Anda di halaman 1dari 13

CHAPTER 25 KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO

Tujuan-tujuan Kebijakan Ekonomi Makro


Setiap kebijakan ekonomi bertujuan untuk mengatasi masalahmasalah ekonomi yang dihadapi. Tujuan-tujuan kebijakan ekonomi
makro dapat dibedakan kepada empat aspek berikut:
a.menstabilkan kegiatan ekonomi / price level stability.
b.mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh tanpa inflasi /
high employment level. Beberapa hal yang perlu dijelaskan berkaitan
dengan kesempatan kerja adalah peran pemerintah dalam perluasan
kesempatan kerja, pendekatan demand dan supply of labor dalam
perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan masyarakat desa dalam
upaya perluasan kesempatan kerja, human capital sebagai upaya
efektif perluasan kerja, keuangan negara dan kesempatan kerja,
kebijakan ketenagakerjaan, serikat kerja, hubungan industrial, sistem
ekonomi dan kesempatan kerja.
c. menciptakan pertumbuhan ekonomi yang teguh / long-term
economic growth. Pertumbuhan ekonomi yang ideal adalah :
(1) berlangsung terus menerus,
(2) disertai dengan terciptanya lapangan kerja,
(3) tidak merusak lingkungan,
(4) lebih tinggi daripada laju pertumbuhan penduduk,
(5) disertai dengan distribusi pendapatan yang adil,
(6) kontribusi sektoral yang merata,
(7) tidak meninggalkan sektor pertanian,
(8)kenaikannya riil,
(9) penyumbang terbesar PDB adalah warga domestik, bukan asing.
d. Kestabilan nilai tukar / exchange rate stability. Nilai tukar
merupakan nilai uang secara eksternal, yang tinggi rendahnya
berdampak pada berbagai aspek ekonomi dan sosial lainnya,
misalnya :
(1) impor dan ekspor,
(2) APBN dan APBD,
(3) kesehatan dan pendidikan,
(4) transportasi,
(5) industri dalam negeri,
(6) politik,
(7) daya beli masyarakat,
(8) dunia perbankan,
(9) sektor pertanian, kelautan, peternakan, sektor properti , dan
sebagainya.

2. Bentuk-bentuk Kebijakan Ekonomi Makro.


a. Kebijakan Fiskal
Yaitu kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan cara mengubah
penerimaan dan pengeluaran negara. Atau kebijakan pemerintah yang
membuat perubahan dalam bidang per-pajakan (T) dan pengeluaran
pemerintah (G) dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran
/permintaan agregat dalam perekonomian Kebijakan ini diambil untuk
menstabilkan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi
pertumbuhan ekonomi, dan keadilan dalam pemerataan pendapatan.
Caranya dengan : menambah atau mengurangi PAJAK dan SUBSIDI.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas
jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada
ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan
jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya
beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
a. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat
pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi
stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika
keaadaan ekonomi sedang resesif.
b. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat
pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik
anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang
ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan
tekanan permintaan.
c. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan
pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran
berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan
disiplin.
Menurut pandangan Keynes, kebijakan fiskal (Fiscal Policy) adalah
sangat penting untuk mengatasi pengangguran. Prosesnya adalah;
a. Pengurangan pajak penghasilan akan menambah daya beli
masyarakat dan akan meningkatkan pengeluaran agregat.
b. Peningkatan pengeluaran agregat dengan cara menaikkan

pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa maupun


untuk menambah investasi.
c. Selanjutnya dalam masa inflasi atau ketika kegiatan ekonomi telah
full employment, langkah sebaliknya harus dilakukan yaitu ; pajak
dinaikkan dan pengeluaran pemerintah akan dikurangi.
d. Langkah ini akan menurunkan pengeluaran/permintaan agregat dan
mengurangi tekanan Inflasi.
Secara garis besar berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah
dpt digolongkan sebagai berikut :
1. Pajak langsung : yaitu pajak/jenis pungutan pemerintah yg.secara
langsung dikumpulkan dari wajib pajak, misal ; PPh.
2. Pajak tak langsung : yaitu pajak yg.beban pemungutannya dapat
dipindah-tangankan kepada pihak lain, misal ; PPn, & PPn BM Pajak
impor dsb.
Demikian pula perubahan-perubahan sebaliknya. Pemerintah seringkali
menghadapi masalah defisit anggaran. Ada beberapa sumber
pembiayaan defisit anggaran :
1. Pajak.
2. Mencetak Uang Baru.
3. Pinjaman Masyarakat Dalam Negeri.
4. Pinjaman Masyarakat Luar Negeri.
b. Kebijakan Moneter
Kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral untuk MENAMBAH atau
MENGURANGI jumlah uang yang beredar di masyarakat. Pengaturan
jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan
moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy. Adalah
suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
b. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah
suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar.
Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen
kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation). Operasi pasar
terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan
menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government
securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah
akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat
berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah

antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank
Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate). Fasilitas diskonto adalah
pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat
bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang
mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank
sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah
menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan
tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio). Rasio cadangan
wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan
jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada
pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan
rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan rasio cadangan wajib.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion).Himbauan moral adalah
kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan
memberi himbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti
menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan
menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk
memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

3. Tolak Ukur Stabilitas Moneter

Setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus


memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting, untuk
mengukur atau sebagai acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil
atau tidak. Dalam perekonomian beberapa indikator yang biasanya
digunakan untuk menilai kebijakan moneter adalah :
1. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Dari kelima indikator tersebut, hanya JUB yang tidak dapat dimonitor
dan dirasakan lansung oleh masyarakat, sementara itu indikator
nomor 2 sampai dengan 5, relatif dapat dilihat dan dirasakan langsung
oleh masyarakat. Dengan alasan ini, berikut ini akan dijelaskan secara
ringkas dari keempat indikator tersebut
2. Laju inflasi yang cukup rendah terkendali
Bagi dunia perbankan laju inflasi yang tinggi akan menimbukan
kesulitan bagi Bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena
dengan inflasi yang tinggi tersebut, tingkat bunga riil (bunga nominalinflasi) akan menurun, sehingga mengurangi keinginan masyarakat
untuk menyimpan kekayaannya dalam produk-produk perbankan.

Dampak selanjutnya adalah, bunga riil yang menurun bila


dibandingkan tingkat bunga riil di luar negeri akan memicu larinya
dana masyarakat ke luar negeri, karena dirasakan masyarakat lebih
menguntungkan menyimpan dananya di luar negeri.
3. Suku bunga pada tingkat yang wajar
Selain yang telah sering dijelaskan sebelumnya, bahwa dari sisi
masyarakat tingginya suku bunga memang akan menambah keinginan
masyarakat untuk menyimpan dananya di bank, namun di sisi lain,
tingginya suku bunga tersebut akan mengurangi niat dunia usaha
untuk mengambil kredit bagi pengembangan usahanya. Akibatnya
dana yang sudah terlanjur masuk ke perbankan dengan adanya bunga
tinggi tersebut, tidak dapat tersalurkan dan menimbulkan
permasalahan baru bagi perbankan, yakni, Kemana dana masyarakat
tersebut akan disalurkan ? Apabila masalah ini tidak segera mendapat
jalan keluar, maka perbankan terancam akan menghadapi masalah
likuiditas dan tentu saja masalah penghasilan dari bunga yang
seharusnya diperoleh.
4. Nilai tukar rupiah yang realistis, dan
Nilai tukar yang stabil tentu akan lebih memberi iklim kepastian bagi
semua pelaku usaha, termasuk sektor perbankan, dunia usaha dan
masyarakat. Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat dijadikan
saat yang baik dunia usaha yang berorientasi ekspor, dan ini dapat
memicu peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha untuk
melanjutkan dan meningkatkan produk ekspornya.
5. Ekspektasi/harapan masyarakat terhadap moneter
Meskipun lebih sulit untuk diukur, namun ekspektasi masyarakat mulai
mendapat perhatian besar dalam rangka pelaksanaan kebijakan
moneter di Indonesia. Ekspektasi umumnya terjadi melalui ekspektasi
masyarakat terhadap tingkat inflasi dan ekspektasi terhadap nilai
tukar. Ekspektasi masyarakat yang berlebihan terhadap besaran inflasi
akan mendorong semakin tingginya harga-harga, sehingga akan
mengurangi tingkat konsumsi dan daya saing produk dalam negeri
yang akan diekspor. Sementara itu, ekspektasi masyarakat yang
negatif terhadap nilai tukar akan berdampak pada menurunnya
kepercayaan masyarakat pada mata uang rupiah, sehingga dapat
memicu mengalirnya dana masyarakat keluar negeri.

4. Strategi Kebijakan Moneter

Untuk mendapatkan indikator moneter seperti disyaratkan di


atas, pemerintah yang dalam hal ini otoritas moneter, memerlukan
strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi di Indonesia. Secara

umum, strategi moneter yang dapat dipilih antara lain adalah :


1. Startegi Kebijakan moneter longgar (Easy Monetary Policy) atau
Strategi kebijakan moneter ketat (Tight Monetary Policy).
Kebijakan moneter longgar akan ditempuh untuk menggiatkan kembali
perekonomian yang sedang lesu, dengan cara mempermudah dan
menambah jumlah uang beredar, agar permintaan konsumsi naik.
2. Countercyclical Monetary Policy atau Accomodative Monetary Policy
Countercyclical Monetary Policy
Untuk memperlunak konjungtur/naik turunnya perekonomian,
pemerintah perlu secara aktif malakukan intervensi di pasar uang,
yakni dengan melakukan ekspansi moneter disaat perekonomian
menghadapi masa resesi dan melakukan konstraksi moneter saat
perekonomian mengalami boom/laju yang terlalu cepat. Penjelasan ini
dapat dilihat pada gambar berikut
3. Accomodatice Monetery Policy
Pendapat kedua mengatakan, bahwa sebaiknya pemerintah
menghindari intervensi untuk memperlunak konjungtur perekonomian
yang terjadi, dan membiarkannya terjadi secara alami. Pendapat ini
didasarkan pada pemikiran:
a. Ekspektasi masyarakat dapat mengalahkan dampak dari variabelvariabel moneter lainnya. Dengan kata lain, masyarakat telah
mengantisipasi setiap kebijakan yang akan diterapkan oleh
masyarakat.
b. Kebijakan pemerintah tidak dapat memberi dampak secara
langsung dan segera. Sebagai contoh; kebijakan moneter longgar
yang ekspansif yang diterapkan saat ekonomi lesu/resesi, tidak akan
segera kelihatan dampaknya saat itu juga, namun butuh waktu dan itu
dapat terjadi justru ketika perekonomian telah mencapai tahap boom.

5. Efektifitas kebijakan Moneter

Yang dimaksud dengan efektifitas kebijakan moneter adalah,


sejauh mana kebijakan moneter yang ditempuh pemerintah (apapun
bentuknya), memberi dampak positif bagi perekonomian dan
masyarakat, dalam arti :
a. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
b. dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
c. dapat meningkatkan kesempatan kerja
d. dapat meningkatkan penerimaan devisa negara
e. serta memberi pengaruh pada kebijakan makro lainnya
Teori yang membicarakan mengenai efektifitas kebijakan moneter ini

diantaranya adalah :
a. Teori Natural Rate Hypothesis, yang percaya bahwa kebijakan hanya
akan efektif dan memberi dampak dalam jangka pendek saja, namun
tidak akan efektif untuk jangka panjang
b. Teori Rational Expectation Hypothesis, yang percaya bahwa baik
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, kebijakan
moneter tidak akan efektif untuk memberi pemahaman yang lebih baik
mengenai kedua teori tersebut, perhatikan contoh kasus berikut ini.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, untuk meningkatkan aktivitas
ekonomi melalui peningkatan konsumsi masyarakat, pemerintah akan
menempuh kebijakan ekspansif (kebijakan moneter longgar).
3. Kebijakan Segi Penawaran
Merupakan kebijakan pendapatan (incomes policy), yaitu langkah
pemerintah yang bertujuan mengendalikan tuntutan kenaikan
pendapatan kerja. Tujuan ini dilaksanakan dengan berusaha mencegah
kenaikan pendapatan yang berlebihan. Pemerintah akan melarang
tuntutan kenaikan upah yang melebihi kenaikan produktivitas pekerja.
Kebijakan seperti itu akan menghindari kenaikan biaya produksi yang
berlebihan.
Kebijakan segi penawaran lebih menekankan kepada:
a. meningkatkan kegairahan tenaga kerja untuk bekerja
b. meningkatkan usaha para pengusaha untuk mempertinggi efisiensi
kegiatan produksinya.

6. Masalah dan Kesulitan Penerapan


Kebijakan Moneter diNegara Berkembang

Pemerintah (dalam hal ini Bank Sentral) harus menggunakan


kebijakan moneter untuk mempengaruhi pengeluaran swasta dan
masyarakat ke arah yang dinginkan dalam kegiatan ekonomi dan
pembangunan secara keseluruhan. Pada waktu resesi dan tingkat
pengangguran tinggi, pemerintah harus berusaha meningkatkan
seluruh pengeluaran masyarakat antara lain dengan cara
meningkatkan penawaran uang dalam masyarakat. Turunnya suku
tingkat bunga menimbulkan gairah investasi yang pada akhirnya
meningkatkan permintaan agregat, dan akhirnya menurunkan tingkat
harga dan menaikkan output nasional. Kebijakan moneter yang dapat
dilakukan untuk mecapai tujuan ini adalah mengurangi tingkat
cadangan minimum, menurunkan tingkat bunga dan membeli suratsurat berharga dari masyarakat.
Pada masa inflasi dan ekonomi yang memanas, kebijakan
moneter dilakukan haruslah berjalan ke arah yang sebaliknya.
Dengan demikian, salah satu tugas dari kebijakan moneter adalah

menyediakan pertambahan penawaran uang yang cukup sehingga


usaha-usaha pembangunan dapat berjalan lancar. Pada masa terjadi
kelebihan permintaan dan inflasi, penawaran uang dalam masyarakat
harus dikurangi. Dinegara-negara berkembang kebijakan ini harus
mencakup juga kebijakan untuk mempengaruhi penawaran uang tunai
dalam masyarakat, yaitu dengan berusaha menarik uang tersebut dari
tangan masyarakat, sehingga akan menurunkan tingkat
pengeluarannya. Cara yang dapat ditempuh dengan menarik uang
tersebut ke dalam sistem perbankan, misalnya dengan cara
memberikan bunga yang tinggi kepada nasabah deposito berjangka.

7. Kebijakan Moneter dalam Pembangunan

Masalah dan cakupan dalam pembahasan makroekonomi dapat


digolongkan atas empat kelompok besar, yaitu pertumbuhan ekonomi
(growth), inflasi (inflation), pengangguran (unemployment) dan necara
pembayaran (balance of payment). Untuk menangani persoalanpersoalan makroekonomi tersebut, misal ingin meningkatkan atau
mengejar pertumbuhan ekonomi pada suatu tingkat tertentu, secara
teoritis dapat didekati dengan dua cara, yaitu :
1. Demand management. Pendekatan ini dilakukan pada upaya
pengendalian makroekonomi yang bertumpu pada pengelolaan
permintaan agregat atau aggregate demand (AD), artinya demand
management adalah kebijakan pengendalian makroekonomi yang
utama. Ada dua kebijakan pokok dengan pendekatan ini yaitu
kebijakan fiskal (fiscal policy) dan kebijakan moneter (monetary
policy).
Kebijakan fiskal biasanya eksekusinya lambat, karena untuk mengimplementasikannya harus melalui prosedur yang cukup
panjang,misalnya perlu pembahasan (public hearing) dengan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Namun demikian, dari segi efektivitas
kebijakan ini lebih ampuh. Di sisi lain, kebijakan moneter, merupakan
kebijakan yang dapat dieksekusi secara cepat atau dapat dilakukan
seketika, karena kebijakan ini dimiliki oleh otoritas moneter dalam hal
ini Bank Indonesia. Namun, seringkali pengaruh kebijakan tersebut
lambat dan tidak selalu seperti yang diharapkan dan biasanya sifatnya
untuk mengatasi masalah dalam jangka pendek atau sesaat saja.
2. Supply Management. Upaya pengendalian makroekonmi dengan
pendekatan ini sampai saat ini masih sulit dilakukan, karena
menyangkut teknologi yang sifatnya jangka panjang. Teori Keynes
yang merupakan demand side dari makroekonomi masih mendominasi
kebijakan yang dipegang pada sebagian besar negara. Apa yang
terjadi dengan harga dan output (GNP) hanya mengikuti apa yang

terjadi dengan permintaan agregat. Sehingga kebijakan-kebijakan


makro harus diarahkan bagaimana mempengaruhi permintaan agregat
agar pada tingkat yang sesuai dengan yang diinginkan. Menurut dasar
logika ini, penawaran agregat (aggregat supply) dianggap seolah-olah
sebagai sesuatu yang (paling tidak dalam jangka pendek) tidak dapat
dipengaruhi secara langsung, tetapi hanya secara tidak langsung lewat
permintaan agregat.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pemikiran makro ekonomi
Keynes dengan demand managemant masih mendominasi dalam
memecahkan persoalan-persoalan makroekonomi.

ALAT PENGAMAT PRESTASI KEGIATAN EKONOMI


Beberapa jenis data makroekonomi dapat digunakan untuk
menilai prestasi kegiatan perekonomian pada suatu tahun tertentu dan
perubahannya dari satu periode ke periode lainnya. Alat pengamat
kegiatan suatu perekonomian yang terutama adalah:
1. Pendapatan Nasional
2. Penggunaan Tenaga Kerja Dan Pengangguran
3. Tingkat Perubahan Harga-Harga
4. Neraca Perdagangan Dan Neraca Pembayaran
PENDAPATAN NASIONAL
I. Pengertian Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional dapat dipandang dari dua segi, yaitu dari segi
earning dan segi product.
1. Dari Segi Earning.
Gross National Income (GNI) adalah jumlah dari seluruh pendapatan,
seperti upah, sewa, bunga modal dan laba perusahaan yang telah
diterima oleh seluruh masyarakat selama menghasilkan produk
nasional tersebut (biasanya selama satu tahun).
2. Dari Segi Product
Gross National Product (GNP) adalah jumlah nilai dari barang-barang
dan jasa yang dihasilkan oleh suatu masyarakat suatu negara dalam
satu tahun dihitung menurut harga dasar.
Perbedaan GNP dan GDP:
a. GNP (Gross National Product) meliputi barang-barang dan jasa yang
dihasilkan seluruh warga masyarakat suatu negara, baik yang berada
dalam negeri maupun yang berda diluar negeri.
b. GDP (Gross Domestic Bruto) meliputi barang-barang dan jasa yang
dihasilkan suatu negara dalam wilayah negara tersebut, baik oleh

perusahaan nasional maupun perusahaan asing.


Untuk Indonesia pada saat ini pada umumnya PDB(GDP) > PNB,
Karena nilai barang dan khususnya jasa orang Indonesia yang bekerja
di luar negeri pada umumnya dihargai lebih murah dibandingkan
dengan orang asing.
II. Pentingnya Menghitung Pendapatan Nasional
Beberapa peranan penting pendapatan nasional antara lain:
1. Pendapatan nasional merupakan alat pengukur bagi tinggi
rendahnya tingkat hidup atau kemakmuran suatu bangsa yang secara
kuantitatif, artinya tingkat hidup suatu bangsa atau masyarakat
ditentukan oleh pendapatan perkapita.
2. Pendapatan nasional berguna untuk mengetahui struktur
perekonomian suatu negara yang bersangkutan, misalnya agraris atau
industri. Disamping besarnya peranan masing-masing sektor tersebut
dalam pembentukan pendapatan nasional.
3. Pendapatan nasional berguna untuk mengetahui dan
memperbandingkan kegiatan ekonomi masyarakat itu sendiri dari
tahun ke tahun.
III. Cara Menghitung Pendapatan Nasional
Beberapa kesulitan yang sering dihadapi pada waktu akan melakukan
perhitungan dan penjumlahan pendapatan nasional adalah:
1. Kurang lengkapnya statistik dari berbagai sektor kegiatan ekonomi.
2. Suatu kesalahan yang mudah terjadi pada saat melakukan
perhitungan adalah timbulnya perhitungan dobel (double accounting).
Agar tidak terjadi perhitungan dobel, maka didalam menghitung
besarnya GNP, perhitungan nilai barang didasarkan pada:
1. Final Product atau hasil akhir, yaitu jumlah barang yang diproduksi
dalam bentuk barang jadi dalam waktu satu periode.
2. Value added, yaitu nilai yang ditambahkan.
Dalam menghitung pendapatan nasional dapat digunakan tiga
metode pendekatan yaitu:
1. Metode Produksi (Production Approach)
Pendapatan nasional diperoleh dengan cara menghitung semua nilai
produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh semua sektor kegiatan
ekonomi. Atau dapat juga dengan cara menjumlahkan secara total
seluruh nilai tambah (Value added) dari semua sektor kegiatan
ekonomi.
2. Metode Pendapatan (Income Approach)
Pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan
pendapatan seluruh warga masyarakat yang berasal dari faktor-faktor

produksi yang digunakan dalam proses produksi, yaitu sewa, upah,


bunga dan profit.
Metode pendapatan digunakan untuk menghitung balas jasa yang
diterima oleh masyarakat selama satu tahun. Hasil penghitungannya
disebut Pendapatan Nasional (Yearly Income, dilambangkan dengan
Y). Pendapatan Nasional adalah total nilai balas jasa yang diterima
oleh masyarakat suatu negara dalam satu tahun. Pendapatan
masyarakat terdiri dari:
a. Tenaga kerja memperoleh balas jasa berupa upah/gaji (w = wage)
b. Modal memperoleh balas jasa berupa bunga (i = interest)
c. Tanah dan SDA memperoleh balas jasa berupa sewa (r = rent)
d. Pengusaha memperoleh balas jasa berupa laba (p = profit)
e. Penghasilan campuran (mixed income) yang merupakan gabungan
dari upah/gaji, bunga, sewa, dan laba.
yang persamaan secara matematis adalah sebagai berikut
Hasil perhitungan dengan menggunakan metode atau pendekatan
pendapatan sering disebut dinamakan pendapatan nasional atau PN
(national income),
Rumus PN :
Pendapatan Nasional = Pendapatan Nasional Neto - Pajak Tidak
Langsung + Subsidi
3. Metode Pengeluaran (Expenditure Approach)
Pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan
pengeluaran yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, yaitu
konsumsi rumah tangga, investation domestic bruto, pengeluaran
pemerintah, dan ekspor bersih.
Metode pengeluaran atau pembelanjaan digunakan untuk menghitung
pengeluaran atau pembelanjaan masyarakat selama satu tahun. Hasil
penghitungannya disebut Pembelanjaan Nasional (National Spending).
Pembelanjaan Nasional adalah total pembelanjaan masyarakat suatu
negara selama satu tahun. Pengertian masyarakat disini menunjuk
pada para pelaku ekonomi. Para pelaku ekonomi terdiri dari:
a. Pengeluaran para konsumen disebut konsumsi (C = Consumption)
b. Pengeluaran para produsen disebut investasi (I = Investment)
c. Pengeluaran pemerintah disebut pembelanjaan pemerintah (G =
Governtmen Expenditure)
4. Pengeluaran masyarakat luar negeri disebut ekspor netto (Xn = Net
Export), selisih antara ekspor (X = Export dan impor (M = Import).
Jadi pembelanjaan nasional terdiri dari
Hasil perhitungan dengan menggunakan metode ini dinamakan dengan
produk nasional bruto atau PNB (gross national product).

Rumusnya adalah
PDB = C + G + I + ( X - M ) atau
Produk Domestik Bruto = pengeluaran rumah tangga + pengeluaran
pemerintah + pengeluaran investasi + ( ekspor - impor )
IV. KOMPONEN-KOMPONEN PENDAPATAN NASIONAL
Komponen-komponen Pendapatan Nasional merangkai hubungan
antara ketiga metode atau pendekatan Pendapatan Nasional.
Komponen-komponen Pendapatan Nasional yaitu:
1. PDB (GDP).
PDB (Produk Domestik Bruto) atau GDP (Gross Domestic Product)
merupakan nilai total barang dan jasa yang diproduksi oleh
masyarakat selama satu tahun. Atau hasil output produksi dalam
suatu perekonomian dengan tidak memperhitungkan pemilik faktor
produksi dan hanya menghitung total produksi dalam suatu
perekonomian saja.
Rumusnya adalah
PDB = C + G + I + ( X - M )
atau produk domestik bruto = pengeluaran rumah tangga +
pengeluaran pemerintah + pengeluaran investasi + ( ekspor - impor )
2. PNB (GNP).
Produk Nasional Bruto adalah hasil produksi dalam suatu wilayah yang
telah dikurangi hasil faktor produksi yang pemiliknya bukan berasal
dari dalam perekonomian serta ditambah nilai faktor produksi dari
dalam perekonomian yang berada di luar daerah perekonomian.
PNB (Produk Nasional Bruto) atau GNP (Gross National Product)
diperoleh dengan cara:
Produk Nasional Bruto = PDB + hasil faktor produksi milik domestik
yang ada di luar negeri - hasil output faktor produksi milik luar negeri
yang ada di dalam negeri
3. PNN (NNP).
Pengertian Produk Nasional Netto adalah produk nasioanl yang
memperhitungkan pengeluaran investasi neto dengan mengurangi
investasi bruto dengan depresiasi. PNN (Produk Nasional Netto) atau
NNP (Net National Product) dihitung dengan cara:
PNB -Depresiasi atau penyusutan.
Atau: Produk Nasional Netto = Produk Nasional Bruto - Depresiasi
4. PN (NI).
Pendapatan Nasional merupakan pendapatan yang memperhitungkan
balas jasa atas faktor produksi dengan mengurangi produk nasional
neto dengan pajak tidak langsung dan ditambah dengan subsidi .

PN (Pendapatan Nasional) atau NI (National Income) dihitung dengan


cara:
PNB - Pajak Tidak Langsung (Ti = Indirect Tax).
Atau Pendapatan Nasional = Pendapatan Nasional Neto - Pajak Tidak
Langsung + Subsidi
5. PI. Yrtk = PN - (Cadangan + Pajak Usaha). Hasilnya disebut
Pendapatan Perseorangan (PI = Personal Income atau Yrtk).
6. Pendapatan Disposable (Yd).
Pengertian Pendapatan Personal Disposable adalah penghasilan
individu dalam suatu perekonomian yang bersih dan sudah bisa
dibelanjakan secara keseluruhan setelah pendapatan nasional
dikurangi dengan pajak penghasilan perseorangan.
Yrtk dikurangi dengan pajak Pribadi dan ditambah dengan Pembayaran
Transfer (Tr = Transfer Payment) dari pemerintah, hasilnya disebut
Pendapatan Disposabel. Pendapatan disposabel akan digunakan untuk
konsumsi (C = Consumption) dan ditabung (S = Saving). Yd = C + S.
CONTOH SOAL :
1. Manakah dari berikut ini bukan masalah makroekonomi utama?
a. pertumbuhan ekonomi
b. produktivitas
c. pengangguran
d. harga minyak
2. Manakah dari berikut ini bukan jenis utama dari kebijakan ekonomi makro?
a. kebijakan Moneter
b. kebijakan fiskal
c. kebijakan gesekan
d. kebijakan struktural

Anda mungkin juga menyukai