makanan
orang dewasa (nasi, lauk, sayur dan kadang buah)
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan baik

Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :


Diketahui:
Umur : 14 bulan
BB

: 9,5 kg

TB

: 80 cm

WAZ

= 9,5 - 10
1,10

= -0,45 ( normal)

HAZ

= 80 76,7
2,90

= 1,13 (normal)

WHZ

= 9,5 10,6 = -1,2 (normal)


0,9
Kesan status gizi : gizi baik

1. Riwayat Imunisasi Dasar dan Ulangan


No
1
2.
3.
4.
5
6
7
8.
9.

Imunisasi
BCG
DPT
Polio
Hepatitis B
Campak
MMR
HIB
Tifus
Abdominalis
Cacar Air

Berapa Kali
1x
4x
4x
4x
1x
-

2. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


-

Tersenyum dan miring

: 2 bulan

Umur
1 bulan
2,4,6 bulan
0,2,4,6 bulan
0,2,4,6 bulan
9 bulan
-

Tengkurap

: 3 bulan

Duduk tanpa berpegangan

: 6 bulan

Berdiri berpegangan

: 9 bulan

Berjalan

: 12 bulan

Kesan pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur.

3. Riwayat KB Orang Tua


-

Ibu memakai sistem KB suntik 3 bulan sekali, lama 5 tahun.

Mulai 6 bulan setelah lahirnya anak pertama, berlangsung selama 5 tahun, 2 tahun
9 bulan setelah berhenti KB, ibu penderita hamil, 3 bulan setelah lahir anak kedua
ibu penderita memakai KB suntik 3 bulan sekali sampai sekarang.

D. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 Maret 2010 jam 17.00

Berat badan

: 9,5 kg

Panjang Badan

: 80 cm

Nadi

: 120 x/menit

Suhu

: 39oC

Frekuensi pernafasan

: 30 kali/menit

KEADAAN UMUM

Compos Mentis, kurang aktif, tampak kesakitan, tidak kejang, tidak ditemukan trismus
KULIT

: Sianosis (-), ikterus (-), edema (-), tanda-tanda perdarahan (-), sikatriks (-).

KELENJAR LIMFE: Pembesaran kelenjar getah bening (-)


KEPALA

: mesocephale, UUB menutup.

MATA

: pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-),


sklera ikterik (-), strabismus (-), hipertelorisme (-).

HIDUNG

: saddle nose (-),deviasi septum (-/-) nafas cuping (-/-), sekret (-/-).

TELINGA

: low set ear (-/-), discharge (-/-)

MULUT

: bibir sianosis (-), bibir kering (-), trismus (-), lidah kotor (-), tremor(-)

FARING

: hiperemis (-), tonsil membesar (-/-)

LEHER

: simetris, kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-/-)

THORAX
Paru-paru

Inspeksi

: bentuk normal, hemithorax dextra dan sinistra simetris, retraksi (-)

Palpasi

: stem fremitus hemithorax dextra dan sinistra sama

Perkusi

: sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi

: suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)

Jantung

Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: tidak dilakukan

Auskultasi

: bunyi jantung I dan II normal

Frekuensi

: 130x/menit

Irama

: reguler

Suara tambahan : (-)


ABDOMEN
Inspeksi

: datar

Auskultasi

: peristaltik (+) normal

Palpasi

: supel, perut papan (-), nyeri tekan (-)

Hati

: tidak teraba

Limpa

: tidak teraba

Perkusi

: Timpani

EKSTREMITAS
Akral dingin

Superior
-/-

Inferior
-/-

Akral sianosis

-/-

-/-

Oedem

-/-

-/-

Capillary refill

< 2 detik/< 2detik

< 2 detik/< 2detik

GENITALIA : Perempuan, dalam batas normal


ANORECTAL: dalam batas normal

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Reflek fisiologis

: (+) normal

Reflek patologis

: babinski (-), chaddok (-)

Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-), kernig sign (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium : 13 Maret 2010
Jenis
Leukosit
Hb
Eritosit
Hematokit
Trombosit

Hasil
11.550/Ul
11,4 gr %
4.667/uL
34,3 %
440.000/Ul

Normal
6 - 17 x 103
10,7 13,1
3,6 5,2 x 103
35 43
150-450 x 103

Pemeriksaan Immunoserologi
Jenis
Salmonella
Salmonella
Salmonella
Salmonella
Salmonella
Salmonella
Salmonella

typhi O
Paratypi AO
Paratypi BO
thypi H
parathypi AH
parathypi BH
parathypi CH

Hasil
1/320
1/160
Negatif
1/160
1/160
Negatif
Negatif

E. ASSESMENT
1. Observasi kejang demam
DD

- kejang demam kompleks


- kejang demam simpleks
Initial plans
Assessment : kejang demam kompleks

Normal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

IPDx :S = O= lab. Darah rutin, EEG

IP Tx: - Infus 2A N 10 tpm


-inj. Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB/x iv pelan jika kejang
-inj. Cefotaxim 3x300 mg
-inj. Dexamethason 2x ampul
-PCT syrup 3x3/4 cth
Kebutuhan cairan BB: 9,5 kg
1 . 10 x 100

= 1000 cc/24 jam

Total

= 1000 cc/24 jam = 41 cc/jam

Maka, tetesan per menit = 41 x 15 : 60 = 10 tpm

IP Mx : kejang berulang,tanda vital, keadaan umum/kesadaran

IP Ex :
- Jangan panik ketika anak sedang kejang
- Anak dimiringkan agar jalan nafas terbuka
- Minum obat secara teratur dan tepat waktu
- Jika panas kompres dengan air hangat
- Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali

2. Status Gizi
DD

- Gizi Buruk
- Gizi Kurang

- Gizi Baik
Initial Plans
Assesment: Gizi baik
IPDx: S: Kualitas dan kuantitas makanan
O:

IP Tx : Kebutuhan kalori BB=9,5 kg


10 x 100 = 1000 kkal
Total = 1000 kkal
Karbohidrat 60% x 1000 = 600 kkal
Lemak

30% x 1000 = 300 kkal

Protein

10% x 1000 = 100 kkal

P Mx : Keadaan umum pasien, penimbangan BB/bulan

IP Ex : Makan teratur dengan gizi seimbang, jaga hygienis dan sanitasi


makanan

Waktu
Tanggal
Keluhan

PERJALANAN PERAWATAN
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-4
perawatan
perawatan
perawatan
perawatan
13-03- 2010 14-03-2010
15-03-2010
16-03-2010
Kejang 2x
Kejang (-),
Kejang (-),
Kejang (-),
sehari, durasi
panas (+),
panas (-),
panas (-),
5 menit,
batuk (+),
batuk (+),
batuk (-),
panas (+),
pilek (-), mual
pilek (-),
pilek (-),
batuk (+),
(-), muntah (-),
mual (-),
mual (-),
pilek (-),
makan (+),
muntah (-),
muntah (-),
mual (-),
minum (+),
makan (+),
makan (+),
muntah (-), BAB (+), BAK minum (+),
minum (+),
makan (+),
(+).
BAB (+),
BAB (+),
minum (+),
BAK (+).
BAK (+).

Hari ke-5
perawatan
17-03-2010
Kejang (-),
panas (-),
batuk (-),
pilek (-), mual
(-), muntah
(-), makan (+),
minum (+),
BAB (+),
BAK (+).

BAB (+),
BAK (+).
Keadaan Compos
Umum
mentis,
lemah, tidak
sesak nafas,
tampak gizi
cukup
TTV :
Tensi
Nadi
120x/mnt isi
RR
cukup
Suhu
30x/mnt
39C
Lab.
Darah

Assesme
nt

Compos
mentis, lemah,
tidak
sesak
nafas, tampak
gizi cukup
120x/mnt
cukup
30x/mnt
38C

Compos
mentis, aktif,
tidak sesak
nafas, tampak
gizi cukup

Compos
mentis,
aktif, tidak
sesak nafas,
tampak gizi
cukup

Compos
mentis, aktif,
tidak
sesak
nafas, tampak
gizi cukup

isi 120x/mnt isi 120x/mnt isi 120x/mnt


cukup
cukup
cukup
20x/mnt
30x / mnt
30x / mnt
37C
36,5C
36,3C

isi

Leukosit :
11.550/uL
Hb : 11,4 gr/
dl
Hematokrit :
34,3 %
Eritrosit :
466.700 /uL
Trombosit :
440.000 /uL
S. Typhi
O : 1/320
S. Paratyphi
AO : 1/160
S. Paratyphi
BO : S. Typhi
H : 1/160
S. Paratyphi
AH : 1/160
S. Paratyphi
BH : S. Paratyphi
CH : Obs kejang
Kejang demam Kjng demam Kjng demam Kjng demam
demam
kompleks
kompleks
kompleks
kompleks
Gizi baik
Gizi baik
Gizi baik
Gizi baik
Gizi baik

Terapi

Program

Infus 2A
N 10 tpm
Inj diazepam
0,3-0,5 mg
iv pelan (jika
kejang).
Inj cefot 3 x
300 mg.
Inj dexa 2 x
ampul
Po: PCT syr
3 x 3/4 cth
Ambroxol 5
mg 3x1
CTM 0,5 mg
3x1

Evaluasi KU
TTV, kejang
berulang

Infus 2A N
10 tpm
Inj diazepam
0,3-0,5 mg iv
pelan (jika
kejang).
Inj cefot 3 x
300 mg.
Inj dexa 2 x
ampul
Po: PCT syr 3
x 3/4 cth
Ambroxol 5
mg 3x1
CTM 0,5 mg
3x1
Cotrim syrup
2x1 cth

Infus 2A N
10 tpm
Inj diazepam
0,3-0,5 mg iv
pelan (jika
kejang).
Inj cefot 3 x
300 mg.
Inj dexa 2 x
ampul
Po: PCT syr
3 x 3/4 cth
Ambroxol 5
mg 3x1
CTM 0,5 mg
3x1

Infus 2A
N 10 tpm
Inj diazepam
0,3-0,5 mg
iv pelan
(jikakejang).
Inj cefot 3 x
300 mg.
Inj dexa 2 x
ampul
Po: PCT syr
3 x 3/4 cth
Ambroxol 5
mg 3x1
CTM 0,5 mg
3x1

Cotrim syrup
2x1 cth

Cotrim syrup
2x1 cth

Inj cefot 3 x
300 mg.
Inj dexa 2 x
ampul
Po: PCT syr 3
x 3/4 cth
Ambroxol 5
mg 3x1
CTM 0,5 mg
3x1
Cotrim syrup
2x1 cth

Evaluasi KU, Evaluasi KU Evaluasi KU Evaluasi KU,


TTV & kejang TTV, kejang TTV, kejang TTV,kejang,
berulang
berulang
berulang
persiapan plng
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NaK-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya perubahan konsentrasi
ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya, serta perubahan patofisiologi dari membran
sendiri karena penyakit atau keturunan.

1. Mekanisme Terjadinya Demam


Demam adalah salah satu gejala paling umum yang menyebabkan anak dibawa ke dokter
(19% - 30% alasan kunjungan). Definisi demam di sini adalah suhu rektal 38C pada
bayi (anak 1 tahun). Sedang pada anak 1 tahun definisinya adalah suhu rektal
38,4C atau oral (mulut) 37,8C. 5% - 20% anak yang mengalami demam tidak
memiliki sumber infeksi yang jelas, bahkan setelah riwayat penyakit diteliti dan
pemeriksaan fisik dilakukan. Dari 20% ini, sebagian besar terkait dengan infeksi virus
yang akan sembuh dengan sendirinya. Demam pada anak dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu:

1. Demam karena infeksi yang suhunya bisa mencapai lebih dari 38C. Penyebabnya
beragam yakni infeksi virus (seperti flu, cacar, campak, SARS, flu burung, demam
berdarah, dan lain-lain), bakteri (tifus, radang tenggorokan, dan lain-lain).
2. Demam noninfeksi, seperti kanker, tumor atau adanya penyakit autoimun seseorang
(rematik, lupus, dan lain-lain).
3. Demam fisiologis, seperti kekurangan cairan (dehidrasi), suhu udara yang terlalu
panas, dan lain-lain.
2. Bangkitan Kejang pada Demam
Bangkitan kejang demam yang terjadi karena kenaikan suhu badan yang tinggi ( rectal >
38 c ). Suhu badan yang tinggi disebabkan oleh proses/kelainan ekstrakranial.
Biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.Kejang demam pada
umur kurang dari 6 bulan atau lebih 5 tahun pikirkan infeksi SSP,epilepsy disertai
demam. Kejang demam 2 4% populasi anak 6 bulan 5 tahun
Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Kejang Demam Sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umum tipe tonik dan
atau klonik, umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam
waktu 24 jam.
2. Kejang Demam Kompleks
Kejang demam dengan ciri (salah satu di bawah ini) :

a. Kejang lama > 15 menit


b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
3. Manifestasi Klinis
Kejang merupakan manifestasi dari suatu penyakit yang mendasari. Terjadinya bangkitan
kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang
tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat. Kejang demam
biasanya bersifat umum dan berlangsung singkat. Serangan kejang biasanya terjadi dalam
24 jam pertama sewaktu demam, dan bangkitan dapat berbentuk tonik klonik, tonik,
klonik atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak
tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Wajah anak akan menjadi biru,matanya berputar-putar dan anggota badannya akan
bergetar,mungkin dengan hebat. Kulit penderita sering kali pucat dan kering pada waktu
serangan. Kecepatan naiknya suhu tubuh menghasilkan peningkatan metabolisme rate
disertai peningkatan kebutuhan otak akan oksigen. Jika ambang kejang anak terlampaui
maka serangan dapat terjadi.
4. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian. Dua penyelidikan masing-masing mendapat angka kematian
0,46% (Fredrerichsen dan Melchior, 1954 ; Frantzen dkk, 1968). Dari penelitian yang

ada, kejang demam dapat menimbulkan akibat lanjut berupa berulangnya kejang demam,
epilepsi dan gangguan perkembangan anak.
5. Berulangnya Kejang Demam
Serangan kejang dapat terjadi satu kali, dua kali, tiga kali atau lebih selama satu episode
demam. Jadi satu episode kejang demam terdiri dari satu, dua, tiga atau lebih serangan
kejang. Kejang demam berulang ialah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu
episode demam.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi, kadang-kadang demam yang
tidak begitu tinggi sudah dapat menyebabkan kejang. Hal ini disebabkan oleh karena tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Dari kenyataan ini kemudian
disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar sepertiga penderita kejang demam akan
mengalami berulangnya kejang demam satu kali atau lebih. Kemungkinan berulang lebih
besar bila kejang demam pertama terjadi pada usia kurang dari satu tahun. Tiga perempat
dari berulangnya kejang demam ini terjadi dalam kurun waktu dua tahun setelah kejang
demam pertama. Setengah dari penderita yang telah mengalami berulangnya kejang
demam akan mengalaminya lagi. Dan anak-anak dengan kejang yang berlangsung lama,
fokal atau multipel lebih sering akan mengalami serangan ulang.
a. Epilepsi

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadilah
serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
Epilepsi yang dicetuskan oleh demam menurut Livingston ialah :
1. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal / setempat.
2. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam pertama.
3. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam satu tahun.
4. Gambaran EEG, yang dibuat setelah anak tidak demam lagi, adalah abnormal.
Angka kejadian epilepsi pada penderita kejang demam kira-kira 2 3 kali lebih
banyak dibandingkan populasi umum, dan pada penderita kejang demam yang
berulang kemungkinan terjadinya epilepsi 2 kali lebih sering dibandingkan dengan
penderita yang tidak mengalami berulangnya kejang demam.
Pada penelitian yang dilakukan oleh The American National Collaborative Perinatal
Project diidentifikasi 3 faktor resiko untuk mendapatkan epilepsi pada penderita
kejang demam, yaitu adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orang tua
atau saudara kandung, sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan
neurologis dan perkembangan, serta kejang yang bersifat kompleks (berlangsung
lama atau fokal, atau multipel selama lebih dari 15 menit).
Bila hanya ada 1 faktor resiko kemungkinan timbul epilepsi adalah 2 3%,
sedangkan bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, kemungkinannya 13%.

Wallace mengemukakan bila mantan penderita kejang demam diikuti, persentase


menderita epilepsi meningkat dengan bertambahnya usia.
b. Gangguan Perkembangan Anak
Monitor tumbuh kembang anak secara berkala khususnya balita sejak baru lahir,
bahkan sejak dalam kandungan, mutlak dilakukan karena masa balita merupakan
masa kritis atau masa emas pada optimalisasi proses tumbuh kembang, dan deteksi
dini sangat penting agar penyimpangan tidak berlanjut.
Perkembangan dapat terhenti atau mengalami kemunduran. Secara umum terdapat
dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini secara garis besar terbagi lagi
menjadi lingkungan prenatal (meliputi : gizi ibu saat hamil, infeksi, radiasi, stress,
imunitas, mekanis dan kimia, endokrin, serta anoksia embrio), yang mempengaruhi
anak saat masih dalam kandungan dan lingkungan postnatal (meliputi : lingkungan
biologis, yaitu : ras, jenis kelamin, umur, gizi dan hormon; lingkungan fisik : cuaca,
musim, sanitasi, keadaan rumah dan radiasi; lingkungan psikososial : stimulasi, stress,
sekolah, cinta kasih, teman dan hubungan antara orang tua dan anak; lingkungan
keluarga dan adat isdtiadat : pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, jumlah
saudara, stabilitas rumah tangga, agama, adat, serta kepribadian orang tua), yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir. Alex Habel dalam bukunya
menyatakan bahwa salah satu penyebab perkembangan terhenti atau mundur adalah
adanya kejang-kejang yang tidak terkendali dan berkepanjangan.

Susunan saraf anak mempunyai beberapa tampilan yang membedakannya dengan


susunan saraf orang dewasa, salah satunya yaitu susunan saraf berkembang dan
berubah, sehingga gejala klinis berubah, timbul dan hilang sewaktu anak bertambah
usia tanpa adanya perubahan patologik.
Pada bayi baru lahir walaupun struktur otak sudah hampir menyerupai otak orang
dewasa, organisasinya belum begitu sempurna.
Pertumbuhan tulang kepala mengikuti pertumbuhan otak, demikian sebaliknya.
Pertumbuhan otak yang tercepat terjadi pada trimester ketiga kehamilan sampai 5 6
bulan pertama setelah lahir. Pada masa ini terjadi pembelahan sel otak yang pesat,
setelah itu melambat dan terjadi pembesaran sel otak saja. Masa pesat pertumbuhan
otak adalah rawan, setiap gangguan pada masa itu akan mengakibatkan gangguan
pada jumlah sel otak dan mielinisasi yang tidak bisa dikejar pada masa pertumbuhan
berikutnya.
Karena mielinisasi yang belum sempurna, penyebaran rangsang ke seluruh korteks
atau sinkronisasi bilateral dari suatu rangsang tidak terjadi, rangsang biasanya
menetap pada 1 hemisfer atau menyeberang ke hemisfer kontra lateral, akan tetapi
tidak sekaligus bersama-sama. Mula-mula terjadi hambatan reaksi dari refleksi batang
otak dan medula spinalis. Meskipun elemen neuron sudah ada pada bayi baru lahir,
termasuk neuron dan glia tetapi maturasi sinaptik masih belum sempurna.
Wasterlain dan Shirasaka, 1994 berpendapat bahwa bangkitan kejang dapat merusak
otak. Kerusakan ini terjadi antara lain melalui mekanisme eksitotoksik. Sel-sel neuron
yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat, yang mengikat reseptor NMDA (N-

methyl-D-aspartate), mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke dalam sel,


meningkatkan aktivitas enzim yang bergantung kalsium, dan merusak sel neuron
secara irreversibel.
Juga dikemukakan bahwa pada tingkat seluler didapatkan penyanggaan kalium dan
faktor lain yang buruk, kemampuan yang terbatas bagi glukosa untuk menembus
sawar darah otak yang imatur, kegiatan yang berlebihan dari reseptor NMDA dan
AMPA, kesenjangan antara aliran darah dan metabolisme sewaktu serangan kejang.
Semua ini dapat mengakibatkan kerusakan sel neuron.
Penyimpangan perkembangan pada balita tanpa kelainan organis sukar dideteksi
dengan pemeriksaan fisis secara rutin. Mereka tampak normal namun akan
mendapatkan
perkembangan

kegagalan
itu maka

pada

saat

dibuat

mulai

instrumen

sekolah.

Untuk

untuk mendeteksi

penyimpangan
secara dini

penyimpangan perkembangan balita (sejak lahir sampai umur 6 tahun) sejak tahun
1967 dengan DDST (Denver Developmental Screening Test), yang merupakan
metode skrining yang baik, mudah dan cepat (15 20 menit), dapat diandalkan, serta
menunjukkan validitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian , ternyata DDST secara
efektif dapat mengidentifikasikan 85 100% bayi dan anak-anak pra sekolah yang
mengalami keterlambatan perkembangan. Dalam DDST semua tugas perkembangan
itu disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam 4 kelompok besar
yang disebut sektor perkembangan yang meliputi personal social (perilaku sosial),
fine motor adaptive (gerakan motorik halus), language (bahasa), serta gross motor

(gerakan motorik kasar). Denver Developmental Screening Test digunakan untuk


menilai :
a. Tingkat perkembangan anak sesuai dengan umur
b. Anak-anak yang tampak sehat, berumur diantara baru lahir sampai 6 tahun
c. Mendeteksi anak tampa gejala terhadap kemungkinan kelainan perkembangan
d. Memastikan apakah anak dengan persangkaan ada kelainan benar benar ada
kelainan perkembangan
e. Melakukan monitor anak anak dalam resiko terhadap perkembangannya
( misalnya anak dengan masalah perinatal).

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pasien an. A yang berusia 14 bulan didiagnosa kejang demam karena dari
anamnesa ditemukan data-data yang mengarah pada diagnosa kejang demam
kompleks, antara lain :

1. Suhu tubuh lebih dari 38C

2. Berulang atau lebih dari 1x dalam 24 jam.


3. Biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan - 5 tahun

Selama pasien di rumah sakit yang perlu istirahat cukup, dimonitoring yaitu kejang
berulang, kesadaran, dan tanda vital (suhu, nadi dan pernafasan).

Edukasi kepada orang tua pasien :

1. Bila anak kejang,ibu harus tenang,menjaga jalan nafas,siapkan anti kejang perektal
2. Minum obat secara teratur dan tepat waktu
3. Jika panas kompres
4. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi kejadian epilepsi

BAB V
KESIMPULAN
Dari kasus diatas kesimpulan yang dapat diambil antara lain, kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh (perrectal > 38C). Kenaikan suhu
tubuh tersebut disebabkan karena suatu proses ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada

populasi anak berusia 6 bulan 5 tahun. Bila anak berusia < 6 bulan atau > 5 tahun mengalami
kejang setelah demam, pikirkan kemungkinan infeksi sistem saraf pusat, epilepsi yang kebetulan
disertai demam.
Pasien ini didiagnosa kejang demam kompleks karena kejang akibat demam, usia
termasuk populasi kejang demam, adanya penurunan kesadaran saat kejang, terdapat kejang
berulang dalam waktu 24 jam.
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis dan kemungkinan
mengalami kematian akibat kejang demam jarang dilaporkan.

Anda mungkin juga menyukai