Anda di halaman 1dari 10

JURNAL

PERTIMBANGAN DAN ALASAN PASIEN HIPERTENSI MENJALANI TERAPI


ALTERNATIF KOMPLEMENTER BEKAM DI KABUPATEN BANYUMAS

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Komplementer


Dosen Pembimbing : Ns.Anita Dyah Listyarini, M.Kep.,Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh:
Nama : Ana Kurnia Dewi
Kelas : PSIK 4C
NIM : 2013011565

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMAKUDUS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2015

ANALISIS JURNAL
Judul

:Pertimbangan dan Alasan Pasien Hipertensi Menjalani Terapi


Alternatif Komplementer Bekam di Kabupaten Banyumas

Peneliti

: Ridlwan Kamaluddin

Metode Penelitian : Metode penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif


dengan pendekatan fenomenologi.
Pendahuluan

Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15


juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol.
Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak
menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung
untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak
mengetahui faktor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial.
Di kabupaten Banyumas, penduduk paling banyak menganut
agama islam dan masyarakat masih sangat kental dengan pengobatan
bernuansa spiritual. Pengobatan penyakit metabolik yang ada saat ini
menggunakan terapi alternatif dan komplementer, salah satunya yaitu
menggunakan terapi bekam atau hijamah. Menurut data dari Dinas
Kesehatan Banyumas, terdapat 90 tempat terapi alternatif
komplementer yang ada di Kabupaten Banyumas. Dari pengamatan
lapangan yang telah dilakukan di salah satu tempat terapi alternatif
komplementer di Kabupaten Banyumas, menunjukkan bahwa pasien
yang paling banyak mendapatkan menjalani terapi alternatif
komplementer adalah pasien hipertensi.

Pembahasan

:
Berdasarkan hasil penelitian kedua tema meliputi : 1) Proses
pengambilan keputusan menjalani terapi bekam. 2) Alasan klien
menjalani terapi bekam. Tema pertama tentang proses pengambilan
keputusan memilih terapi bekam, pada penelitian di temukan dua faktor
yang mempengaruhi yaitu faktor sosial dan psikologis. Tema kedua,
pada penelitian di temukan beberapa alasan menjalani terapi bekam
yaitu di lihat dari aspek fisiologis, psikologis, ekonomi dan spiritual.
a. Proses Pengambilan Keputusan dalam pemilihan Terapi Bekam.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan data dan informasi
bahwa proses pengambilan keputusan terdiri dari dua faktor yaitu
faktor sosial dan faktor psikologis. Faktor sosial yang mempengaruhi
partisipan dalam mengambil keputusan untuk memilih terapi bekam
adalah dengan berdiskusi dengan anggota keluarga dan karena adanya
dukungan dari anggota keluarga.

Faktor psikologis yang mempengaruhi partisipan dalam


mengambil keputusan untuk memilih terapi bekam adalah adanya rasa
percaya kepada keluarga ataupun orang lain. Faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan dalam memilih terapi alternatif
komplementer adalah adanya keinginan (nilai-nilai pribadi, tujuan,
kepercayaan, harapan) terhadap proses dan hasil pengobatan,
pengetahuan dan faktor lainnya seperti kemudahan akses.
b. Alasan klien menjalani terapi alternatif komplementer bekam
Alasan yang menyebabkan peningkatan pemanfaatan terapi
aslternatif komplementer adalah karena ketidak puasan dengan
pengobatan konvensional, kebutuhan akan control yang lebih dari
keputusan pengobatan, perawatan penyakit kronis, kelamiahan terapi
alternatif komplementer dan adanya interaksi personal antara klien
dengan praktisi. Salah satu alasan menjalani terapi bekam adalah
karena kemanjuran atau kecocokan terapi terhadap penyakit yang di
derita.
Alasan lain dalam menjalani terapi bekam adalah karena harga
yang terjangkau. Menurut Walcott (2004) salah satu alasan pemilihan
pengobatan alternatif adalah faktor ekonomi. Satu alasan mengapa
pengobatan alternatif murah, sering dikatakan alami. Meskipun
faktor-faktor ekonomi memainkan peran dalam pemilihan terapi
alternatif komplementer, faktor biaya tidak selalu dapat di prediksi.
Salah satu studi telah menunjukkan bahwa pertimbangan
keuangan bukan faktor utama dalam memilih pengobatan tradisional,
alasan utamanya adalah keyakinan, kemudahan akses, dan
kenyamanan. Biaya pengobatan menjadi alasan setelah keyakinan,
kemudahan akses, dan kemudahan terapi (Winston dan Patel 1995).
Berdasarkan data dan informasi yang ditemukan pada
penelitian ini bahwa alasan menjalani terapi bekam adalahsebagai
salah satu ibadah dalam rangka menjalankan ajaran agama yang
dianutnya.
Simpulan

Simpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa proses


pengambilan keputusan pasien hipertensi yang menjalani terapi
bekam mempertimbangkan faktor sosial dan faktor psikologis. Alasan
menjalani terapi bekam meliputi aspek fisiologis, ekonomi, psikologis
dan aspek spiritual. Aspek fisiologis yang menjadi alasan menjalani
terapi bekam adalah keinginan untuk terbebas dari efek samping obat.
Aspek ekonomi berupa harga bekam terjangkau.aspek psikologis
meliputi adanya kecocokan dengan terapi bekams serta adanya aspek
spiritual berupa terapi bekam adalah salah satu ajaran agama tertentu.

Saran

:
Bagi perawat diharapkan mampu memahami tentang terapi
komplementer bekam dan perawat mempunyai peranan care provider,
conselor, educator, dan advocator dalam pelaksanaan terapi alternatif
komplementer terapi bekam. Terapi komplementer bekam dapat
dijadikan salah satu intervensi keperawatan yang komperhensif dalam
memberi askep.

ANALISIS JURNAL
Judul

: Studi Kejadian Gangguan Pendengaran pada Masinis Upt Crew


Kereta Api Solo Balapan Tahun 2012

Peneliti

: Tri Puji Kurniawan, Nur Endah Wahyuningsish, dan Suhartono

Metode Penelitian

: Dalam penelitian tersebut menggunakan metode penilitian


kuantitatif. Dan penelitian bersifat obsevasional dengan menggunakan
desain penelitian cross sectional.

Pendahuluan

:
Tahun terakhir diberitakan bahwa kurang lebih 14,7 juta
penduduk Amerika Serikat terpapar oleh kebisingan ditempat kerja
yang mengancam pendengaran mereka, 13,5 juta diantaranya terpapar
karena kebisingan pada level yang berbahaya yaitu akibat dari suara
truk, pesawat terbang, kereta apai, sepeda montror, alat-alat stereo
serta mesin pemotong rumpu (Sulistyanto, 2004).
Kenaikan jumlah kasus gangguan pendengaran yang diraskan oleh
masinis semakin meningkat. Tidak diketahui denagan pasti berapa
jumlah kenaikan kasus tersebut karena tidak terlalu baynak publikasi
informasi mengenai hal ini. Gangguan pendengaran yang dirasakan
oleh masinis, terutama yang terkait dengan gangguan pendengaran
{auditori) yang terjadi akibat kebisingan merupakan perasaan
terganggu atau tidsk nyaman yang dirasakan oleh pekerja tanpa
mempertimbangkan aspek patologis secara medis (Jenne,2007)

Pembahasan

: a. Lama masinis terpajang bising di dalam kabin lokomotif kereta


api per hari dengan timbulnya gangguan pendengaran.
Hubungan lama terpajan demham gangguan pendengaran
sebagaimana dikemukakan oleh Andriana (2003)
yang
mengemukkan bahwa bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula
telingan akan terasa terganggu oleh kebiosingan tersebut, tetapi lamakelamaan telinga tidak terasa terganggu lagi karena suara terasatidak
begitu keras seperti wal pemaparan.
Kenaikan ambang pendangeran sementara ini mula-mula terjadi
pada frekuensi 4000Hz, tetapi bila pemaparan berlangsung lama maka
kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada
frekuensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu
pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya.
Keterbatasan penelitian yang dilakukan Ikke (2008) adalah bahwa
responden memiliki lama terpajan yang relatif sama, sehingga hasil

pengukuran relatif sama dan tidak menimbulkan adanya perbedaan


tingkat gangguan pendengaran subyektif.
b. Masa kerja masinis dengan timbulnya gangguan pendengaran

Simpulan

Saran

Penurunan daya pendengaran tergantung dari lamanya


pemaparan serta tingkat kebisingan, sehingga faktor-faktor yang
menimbulkan gangguan pendengaran harus dikurangi (Gabriel, I.F.,
1990). Penelitian Sulistyanto (2004) prevalensi NIHL pada masinis
meningkat sesuai masa kerja dan paling banyak setelah bekerja lebih
dari 20 tahun.
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan masa kerja
dengan timbulnya gangguan pendengaran pada masinis Crew Kereta
Api Stasiun Solo Balapan. Bising pada intensitas yang tinggi dan
dalam waktu yang lama yaitu antara 10-15 tahun akan mengakibatkan
robeknya organ corti hingga mengakibatkan destruksi total organ
corti. Organ corti yang rusak mengaklibatkan kehilangan pendengaran
yang permanen. Pada audiometri diagnosis NIHL ditujukkan adanya
penurunan pendengaran pada frekuensi antara 3000-6000 Hz dan
kerusakan organ corti untuk reseptor bunyi yang berat pada frekuensi
4000 Hz.
:
Berdasarkan penelitian, bahwa ada hubungan antara lama
terpajan didalam kabin lokomotif kereta api per hari dengan timbulnya
gangguan pendengaran yang dirasakan oleh masinis kereta api UPT
Crew KA Solo Balapan. Selain itu ada hubungan antara masa kerja
dengan timbulnya gangguan pendengaran yang dirasakan oleh masinis.
Namun faktor yang paling dominan berhubungan dengan gangguan
pendengaran masinis adalah masa kerja.
:
Bagi masinis diwajibkan membawa alat pelindung telinga pada
waktu bertugas perjalanan di dalam lokomatif. Bagi PT Kereta Api
Indonesia membatasi jam kerja masinis per hari, melakukan
pemeriksaan audiometri terhadap masinis secara berkala, dan memberi
pengetahuan serta motivasi mengenai program konservasi pendengaran
pada masinis dengan pelaksana program yang ada di perusahaan.

ANALISIS JURNAL

SWISS BALL EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR TIDAK TERBUKTI LEBIH BAIK
DALAM MEMPERKECIL DERAJAT SKOLIOSIS IDIOPHATIK DARIPADA KLAPP
EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR PADA ANAK USIA 11-13 TAHUN

Untuk persyaratan mengikuti mata kuliah sistem Muskuloskeletal


Dosen Pembimbing : Ns. Biyanti Dwi Winarsih, M.Kep

Disusun Oleh:
Nama : Ana Kurnia Dewi
Kelas : PSIK 4C
NIM : 2013011565

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMAKUDUS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2015

ANALISIS JURNAL
Judul

Peniliti
Metode Penelitian
Pendahuluan

: Swiss Ball Exercise dan Koreksi Postur tidak Terbukti Lebih Baik
dalam Memperkecil Derajat skoliosis Idiophatik daripada Klapp
Exercise dan Koreksi Postur pada Anak Usia 11-13 Tahun
: Suriani Sari, Ketut Tirtayasa, Sugijanto
: Metode yang digunakan dalam penelitian adalah dengan eksperimen.
Desain penelitian ini adalah pre and post with control group desain.
:
Skoliosis merupakan kelainan-kelainan pada rangka tubuh
berupa kelengkungan tulang belakang, dimana terjadi pembengkokan
tulang belakang kearah samping kiri atau kanan atau kelainan tulang
belakang pada bentuk C atau S.
Di pontianak dari 825 anak setelah dilakukan pengukuran
dengan menggunakan inclinometer terdapat 45 anak yang mengalami
derajat skoliosis. Pravelensi terjadinya skoliosis yang terjadi di
pontianak kota sebesar 5,4% dan yang mengalami derajat skoliosis
diatas 10 derajat adalah 0,3% dan perbandingan antara laki-laki dan
perempuan yaitu 1:9.
Swiss ball exercise merupakan suatu latihan yang
meningkatkan kekuatan yang mana efektif untuk melatih sistem
muskoloskeletal. Latihan kekuatan dengan bola sebagai penyangga
dipercaya pada permukaan.yang labil akan membuat tulang belakang
mempunyai tantangan yang besar untuk menstabilkan otot antar
vertebra dan meningkatkan keseimbangan dinamis dan melatih
stabilitas tulang belakang untuk mencegah stabilitas berulang.
Klapp exercise merupakan latihan dengan posisi merangkak
yang mana juga dapat memperbaiki skoliosis. Pada klapp lebih
ditekankan pada penguluran dan penguatan otot antar vertebra yang
mana pada penderita skoliosis idiopatik terjadi ketegangan otot
sehingga pada latihan ini otot menjadi rileks dan memperkecil derajat
skoliosis.

Pembahasan

: a. Latihan Swiss Ball exercise dalam memperkecil derajat skoliosis


idiopatik.
Penggunaan swiss ball dapat meningkatkan otot abdominal dan
otot-otot pernapasan. Karena dengan berada di atas swiss ball tubuh
selalu diposisikan dalam keadaan seimbang dapat meningkatkan otot
yang lemah terutama daerah yang konvek.
Swiss ball exercise juga dapat meningkatkan kekuatan otot dan
fleksibitas pada sendi dan meningkatkan ROM pada tulang belakang.
Sehingga dengan latihan yang diberikan pada penelitian ini dengan

riwayat skoliosis terjadi perbaikan dengan memperkecil derajat


skoliosis yang menyebabkan otot punggung terileksasi sehingga rib
hump kembali ke posisi semula dan diharapkan tidak terjadi
peningkatan. Dengan latihan ini dapat meningkatkan propriocetion dan
juga terjadi penyesuaian pada vestibular sehingga merubah perasaan
lurus, bertujuan untuk merubah kalibrasi titik nol pada vestibular.
b.Latihan swiss ball dan koreksi postur sama baiknya dengan klapp
exercise dan koreksi postur dalam memperkecil derajat scoliosis
idiopatik.
Skoliosis merupakan kelengkungan dari tulang belakang yang
tidak simetris sehingga berdampak pada postur baik secara anatomi
maupun kosmetika. Pada penelitian ini koreksi postur hanya sebagai
kontrol bagi ke dua kelompok sehingga di sini peneliti hanya
memberikan edukasi pada orang tua, guru dan siswa untuk selalu
melakukan aktivitas. Koreksi postur bertujuan untuk memposisikan
tubuh tetap dalam keadaan yang benar.
Sehingga pada penderita skoliosis dengan melakukan koreksi
postur berarti tubuh memposisikan pada posisi anatomis. Prinsip terapi
latihan pada skoliosis adalah mengembalikan mobilitas sendi-sendi
yang telah hilang, meregangkan otot yang kontraktur, meningkatkan
kekuatan otot, memutar balik dari rotasi deformitas vertebra.
Mengembangkan muscular seluruh badan supaya mampu memelihara
curve yang telah di koreksi.
Simpulan

: Kombinasi swiss ball exercise dan koreksi postur tidak terbukti lebih
baik dalam memeperkecil skoliosis dibanding kombinasi klapp exercise
dan koreksi postur pada anak usia 11-13 tahun.

Saran

: Bagi peniliti, disarankan agar di perlukan penilitian lebih lanjut untuk


pengembangan penelitian selanjutnya pada penderita idiophatik dengan
melihat efektifitas antara swiss ball exercise dan klapp exercise dengan
latihan yang lain.

JURNAL
STUDI KEJADIAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA MASINIS UPT CREW
KERETA API SOLO BALAPAN TAHUN 2012

Untuk persyaratan mengikuti mata kuliah sistem Persepsi Sensori


Dosen Pembimbing : Ns. Noor Fiadah, M.Kep

Disusun Oleh:
Nama : Ana Kurnia Dewi
Kelas : PSIK 4C
NIM : 2013011565

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMAKUDUS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2015

Anda mungkin juga menyukai