LANDASAN HUKUM
1. UU Kesehatan No. 36 tahun 2009
UU ini merupakan pengganti UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Di dalam UU
Kesehatan ini terdapat beberapa pasal yang jika dilanggar dapat menjadi tindakan
malpraktik medik. Pasal tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Pasal 23
(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada dilakukan sesuai dengan bidah keahlian yang dimiliki.
(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kessehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki
izin dari pemerintah.
Pasal 23 ayat (3) berhubungan dengan pasal 29 ayat (1) dan pasal 36 UU No. 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran. Izin dari pemerintah yang dimaksud adalah surat tanda registrasi
(STR) dan surat izin praktik (SIP). STR dan SIP merupakan dokumen hukum tertulis yang
menjadi bukti bahwa dokter gigi telah berwenang melakukan tindakan medik dan melakukan
praktek. Tanpa dua dokumen tersebut, dokter gigi telah melakukan tindakan malpraktik
medik jenis administratif.
Pasal 24
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi
ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional.
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
Pasal 24 menyatakan bahwa seorang tenaga kesehatan termasuk dokter gigi wajib untuk
bertindak sesuai kode etik, standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional. Ketentuan kode etik dokter gigi telah diatur dalam Kode Etik Kedokteran Gigi
(KODEKGI) yang disusun dan ditetapkan oleh PB-PDGI tahun 2008. Dokter gigi yang
melanggar pasal 24 dapat dianggap tidak mematuhi kode etik yang berlaku dan melakukan
malpraktik medik jenis etik.
2. Lafal Sumpah Dokter Indonesia
Dokter gigi yang tidak melakukan tindakan sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan,
lafal
Sumpah
Dokter yang
Saya akan menaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia
SANKSI
a. Sanksi Malpraktik Etika
1. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 15/KKI/PER/VIII/2006 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Profinsi, BAB IV:
Sanksi Disiplin
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MKDKI berdasarkan Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada Pasal 69 ayat (3) adalah :
1) Pemberian peringatan tertulis;
2) Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik; dan/atau
3) Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksud dapat berupa:
a. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik sementara
selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
b. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap atau
selamanya;
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi yang dimaksud dapat berupa :
(1) Pencabutan SIP yang dilakukan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib
disampaikan kepada Dokter dan Dokter Gigi yang bersangkutan dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Keputusan ditetapkan.
(2) Dalam hal Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf c dan huruf d
tidak dapat diterima, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi untuk diteruskan kepada Menteri dalam waktu 14 (empat
belas) hari setelah Keputusan diterima.
(3)Paling lambat 14 (empat belas) hari setelah menerima surat keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Menteri dalam perkara pelanggaran disiplin kedokteran,
meneruskannya kepada MKDKI.
Perdata
Secara yuridis sanksi juga disebutkan pada KUH Perdata pasal 1370 sebagaimana
berikut:
Pasal 1370.
Dalam hal pembunuhan dengan sengaja atau kematian seseorang karena kurang hatihatinya orang lain, suami atau istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban,
yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban, berhak menuntut ganti rugi,
yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut
keadaan. (AB. 28 dst.; KUHPerd. 1365, 1380, 1918 dst.)
Pidana
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran sanksi pidana yang didapatkan adalah sebagai berikut:
Pasal 75 ayat 1
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 1
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00.
Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00.
Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk
lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah
dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat
tanda registrasi dokter gigi dan/ atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling
banyak Rp 150.000.000,00.
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah
yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00.
Dapus
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran:
disertai penjelasan pada satu halaman yang sama. Bandung : LSKI (Lembaga Studi
Kesehatan Indonesia), 2005