Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

ILEUS OBSTRUKTIF

Penyusun :
Putri Kurniasari
030.07.207

Pembimbing :
Dr. Santi Andiani, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH


RSUD BUDHI ASIH
PERIODE 27 JUNI 3 SEPTEMBER 2011
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2011

BAB I
PENDAHULUAN

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Gangguan pasase usus dapat
disebabkan oleh obstruksi lumen usus yang disebut ileus obstruktif atau oleh gangguan
peristaltik yang selanjutnya disebut sebagai ileus paralitik.1
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen. Gawat perut dapat
disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan penyulitnya, ileus
obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera
langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.2
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson,
2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya
(Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa
hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data
Departemen Kesehatan Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

I. ANATOMI USUS
A. USUS HALUS
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22
kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen.
Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun
garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. Usus halus dibagi menjadi
duodenum, jejenum, dan ileum. 3

Duodenum
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum.

Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita
muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan
berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium (penggantung).

Jejenum dan Ileum


Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima

terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri,
sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai
pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium
usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal
pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri
vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium
memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior
antara kedua lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Pada usus halus, arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah
arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian
2

atas duodenum adalah arteri pancreaticoduodenalis superior, suatu cabang arteri


gastroduodenalis. Sedangkan bagian bawah duodenum diperdarahi oleh arteri
pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior. Pembuluhpembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain
untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh
arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messenterika superior yang menyatu
dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan
pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabutserabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut
parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi
motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan
pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas
melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke nodi limphatici soeliakus dan ke bawah melalui nodi limphatici
pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici mesenterikus superior sekitar pangkal arteri
mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi limphatici mesenterikus
dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior, yang terletak sekitar
pangkal arteri mesenterikus superior.
B. USUS BESAR
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah
pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi
makin dekat anus semakin kecil. 3
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua
atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecal mengontrol aliran kimus dari
ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens
3

dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus
kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon
ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli
dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa,
membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk
kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam
rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan
sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan
oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan
menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai anus dalam perineum.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) dengan
cabangnya yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra, a. kolika media, serta a.
pancreaticoduodenalis inferior dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum) melalui a. kolika sinistra, a. sigmoidalis, a. hemoroidalis superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi limphatici mesenterikus dan
akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di
sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari
kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus superior,
sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens
akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus inferior.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon
ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari
pleksus saraf mesenterikus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf
simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan
dari pleksus mesenterikus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya
mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum, sepertiga distal dipersarafi oleh
saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi
serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus inferior dan saraf parasimpatis
4

nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan


kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis
mempunyai efek berlawanan.

Gambar 1.
Arteri mesenterika superior
mempercabangkan arteri pancreaticoduodenalis
inferior, intestinalis, ileocolica, colica dekstra.

Gambar 2.
Arteri mesenterika inferior
mempercabangkan arteri colica sinistra,
sigmoidea, dan hemorrhoidalis superior.

II. HISTOLOGI
A. USUS HALUS
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan: 3,4
1. Tunika Serosa. Tunika serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum,
hampir lengkap di dalam usus halus mesenterika, kekecualian pada sebagian kecil,
tempat lembaran visera dan mesenterika peritoneum bersatu pada tepi usus.
5

2. Tunika Muskularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunika
muskularis usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke
arah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum
sirkulare. Yang terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myenterikus saraf
(Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
3. Tela Submukosa. Tela submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak di
antara tunika muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di
bawah mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh
limfe. Di samping itu, di sini ditemukan neuropleksus Meissner.
4. Tunika Mukosa. Tunika mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun
dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masingmasing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi. Usus halus ditandai oleh adanya tiga
struktur yang sangat menambah luas permukaan dan membantu fungsi absorbsi yang
merupakan fungsi utamanya:
a. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang
dinamakan valvula koniventes (lipatan Kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen
sekitar 3 sampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan
menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu
pada radiogram.
b. Villi merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya
sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5
sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran
mukosa menyerupai beludru.
c. Mikrovilli merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 pada
permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan
tampak sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar
2.000 cm. Valvula koniventes, villi dan mikrovilli bersama-sama menambah luas
permukaan absorpsi sampai 2 juta cm, yaitu meningkat seribu kali lipat.
B. USUS BESAR
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan
tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal
usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli.
6

Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan
otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini
menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum
yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih
tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus
Lieberkn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel
goblet daripada usus halus.5

III. FISIOLOGI USUS


A. USUS HALUS
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorbsi bahan-bahan
nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung dilanjutkan di
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Proses pencernaan
disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di
antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border villi dan mencernakan zat-zat
makanan sambil diabsorbsi. 3,5
Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan
segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu
ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai
kontinyu isi lambung.

Gambar 3. Gerakan peristaltik


Kontraksi

usus

halus

disebabkan oleh aktifitas

otot polos usus halus yang

terdiri dari 2 lapis yaitu

lapisan otot longitudinal dan

lapisan otot sirkuler. Otot

yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah
otot longitudinal. Bila bagian ini mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus
akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar
1-4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi,
7

segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus
berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus
sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan
hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmental berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi
segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit
pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah
kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, di mana pada bagian proksimal lebih
cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya
menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.
Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan
protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus
ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh.
Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat berlangsung
dengan mekanisme transpor aktif dan pasif.
B. USUS BESAR
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir
isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi air dan elektrolit,
yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai
reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi
berlangsung. 3
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air
dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua kecuali 100200 ml diabsorbsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,
meningkatkan absorbsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik,
meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang
umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik
panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi.
8

Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen.
Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan
metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari.

IV. ILEUS OBSTRUKTIF


A. DEFINISI
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus di mana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus, yaitu oleh karena
kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan. Hambatan pada jalan
isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan tertimbun di bagian proksimal dari
sumbatan, sehingga pada daerah proksimal tersebut akan terjadi distensi atau dilatasi usus.
Dapat terjadi pada usus halus maupun usus besar.
Pada ileus obstruksi dapat dibedakan lagi menjadi obstruksi sederhana dan obstruksi
strangulasi. Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan kombinasi
gejala obstruksi dan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis. Obstruksi usus yang
disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi,
sedangkan obstruksi oleh tumor atau askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang
menyebabkan strangulasi.1

B. ETIOLOGI
Tabel 1.
Ekstraluminal
Adhesi
Hernia inkarserata
Neoplasma
Abses, hematoma

Intrinsik
Intususepsi
Penyakit Crohn
Kongenital (volvulus)
Striktur

Intraluminal
Batu empedu

Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh: 1


1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar
50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal
9

sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh


adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam
hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam
masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal)
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan
penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia
interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi
melalui kompresi eksternal.
4. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
5. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat
sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
6. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama
masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
7. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus.
Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
8. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.
9. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar
dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal
yang menyebabkan obstruksi.
10. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi,
atau trauma operasi.

Hernia

Oklusi mesentrial

Volvulus

10

Adhesi

Tumor

Invaginasi

Gambar 4. Etiologi obstruksi usus


C. PATOFISIOLOGI
Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang
bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan atau
penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Sehingga terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan pada bagian
proksimal tempat penyumbatan yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intraluminal sehingga terjadi hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian
akumulasi cairan dan gas semakin bertambah sehingga menyebabkan distensi usus sebelah
proksimal sumbatan. Selain hipersekresi meningkat, kemampuan absorbsi usus pun
menurun, sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif. Hal ini
dapat menyebabkan tejadinya syok hipovolemik. 6,7
Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat sebagai kompensasi
adanya sumbatan atau hambatan. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi peningkatan
tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak akan berkontraksi dengan
baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang. Peningkatan tekanan intraluminal
dan adanya distensi menyebabkan gangguan vaskuler terutama stasis vena. Dinding usus
menjadi udem dan terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang
disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek
lokal peregangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorbsi toksin-toksin
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Hal ini biasanya terjadi pada
obstruksi usus dengan strangulasi. Bahaya umum dari keadaan ini adalah sepsis. 6,7
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan
vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi usus dan udara akan
berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian proksimal dari
usus mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan absorbsi
membran mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi
intestinal yang berat dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan
mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya
dehidrasi, iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian. 6,7
D. MANIFESTASI KLINIK
11

Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya
terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka
gejala

yang

dominan

adalah

nyeri

abdomen.

Distensi

abdomen

terjadi

bila

obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. 8
Obstruksi
umbilikus

pada
atau

usus

halus

bagian

menimbulkan

epigastrium.

gejala

Pasien

seperti

dengan

nyeri

obstruksi

perut

sekitar

partial

bisa

mengalami diare. Kadang kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi
pada

kolon

obstruksi

biasanya

pada

usus

mempunyai
halus.

gejala

Umumnya

klinis

gejala

yang

berupa

lebih

ringan

konstipasi

yang

dibanding
berakhir

pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi.


Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah yang terdiri
dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan. Usus didekompresi
dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika obstruksi di distal di dalam usus halus
atau kolon, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan
berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap
stagnansi. 1
Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik
turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
(jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap.

12

Gambar 5. Manifestasi klinis obstruksi usus halus

E. PEMERIKSAAN FISIK
Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang kadang dapat
meningkat.1
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan:
Inspeksi

Abdomen tampak distensi

Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran usus) dan Darm Steifung (gambaran
gerakan usus)

Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia
inkarserata

Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis

Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi

13

Gambar 6. Gerakan peristaltik usus

Auskultasi
Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi
metalik (klinken) / metallic sound. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah
sampai hilang. 7,9

Perkusi
Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.

Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada obstruksi usus
dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.
Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri abdomen yang hebat

dan bersifat menetap makin lama makin hebat, demam, takikardi, hipotensi dan
gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak
distensi, didapatkan ascites dan peristaltik meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut
di mana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Adanya feces
bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan
intususepsi. 6,10

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi
sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam
resusitasi.

Pada

tahap

awal,

ditemukan

hasil

laboratorium

yang

normal.

Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit


yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin

14

terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis

bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis. 2,7


Radiologik
Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level yang banyak di beberapa
tempat (multiple air fluid level) yang tampak terdistribusi dalam susunan tangga (step
ladder appearance), sedangkan usus sebelah distal dari obstruksi akan tampak
kosong. Jumlah loop dari usus halus yang berdilatasi secara umum menunjukkan
tingkat obstruksi. Bila jumlah loop sedikit berarti obstruksi usus halus letaknya tinggi,
sedangkan bila jumlah loop lebih banyak maka obstruksi usus halus letaknya rendah.
Semakin distal letak obstruksi, jumlah air fluid level akan semakin banyak, dengan
tinggi yang berbeda-beda sehingga berbentuk step ladder appearance. 2,10
Bayangan udara di dalam kolon biasanya terletak lebih ke perifer dan biasanya
berbentuk huruf U terbalik. Obstruksi kolon ditandai dengan dilatasi proksimal
kolon sampai ke tempat obstruksi, dengan dekompresi dari kolon bagian distal. Kolon
bagian proksimal sampai letak obstruksi akan lebih banyak berisi cairan daripada
feses. Usus halus bagian proksimal mungkin berdilatasi, mungkin juga tidak. Dugaan
tumor kolon dapat dibuat foto barium enema. Foto polos abdomen mempunyai tingkat
sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi
kolon. Foto thoraks PA diperlukan untuk mengetahui adanya udara bebas yang
terletak di bawah diafragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi. 2,10
CT scan kadang kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi
usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan
pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan. 2,7,10
Gambar 7. Foto polos abdomen

15

G. DIAGNOSIS
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas
dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda
mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari: 4
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya
atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilikus,
sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah
pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar
onset muntah lama. 1
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,
parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik
usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik. 4
b. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam
perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga
juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata. 4
c.Perkusi
Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen. 4
d. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup defance musculair involunter atau rebound dan pembengkakan
atau massa yang abnormal.
e. Rectal Toucher
16

- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease


- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
3. Laboratorium
Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih yang
normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang-kadang
ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi.
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya
gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak
sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus
besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan
satu-satunya gambaran penting. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya
perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi
disarankan pada kecurigaan volvulus.
H. DIAGNOSIS BANDING
Ileus paralitik
Merupakan suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen karena usus tidak
berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas di mana peristaltik usus dihambat
sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom
pergerakan usus. Manifestasi kliniknya berupa distensi perut, tidak dapat flatus
maupun defekasi dan dapat disertai muntah serta perut terasa kembung. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen, bising usus menurun atau bahkan
menghilang, tidak terdapat nyeri tekan dan perkusi timpani di seluruh lapang
abdomen. Pada pemeriksaan radiologi, foto polos abdomen didapatkan gambaran
dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum dan herring bone appearance
(gambaran tulang ikan).
17

I. KOMPLIKASI
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi usus. Isi
lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri,
jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi
dan mengeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum. Tetapi meskipun usus tidak
mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke
dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan syok septik.

J. PENATALAKSANAAN
Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai pencapaian
tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau dengan mengamati
pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan vena sentral dan pemeriksaan
laboratorium berurutan.
b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan intralumen
dengan tujuan untuk dekompresi lambung sehingga memperkecil kesempatan
aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran
pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan
tekanan intalumen.
c) Pemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.

Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.


Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian disusul dengan
teknik

bedah

yang

disesuaikan

dengan

hasil

eksplorasi

selama

laparatomi.

Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus. 9
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana

untuk

membebaskan

usus

dari

jepitan,

misalnya

pada

hernia
18

inkarserata

non-strangulasi,

jepitan

oleh

streng/adhesi

atau

pada

volvulus

ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal, Crohn disease,
dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujungujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon,

invaginasi,

strangulata,

dan

sebagainya.

Pada

beberapa

obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh


karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya
pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari

dilakukan reseksi usus dan anastomosis.


Post-operatif
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu
diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.

K. PROGNOSIS
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian 5
%. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi usus
halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 8 % jika operasi
dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi
diundurkan lebih dari 36 jam. 11
Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 1530 %. Perforasi
sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan. 11

19

BAB III
KESIMPULAN

Ileus obstruktif adalah terjadinya kerusakan atau hilangnya pasase usus yang disebabkan
oleh sumbatan mekanik, yaitu oleh karena obstruksi dalam lumen usus, dinding usus atau luar
usus yang menekan pada usus halus maupun usus besar.
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar serta flatus. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan
abdomen yang terlihat adalah abdomen yang distensi, terdapat Darm Contour dan Darm
Steifung, pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut dengan Borborygmi (bunyi usus
mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) atau metallic sound. Pada fase lanjut, bising usus
dan peristaltik melemah sampai hilang. Pada foto posisi tegak akan didapatkan bayangan air
fluid level yang banyak di beberapa tempat yang tampak terdistribusi dalam susunan tangga
(step ladder appearance), juga terlihat gambaran distensi. Dasar pengobatan ileus adalah
koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi traktus gastrointestinal, mengatasi peritonitis dan syok bila ada serta
menghilangkan obstruksi untuk memeperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal
dengan cara operasi. Prognosis baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan segera.

20

DAFTAR PUSTAKA

1.

Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Buku Ajar

2.

Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 623-31.


Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown
AFT, Heyworth T, editors. Textbook of Adult Emergency Medicine. 2nd ed. New York:

3.

Churchill Livingstone; 2004 . p. 306-9.


Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya, Caroline,
editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Edisi 6. Jakarta:

4.

EGC; 2006. p. 437-59.


Sabiston DC. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam: Andrianto P, Oswari J, editors. Buku

5.

Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta: EGC; 1995. p. 544-59.


Geneser F. Histologi Usus Besar. Dalam: Gunawijaya AF, editor. Buku Teks Histologi

6.

Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994.


Anonymous.
Ileus.
September

from

URL:

7.

http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html. Accessed July 11, 2011.


Mukherjee
S.
Ileus.
December
28,
2009.
Available
from

URL:

8.

http://www.emedicine.medscape.com. Accessed July 11, 2011.


Ansari p. Intestinal Obstruction. 2007 September. Available

URL:

13,

2008.

Available

from

http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html. Accessed July 13, 2011.


9.

Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Soetomo. Surabaya, 1994.

10. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox
KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern surgical
practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004. p. 1323-42.
11. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Hambatan Pasase Usus. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2005. p. 841-5.

21

Anda mungkin juga menyukai