Laporanbd
Laporanbd
Disusun Oleh
Sari Sartika 15211008
Kanya Pranawengkapti 15211029
Muhammad Regy Septian 15211065
Louisa Rebeka Panggabean 15211090
Present owner
Present use
Significance
1930
Belum Diketahui
J. F. W. de Kort dan Thio Tjoan Tek
Tidak diketahui
Tidak ada
B. Historical Context
Radio City yang dimiliki oleh J. F. W. de Kort dan Thio Tjoan Tek, dibangun pada tahun 1930. Bioskop ini mulai aktif beroperasi
pada tahun 1940-an. Hingga akhirnya setelah Indonesia merdeka, seiring dengan peralihan kekuasaan dari Belanda ke
Indonesia, nama Bioskop Radio City (yang berarti penerangan kota) pun berganti nama menjadi Bioskop Dian (yang berasal dari
bahasa Jawa, berarti penerang; cahaya). Penggantian nama ini tak hanya terjadi pada Bioskop Dian, namun juga terjadi pada
bioskop-bioskop di sekitarnya (Elita menjadi Puspita, Varia menjadi Aneka dan Oriental menjadi Nusantara). Peralihan
kekuasaan ini jugalah yang disinyalir menjadi latar belakang pembuatan relief pada dinding luar bangunan yang bertemakan
kehidupan di Indonesia, misalnya relief yang menggambarkan kehidupan pedesaan.
Selepas kemerdekaan, Bioskop Dian tetap memutar film pada 1960 1970-an. Pada masa ini, Bioskop Dian yang sering
memutar film India cukup diminati, terutama oleh kalangan anak muda dari kelas menengah. Minat yang besar ini ditandai
dengan adanya pemutaran film yang mencapai 4 kali pemutaran dalam sehari. Menurut narasumber, minat yang besar ini juga
dilatarbelakangi dengan adanya balkon yang menjadi ciri khas bangunan ini sehingga memberikan suasana yang berbeda
dengan bioskop lainnya. Namun, memburuknya industri perfilman, khususnya bisnis bioskop di Indonesia pada awal 1980-an
menyebabkan peminat penonton bioskop kian lama kian berkurang hingga akhirnya perusahaan bioskop pun banyak yang
gulung tikar, termasuk salah satunya Bioskop Dian.
Setelah masa kejayaan Bioskop Dian berlalu, gedung bioskop ini mengalami beberapa kali perubahan fungsi mulai dari arena
billiard, lapangan futsal, dan kantor sewa. Saat berfungsi sebagai lapangan futsal, kontruksi bangunan banyak berubah,
misalnya di ruangan auditorium. Perubahan-perubahan ini membawa Bioskop Dian pada kondisinya saat ini yang jauh dari
perawatan. Saat ini, seiring dengan akan dihancurkannya Mall Palaguna, Bioskop Dian sempat diwacanakan akan menjadi
tempat penampungan bagi kios-kios yang menghuni Mall Palaguna sehingga dilakukan pembangunan pada bagian auditorium
bioskop Dian. Namun, karena statusnya sebagai bangunan cagar budaya kategori A, pembangunan tersebut dihentikan oleh
pemerintah. Sehingga saat ini, nasib bangunan Bioskop Dian belum jelas.
Massa bangunan (ukuran 20 x 50 m2) ini berupa empat persegi panjang, dengan perletakan memanjang ke arah Utara-Selatan.
2. Foundations
3. Walls
Sistem struktur menggunakan sistem kolom dan balok dengan ukuran kolom sekitar 40 x 40 cm dan balok sekitar 40 x 60 cm
5. Porches
6. Chimneys
7. Openings
Pintu utama merupakan pintu geser dengan teralis-teralis besi berwarna hitam. Pada arcade terdapat pintu kayu dan pintu lipat.
b. Windows and
shutters
8. Roof
a. Roof shape
Ditemukan kendala dalam melakukan pengukuran sehingga pengukuran berdasarkan pengamatan yang memungkinakan
Denah sekmatik didapat dari narasumber yang merupakan mantan pekerja Bioskop Dian
2. Stairways
railing
3. Flooring
Pada bagian beranda dan tangga bangunan, digunakan batu alam berwarna merah, lantai dasar interior menggunakan keramik berwarna merah berukuran 30x30 cm,
sedangkakn pada lantai dua menggunakan keramik abu-abu berukuran 20x20 cm.
4. Wall and ceiling finish
Finishing dinding menggunakan plester dan catt, namun ada yang dilapis tripleks maupun kayu ekspos. Plafon pada arcade menggunakan tripleks putih, sedangkan pada
beranda serta lantai satu menggunakan gypsum dengan pola yang berbeda. Pada lantai dua, plafon tidak digunakan namun diberikan aksen lis.
5. Openings
Pintu ke auditorium merupakan pintu ganda dengan kusen kayu dan pintu menuju kantor di lantai dasar merupakan pintu dengan material kayu dan kaca. Pada lantai dua,
terdapat pintu tunggal kayu dengan tinggi sekitar 150 cm.
b. Windows
Terdapat ventilasi pada sisi bangunan dan AC spilt untuk pendingin ruangan.
b. Lighting
c. Plumbing
D. Site
1. General setting and
orientation
Terdapat berbagai macam lampu misalnya lampu neon, lampu halogen, serta lampu TL.
-
Bangunan menghadap ke utara dengan sisi panjang bangunan menghadap barat dan timur
2. Historic landscape
design
3. Urban Context (history,
neighborhood context,
location etc.)
Jalan Grote Postweg (kini salah satunya Jalan Asia-Afrika) yang dibuat melintasi Bandung memicu munculnya sebuah pusat kota baru di sekitarnya. Tak hanya karena Grote
Postweg yang melintas, hal lain yang membuat dipindahkannya ibukota Kabupaten Bandung adalah adanya Sungai Cikapundung yang menjadi sumber kehidupan bagi
warga. Lahirnya sebuah ibukota baru ini ditandai dengan adanya alun-alun sebagai pusat, sebagaimana lazimnya pembentukan pusat kota di Pulau Jawa dengan konsep
Catur Gatra. Konsep ini dapat dilihat dengan adanya pusat peribadatan (Masjid Agung) di sebelah barat, pusat pemerintahan (Rumah Pendopo) di sebelah selatan, rumah
penjara (di Banceuy) yang terletak di sisi utara serta pusat kegiatan di sebelah timur. Adanya alun-alun ini pun lambat laun memicu lahirnya bangunan-bangunan fungsional,
terutama di Jalan Grote Postweg tersebut. Bangunan fungsional tersebut terdiri dari restoran, kantor pos, bangunan hiburan, dan lain-lain. Salah satu jenis bangunan hiburan
yang cukup berkembang di Bandung adalah bioskop.
Meskipun bisnis bioskop sudah mulai masuk di Batavia sejak 1900, di Bandung sendiri baru mulai ada pada 1907. Awal mula lahirnya bioskop di Bandung ditandai dengan
adanya satu kompleks kawasan hiburan yang disebut theatre atau pada saat itu disebut roemah komedie di sekitar alun-alun. Dalam sebuah roemah komedie terdapat ruang
pemutaran film, aula pertunjukan kesenian, dan kamar/rumah bola (billiard). Bisnis pemutaran film di Kota Bandung makin berkembang hingga munculnya gedung-gedung
bioskop yang berdiri sendiri. Salah satu bioskop yang paling terkenal dan dipandang elit saat itu adalah Bioskop Concordia yang berada di dekat Gedung Merdeka, kini
dinamakan New Majestic. Bioskop ini dirancang oleh Wolff Schoemacker dengan gaya arsitektur yang sangat khas yaitu penempatan ornamen nusantara seperti Kala yang
terletak pada bagian atas.
Sedangkan sebagaimana yang telah disebutkan, di daerah sisi timur alun-alun pusat kegiatan dipenuhi oleh bangunan-bangunan bioskop yang menjadi satu kesatuan
komplek hiburan, yaitu:
1) Elita Bioscoop yang merupakan bioskop paling elit setelah Concordia. Hanya orang-orang terpilih yang mengenakan pakaian rapi dan sepatu yang dapat menonton.
Bioskop ini dimiliki oleh F. A. A. Buse, seorang raja bioskop yang memiliki jaringan besar Elita Concern. Bioskop ini dibangun pada tahun 1910an dengan gaya arsitektur Art
Nouveau dan sempat berganti nama menjadi Puspita pada tahun 1960an.
2) Varia Park yang merupakan feesterrein atau taman hiburan menyajikan penampilan gulat, seni tradisional, dan lainnya. Varia sendiri artinya serba-serbi, hal ini lah yang
menyebabkan bioskop ini berganti nama menjadi Aneka pasca kemerdekaan
3) Oriental Show dibangun pada tahun 1930an. Bioskop ini kemudian berganti nama menjadi Nusantra pasca kemerdekaan.
4) Radio City yang dibangun pada 1930. Setelah kemerdekaan bangunan ini berganti nama menjadi Bioskop Dian sebagaimana dikenal hingga saat ini.
Sayangnya tiga dari keempat bioskop tersebut dihancurkan untuk dibangun pertokoan yang kita kita kenal dengan Palaguna. Satu-satunya bioskop yang masih bertahan
hingga saat ini adalah bioskop Radio City yang kini telah berganti nama menjadi Bioskop Dian.
Sebenarnya letak gedung Bioskop Dian ini agak terpisah dari komplek tiga bioskop lainnya. Letak gedung bioskop ini berada di Jalan Dalem Kaum, di bagian selatan alunalun. Umur Jalan Dalem Kaum ini bisa jadi tak berbeda jauh dengan Grote Postweg yang jaraknya kurang dari 100 meter di sebelah utara jalan ini. Dengan letaknya yang
berdampingan dengan Pendopo Kota Bandung (dibangun 1850 oleh Wiranatakusumah IV) dan bangunan bersejarah lainnya, secara umum Bioskop Dian terletak di kawasan
bersejarah. Namun, kawasan bersejarah ini belum sepenuhnya menjadi perhatian pemerintah. Kini kawasan tersebut (terutama Jalan Dalem Kaum) menjadi pusat keramaian
akan pertokoan-pertokoan di sekitarnya.
Tidak ada
Pegawai Sutinah Law Firm, Penjual gorengan (di dalam gedung bioskop), Ibu Harastoeti Dibyo Hartono,
Mantan pegawai Bioskop Dian (pada tahun 1970-an)
Hartono, Harastoeti D . (2011). 100 Bangunan Cagar Budaya di Bandung. Bandung: CSS
Publish.