KEJANG DEMAM
(Pembimbing : Dr.Azizah Sp.A)
Disusun oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2010
BAB I
Pendahuluan
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang
berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam (Millichap, 1968).
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama timbul
sebelum berumur 4 tahun, terbanyak antara 17 23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami
kejang demam pertama sebelum berumur 5 6 bulan atau setelah umur 5 8 tahun.
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, dan hampir
setiap dokter pernah menghadapi pasien dengan kejang demam, baik pada saat penderita
kejang maupun setelah kejang berhenti
Ketakutan ini sebenarnya merupakan hal yang wajar, karena mungkin orang tua
akan berpikir ke arah akankah kejang demam ini berulang pada masa yang akan datang.
Nelson K.P dalam bukunya menyatakan bahwa kemungkinan berulangnya kejang demam
akan lebih besar apabila kejang demam yang pertama terjadi pada umur kurang dari 1
tahun dan pada anamnesis didapatkan faktor keturunan. Sedangkan Lennox-Buchthal
(1973) dengan melihat umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga didapatkan, pada anak
usia kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%. Sedangkan
pada anak berusia kurang dari 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat kejang pada keluarga,
terulangnya kejang adalah 50%, dan pada anak tanpa riwayat kejang 25%.
Orang tua juga berpikir akan resiko terjadinya epilepsi. Anak-anak yang
mendapatkan kejang demam mempunyai resiko untuk terjadinya epilepsi dikemudian
hari. Livingston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana, hanya
2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
ternyata 97% yang menjadi epilepsi. Resiko terjadinya epilepsi juga tinggi pada anak
yang
pertama
mempunyai
kelainan
neurologik
dan
perkembangan.
Kekhawatiran yang sering muncul adalah akankah terjadi kelainan dalam
perkembangan setelah kejang dapat teratasi. Kelainan motorik yang dilaporkan para
penulis berupa hemiparese permanen berkisar antara 0,1 0,2% dan biasanya didahului
oleh kejang hebat dan lama. Kelumpuhannya bisa bersifat umum atau fokal, sesuai
dengan kejang fokal yang terjadi.
Untuk kemungkinan apakah akan terjadi gangguan mental pada anak serta
gangguan dalam belajar setelah terjadinya kejang ini, beberapa peneliti tidak
mendapatkan perbedaan dalam hal gangguan mental dan belajar pada anak yang
mengalami kejang demam dengan yang tidak mengalami kejang demam. Tetapi Nelson
mengemukakan apabila kejang berlangsung lebih dari 15 menit dan lebih dari 1 kali
dalam 24 jam yang pertama didapatkan penurunan IQ. Sedangkan laporan yang terakhir
menunjukkan kecenderungan adanya kenaikan dari gangguan mental dan belajar pada
anak.
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Penderita
: An. A
Umur
: 14 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: -
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
Nama Ayah
: Tn. S
Umur
: 36 tahun
Pekerjaan
: Buruk pabrik
Nama Ibu
: Ny.T
Umur
: 30 tahun
Pekerjaan
Bangsal
: B. Izzah
Masuk RS
: 13 Maret 2010
Keluar RS
: 17 Maret 2010
B. DATA DASAR
Alloanamnesis dengan Ibu penderita dilakukan pada tanggal 13 Maret 2010 pukul 17.00
WIB di bangsal anak ITH lantai 3 dan didukung dengan catatan medis
Pasien datang ke IGD dengan keluhan 2 kali kejang, jarak kejang I dengan II 3 jam,
durasi kejang 5 menit, saat kejang kedua tangan dan kaki bergerak-gerak kaku, mata
melihat ke atas, telapak tangan mengepal dan lurus, selama kejang tidak sadar, setelah
kejang menangis, 1 hari yang lalu panas tidak tinggi, tidak menggigil, batuk (+), pilek
(-), muntah (-), mau makan dan minum (+),mencret (-), BAB (+) seperti biasa 1x
sehari, warna kuning, konsistensi lunak, BAK (+) lancar
Pasien pernah kejang seperti ini sebelumnya pada bulan November 2009.
: disangkal
- Entiritis
: disangkal
- Bronkitis
: disangkal
- Disentri basilar
: disangkal
- Pnemonia : disangkal
- Disentri anaeba
: disangkal
- Morbili
: disangkal
- Thip.Abdaminalis : disangkal
- Pertusis
: disangkal
- Cacingan
: disangkal
- Varicella
: disangkal
- Operasi
: disangkal
- Difteri
: disangkal
- Trauma
: disangkal
- Malaria
: disangkal
- Reaksi obat/alergi
: disangkal
- Polio
: disangkal
C. DATA KHUSUS
1. Riwayat Perinatal
Anak perempuan lahir dari ibu G2P2A0 hamil aterm, persalinan spontan ditolong oleh
dokter umum.
Aktif, menangis cukup kuat, warna kemerahan, berat badan lahir 3600 gram
2. Riwayat Makan-Minum
ASI diberikan sejak lahir sampai usia 6 bulan sampai sekarang. Sejak umur 6 bulan
hingga sekarang diberikan susu Dancow Batita. Umur 6-8 bulan mendapat makanan
pendamping berupa bubur susu, umur 8 bulan mendapat makanan pendamping ASI
berupa nasi tim dan sayur. Umur 1 tahun hingga sekarang mulai mendapat makanan
orang dewasa (nasi, lauk, sayur dan kadang buah)
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan baik
: 9,5 kg
TB
: 80 cm
WAZ
= 9,5 - 10
1,10
= -0,45 ( normal)
HAZ
= 80 76,7
2,90
= 1,13 (normal)
WHZ
Imunisasi
BCG
DPT
Polio
Hepatitis B
Campak
MMR
HIB
Tifus
Abdominalis
Cacar Air
Berapa Kali
1x
4x
4x
4x
1x
-
: 2 bulan
Umur
1 bulan
2,4,6 bulan
0,2,4,6 bulan
0,2,4,6 bulan
9 bulan
-
Tengkurap
: 3 bulan
: 6 bulan
Berdiri berpegangan
: 9 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Mulai 6 bulan setelah lahirnya anak pertama, berlangsung selama 5 tahun, 2 tahun
9 bulan setelah berhenti KB, ibu penderita hamil, 3 bulan setelah lahir anak kedua
ibu penderita memakai KB suntik 3 bulan sekali sampai sekarang.
D. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 Maret 2010 jam 17.00
Berat badan
: 9,5 kg
Panjang Badan
: 80 cm
Nadi
: 120 x/menit
Suhu
: 39oC
Frekuensi pernafasan
: 30 kali/menit
KEADAAN UMUM
Compos Mentis, kurang aktif, tampak kesakitan, tidak kejang, tidak ditemukan trismus
KULIT
: Sianosis (-), ikterus (-), edema (-), tanda-tanda perdarahan (-), sikatriks (-).
MATA
HIDUNG
: saddle nose (-),deviasi septum (-/-) nafas cuping (-/-), sekret (-/-).
TELINGA
MULUT
: bibir sianosis (-), bibir kering (-), trismus (-), lidah kotor (-), tremor(-)
FARING
LEHER
THORAX
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: tidak dilakukan
Auskultasi
Frekuensi
: 130x/menit
Irama
: reguler
: datar
Auskultasi
Palpasi
Hati
: tidak teraba
Limpa
: tidak teraba
Perkusi
: Timpani
EKSTREMITAS
Akral dingin
Superior
-/-
Inferior
-/-
Akral sianosis
-/-
-/-
Oedem
-/-
-/-
Capillary refill
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Reflek fisiologis
: (+) normal
Reflek patologis
Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-), kernig sign (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium : 13 Maret 2010
Jenis
Leukosit
Hb
Eritosit
Hematokit
Trombosit
Hasil
11.550/Ul
11,4 gr %
4.667/uL
34,3 %
440.000/Ul
Normal
6 - 17 x 103
10,7 13,1
3,6 5,2 x 103
35 43
150-450 x 103
Pemeriksaan Immunoserologi
Jenis
Salmonella
Salmonella
Salmonella
Salmonella
Salmonella
Salmonella
Salmonella
typhi O
Paratypi AO
Paratypi BO
thypi H
parathypi AH
parathypi BH
parathypi CH
Hasil
1/320
1/160
Negatif
1/160
1/160
Negatif
Negatif
E. ASSESMENT
1. Observasi kejang demam
DD
Normal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Total
IP Ex :
- Jangan panik ketika anak sedang kejang
- Anak dimiringkan agar jalan nafas terbuka
- Minum obat secara teratur dan tepat waktu
- Jika panas kompres dengan air hangat
- Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
2. Status Gizi
DD
- Gizi Buruk
- Gizi Kurang
- Gizi Baik
Initial Plans
Assesment: Gizi baik
IPDx: S: Kualitas dan kuantitas makanan
O:
Protein
Waktu
Tanggal
Keluhan
PERJALANAN PERAWATAN
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-4
perawatan
perawatan
perawatan
perawatan
13-03- 2010 14-03-2010
15-03-2010
16-03-2010
Kejang 2x
Kejang (-),
Kejang (-),
Kejang (-),
sehari, durasi
panas (+),
panas (-),
panas (-),
5 menit,
batuk (+),
batuk (+),
batuk (-),
panas (+),
pilek (-), mual
pilek (-),
pilek (-),
batuk (+),
(-), muntah (-),
mual (-),
mual (-),
pilek (-),
makan (+),
muntah (-),
muntah (-),
mual (-),
minum (+),
makan (+),
makan (+),
muntah (-), BAB (+), BAK minum (+),
minum (+),
makan (+),
(+).
BAB (+),
BAB (+),
minum (+),
BAK (+).
BAK (+).
Hari ke-5
perawatan
17-03-2010
Kejang (-),
panas (-),
batuk (-),
pilek (-), mual
(-), muntah
(-), makan (+),
minum (+),
BAB (+),
BAK (+).
BAB (+),
BAK (+).
Keadaan Compos
Umum
mentis,
lemah, tidak
sesak nafas,
tampak gizi
cukup
TTV :
Tensi
Nadi
120x/mnt isi
RR
cukup
Suhu
30x/mnt
39C
Lab.
Darah
Assesme
nt
Compos
mentis, lemah,
tidak
sesak
nafas, tampak
gizi cukup
120x/mnt
cukup
30x/mnt
38C
Compos
mentis, aktif,
tidak sesak
nafas, tampak
gizi cukup
Compos
mentis,
aktif, tidak
sesak nafas,
tampak gizi
cukup
Compos
mentis, aktif,
tidak
sesak
nafas, tampak
gizi cukup
isi
Leukosit :
11.550/uL
Hb : 11,4 gr/
dl
Hematokrit :
34,3 %
Eritrosit :
466.700 /uL
Trombosit :
440.000 /uL
S. Typhi
O : 1/320
S. Paratyphi
AO : 1/160
S. Paratyphi
BO : S. Typhi
H : 1/160
S. Paratyphi
AH : 1/160
S. Paratyphi
BH : S. Paratyphi
CH : Obs kejang
Kejang demam Kjng demam Kjng demam Kjng demam
demam
kompleks
kompleks
kompleks
kompleks
Gizi baik
Gizi baik
Gizi baik
Gizi baik
Gizi baik
Terapi
Program
Infus 2A
N 10 tpm
Inj diazepam
0,3-0,5 mg
iv pelan (jika
kejang).
Inj cefot 3 x
300 mg.
Inj dexa 2 x
ampul
Po: PCT syr
3 x 3/4 cth
Ambroxol 5
mg 3x1
CTM 0,5 mg
3x1
Evaluasi KU
TTV, kejang
berulang
Infus 2A N
10 tpm
Inj diazepam
0,3-0,5 mg iv
pelan (jika
kejang).
Inj cefot 3 x
300 mg.
Inj dexa 2 x
ampul
Po: PCT syr 3
x 3/4 cth
Ambroxol 5
mg 3x1
CTM 0,5 mg
3x1
Cotrim syrup
2x1 cth
Infus 2A N
10 tpm
Inj diazepam
0,3-0,5 mg iv
pelan (jika
kejang).
Inj cefot 3 x
300 mg.
Inj dexa 2 x
ampul
Po: PCT syr
3 x 3/4 cth
Ambroxol 5
mg 3x1
CTM 0,5 mg
3x1
Infus 2A
N 10 tpm
Inj diazepam
0,3-0,5 mg
iv pelan
(jikakejang).
Inj cefot 3 x
300 mg.
Inj dexa 2 x
ampul
Po: PCT syr
3 x 3/4 cth
Ambroxol 5
mg 3x1
CTM 0,5 mg
3x1
Cotrim syrup
2x1 cth
Cotrim syrup
2x1 cth
Inj cefot 3 x
300 mg.
Inj dexa 2 x
ampul
Po: PCT syr 3
x 3/4 cth
Ambroxol 5
mg 3x1
CTM 0,5 mg
3x1
Cotrim syrup
2x1 cth
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NaK-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya perubahan konsentrasi
ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya, serta perubahan patofisiologi dari membran
sendiri karena penyakit atau keturunan.
1. Demam karena infeksi yang suhunya bisa mencapai lebih dari 38C. Penyebabnya
beragam yakni infeksi virus (seperti flu, cacar, campak, SARS, flu burung, demam
berdarah, dan lain-lain), bakteri (tifus, radang tenggorokan, dan lain-lain).
2. Demam noninfeksi, seperti kanker, tumor atau adanya penyakit autoimun seseorang
(rematik, lupus, dan lain-lain).
3. Demam fisiologis, seperti kekurangan cairan (dehidrasi), suhu udara yang terlalu
panas, dan lain-lain.
2. Bangkitan Kejang pada Demam
Bangkitan kejang demam yang terjadi karena kenaikan suhu badan yang tinggi ( rectal >
38 c ). Suhu badan yang tinggi disebabkan oleh proses/kelainan ekstrakranial.
Biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.Kejang demam pada
umur kurang dari 6 bulan atau lebih 5 tahun pikirkan infeksi SSP,epilepsy disertai
demam. Kejang demam 2 4% populasi anak 6 bulan 5 tahun
Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Kejang Demam Sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umum tipe tonik dan
atau klonik, umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam
waktu 24 jam.
2. Kejang Demam Kompleks
Kejang demam dengan ciri (salah satu di bawah ini) :
ada, kejang demam dapat menimbulkan akibat lanjut berupa berulangnya kejang demam,
epilepsi dan gangguan perkembangan anak.
5. Berulangnya Kejang Demam
Serangan kejang dapat terjadi satu kali, dua kali, tiga kali atau lebih selama satu episode
demam. Jadi satu episode kejang demam terdiri dari satu, dua, tiga atau lebih serangan
kejang. Kejang demam berulang ialah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu
episode demam.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi, kadang-kadang demam yang
tidak begitu tinggi sudah dapat menyebabkan kejang. Hal ini disebabkan oleh karena tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Dari kenyataan ini kemudian
disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar sepertiga penderita kejang demam akan
mengalami berulangnya kejang demam satu kali atau lebih. Kemungkinan berulang lebih
besar bila kejang demam pertama terjadi pada usia kurang dari satu tahun. Tiga perempat
dari berulangnya kejang demam ini terjadi dalam kurun waktu dua tahun setelah kejang
demam pertama. Setengah dari penderita yang telah mengalami berulangnya kejang
demam akan mengalaminya lagi. Dan anak-anak dengan kejang yang berlangsung lama,
fokal atau multipel lebih sering akan mengalami serangan ulang.
a. Epilepsi
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadilah
serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
Epilepsi yang dicetuskan oleh demam menurut Livingston ialah :
1. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal / setempat.
2. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam pertama.
3. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam satu tahun.
4. Gambaran EEG, yang dibuat setelah anak tidak demam lagi, adalah abnormal.
Angka kejadian epilepsi pada penderita kejang demam kira-kira 2 3 kali lebih
banyak dibandingkan populasi umum, dan pada penderita kejang demam yang
berulang kemungkinan terjadinya epilepsi 2 kali lebih sering dibandingkan dengan
penderita yang tidak mengalami berulangnya kejang demam.
Pada penelitian yang dilakukan oleh The American National Collaborative Perinatal
Project diidentifikasi 3 faktor resiko untuk mendapatkan epilepsi pada penderita
kejang demam, yaitu adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orang tua
atau saudara kandung, sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan
neurologis dan perkembangan, serta kejang yang bersifat kompleks (berlangsung
lama atau fokal, atau multipel selama lebih dari 15 menit).
Bila hanya ada 1 faktor resiko kemungkinan timbul epilepsi adalah 2 3%,
sedangkan bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, kemungkinannya 13%.
kegagalan
itu maka
pada
saat
dibuat
mulai
instrumen
sekolah.
Untuk
untuk mendeteksi
penyimpangan
secara dini
penyimpangan perkembangan balita (sejak lahir sampai umur 6 tahun) sejak tahun
1967 dengan DDST (Denver Developmental Screening Test), yang merupakan
metode skrining yang baik, mudah dan cepat (15 20 menit), dapat diandalkan, serta
menunjukkan validitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian , ternyata DDST secara
efektif dapat mengidentifikasikan 85 100% bayi dan anak-anak pra sekolah yang
mengalami keterlambatan perkembangan. Dalam DDST semua tugas perkembangan
itu disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam 4 kelompok besar
yang disebut sektor perkembangan yang meliputi personal social (perilaku sosial),
fine motor adaptive (gerakan motorik halus), language (bahasa), serta gross motor
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien an. A yang berusia 14 bulan didiagnosa kejang demam karena dari
anamnesa ditemukan data-data yang mengarah pada diagnosa kejang demam
kompleks, antara lain :
Selama pasien di rumah sakit yang perlu istirahat cukup, dimonitoring yaitu kejang
berulang, kesadaran, dan tanda vital (suhu, nadi dan pernafasan).
1. Bila anak kejang,ibu harus tenang,menjaga jalan nafas,siapkan anti kejang perektal
2. Minum obat secara teratur dan tepat waktu
3. Jika panas kompres
4. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi kejadian epilepsi
BAB V
KESIMPULAN
Dari kasus diatas kesimpulan yang dapat diambil antara lain, kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh (perrectal > 38C). Kenaikan suhu
tubuh tersebut disebabkan karena suatu proses ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada
populasi anak berusia 6 bulan 5 tahun. Bila anak berusia < 6 bulan atau > 5 tahun mengalami
kejang setelah demam, pikirkan kemungkinan infeksi sistem saraf pusat, epilepsi yang kebetulan
disertai demam.
Pasien ini didiagnosa kejang demam kompleks karena kejang akibat demam, usia
termasuk populasi kejang demam, adanya penurunan kesadaran saat kejang, terdapat kejang
berulang dalam waktu 24 jam.
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis dan kemungkinan
mengalami kematian akibat kejang demam jarang dilaporkan.