Epidemiologi :
Di Amerika Serikat insiden pada usia kurang dari 20 tahun adalah 4.8 kasus per satu
juta populasi. Insiden dari osteosarkoma konvensional paling tinggi pada usia 10-20
tahun, Setidaknya 75% dari kasus osteosarkoma adalah osteosarkoma konvensional.
Observasi ini berhubungan dengan periode maksimal dari pertumbuhan skeletal.
Namun terdapat juga insiden osteosarkoma sekunder yang rendah pada usia 60 tahun,
yang biasanya berhubungan dengan penyakit paget. Kebanyakan osteosarkoma varian
juga menunjukkan distribusi usia yang sama dengan osteosarkoma konvensional,
terkecuali osteosarkoma intraosseous low-grade, gnathic, dan parosteal yang
menunjukkan insiden tinggi pada usia dekade ketiga. Osteosarkoma konvensional
muncul pada semua ras dan etnis, tetapi lebih sering pada afrika amerika daripada
kaukasian. Osteosarkoma konvensional lebih sering terjadi pada pria, dengan rasio 3:2
terhadap wanita. Perbedaaan ini dikarenakan periode pertumbuhan skeletal yang lebih
lama pada pria. Data frekuensi untuk osteosarkoma varian sangat sulit untuk
dikalkulasikan karena kasusnya sangat jarang. Tabel berikut menunjukkan persentase
relatif dari osteosarkoma varian di Amerika Serikat:
Tumor Frecuency
Telangiectatic
3.5-11
Parosteal
3-4
Periosteal
1-2
Gnathic
6-9
Small cell
<1
<1
Secondary
5-7
Faktor Risiko:
Penyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat berbagai faktor
resiko untuk terjadinya osteosarkoma yaitu:
1.
Pemeriksaan fisik
Adanya benjolan didaerah tulang panjang,yang semakin lama semakin
LDH
ALP (kepentingan prognostik)
Hitung darah lengkap
Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT),
b) Radiografi
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk investigasi.
Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor
pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitf bila
dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk
menentukan metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk
mendeteksi metastase pada tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat
menggantikan bone scan.
1. X-ray
`
Gambaran foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan menunjukkan lesi yang
agresif pada daerah metafise tulang panjang. Rusaknya gambaran trabekule tulang dengan
batas yang tidak tegas tanpa reaksi endoosteal. Tampak juga campuran area radio-opak dan
radio-lusen, oleh karena adanya proses destruksi tulang (bone destruction) dan proses
pembentukan tulang (bone formation).
Pembentukan tulang baru pada periosteum, pengangkatan kortek tulang, dengan
pembentukan: Codmans triangle, dan gambaran Sunburst dan disertai dengan gambaran
massa jaringan lunak, merupakan gambaran yang sering dijumpai. Plain foto thoraks perlu
juga dibuat untuk menentukan adanya metastase pada paru.
Gambaran lesi terlihat agresif, dapat berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas atau
kadangkala terdapat lubang kortikal multipel yang kecil. Setelah kemoterapi, tulang
disekelilingnya dapat membentuk tepi dengan batas jelas disekitar tumor. Penyebaran pada
jaringan lunak sering terlihat sebagai massa jaringan lunak. Dekat dengan persendian,
penyebaran ini biasanya sulit dibedakan dengan efusi. Area seperti awan karena sclerosis
dikarenakan produksi osteoid yang maligna dan kalsifikasi dapat terlihat pada massa. Reaksi
periosteal seringkali terdapat ketika tumor telah menembus kortek. Berbagai spektrum
perubahan dapat muncul, termasuk Codman triangles dan multilaminated, spiculated, dan
reaksi sunburst, yang semuanya mengindikasikan proses yang agresif.
Osteosarkoma telangiectatic secara umum menunjukkan gambaran litik, dengan
reaksi periosteal dan massa jaringan lunak. Ketika batas tumor berbatas tegas, dapat
menyerupai gambaran aneurysmal bone cyst. Osteosarkoma Small-cell terlihat sama dengan
gambaran osteosarkoma konvensional, yang mempunyai gambaran campuran antara litik dan
sklerotik. Osteosarkoma intraosseous low-grade dapat berupa litik, sklerotik atau campuran;
seringkali mempunyai gambaran jinak dengan batas tegas dan tidak adanya perubahan
periosteal dan massa jaringan lunak.
Gnathic tumor dapat berupa litik, sklerotik atau campuran dan sering terjadi destruksi
tulang, reaksi periosteal dan ekstensi pada jaringan lunak. osteosarkoma intracortical
dideskripsikan sebagai gambaran radiolusen dan geographic, dan mengandung mineralisasi
internal dalam jumlah yang kecil. Osteosarkoma derajat tinggi mempunyai gambaran massa
jaringan lunak yang luas dengan berbagai derajat mineralisasi yang muncul dari permukaan
tulang. Osteosarkoma parosteal secara tipikal merupakan tumor berdensitas tinggi yang
muncul dari area tulang yang luas. Tidak seperti osteochondroma, osteosarkoma parosteal
tidak melibatkan kavitas medulla tulang.
Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus,
mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak. Perubahan periosteal berupa Codman
triangles (white arrow) dan masa jaringan lunak yang luas (black arrow).
2. CT Scan
CT scan digunakan ketika gambaran foto polos membingungkan, terutama pada area
dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada
osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma sekunder).
Gambaran cross-sectional memberikan pencitraan yang lebih jelas dari destruksi tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan
matriks mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT
terutama sangat membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk
diinterpretasikan. CT jarang digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun
merupakan modalitas yang sangat berguna untuk menentukan metastasis pada paru.
CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma
telangiectatic dapat memperlihatkanfluid level, dan jika digunakan bersama kontras dapat
membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka
akan terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik.
Sesuai dengan perilaku biologis dari osteosarkoma, yaitu tumbuh secara radial dan
membentuk seperti bentukan massa bola. Apabila tumor menembus kortek tulang menuju
jaringan otot sekitarnya dan membentuk seolah-olah suatu kapsul (pseudocapsul) yang
disebut daerah reaktif atau reactive zone. Kadang-kadang jaringan tumor dapat invasi ke
daerah zone reaktif ini dan tumbuh berbetuk nodul yang disebut satellites nodules. Tumor
kadang bisa metastase secara regional dalam tulang bersangkutan, dan berbentuk nodul
yang berada di luar zone reaktif pada satu tulang yang disebut dengan skip lesions.
3. MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor karena
kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan
tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan
membantu dalam menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari
tumor, penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat asalnya merupakan
hal yang penting. Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian
dari kompartemen.
Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang penting dari
penyakit intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang mengandung tumor, keterlibatan
epifisis, dan adanya skip metastase. Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering
terjadi daripada yang diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos.
Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa ketika terlihat intensitas sinyal yang sama dengan
tumor yang terlihat di metafisis yang berhubungan dengan destruksi fokal dari lempeng
pertumbuhan.
Skip metastase merupakan fokus synchronous dari tumor yang secara anatomis
terpisah dari tumor primer namun masih berada pada tulang yang sama. Deposit sekunder
pada sisi lain dari tulang dinamakan transarticular skip metastase. Pasien dengan skip
metasase lebih sering mempunyai kecenderungan adanya metastase jauh dan interval survival
bebas tumor yang rendah. Penilaian dari penyebaran tumor ekstraoseus melibatkan penentuan
otot manakah yang terlibat dan hubungan tumor dengan struktur neurovascular dan sendi
sekitarnya. Hal ini penting untuk menghindari pasien mendapat reseksi yang melebihi dari
kompartemen yang terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan tumor terlihat
menyebar menuju tulang subartikular dan kartilago.
Gambaran MRI menunjukkan kortikal destruksi dan adanya massa jaringan lunak.
4. Bone Scintigraphy
Bone scan (Bone Scintigraphy): seluruh tubuh bertujuan menentukan tempat
terjadinya metastase, adanya tumor yang poliostotik, dan eksistensi tumor apakah
intraoseous atau ekstraoseous. Juga dapat untuk mengetahui adanya skip lesions, sekalipun
masih lebih baik dengan MRI. Radio aktif yang digukakan adalah Thallium Tl 201 . T
hallium scantigraphy digunakan juga untuk memonitor respons tumor terhadap pengobatan
kemoterapi dan mendeteksi rekurensi lokal dari tumor tersebut.
Secara umum osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop pada
bone scan yang menggunakan technetium-99m methylene diphosphonate (MDP). Karena
osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat
sensitif namun tidak spesifik.
Bone Scan yang membandingkan bagian bahu dengan osteosarcoma dan yang sehat
5. Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan angiografi dapat
ditentukan diagnose jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada High-grade osteosarcoma akan
ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan
untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatan preoperative chemotheraphy, yang mana
apabila terjadi mengurang atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon terapi
kemoterapi preoperatif berhasil.
6. Biopsi
Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma. Biopsi yang
dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan kesalahan diagnosis (misdiagnosis) yang
lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak
dianjurkan dengan biopsi jarum perkutan (percutaneous needle biopsy) dengan berbagai
keuntungan seperti: invasi yang sangat minimal, tidak memerlukan waktu penyembuhan luka
operasi, risiko infeksi rendah dan bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang post biopsy
dapat dicegah.
Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-grade
sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk jaringan osteoid dan
tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer
mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang pleomorphik
dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi
diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik diantara jaringan tumor yang membentuk osteoid.
Secara patologi osteosarkoma dibagi menjadi high-grade dan low-grade v ariant
bergantung pada selnya yaitu pleomorfisnya, anaplasia, dan banyaknya mitosis. Secara
konvensional pada osteosarkoma ditemukan sel spindle yang ganas dengan pembentukan
osteoid. Pada telengiektasis osteosarkoma pada lesinya didapatkan adanya kantongan darah
yang dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana elemen selulernya sangat ganas
sekali.
Gambaran mikroskopik : tumor tersusun atas osteoblas ganas, dengan inti pleimorfik
dan vesikuler, disertai mitosis (panah biru tipis). Inti mengandung kromatin yang
halus, granuler,dengan prominen nucleoli di beberapa bagian, Ditemukan pula sel
raksasa berinti banyak (panah biru tebal). Di samping itu tampak pula trabekula
ostoid eosinoflik yang irregular (panah biru dobel).
7. Ultrasound
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan stadium dari
lesi. USG berguna sebagai panduan dalam melakukan percutaneous biopsi. Pada
pasien dengan implant prostetik, USG mungkin merupakan modalitas pencitraan satu
satunya yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT
atau MRI dapat menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun USG dapat
memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan lunak, tetapi tidak bisa digunakan
untuk mengevaluasi komponen intermedula dari lesi.
E. PENATALAKSANAAN
Belakangan ini Osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik, disebabkan oleh
prosedur penegakkan diagnosis dan staging dari tumor yang lebih baik, begitu juga dengan
adanya pengobatan yang lebih canggih. Dalam penanganan osteosarkoma, modalitas
pengobatannya dapat dibagi atas dua bagian yaitu dengan kemoterapi dan dengan operasi.
Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma, terbukti
dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah melakukan
prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan
meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke
paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada metastase
tersebut. Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang
disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan
Operasi
Saat ini prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam operasi
suatu osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan melakukan
rekonstrusinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari ektermitas
merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan memberikan
kemoterapi preoperatif (induction = neoadjuvant chemotherpy) melakukan operasi
mempertahankan ekstremitas (limb-sparing resection) dan sekaligus melakukan
rekonstruksi akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan
pada 90 sampai 95% dari penderita osteosarkoma.
Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan survival rate antara operasi
amputasi dengan limb-sparing resection. Amputasi terpaksa dikerjakan apabila
prosedur limb-salvage tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi dikerjakan. Setelah
melakukan reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari tulang dan jaringan
lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk merekonstruksi kembali dari
ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-prostesis dari
methal. Prostesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat
menginjak (weight-bearing) dan mobilisasi secara cepat, memberikan stabilitas sendi
yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu juga
endoprostesis methal meminimalisasi komplikasi postoperasinya dibanding dengan
menggunakan bone graft.
Selain itu juga ada metode rekonstruksi lainnya yang bermanfaat walau secara
kosmetik tidak terlalu bagus, yaitu rotationplasty. Ini dilakukan setelah proses
amputasi telah dilaksanakan, kemudian dilakukan penyatuan dengan cara segmen
distal di putar 180 derajat dan disatukan dengan segmen proximal sehingga fungsi
sendi ankle menjadi sendi lutut. Rotationplasty sangat cocok bagi anak anak
khususnya kurang dari 12 tahun dengan osteosarkoma di lutut.
Follow-up Post-operasi
Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti pada sebelum
operasi. Setelah pemberian kemoterapinya selesai maka dilakukan pengawasan
terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya metastase, dan komplikasi
terhadap proses rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi terhadap
rekonstruksinya adalah: longgarnya prostesis, infeksi, kegagalan mekanik.
Pemeriksaan fisik secara rutin pada tempat operasinya maupun secara sistemik
terhadap terjadinya kekambuhan maupun adanya metastase. Pembuatan plain-foto dan
CT scan dari lokal ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal yang harus
dikerjakan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama post
operasinya, dan setiap 6 bulan pada 5 tahun berikutnya.
Komplikasi
pada vertebra oleh fraktur tulang patologis. Anemia dapat terjadi akibat
adanya penempatan sel-sel neoplasma pada sumsum tulang. Hal ini
mengakibatkan hiperkalsemia, hiperkalsiuria, dan hiperurisemia selama
ada kerusakan tulang. Sel-sel plasma ganas akan membentuk sejumlah
imunoglobulin yang dapat dideteksi melalui serum atau urine dengan
teknik imunoelektroforesis. Gagal ginjal dapat terjadi selama presipitasi
imunoglobulin dalam tubules (pada pielonefritis). Selain itu, terjadi
hiperkalsemia, peningkatan asam urat, infiltrasi ginjal oleh plasma sel
(mieloma ginjal), trombosis pada vena ginjal, dan kecenderungan
patologis perdarahan merupakan ciri-ciri mieloma dengan dua alasan
utama:
1. Penurunan trombosit (trombositopenia) selama adanya kerusakan
megakariosit yang merupakan sel-sel induk dalam sel-sel tulang.
2. Tidak berfungsinya trombosit, makroglobulin menghalangi
elemen-elemen dan tuna serta dalam fungsi hemostatik.
Komplikasi yang dapat timbul antara lain gangguan produksi
antibodi, infeksi yang biasanya disebabkan karena kerusakan
sumsum tulang yang luasmerupakan efek kemoterapi,
radioterapi, dan steroid yang dapat menyokong terjadinya
leukopeniafraktur patologis, gangguan pada ginjal dan sistem
hematologic, serta hilangnya anggota ekstremitas. Komplikasi
lebih lanjut adalah adanya tanda-tanda apatis dan kelemahan.
G. TUMOR TULANG
WHO CLASSIFICATION OF BONE TUMOURS
1. CARTILAGE TUMOURS
Osteochondroma
Chondroma
Enchondroma
Periosteal chondroma
Multiple chondromatosis
Chondroblastoma
Chondromyxoid fibroma
Chondrosarcoma
Central, primary, and secondary
Peripheral
Dedifferentiated
Mesenchymal
Clear cell
2. OSTEOGENIC TUMOURS
Osteoid osteoma
Osteoblastoma
Osteosarcoma
Conventional
Chondroblastic
Fibroblastic
Osteoblastic
Telangiectatic
Small cell
Low grade central
Secondary
Parosteal
Periosteal
High grade surface
3. FIBROGENIC TUMOURS
Desmoplastic fibroma
Fibrosarcoma
4. FIBROHISTIOCYTIC TUMOURS
Benign fibrous histiocytoma
Malignant fibrous histiocytoma
5. EWING SARCOMA/ PRIMITIVE NEUROECTODERMAL TUMOUR
Ewing sarcoma
6. HAEMATOPOIETIC TUMOURS
Plasma cell myeloma
Malignant lymphoma
7. GIANT CELL TUMOUR
Giant cell tumour
Malignancy in giant cell tumour
8. NOTOCHORDAL TUMOURS
Chordoma
9. VASCULAR TUMOURS
Haemangioma
Angiosarcoma
10. SMOOTH MUSCLE TUMOURS
Leiomyoma
Leiomyosarcoma
11. LIPOGENIC TUMOURS
Lipoma
Liposarcoma
12. NEURAL TUMOURS
Neurilemmoma
13. MISCELLANEOUS TUMOURS
Adamantinoma
Metastatic malignancy
DAFTAR PUSTAKA
1. Springfield D. Orthopaedics. Dalam: Brunicardi FC. Schwartzs Manual of Surgery
8th ed. USA: McGRAW-HILL. 2006.
2. Patel SR, Benjamin RS. Soft Tissue and Bone Sarcomas and Bone Metastases.
Dalam: Kasper DL et al. Harrisons Principles of Internal Medicine 16th ed. USA:
McGRAW-HILL. 2005
3.
Watampone.
4.
Schwartz, Seymour I. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. EGC.
5.
Wim, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC.
6.
Arvin, K. Berhman. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol. 3.
8. http://forbetterhealth.files.wordpress.com/2009/02/a004-osteogenik-sarkoma.pdf
9.
10.
National
Cancer
Institute.
2008.
Osteosarkoma/Malignant
Fibrous
http://www.cancer.org/Cancer/Osteosarcoma/DetailedGuide/osteosar
coma-survival-rates
15.
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/osteosarcoma/Pa
tient/page1
16.
http://www.news-medical.net/health/Osteosarcoma-Prognosis.aspx
17.
http://sarcomahelp.org/osteosarcoma.html
18.
http://emedicine.medscape.com/article/394057-overview
19.
http://bone-cancer.emedtv.com/osteosarcoma/prognosis-forosteosarcoma.html
20.
http://www.bcrt.org.uk/bci_osteosarcoma_prognosis.php
21.
http://indonesian.orthopaedicclinic.com.sg/?p=1182
22.
Wittig, James C, Bickels J, Priebat D, et al. Osteosarcoma: a multidisciplinary
approach to diagnosis and treatment. A peer reviewed Journal of American Academic
of Family Physicians 2002.
23.
Simon MA, Aschliman MA, Thomas N, Mankin HJ. Limb-salvage treatment
versus amputation for osteosarcoma of the distal end of the femur. J Bone Joint Surg
Am 2005;87:2822.
24.
DiCaprio MR, Friedlander GE. Malignant bone tumors: Limb sparing
versus amputation. J Am Acad Orthop Surg 2003; 11(1): 25-37.
25.
Merkel KD, Gebhardt M, Springfield DS. Rotationplasty as a reconstructive
operation after tumor resection. Clin Orthop 1991; 270: 231-236.
Disusun Oleh:
Andi Ayu Lestari
G2A007025
Fauzia Rachman
G2A007076
G2A007144
Setiawati Maharani
G2A007162
Hilda Fauziah
G2A008093
G2A008094
Inayati Raisania
G2A008095
Indri Maharani
G2A008096
G2A008097
G2A008098
Irwan Nuryadin
G2A008099
G2A008100
G2A008105
G2A008112
G2A008119
Muhammad Zulfitrah
G2A008120
G2A008160
G2A008166
G2A008172
Silvia Merinsy
G2A008178