Anda di halaman 1dari 5

P age |1

BAB III
HUKUM TAKLIFI & HUKUM WADH'I
A. HUKUM TAKLIFI
Setiap perbuatan dan keadaan dalam hukum islam dapat ditentukan
hukumnya, perbuatan atau keadaan tersebut ditempatkan di dalam salah
satu penggolongan hukum. Perbuatan orang yang dimaksud ialah
perbuatan orang yang dapat dibebani hukum atau orang yang mampu
bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan yang menurut istilah
disebut mukallaf.
Akham artinya hukum, sedangkan khomsah artinya lima sehingga

al akham al khomsa artinya lima macam kaidah atau lima katagori


penilaian mengenai benda atau tingkah laku manusia dalam Islam.
Penggolongan hukum tersebut dinamakan Al Akham al Khomsa atau
penggolongan hukum yang lima.
Menurut Imam Syafii, penggolongan (didasarkan pada sanksinya)
tersebut terdiri:
a. Wajib
Perbuatan

atas

dasar

suruhan

yang

apabila

dikerjakan

akan

mendapatkan pahala kalau ditinggalkan akan berdosa.


Hukum wajib dapat dibedakan menjadi:
1) Ditinjau dari segi waktu untuk melaksanakannya
a) Wajib mutlak yaitu; perintah yang tidak ditentukkan waktu
tertentu untuk melaksanakannya, misalnya ibadah haji bagi
yang sudah mampu.

Samun Ismaya, S.H., MHum.

P age |2

b) Wajib muaqqat yaitu; perintah yang ditentukkan waktu untuk


melaksanakannya, misalnya puasa ramadhan.
2) Ditinjau dari segi siapa yang wajib mekasanakan
a) Wajib aini yaitu perbuatan yang harus dilakukan oleh setiap
orang yang sudah dewasa.
b) Wajib kifayah yaitu perbuatan yang dapat dilaksanakan secara
kolektif.
3) Ditinjau dari segi kuantitasnya
a) Wajib Muhaddad yaitu kewajiban yang ditentukkan batas
kadarnya (jumlahnya).
b) Wajib qhairu muhaddad yaitu kewajiban yang tidak ditentukkan
batas kadarnya.
4) Ditinjau dari segi kendungan perintah
a) Wajib muayyan yaitu suatu kewajiban yang objeknya adalah
tertentu tanpa ada pilihan lain.
b) Wajib mukhayyar yaitu kewajiban yang objeknya dapat dipilih
dari alternative yang ada.1
b. Sunnah
Perbauatn atas dasar suruhan atau anjuran yang apabila dikerjakan
akan mendapatkan pahala sedang jika ditinggalkan tidak berdosa.
Sunnah dapat dibagi menjadi beberapa macam:
1) Sunnah amiyah yaitu perbuatan yang diajurkan untuk dilakukan
oleh setiap muslim.

Abddul Ghofur Anshori, 2008, Hukum Islam Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, Kreasi
Total Media, Yogyakarta, Hal. 28.

Samun Ismaya, S.H., MHum.

P age |3

2) Sunnah Kifayah yaitu perbuatan yang diajurkan untuk dilakukan


cukup seorang saja.
3) Sunnah Muakkadah yaitu perbuatan tidak wajib yang selalu
dikerjakan oleh Rasul.
4) Sunnah Ghairu Muakkadah yaitu segala perbuatan tidak wajib
kadang-kadang

dikerjakan

oleh

rasul,

kadang-kadang

saja

ditinggalkan.
5) Sunnah al-Zawaid yaitu mengikuti kebiasaan sehari-hari Rasul
sebagai manusia.2
c. Mubah
Yaitu kebolehan artinya boleh dikerjakan atau ditinggalkan. Mubah
dapat dibagi menjadi 3 macam:
1) Dinyatakan dalam syara tidak berdosa untuk melakukannya
2) Tidak ada dalil yang mengharamkan
3) Dinyatakan dalam syara boleh memilih dilakukan atau tidak.3
d. Makruh
Lawan dari sunnah, yaitu suatu perbuatan jika dikerjakan tidak
berdosa sedang jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Makruh
dibedakan menjadi:
1) Makruh Tanzih ialah perbuatan yang terlarang bila ditinggalkan
akan diberi pahala tetapi bila dilakukan tidak berdosa dan tidak
dikenakan siksa.

Abddul Ghofur Anshori, 2008, Hukum Islam Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, Kreasi
Total Media, Yogyakarta, Hal. 28.
3
Abddul Ghofur Anshori, 2008, Hukum Islam Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, Kreasi
Total Media, Yogyakarta, Hal. 30.

Samun Ismaya, S.H., MHum.

P age |4

2) Makruh Tahrim ialah perbuatan yang dilakukan namun dasar


hukukmnya tidak pasti.
3) Tarkul aula ialah meniggalkan perbuatan-perbuatan yang amat
diajurkan.4
e. Haram
Sebagai lawan dari wajib, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan
berdosa sedang jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Haram
dibagi menjadi dua yaitu:
1) Haram Li Dzatihi yaitu perbuatan yang haram dengan sendirinya
bukan karena hal-hal lain yang hukumnya haram.
2) Haram Li Ghairihi yaitu perbuatan yang hukumnya haram karena
berbarangan dengan perbuatan lain.5

B. HUKUM WADH'I
Selain hukum taklifi dalam syariat juga ada hukum wadhi yakni hukum
yang mengandung sebab, syarat dan halangan terjadinya hukum dan
hubungan hukum.
Sebab ialah sesuatu yang tampak yang dijadikan tanda adanya hukum.
Misalnya kematian menjadi sebab adanya kewarisan, akad nikah menjadi
sebab halalnya hubungan suami isteri.
Syarat adalah sesuatu yang kepadannya tergantung suatu hukum.
Misalnya syarat mengeluarkan zakat ialah jika telah mencapai nizab

Abddul Ghofur Anshori, 2008, Hukum Islam Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, Kreasi
Total Media, Yogyakarta, Hal. 30.
5
Abddul Ghofur Anshori, 2008, Hukum Islam Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, Kreasi
Total Media, Yogyakarta, Hal. 29.

Samun Ismaya, S.H., MHum.

P age |5

(jumlah tertentu) dan haul (waktu tertentu), syarat sholat sempurna


menghadap khiblat.
Halangan atau mani adalah sesuatu yang dapat menghalangi hubungan
hukum.

Misalnya

pembunuhan

menghalangi

hubungan

kewarisan,

keadaan gila menghalangi untuk melakukan perbuatan atau tindakan


hukum. Mani adalah sesuatu yang ditetapkan sebagai penghalang bagi
adanya hukum atau penghalang bagi berfungsinya suatu sebab.6

Abddul Ghofur Anshori, 2008, Hukum Islam Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, Kreasi
Total Media, Yogyakarta, Hal. 30.

Samun Ismaya, S.H., MHum.

Anda mungkin juga menyukai