Anda di halaman 1dari 178

COPING STRES SUAMI YANG MEMILIKI

ISTRI SKIZOFRENIA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan


Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

YULI NOVITA SARI PUTRI


051301129

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GANJIL, 2009/2010

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

SKRIPSI
COPING STRES SUAMI YANG MEMILIKI ISTRI SKIZOFRENIA

Dipersiapkan dan disusun oleh:

YULI NOVITA SARI PUTRI

051301129

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Pada tanggal

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi

Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A(K)


NIP. 195005041977061001

Tim Penguji
1. Elvi Andriani Yusuf, M.Si, psikolog
NIP. 196405232000032001

Penguji I/Pembimbing
______________

2. Ika Sari Dewi, S.Psi


NIP. 197809102005012001

Penguji II

3. Raras Sutatminingsih, M.Si


NIP. 196910302000032001

Penguji III

______________

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

______________

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan


sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya
kutip dari hasil karya orang lain telah ditulis sumbernya secara jelas sesuai
dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam
skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Medan, 2009

Yuli Novita Sari Putri


NIM : 051301129

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia


Yuli Novita Sari Putri dan Juliana I. Saragih

ABSTRAK
Pasangan suami istri akan menjalani kewajiban-kewajiban dalam rumah
tangga sesuai dengan porsinya masing-masing, akan tetapi ketika salah satu
pasangan menderita penyakit mental khususnya skizofrenia maka akan
terjadi penambahan tugas pada salah satu pasangan karena skizofrenia
merupakan salah satu penyakit mental yang merusak secara individu secara
personal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran coping stres suami
yang memiliki istri skizofrenia. Teori sumber-sumber stres yang berasal dari
individu, pekerjaan, keluarga, dan lingkungan dan masyarakat, serta fungsi
coping stres yang terdiri dari problem focused coping dan emotion focused
coping oleh Lazarus dan Folkman digunakan untuk menjawab tujuan
penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena dengan metode ini
dapat dipahami gejala sebagaimana subjek mengalaminya, sehingga dapat
diperoleh gambaran yang sesuai dengan diri subjek dan bukan semata-mata
penarikan kesimpulan sebab akibat yang dipaksakan. Responden dalam
penelitian ini sebanyak tiga orang yang masing-masing memiliki istri yang
saat ini menderita skizofrenia. Prosedur pengambilan data dilakukan
berdasarkan konstruk operasional (operational construct sampling). Metode
pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara mendalam dan observasi
selama wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber stres ketiga responden
berasal dari keluarga. Masing-masing responden melakukan coping stres
yang berbeda-beda, dimana coping tersebut dapat berupa emotion focused
coping dan problem focused coping.
Kata kunci : Stres, coping stres, suami, istri skizofrenia

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Coping Stress Husband with Schizophrenia Wife


ABSTRACT
The couples who has been married will through their family life with
their own function, but when one of the couple get mentally disorder
especially schizophrenia so it will be lead to adding task to the other couple
because schizophrenia is one of mentally disorder which is devastated
individual as personally.
The aims of this research are to gain the description of coping stress
husband with schizophrenia wife. The theory of the stressor said stressor
can from individual, work, family, and environment also societies. The
function of coping by Lazarus and Folkman is using for answer the aims of
this research.
This research use qualitative method and involved three respondent to
understand their coping process because this method understand the
description the conclusion. The characteristic of respondent are is husband
with schizophrenia wife. Researcher use in-depth interview with the
interview guide and observation during interview for collecting data.
The conclusion of this research are all of the respondent has stressor
from the family. Each of the respondent using different way of coping,
which is the coping can be emotion focused coping and problem focused
coping
Keywords : Stress, coping stress, husband, schizophrenia wife

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur marilah kita panjatkan kepada Allah Subhanallahu


Wataala yang telah memberikan begitu banyak rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi syarat dalam
menempuh ujian akhir, guna memperoleh gelar sarjana jenjang strata (S-1)
di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan judul Coping
Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
ibunda tercinta, Dra. Hj. Lisni Ritonga dan Ayahanda tersayang Drs. Irwan
Syahrizal, Apt atas segala cinta, kasih sayang, doa serta dukungannya baik
moril maupun materil yang selalu menyertai langkah penulis. Semoga Allah
SWT selalu mencurahkan kebahagiaan kepada keduanya, di dunia maupun
di akhirat. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp.A.(K), selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Juliana I. Saragih M.Si, Psikolog selaku dosen Pembimbing Skripsi.
Terimakasih telah bersedia meluangkan waktu dan menjadi pembimbing
bagi penulis dengan penuh kesabaran, pengertian dan semangat
memberikan masukan, arahan, saran dan kritikan serta energi baru
sehingga sangat membantu penulis dalam memahami dan menemukan
esensi dari sebuah penelitian dan pada akhirnya dapat menyelesaikan

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

skripsi ini meskipun berada di tengah-tengah kesibukan yang sangat


padat dan rintangan yang sangat berat.
3. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, dan Ibu Aprilia M.Si, psikolog selaku dosen
Penguji Skripsi. Terima kasih atas segala perhatian, waktu, masukan,
nasehat, dan bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Desvi Yanti Mukhtar M.Si, psikolog selaku dosen Pembimbing
Akademik. Terima kasih atas perhatian, bimbingan, masukan dan
nasehat ibu dari awal saya kuliah sampai saat ini.
5. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Psikologi USU atas
segala ilmu dan bantuan yang diberikan selama perkuliahan
6. Teman-teman seperjuangan Psikologi USU angkatan 2005.

Medan, Desember 2009

Penulis
Yuli Novita Sari Putri

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

DAFTAR ISI
Halaman

ABSTRAK ..................................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................

ii

DAFTAR ISI ................................................................................................

iv

DAFTAR TABEL ........................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

ix

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .........................................................

B. Perumusan Masalah .................................................................

12

C. Tujuan Penelitian .....................................................................

13

D. Manfaat Penelitian ...................................................................

13

E. Sistematika Penulisan ..............................................................

14

BAB II. LANDASAN TEORI


A. Coping Stres
1. Pengertian Stres ................................................................

15

2. Respon Terhadap Stres ......................................................

16

3. Sumber-sumber Stres .........................................................

16

4. Appraisal ...........................................................................

18

5. Coping Stres ......................................................................


20
B. Caregiver ...............................................................................

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

25

1. Pengertian Caregiver .......................................................

25

2. Aktivitas Caregiver ..........................................................

26

C. Kewajiban Suami Dan Kewajiban Istri.......................................

27

1. Kewajiban Suami ..............................................................

27

2. Kewajiban Istri .................................................................

28

D. Istri Skizofrenia .......................................................................

28

E. Paradigma Penelitian ..............................................................

31

BAB III. METODE PENELITIAN


A. Pendekatan Kualitatif .............................................................

33

B. Metode Pengambilan Data ......................................................

33

C. Responden Penelitian ..............................................................

34

1. Karakterisitik Responden ..................................................

34

2. Jumlah Responden ............................................................

34

3. Prosedur Pengambilan Responden .....................................

35

4. Lokasi Penelitian ..............................................................

36

D. Alat Bantu Pengumpulan Data ................................................

36

E. Prosedur Penelitian .................................................................

37

1. Tahap Persiapan Penelitian ...............................................

37

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ...........................................

38

3. Tahap Pencatatan Data ......................................................

40

F. Kredibilitas Penelitian .............................................................

40

G. Teknik dan Prosedur Pengolahan Data ....................................

42

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

BAB IV. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI


A. Analisa Data ............................................................................

45

1. Responden I .......................................................................

46

a. Hasil observasi................................................................

46

b. Rangkuman hasil wawancara ..........................................

50

c. Sumber-sumber stres dan proses appraisal ......................

52

d. Coping stres....................................................................

65

2. Responden II......................................................................

76

a. Hasil observasi................................................................

76

b. Rangkuman hasil wawancara ..........................................

80

c. Sumber-sumber stres dan proses appraisal ......................

82

d. Coping stres....................................................................

90

3. Responden III ....................................................................

100

a. Hasil observasi................................................................

100

b. Rangkuman hasil wawancara ..........................................

104

c. Sumber-sumber stres dan proses appraisal ......................

107

d. Coping stres....................................................................

115

B. Interpretasi.................................................................................

121

1. Responden I.........................................................................

121

a. Sumber stres....................................................................

121

b. Coping stres....................................................................

124

2. Responden II .......................................................................

128

a. Sumber stres ...................................................................

128

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

b. Coping stres....................................................................

131

3. Responden III ......................................................................

134

a. Sumber stres ...................................................................

134

b. Coping stres....................................................................

137

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN


A. Kesimpulan ..............................................................................

141

B. Diskusi .....................................................................................

143

C. Saran ........................................................................................

143

1. Saran praktis ...................................................................

143

2. Saran penelitian selanjutnya............................................

144

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

146

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

DAFTAR TABEL
Halaman

Skema 1. Paradigma Penelitian ....................................................................


Tabel 1 Jadwal pelaksanaan wawancara
Tabel 2 Gambaran umum sosio-demografis responden

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

31

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara


Lampiran 2 Lembar Observasi
Lampiran 3 Lembar persetujuan

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah


Perkawinan adalah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU No.1 tahun
1974 tentang perkawinan dalam Jehani, 2008). Keputusan untuk menikah
atau membuat suatu komitmen yang tetap dengan orang lain merupakan satu
hal yang sangat sulit dalam fase kehidupan (Mueser & Gingerich, 2006).
Kesulitan muncul karena dalam suatu hubungan harus menyatukan dua
identitas yang berbeda, serta pasangan harus menjaga perbedaan dan
kesamaan yang mereka miliki (Lerner, dalam Corey & Corey, 2006).
Secara umum tugas gender suami dan istri berbeda di dalam suatu
keluarga, dimana suami bertugas sebagai pencari nafkah dan istri merawat
suami dan anak (DeGenova, 2008). Apabila dilihat dari perspektif agama
suami dan istri juga memiliki kewajiban masing-masing di dalam kehidupan
rumah tangga. Menurut Cakramanggilingan (dalam Susetya, 2008)
kewajiban seorang suami adalah sebagai pemimpin dalam rumah tangga dan
pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Istri memiliki
kewajiban sebagai pendukung dalam rumah tangga dengan berbakti kepada
suami baik lahir maupun batin dan mengatur keperluan rumah tangga
sehari-hari dengan sebaik-baiknya (Jehani, 2008). RA Dewi Hari Sabarno

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

SIP (Ketua Umum Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga


Pusat), menyatakan sebagai seorang isteri sendiri tentunya merupakan
pendamping setia bagi suami. Dalam pengertian harfiah bahwa seorang
isteri itu harus selalu secara fisik berada di samping suami. Sedangkan
pengertian hakikinya peranan isteri itu sebagai mitra yang memberi
kontribusi konstruktif bagi suami. Artinya, sangat jelas bila seorang isteri
harus dituntut dalam berbagai sikap, yakni sebagai pendorong atau
pendukung bagi setiap langkah positif suami. Seorang isteri kadang sebagai
pengendali atau pengerem bila ada kemungkinan pengambilan langkah
negatif atau tidak konstruktif dari tindakan suami. Seorang isteri juga
menjadi mitra atau teman diskusi yang bisa diajak diskusi dalam berbagai
hal. Seorang isteri juga merupakan sahabat dalam keadaan suka dan duka.
Bahkan, kalau perlu sebagai kekasih (http://www.gemari.or.id, 2008).
Pasangan suami istri akan menjalani kewajiban-kewajiban dalam rumah
tangga sesuai dengan porsinya masing-masing, akan tetapi ketika salah satu
pasangan menderita penyakit mental khususnya skizofrenia maka akan
terjadi penambahan tugas pada salah satu pasangan karena skizofrenia
merupakan salah satu penyakit mental yang merusak secara individu secara
personal (Jungbauer, Witmund, Dietrich, & Angermeyer, 2004). Skizofrenia
mencegah individu mengatur perannya sebagai orang dewasa yang bernilai
seperti peran suami atau istri, orang tua, pekerja, maupun teman (Cook,
Cohler, Piccket, & Beeler dalam Stein & Wemmerus, 2001). Pada masa
dewasa madya onset skizofrenia akan mengganggu hubungan pernikahan,

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

tugas sebagai orang tua, pekerjaan, pengaturan kehidupan sehari-hari dan


hubungan personal dengan keluarga dan teman (Volavka dalam Stein &
Wemmerus, 2001). Penambahan tugas dalam kehidupan rumah tangga ini
terjadi disebabkan oleh perubahan kepribadian dan ketidaksesuaian sosial
yang berat pada individu yang mengalami skizofrenia (Sadock & Sadock,
2003).
Gangguan skizofrenia menyebabkan tidak berfungsinya sebagian area
fungsional penderita yang berupa area fungsional sosial, kerja dan
pendidikan (Atkinson, 1999). Ketidakberfungsian beberapa area fungsional
tersebut menyebabkan penderita skizofrenia gagal untuk berfungsi sesuai
peran yang diharapkan sebagai pelajar, pekerja, pasangan, peran sebagai
anggota keluarga maupun anggota komunitas (Nevid, Rathus, & Greene,
2003).
Berbagai hambatan dan perilaku penderita skizofrenia yang cenderung
menyimpang dari perilaku normal menyebabkan lingkungan sosial kurang
toleran terhadap penderita skizofrenia (Nevid, Rathus, & Greene, 2003).
Penderita skizofrenia dianggap sebagai penghambat dan beban keluarga
disebabkan oleh ketidakmampuan mereka berpartisipasi dalam aktivitas
keluarga dan ketidakmampuan memberikan kontribusi dalam kehidupan
keluarga yang penuh arti (Nairne, 2003). Pernyataan ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Jones (1997) yang menyatakan bahwa
skizofrenia dapat mengganggu fungsi individu dewasa untuk berperan

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

sebagai suami atau istri, sebagai orang tua, juga dapat mengganggu
pekerjaan dan fungsi sebagai teman (Stein & Wemmerus, 2001).
Penderita skizofrenia bisa menimbulkan masalah dalam keluarganya,
masalah yang ditimbulkan umumnya akibat perilaku penderita itu sendiri.
Perilaku penderita gangguan jiwa yang dianggap keluarga paling
mengganggu dan membuat keluarga stres adalah kurangnya motivasi,
keterampilan sosial yang rendah, perilaku makan/tidur yang buruk, sukar
menyelesaikan tugas dan sukar mengatur keuangan (Keliat, 2001).
Pernyataan di atas sesuai dengan pernyataan seorang penulis buku
When Someone You Love Has a Mentall Illness (The Putnam Publishing
Group dalam Health News, 2008).
Memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa yang
tinggal di rumah secara umum menyebabkan tekanan pada seluruh
keluarga
Begitu juga dengan pernyataan suami yang memiliki istri
skizofrenia mengenai perilaku istrinya :
Kadang ibu gak mau tidur, kalaupun tidur ibu tidur dibawah kasur,
kasurnya diatas dia tidur dibawahnya, dibilangin jangan gitu gak mau,
katanya gak aman kalau tidur diatas kasur, bapak bingung juga mesti
gimana, tapi karena itu mau ibu ya dibiarin.
(Komunikasi Personal, 4 Maret 2009)
Waktu itu dia bilang pergi ke toko, terus udah lama gak pulang-pulang
juga, saya heran pas pulang dia cerita gini dia mau beli sesuatu tapi
sampe disana dia lupa, dia keliling-keling aja tapi tetap aja gak ingat,
akhirnya dia pulang setelah 5 jam gitu kalo gak salah
(Komunikasi Personal 6 Maret 2009)
Perilaku penderita skizofrenia yang tidak bisa berfungsi secara normal
menyebabkan diperlukannya caregiver. Caregiver adalah individu yang
secara umum merawat dan mendukung individu lain (pasien) dalam

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

kehidupannya (Awad & Voruganti, 2008). Penambahan peran menjadi


seorang caregiver dalam keluarga akan menjadi sumber stres untuk
pasangan baik secara psikologis dan ekonomis (Clark & Schene, dalam
Schene, Wijngaarden, & Koeter, 1996). Kehidupan keluarga akan terganggu
ketika harus merawat seseorang yang di usianya seharusnya normal, maka
hubungan keluarga akan tidak seimbang dari normal menjadi merawat
anggota keluarga yang sakit. Selain itu terjadi perubahan peran dan
tanggung jawab suami terhadap istri dan perubahan hubungan antara
pasangan (Mueser & Gingerich, 2006)
Lebih lanjut hasil penelitian Winefield dan Harvey (1994), caregiver
skizofrenia sebanyak 68,6% adalah orang tua, saudara atau saudara ipar
(17,4%), pasangan (7,4%), anak (4,1%) dan saudara biologis lain (2,5%).
Penelitian yang membandingkan caregiver pasangan berdasarkan gender,
menunjukkan bahwa caregiver pria cenderung menambah caregiver
informal lainnya ataupun menggunakan jasa pelayanan rumah untuk
merawat istrinya (Yamada, dalam Sugiura, Ito, Kutsumi, & Mikami, 2009).
Akan tetapi tidak sedikit penderita skizofrenia yang telah menikah memiliki
pasangan sebagai caregivernya.
Tugas sebagai caregiver selalu dilihat sebagai tanggung jawab wanita
karena peran wanita dianggap kurang tetap daripada tugas pria yang
biasanya mempunyai tugas tetap sebagai orang yang menyediakan
kebutuhan finansial bagi keluarga dan mencapai kesuksesan dalam
pekerjaan (Gopalon & Brannon, 2006). Keefe dan Fencey (dalam Gopalon

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

& Brannon, 2006) menambahkan alasan lain mengapa wanita identik


dengan tugas sebagai caregiver berdasarkan perbedaan biologis, dimana
wanita melahirkan dan mengurus anak.
Ketidakmampuan penderita skizofrenia berperan sesuai dengan
perannya menyebabkan suami sebagai bagian dari anggota keluarga
mengambil alih perannya (Jungbauer, dkk, 2004). Penambahan peran
sebagai caregiver memberikan beban pada keluarga, akan tetapi beban
pasangan berbeda dengan beban orang tua, dimana masalah pasangan
berhubungan

dengan

kebersamaan,

seperti

keintiman

pernikahan,

pembagian tugas rumah tangga, pengorganisasian kembali keluarga, dan


rencana saling berbagi kehidupan (Jungbauer, dkk, 2004).
Suami penderita skizofrenia memiliki peran ganda dalam keluarganya
karena pasangannya tidak mampu lagi melakukan tugas-tugasnya sebagai
istri. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat gangguan pada
area domestik, hubungan sosial, keuangan, dan kestabilan pernikahan yang
diasosiasikan dengan tugas merawat individu yang menderita skizofrenia
(Bernheim, Jones, Lefley, & Wasow dalam Stein & Wemmerus, 2001).
Hal ini terlihat pada pernyataan suami yang istrinya menderita
skizofrenia, yaitu :
Memiliki istri yang sakit skizofrenia merupakan sebuah tantangan
yang sulit diatasi. Saya katakan seperti itu karena banyak aspek yang
tidak bisa kita kontrol. Misalnya apakah dia mau dikasi obat semuanya
atau tidak.
(Schizophrenia Connection.com, Senin, 13 Maret 2009)
Sejak dia sakit ya jadi masalah dalam keluarga kami, yang biasanya
dia ngantar anak ke sekolah waktu kumat kayak gini ya saya yang antar.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Dia di rumah tidur aja gak bisa kerja. Apalagi kami gak punya
pembantu jadi ya saya yang kerjakan pekerjaan rumah.
(Komunikasi personal, 25 Februari 2009)
Perilaku penderita skizofrenia yang cenderung aneh merupakan sumber
stres pada keluarganya baik pasangan maupun orang terdekat lainnya yang
berperan sebagai caregiver (Provencher, Fournier, Perreault, 2000).
Merawat istri yang menderita gangguan jiwa seperti skizofrenia tentunya
menjadi salah satu situasi stres yang sulit untuk diatasi, bagaimana suami
menghadapi perilaku istrinya, mengatasi stres pada dirinya sendiri,
mencegah kondisi istri menjadi lebih parah dan menghadapi sikap negatif
dari masyarakat (Irmansyah, 2004).
Hoenig dan Hamilton (dalam Jungbauer, Witmund, Dietrich, &
Angermeyer, 2004) membedakan dua dimensi beban caregiver, yaitu beban
objektif dan beban subjektif. Beban objektif adalah kerugian yang nyata
akibat penyakit, seperti pengeluaran ekonomi dan gangguan kehidupan
sehari-hari, sementara itu beban subjektif adalah penilaian individu secara
pribadi terhadap penyakit dan bagaimana individu menilai situasi tersebut
sebagai beban. Berdasarkan hasil beberapa penelitian Biegel, Milligan,
Putnam, dkk, mengemukakan bahwa ada hubungan positif antara beban
merawat anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa dan stres
psikologis pada caregiver (dalam Hobbs, 1997). Almberg, et, al (dalam
Sanders & Power, 2009) menambahkan bahwa suami yang berperan sebagai
caregiver rentan terhadap tekanan yang muncul dalam proses merawat yang

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

bisa memunculkan reaksi-reaksi psikologis seperti depresi, stres, grief, dan


beban.
Ketika pasangan terkena penyakit

gangguan kejiwaan

seperti

skizofrenia maka berbagai keadaan emosi akan muncul salah satunya adalah
stres (Mueser & Gingerich, 2006). Stres adalah suatu kondisi dimana
sesuatu yang diinginkan tidak sesuai dengan kenyataan (Sarafino, 2006).
Stres merupakan keadaan yang mengganggu atau dirasakan mengancam
kesejahteraan seseorang sehingga membutuhkan kemampuan coping
(Weiten, 2004). Situasi stres akan menghasilkan reaksi fisiologis dan
psikologis. Reaksi fisiologis bisa berupa perubahan detak jantung, tekanan
darah dan aliran darah (Sherwood, Veit, Brody dalam Sarafino, 1996). Pada
reaksi psikologis maka akan muncul reaksi emosional seperti rasa takut,
cemas, sedih, penolakan, bahkan grief (Lazarus, dalam Nairne, 2003).
Ketika individu merasakan stres maka kedua reaksi tersebut akan
muncul. Hal ini disampaikan oleh suami yang memiliki istri skizofrenia :
Waktu awal kejadian bapak cemas liat ibu, maksudnya gini, aktifitas
ibu mati total, selama 2 tahun gak kerja, bapak sempat terpikir kapan
ibu bisa baik atau kayak gini terus
(Komunikasi Personal, 5 Maret 2009)
Stres yang dialami suami yang memiliki istri skizofrenia bersumber dari
penyakit atau ketidakmampuan salah satu anggota keluarga. Sumber
keuangan yang menipis akibat sakitnya salah satu anggota keluarga akan
menjadi suatu masalah yang berat. Masalah lain juga muncul dalam
perubahan interpersonal dimana ada perubahan dalam waktu luang
(Leventhal. Leventhal, & Van Nguyen dalam Sarafino, 2006).

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Salah satu suami yang memiliki istri skizofrenia menyatakan :


Kalau dipikir-pikir ya repot urus ibu, anak, kerja lagi. Uang juga udah
banyak dipakai, tapi itu bisa dicari lagi. Komunikasi kami ya biasa saja,
ngobrol, tapi bapak cuma dengar keluhannya ibu aja, kalo bapak ya
cerita sama anak, kawan, keluarga yang lain.
(Komunikasi Personal, 5 maret 2009)
Kita lagi menabung buat uang kuliah anak-anak, bahkan anak kedua
saya lagi kuliah waktu itu, tapi karena biaya pengobatan ibu cukup
banyak ya terpaksa anak saya putus kuliah.
(Komunikasi Personal, 6 maret 2008)
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi stres, yaitu yang bersumber
dari dalam diri individu (internal sources) dan dari luar (external sources)
misalnya dari keluarga dan lingkungan (Hardjana,1994). Johnson (dalam
Winefield & Harvey, 1994) mengemukakan bahwa salah satu situasi yang
menyebabkan stres bagi suami sebagai caregiver adalah perbedaan perilaku
yang ditunjukkan atau ketika penyakit skizofrenia tersebut kambuh daripada
apa yang menyebabkannya. Caregiver juga berusaha mengatasi situasi stres
yang berbeda dari biasanya sehingga perlu meningkatkan kompetensinya
untuk merawat penderita skizofrenia.
Lance (bukan nama sebenarnya) yang memiliki istri skizofrenia
menyatakan :
Sejak sakit dia tidak menyukai tempat tinggal kami sekarang.
Perusahaan tempat saya bekerja memiliki tujuan tertentu pada dirinya.
Katanya perusahaan itu membuat hidupnya menyedihkan. Mereka tidak
peduli pada dirinya. Tidak hanya itu dia berpikir saya juga mempunyai
tujuan tertentu terhadap dirinya. Dia tidak menyukai orang lain, tidak
suka ke gereja, tidak suka belanja, pokoknya tidak ada hal yang dia
sukai. Serta yang paling aneh diantara semua itu adalah dia mengatakan
saya punya pacar di setiap kota. Suatu hari dia mengatakan saya bangun
dan pergi ketempat pacar saya bukannya bekerja dan menghabiskan
waktu sepanjang hari disana.
(Skizofrenia.com, Kamis 5 Maret 2009)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Pernyataan suami yang memiliki istri skizofrenia tersebut menunjukkan


bahwa sebagai seorang suami mereka mempunyai kecenderungan
mengalami stres. Pada situasi seperti ini, maka individu termotivasi untuk
melakukan suatu tindakan yang bisa mengurangi stres. Tindakan yang
dilakukan disebut coping (Sarafino, 2006).
Coping merupakan usaha kognitif, emosi, dan perilaku seseorang saat
memodifikasi, beradaptasi, atau menghilangkan stressor yang mengancam
dirinya (Folkman & Lazarus, dalam Nietzel, et al., 1998). Lazarus dan
Folkman (dalam Thalib & Diponegoro, 2001), membagi fungsi coping atas
Problem Focused Coping dan Emotion Focused Coping. Problem Focused
Coping atau coping yang terpusat pada masalah, yaitu usaha individu untuk
mengurangi atau menghilangkan stres dengan cara menghadapi masalah
yang menjadi penyebab timbulnya stres secara langsung. Emotion Focused
Coping atau coping yang terpusat pada emosi yaitu usaha-usaha individu
untuk mengurangi atau menghilangkan stres yang dirasakan dengan tidak
menghadapi secara langsung tetapi lebih pada usaha untuk mempertahankan
keseimbangan afeksi.
Pengaruh stres memberikan reaksi terhadap strategi yang akan
digunakan individu untuk menanggulangi situasi yang penuh stres. Jika
usaha pertama tidak memberikan hasil yang baik baik maka perasaan cemas
meningkat dan individu akan mengalami kesulitan dalam usahanya dan
kurang mampu mencari pemecahan yang lain. Pada situasi stres individu

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

cenderung mengulang pola-pola tingkah laku yang pernah digunakan pada


waktu lampau (Atkinson, 1999).
Coping memiliki dua fungsi utama bagi individu yaitu untuk mengatur
distres dan untuk melakukan sesuatu agar terjadi perubahan jika individu
mengalami situasi stres. Suami sebagai salah satu orang yang paling dekat
istrinya yang menderita skizofrenia menggunakan dua fungsi coping dalam
merespon perubahan perilaku istrinya. Ketika menghadapi situasi stres ini
mereka menggunakan emotion focused coping maupun problem focused
coping (Birchwood & Cochrane, dalam Creado, Parkar, & Kamath, 2006).
Individu memiliki pola yang berbeda dalam menggunakan fungsi
coping. Penelitian menemukan beberapa yang mempengaruhi pola tersebut.
Menurut Stone dan Neale (dalam Sarafino, 2006) individu cenderung
konsisten dalam menggunakan fungsi coping terhadap sumber stres yang
sama. Aldwin dan Brustom (dalam Sarafino, 2006) menambahkan bahwa
fungsi coping yang digunakan akan berbeda pada individu yang memiliki
sumber stres jangka pendek dan sumber stres jangka panjang.
Penelitian mengindikasikan bahwa coping memiliki peranan penting
dalam interaksi antara situasi stres dan adaptasi (Rutter & Rutter, dalam Li,
2008). Pemulihan individu cenderung menggunakan strategi coping yang
aktif seperti merubah lingkungan atau merencanakan aktivitas, untuk
mengatur situasi yang menyebabkan stres (CampbellSills, et al., dalam Li,
2008).

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Berikut pemaparan 3 orang suami yang memiliki istri skizofrenia


mengenai cara mereka dalam mengatasi situasi stres akibat penyakit mental
yang diderita istrinya :

Saya shock, merasa bersalah, tertekan bahkan putus asa sejak


mengetahui istri saya sakit. Kemudian lama kelamaan saya merasa lebih
baik. Saya tidak merasa bahagia atas apa yang terjadi dan masih
berharap ia bisa sembuh tetapi saya harus bisa menjalani hidup saya.
Walaupun tidak bisa kembali seperti semula saya berusaha bisa
mengurus diri saya, istri dan anak saya.
(British Columbia Society.com, 6 Maret, 2009)
Awalnya kurang betul, maksudnya kurang bisa menerima keadaan ini,
tapi bapak yakin sesuatu masalah pasti ada jalan keluarnya, bapak
berserah diri sama yang diatas, sering-sering tahajud. Karena kalau kita
pikir sesuatu itu jelek maka hasilnya jelek jadi ya kita ambil hikmahnya
aja, mikir positifnya.
(Komunikasi Personal, 5 Maret 2009)
Saya tahu dia sakit, makanya ya saya bawa kerumah sakit buat
diobatin, saya yakin ini ujian dari Tuhan, saya berusaha bisa
menghadapinya.
(Komunikasi Personal, 25 Februari 2009)

Penggambaran fenomena-fenomena diatas dari suami yang memiliki


istri skizofrenia menunjukkan bahwa dalam menghadapi situasi stres akibat
penyakit mental yang diderita istrinya mereka memiliki cara yang berbedabeda untuk mengatasi situasi stres tersebut. Berdasarkan pemaparan
fenomena tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran coping
stres pada suami yang memiliki istri skizofrenia.

B. Perumusan Masalah

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa


yang menjadi fokus penelitian. Peneliti mencoba merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut yaitu bagaimana coping stres suami yang
memiliki istri skizofrenia.
Hal ini dapat disampaikan melalui pertanyaan penelitian yang berupa :
1. Apa saja yang menjadi sumber stres bagi suami yang memiliki istri
skizofrenia?
2. Bagaimana

penilaian

suami

terhadap

sumber

stres

yang

dihadapinya?
3. Bagaimana gambaran coping stres yang dilakukan suami yang
memiliki istri skizofrenia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam
memberikan informasi dan perluasan teori dibidang psikologi klinis, yaitu
mengenai coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia. Selain itu juga,
penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber kepustakaan penelitian

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

mengenai psikologi klinis sehingga hasil penelitian nantinya diharapkan


dapat dijadikan sebagai penunjang untuk bahan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pihak-pihak terkait, yaitu :
a. Suami yang memiliki istri skizofrenia
Suami mendapatkan informasi mengenai bagaimana gambaran
coping stres ketika merawat istri yang menderita penyakit mental
khususnya skizofrenia.

b. Pihak keluarga penderita skizofrenia


Anggota keluarga bisa mendapatkan informasi mengenai gambaran
coping stres suami yang menderita skizofrenia sehingga bisa
memberikan dukungan sosial kepada suami yang memiliki istri
skizofrenia.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan proposal penelitian ini adalah:
BAB I:

PENDAHULUAN
Berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan,
perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

BAB II:

LANDASAN TEORI
Berisi teori yang digunakan sebagai landasan penelitian.

BAB III:

METODE PENELITIAN
Berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisikan
tentang metode penelitian kualitatif, metode pengumpulan
data, alat bantu pengumpulan data, responden penelitian,
prosedur penelitian dan prosedur analisis data.

BAB IV:

ANALISA DATA DAN INTERPRETASI


Mendeskripsikan data responden, analisa dan interpretasi
data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dan
pembahasan data-data penelitian sesuai dengan teori yang
relevan.

BAB V:

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN


Menjelaskan

kesimpulan

dari

penelitian

ini,

diskusi

mengenai hasil penelitian yang ada serta saran-saran yang


dianjurkan mengenai penelitian ini.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Coping Stres
1. Pengertian Stres
Stres adalah kondisi ketika individu berada dalam situasi yang penuh
tekanan (Marks, Murray, Evans, dkk, 2004). Suatu peristiwa atau stimulus
lingkungan yang menyebabkan individu merasa terancam atau terganggu
juga disebut sebagai stres (Rice, 1992). Rice (dalam Trull, 2005)
mengemukakan bahwa stres adalah proses yang melibatkan peristiwa dari
lingkungan yang dinilai individu, mengakibatkan berbagai macam respon
dalam diri individu seperti reaksi fisiologis, emosional, kognitif, dan
perilaku.
Stres adalah kondisi fisik dan mental yang muncul ketika menyesuaikan
atau beradaptasi dengan lingkungan. Misalnya ketika menghadapi peristiwa
yang tidak menyenangkan seperti tekanan dalam pekerjaan, masalah
pernikahan atau keuangan (Atkinson, 1999).
Stres adalah suatu kondisi dimana sesuatu yang diinginkan tidak sesuai
dengan kenyataan (Sarafino, 2006). Menurut Lazarus dan Folkman (dalam
Sarafino, 2006) stres merupakan transaksi atau peristiwa dimana terjadi
kesenjangan antara kebutuhan fisik atau psikologis dengan sumber-sumber
biologis, psikologis, atau sistem sosial.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Berdasarkan pemaparan beberapa pengertian stres di atas bisa ditarik


kesimpulan bahwa stres adalah kesenjangan antara kebutuhan fisik dan
psikologis terhadap suatu peristiwa dengan sumber biologis, psikologis atau
sistem sosial pada diri individu.
2. Respon Terhadap Stres
Stres memunculkan beberapa respon pada individu, respon terhadap stres
(Taylor, 1995), yaitu :
a. Respon fisiologis
Terdapat beberapa tanda fisiologis ketika individu mengalami stres
yang menyangkut sistem syaraf dan sistem endokrin. Tanda
fisiologis tersebut seperti meningkatnya tekanan darah, detak
jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan.
b. Respon kognitif
Respon kognitif terhadap stres termasuk hasil dari proses penilaian
(appraisal) yang terlihat melalui terganggunya proses kognitif
individu,

seperti pikiran

menjadi kacau,

menurunnya daya

konsentrasi, dan terganggunya performansi pada tugas kognitif.


c. Respon emosi dan perilaku
Reaksi emosional terhadap stres sangat luas, termasuk rasa takut,
cemas, malu, marah, dan depresi. Respon perilaku dibedakan
menjadi fight, yaitu melawan situasi yang menjadi sumber stres, dan
flight, yaitu menghindari situasi yang menjadi sumber stres.
3. Sumber-sumber Stres

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Stressor adalah peristiwa-peristiwa lingkungan seperti kebutuhan akan


jabatan,
ujian, permasalahan pribadi, atau peristiwa sehari-hari yang mengganggu
sehingga menyebabkan seseorang melakukan penyesuaian (Nietzel, et.al,
1998).
Sumber-sumber stres bervariasi tiap individu dan berkembang sejalan
dengan perkembangan seseorang, namun kondisi stres dapat terjadi setiap
saat. Menurut Sarafino (2006), terdapat tiga hal yang menjadi sumber stres
dalam kehidupan seseorang, yaitu:
a. Sumber stres yang berasal dari dalam diri individu
Terkadang sumber stres berasal dari dalam diri individu. Penyakit
adalah salah satu hal yang dapat meningkatkan stres dalam diri
seseorang.

Sakit

memunculkan kebutuhan secara

fisik

dan

psikologis, dan tingkat stres yang terjadi bergantung pada tingkat


keparahan penyakit dan usia seseorang.
b. Sumber stres yang berasal dari keluarga
Perbedaan perilaku, kebutuhan, dan kepribadian tiap anggota
keluarga memiliki pengaruh pada anggota keluarga lainnya, dan
terkadang menimbulkan stres. Selain itu, bertambahnya anggota
keluarga, perceraian, penyakit, cacat, dan kematian anggota keluarga
juga merupakan sumber timbulnya stres yang dialami seseorang.
c. Sumber stres yang berasal dari komunitas dan masyarakat

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Hubungan interpersonal dengan orang-orang di luar keluarga juga


bisa menimbulkan stres. Misalnya, anak-anak mengalami stres di
sekolah, atau saat mengikuti pertandingan. Sementara pada orang
dewasa, stres bisa disebabkan oleh situasi dan lingkungan kerja yang
menimbulkan stres.
Pemaparan mengenai sumber stres di atas memberikan kesimpulan
bahwa ada beberapa hal yang dapat menjadi sumber stres (stressor), yaitu
sumber stres yang berasal dari dalam diri individu, keluarga, serta
komunitas dan masyarakat.
4. Appraisal
Stres sangat berhubungan erat dengan konsep emosi (Lazarus, dalam
Nairne, 2003). Pengalaman stres dipengaruhi bagaimana kita menilai
(appraise) suatu situasi (Nairne, 2003). Proses dalam stres umumnya
melibatkan proses pengukuran yang disebut cognitive appraisal (Lazarus &
Folkman, dalam Sarafino, 2006). Menurut Sarafino (2006) cognitive
appraisal adalah sebuah proses mental dimana individu mengukur dua
faktor, yaitu:
a. apakah kebutuhan mengancam kesejahteraan fisik dan psikologis,
dan
b. apakah sumber-sumber yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan.
Menurut Lazarus (1986) ada dua macam penilaian yang dilakukan
individu untuk menilai apakah sebuah kejadian dapat atau tidak dapat
menimbulkan stres bagi individu, yaitu:

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

a. Penilaian Primer (Primary Appraisal)


Penilaian primer adalah proses evaluasi dari stressor. Penilaian ini
melibatkan penilaian individu apakah suatu kejadian memiliki maksud
atau implikasi negatif yang potensial bagi dirinya. Terdapat tiga cara
individu menilai suatu situasi merupakan situasi stres atau tidak, yaitu :
1. Tidak relevan (Irrelevant)
Individu mengetahui bahwa ia telah merasakan gejala yang mirip
sebelumnya dan tidak diikuti masalah yang akan menimbulkan rasa
sakit.
2. Benign-positive
Penilaian untuk menghindari suatu situasi stres. Misalnya tidak mau
mengikuti ujian di sekolah atau tidak masuk kerja.
3. Stressful
Penilaian terhadap suatu gejala yang dirasakan akan menyebabkan
suatu masalah dan menimbulkan rasa takut. Misalnya keracunan
makanan.
b. Penilaian sekunder (Secondary Appraisal)
Penilaian sekunder adalah penilaian seseorang terhadap sumber-sumber
atau kemampuan yang dimiliki untuk melakukan coping (Sarafino,
2006). Saat individu berada dalam bahaya, baik ancaman atau tantangan,
sesuatu harus dilakukan untuk mengatur situasi tersebut. Penilaian
sekunder berusaha menyesuaikan antara kemampuan coping dan
kebutuhan dari situasi tersebut. Oleh karena itu pertanyaan yang muncul

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

ketika individu melakukan penilaian sekunder adalah apa yang bisa


saya lakukan mengenai masalah tersebut? (Rice, 1992).
Individu yang menilai apakah suatu situasi stresfull atau tidak
dipengaruhi tiga faktor dalam melakukan proses apraisal (Rice, 1992).
Tiga faktor tersebut adalah :
1. Keadaan emosi
Emosi

bisa

mempengaruhi

bagaimana

individu

melakukan

penyesuaian atau proses transaksi dan proses coping.

2. Ketidakpastian (uncertainty)
Ketika suatu situasi muncul dan pada saat itu individu tidak
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai situasi tersebut,
situasinya sangat kompleks, maka kondisi ketidakpastian muncul.
3. Merubah Makna
Faktor terakhir adalah bagaimana seseorang mengevaluasi makna
dari suatu peristiwa. Berbagai macam informasi yang telah diterima
individu telah menjadi tambahan dalam menilai peristiwa tersebut.
Informasi baru akan merubah persepsi dan membentuk skema baru
dalam diri individu dalam menginterpretasi situasi stres.
5. Coping Stres
a. Pengertian Coping Stres

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Individu merasakan stres tergantung bagaimana ia menginterpretasi


suatu situasi yang dihadapinya (Lazarus dalam Nairne, 2003). Stres
merupakan pengalaman subjektif, sehingga setiap individu dapat memiliki
respon yang berbeda-beda terhadap stres. Stres bisa berdampak secara fisik
maupun psikologis. Stres yang dialami oleh individu biasanya disertai
dengan ketegangan emosi dan ketegangan fisik yang menyebabkan
ketidaknyamanan. Situasi seperti ini membuat individu termotivasi untuk
melakukan suatu tindakan yang bisa meredakan stres. Tindakan yang
dilakukan adalah coping (Sarafino, 2006).
Coping adalah tindakan mental dan fisik untuk mengontrol, mengatur,
mengurangi atau membuat pengaruh stres bisa diatasi baik dari eksternal
maupun internal (Rice, 1992). Coping merupakan usaha individu untuk
melakukan perubahan kognitif dan perilaku yang tetap dalam upaya
mengatur kebutuhan-kebutuhan khusus baik eksternal dan atau internal yang
dinilai mengganggu atau melampaui sumber-sumber yang dimiliki individu
(Lazarus & Folkman, dalam Folkman, et.al., 1986).
Menurut Lazarus, et.al. (1986) ada tiga hal penting yang diperoleh dari
definisi tersebut. Pertama, coping berorientasi proses, yang berarti bahwa
coping fokus pada apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh individu dalam
menghadapi situasi yang penuh tekanan, dan bagaimana perubahan tersebut
dilakukan. Kedua, coping sebagai konteks, yaitu dipengaruhi oleh penilaian
individu dalam menghadapi tuntutan dan mengatasi sumber stres. Konteks
berarti bahwa individu dan situasi bersama-sama meningkatkan usaha

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

coping. Ketiga, tidak ada asumsi berdasarkan teori tentang bagaimana


coping yang baik atau buruk. Coping didefinisikan secara sederhana
sebagaimana usaha individu untuk mengatasi tuntutan, tidak tergantung
apakah sukses atau tidak usaha tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa coping stress
merupakan perubahan kognitif dan perilaku yang tetap, dimana meliputi
segala usaha untuk menghadapi tuntutan internal dan eksternal yang terjadi
pada diri seseorang.
b.

Fungsi Coping Stres


Individu memiliki caranya masing-masing dalam menghadapi situasi

stres. Coping adalah pola umum dari perilaku yang digunakan untuk
menghadapi situasi stres (Rice, 1992). Menurut Lazarus dan Folkman
(dalam Sarafino, 2006) berdasarkan fungsinya perilaku coping dibedakan
atas Problem Focused Coping dan Emotion Focused Coping.
1. Problem Focused Coping atau coping yang berpusat pada masalah,
yaitu usaha individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres
dengan cara menghadapi masalah yang menjadi penyebab timbulnya
stres secara langsung. Cara ini digunakan ketika individu bisa
langsung mendefinisikan masalah, mencari berbagai alternatif,
mengukur alternatif pemecahan masalah dari keuntungan dan
kerugian yang didapat, memilih diantara alternatif tersebut, dan bisa
langsung melaksanakan suatu tindakan.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Metode Problem Focused Coping menurut Folkman dan Lazarus (dalam


Taylor, 1995), adalah :
a. Planful problem solving
Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi
dan

kemudian

mengambil

tindakan

langsung

untuk

menyelesaikan masalah.
b. Confrontative coping
Individu mengambil tindakan asertif untuk berusaha mengubah
keyakinan orang lain atau mengambil resiko untuk mengubah
situasi.
c. Seeking social support
Individu berusaha mencari informasi dan mencari kenyamanan
secara emosi dari orang lain.
2. Emotion Focused Coping atau coping yang terpusat pada emosi
yaitu usaha-usaha individu untuk mengurangi atau menghilangkan
stres yang dirasakan. Individu mengatur respon emosional melalui
pendekatan

behavioral

dan

kognitif.

Individu

cenderung

menggunakan cara ini ketika ia mengetahui bahwa hanya sedikit


yang bisa dilakukannya untuk merubah kondisi stressful, kondisi
yang sangat mengganggu atau menantang, serta kondisi lingkungan
yang sulit dirubah. Coping yang berfokus pada emosi ini juga
digunakan

untuk

mengatur

harapan

dan

optimisme,

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

untuk

menyangkal fakta dan implikasi, menolak bahwa hal yang terjadi


sangat buruk, dan untuk bertindak seperti tidak terjadi apa-apa.
2. Metode Emotion Focused Coping menurut Folkman dan Lazarus
(dalam Taylor, 1995), adalah :
a. Distancing
Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi atau
menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang
dihadapi.
a. Escape/Avoidance
Menghindari masalah dengan cara berkhayal, beralih pada hal
lain seperti makan, minum, merokok atau menggunakan obatobatan atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang
dihadapi.
b. Self Control
Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan
ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah.
c. Accepting responsibility
Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan sambil berusaha
untuk memperbaikinya.

d. Positive Reappraisal

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Usaha mencari makna positif dari permasalahn dengan terfokus


pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang
bersifat religius.
Kedua fungsi coping

ini juga bisa digunakan secara bersamaan.

Lazarus dan Folkman (dalam Taylor, 1995) menyatakan bahwa individu


yang berada dalam episode stressful suatu peristiwa akan menggunakan
kedua fungsi coping secara bersamaan. Menurut

hasil penelitian

berdasarkan perbedaan gender, pria biasanya menggunakan fungsi coping


yang berpusat pada masalah. Sementara itu wanita lebih banyak
menggunakan fungsi coping yang berpusat pada emosi ketika berhadapan
dengan situasi stressful. Peran jenis kelamin mempunyai pengaruh besar
pada usaha coping antara pria dan wanita (Sarafino, 2006).
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada dua
fungsi coping stress, yaitu Problem Focused Coping

atau coping yang

berpusat pada masalah dan Emotion Focused Coping atau coping yang
berpusat pada emosi.
a.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Coping Stres


Reaksi terhadap stres bervariasi antara orang yang satu dengan yang lain

dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Perbedaan ini disebabkan
oleh faktor psikologis dan dan sosial yang tampaknya dapat merubah
dampak stressor bagi individu.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Menurut Smet (1994), faktor-faktor tersebut adalah :


a. Variabel dalam kondisi individu mencakup umur, tahap
kehidupan,

jenis

kelamin,

tempramen,

faktor

genetik,

intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi, dan


kondisi fisik.
b. Karakteristik
stabilitas

kepribadian,

emosi

secara

mencakup
umum,

introvert-ekstrovert,

kepribadian

ketabahan

(hardiness), locus of control, kekebalan, ketahanan.


c. Variabel sosial kognitif, mencakup dukungan sosial yang
dirasakan, jaringan sosial, kontrol pribadi yang dirasakan
d. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang
diterima, integrasi dalam jaringan sosial.
e. Strategi coping stres yang dipilih individu dalam menyelesaikan
masalah dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam situasi
stres.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi

coping

stres

adalah

kesehatan

fisik,

karakteristik

kepribadian, variabel sosial kognitif, hubungan dengan lingkungan sosial


dan strategi coping stres.

B. Caregiver
1. Pengertian Caregiver

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Individu yang secara umum merawat dan mendukung individu lain


(pasien) dalam kehidupannya merupakan caregiver (Awad & Voruganti,
2008). Awad & Voruganti (2001), menambahkan bahwa caregiver adalah
individu yang memberikan bantuan informal dan tidak dibayar kepada orang
lain yang membutuhkan bantuan fisik dan emosional. Cheng (2005)
menyatakan bahwa caregiver adalah orang yang memberikan cinta, kasih
sayang, bantuan, dukungan sosial, dan pengetahuan profesional kepada
orang yang yang dirawatnya.
Berdasarkan uraian di atas, caregiver adalah anggota keluarga, teman,
ataupun tetangga yang memberikan cinta, kasih sayang, bantuan, dukungan
sosial, dan pengetahuan profesional kepada orang yang mengidap penyakit,
cacat, dan lemah yang membuat orang tersebut tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari.
2. Aktivitas Caregiver
Aktivitas caregiving merupakan dimensi yang saling tergantung satu
sama lain (Beanlands, Horsburgh, Fox, & Howe, 2005), yaitu :
a. Menghargai (Appraising)
Merupakan pekerjaan kognitif dari kegiatan caregiving. Hal ini
termasuk kegiatan mengawasi, mengevaluasi, dan menyelesaikan
masalah. Siklus pengawasan dan saling menghargai yang tercipta
antara caregiver dengan orang yang diberikan perawatan
membuat caregiver mengembangkan suatu pengetahuan yang
khas tentang kondisi medis penerima perawatan dan respons

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

mereka terhadap perawatan (treatment) dan menempatkan


mereka dengan baik untuk kemudian caregiver melakukan peran
advokasi.
b. Memberi advokasi (Advocating)
Caregiver berbicara atas individu yang dirawat. Pengetahuan
yang dimiliki caregiver tentang individu yang dirawat dalam hal
pribadi muncul dari pengawasan dan penghargaan yang
berlangsung yang membuat caregiver mengenali situasi yang
membuat mereka kemudian perlu berbicara atas nama individu
yang dirawat
c. Juggling
Aktivitas ini meliputi kegiatan menjaga lebih dari satu aktivitas
yang bernilai dari waktu ke waktu dan biasanya dibutuhkan rasa
menghargai terhadap aktivitas yang cukup penting tersebut.
d. Melakukan kebiasaan (Routinizing)
Aktivitas ini menciptakan sejumlah aktivitas yang dikembangkan
seiring berjalannya waktu dan dan umumnya dilakukan secara
teratur. Bila tercipta rutinitas yang baik, maka kegiatan merawat
lebih terkontrol, terprediksi, dan tidak menakutkan.
e. Melatih (Coaching)
Aktivitas yang dilakukan untuk memfasilitasi individu yang
dirawat untuk melakukan perawatan diri sendiri. Hal ini meliputi
mengizinkan individu yang dirawat untuk merawat diri sendiri

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

termasuk

mematuhi

pengobatan

medis,

sampai

kepada

peningkatan kesehatan.

C. Kewajiban Suami dan Kewajiban Istri


1. Kewajiban Suami
Menurut pandangan agama, suami sebagai kepala atau pemimpin rumah
tangga, maka ia mempunyai kewajiban. Cakramanggilingan (dalam Susetya,
2008), menyatakan beberapa kewajiban suami, yaitu :
a. Tugas sebagai pemimpin
Suami memiliki peran penting dalam kehidupan rumah tangga
yakni sebagai pemimpin yang berhak dan berkewajiban
mengatur atau memimpin rumah tangganya.
b. Memenuhi kebutuhan keluarga
Suami

berkewajiban

kebutuhan

keluarganya

memenuhi

atau

(istri dan

mencukupi

semua

anak-anaknya).

Suami

memberikan nafkahnya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya


sesuai dengan kesanggupannya.
2. Kewajiban Istri
Sebuah rumah tangga suami dan istri memiliki kewajiban
masing-masing, seorang istri mempunyai beberapa kewajiban
(Jehani, 2008),
yaitu :

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

a.

Kewajiban utama seorang istri ialah berbakti lahir dan batin


kepada suami.

b.

Istri berkewajiban menyelenggarakan dan mengatur keperluan


rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

D. Istri Skizofrenia
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSMIV-TR), skizofrenia adalah salah satu gangguan yang berlangsung selama 6
bulan atau lebih termasuk fase simptom aktif selama 1 bulan seperti delusi,
halusinasi,

disorganisasi bicara, disorganisasi perilaku, dan mengalami

simptom negatif. Skizofrenia adalah penyakit pervasif yang mempengaruhi


lingkup yang luas dari proses psikologis, mencakup kognisi, afek, dan
perilaku (Arango, Kirkpatrick, & Buchanan dalam Nevid, Rathus, Greene,
2003).
Menurut Davidson, Neale, dan Kring ( 2006), skizofrenia adalah gangguan
psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan
perilaku-pikiran yang terganggu, di mana berbagai pemikiran tidak saling
berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru, afek yang
datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang aneh
(bizzare).
Individu yang mengalami skizofrenia akan mengalami gangguan pikiran,
persepsi, dan emosi, serta individu tersebut mungkin menghindari interaksi
sosial dengan orang lain dan menunjukkan perilaku-perilaku yang

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

cenderung aneh (bizzare) (Barlow & Durand, 1995). Menurut Opler dan
Andreasen (dalam Barlow & Durand, 1995) terdapat dua klasifikasi simtom
yang ditunjukkan individu yang mengalami skizofrenia, yaitu :
1. Simtom negatif
Simtom ini menunjukkan hilangnya fungsi normal individu, seperti
menghindari interaksi sosial atau emosi yang datar.
2. Simtom positif.
Sebaliknya pada simtom positif ditunjukkan dengan hadirnya
gangguan perilaku seperti halusinasi, delusi, dan kondisi emosional
yang sangat ekstrim.
Mueser dan Gingerich (2006) memberikan definisi medis untuk
skizofrenia yaitu penyakit khusus yang dikarakteristikkan oleh adanya
masalah pada fungsi sosial, merawat diri, dan kesulitan membedakan suatu
hal yang nyata dan tidak nyata. Definisi dan simtom yang ditunjukkan oleh
individu yang mengalami skizofrenia memperlihatkan bahwa individu
tersebut tidak berfungsi secara normal lagi, begitu juga dengan istri yang
mengalami skizofrenia.
Istri yang mengalami skizofrenia secara umum tidak mampu untuk
melakukan kewajibannya sebagai seorang istri, individu ini meninggalkan
kewajibannya dalam rumah tangga yang akan digantikan oleh pasangannya
(Jungbauer, Wittmund, Dietrich, & Angermeyer, 2004). Istri juga tidak bisa
lagi berbagi tujuan dalam rumah tangga seperti pembagian tanggungjawab

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

rumah tangga dari mulai keputusan dalam mengasuh anak hingga masalah
seksual (Mueser & Gingerich, 2006).

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Kualitatif
Menurut Krik dan Miller (dalam Moleong, 2005) pendekatan kualitatif
merupakan tradisi tertentu dalam ilmu sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan

dengan

orang-orang

tersebut

dalam

bahasanya

dan

peristilahannya Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005), mendefinisikan


metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar
dan individu tersebut secara holistik. Jadi, dalam hal ini tidak boleh
mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesa
tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005) mengatakan salah satu
kekuatan dari pendekatan kualitatif adalah dapat memahami gejala
sebagaimana subjek mengalaminya, sehingga dapat diperoleh gambaran
yang sesuai dengan diri subjek dan bukan semata-mata penarikan
kesimpulan sebab akibat yang dipaksakan. Pendekatan kualitatif dipandang
lebih sesuai untuk mengetahui coping stres

suami yang memiliki istri

skizofrenia karena menurut Lazarus dan Folkman (1984) coping merupakan


suatu proses yang terdiri dari tahapan-tahapan yang bersifat dinamis dan

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

tidak bersifat acak. Proses coping diawali dengan observasi dan penilaian
terhadap situasi, kemudian apa yang dipikirkan individu mengenai situasi
tersebut, dan pada akhirnya perubahan yang bisa dilakukan individu dalam
mengatasi situasi. Coping menghasilkan perubahan pada lingkungan yang
terjadi berdasarkan aktivitas yang dilakukan individu. Hal ini sesuai dengan
yang dikatakan oleh Poerwandari (2007) bahwa pendekatan yang sesuai
untuk penelitian yang tertarik dalam memahami manusia dengan segala
kekompleksitasannya sebagai makhluk

subjektif adalah pendekatan

kualitatif.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif, yaitu untuk menggambarkan bagaimana coping stres suami yang
memiliki istri skizofrenia.

B. Metode Pengambilan Data


Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
wawancara dan observasi selama wawancara berlangsung. Wawancara yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur yaitu
wawancara yang pertanyaannya telah ditentukan terlebih dahulu dan
berbentuk open-ended question (Gay dan Airasian, 2003).
Selama wawancara berlangsung akan dilakukan observasi sebagai
metode pendukung pengambilan data wawancara. Observasi adalah
pengamatan terhadap situasi dan kondisi serta perilaku yang muncul saat
dilakukan wawancara pada suami yang memiliki istri skizofrenia. Observasi

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

dilakukan Menurut Wilkinson (dalam Minauli, 2002) observasi adalah


aspek penting bagi banyak ilmu pengetahuan dan telah memainkan peranan
penting dalam perkembangan psikologi sebagai suatu disiplin ilmu.
Kekuatan utama observasi adalah karena ia dapat diamati secara langsung
dan tepat. Selain itu tidak ada penundaan antara munculnya responden
dengan pertanyaan dan pencatatannya.

C. Responden Penelitian
1. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah seorang suami dengan
karakteristik tertentu, yaitu :
a. Memiliki istri yang menderita skizofrenia
b. Responden bertempat tinggal yang sama dengan istri yang menderita
skizofrenia
c. Responden berperan sebagai caregiver utama bagi istrinya yang
menderita skizofrenia, yaitu caregiver yang menghabiskan lebih
banyak waktu dengan orang yang sakit paling sedikit delapan jam
dalam sehari dan menemani orang tersebut paling tidak dalam satu
aktivitas yang dilakukan sehari-hari (Stephens, Townsend, &
Martire, 2001).
2. Jumlah Responden
Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2007), desain kualitatif memiliki
sifat yang luwes, oleh sebab itu tidak ada aturan yang pasti mengenai jumlah

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

sampel yang harus diambil dalam penelitian kualitatif. Jumlah sampel


sangat tergantung pada apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan
dengan waktu dan sumber daya yang tersedia.
Prosedur penentuan subjek atau sumber data dalam penelitian kualitatif
umumnya menampilkan karakteristik sebagai berikut (Sarakantos, dalam
Poerwandari, 2007) :
1. Diarahkan tidak pada jumlah sampel besar, melainkan pada kasuskasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian
2. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik
dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan
pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian
3. Tidak diarahkan pada keterwakilan arti jumlah atau peristiwa acak,
melainkan kecocokan konteks
Pada penelitian ini jumlah responden yang digunakan adalah sebanyak
tiga orang suami yang memiliki istri skizofrenia.
3. Prosedur Pengambilan Responden
Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan konstruk
operasional (theory-based/operational construct sampling). Sampel dipilih
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, berdasarkan teori atau konstruk
operasional sesuai studi-studi sebelumnya, atau sesuai dengan tujuan
penelitian (Patton, dalam Poerwandari, 2007).
Prosedur pengambilan responden ini dilakukan agar responden benarbenar mewakili fenomena penelitian.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Medan. Pengambilan daerah penelitian
tersebut adalah dengan alasan kemudahan untuk mendapatkan sampel
penelitian, karena peneliti berdomisili berada di daerah tersebut.

D. Alat Bantu Pengumpulan Data


Pencatatan data selama penelitian penting sekali karena data dasar yang
akan dianalisis berdasarkan kutipan hasil wawancara dan observasi. Oleh
karena itu, pencatatan data harus dilakukan dengan cara yang sebaik dan
setepat mungkin. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup
rumit, untuk itu diperlukan instrumen atau alat penelitian agar dapat
membantu peneliti dalam pengumpulan data (Moleong, 2005).
Alat bantu yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Alat Perekam (Tape Recorder)
Alat perekam digunakan untuk memudahkan peneliti untuk
mengulang kembali hasil wawancara yang telah dilakukan. Dengan
adanya hasil rekaman wawancara tersebut akan memudahkan
peneliti apabila ada kemungkinan data yang kurang jelas sehingga
peneliti dapat bertanya kembali kepada responden. Penggunaan alat
perekam ini dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

responden. Selain itu penggunaan alat perekam memungkinkan


peneliti untuk lebih berkonsentrasi pada apa yang akan dikatakan
oleh subjek, alat perekam dapat merekam nuansa suara dan bunyi
aspek-aspek wawancara seperti tertawa, desahan, sarkasme secara
tajam (Padget, 1998).
b. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti
mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar
pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah
dibahas atau dinyatakan (Poerwandari, 2001). Pedoman wawancara
bertujuan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari
tujuan

penelitian

dan

juga

sebagai

alat

bantu

untuk

mengkategorisasikan jawaban sehingga memudahkan pada tahap


analisa data nantinya.
c. Lembar observasi
Lembar

observasi dan catatan responden

digunakan untuk

mempermudah proses observasi yang dilakukan. Lembar observasi


ini digunakan untuk mencatat tampilan fisik responden penelitian,
suasana lingkungan, sikap dan reaksi responden, serta hal-hal
menarik dan unik lainnya yang muncul selama wawancara.

E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan Penelitian

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Tahap persiapan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian adalah


:
a. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan coping stres suami
yang memiliki istri skizofrenia.
Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan teori-teori yang
berhubungan dengan coping stres, khususnya yang berkaitan dengan
suami yang memiliki istri skizofrenia. Selanjutnya peneliti
menentukan karakteristik responden yang akan disertakan dalam
penelitian ini. Peneliti juga mengumpulkan fenomena-fenomena
yang didapat melalui komunikasi personal dengan suami yang
memiliki istri skizofrenia.
b. Menyusun pedoman wawancara
Agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan
penelitian, peneliti menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan
kerangka teori yang ada untuk menjadi pedoman wawancara.
c. Persiapan untuk mengumpulkan data
Mengumpulkan informasi tentang calon responden penelitian.
Setelah

mendapatkannya,

lalu

peneliti

menghubungi

calon

responden untuk menjelaskan tentang penelitian yang dilakukan dan


menanyakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian.
d. Membangun rapport dan menentukan jadwal wawancara
Setelah memperoleh kesediaan dari responden penelitian, peneliti
meminta responden

untuk bertemu dan membangun rapport.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Setelah itu, peneliti dan responden penelitian mengatur dan


menentukan waktu yang sesuai untuk melakukan wawancara.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah tahap persiapan penelitian dilakukan, maka peneliti memasuki
tahap pelaksanaan penelitian.
a. Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara
Sebelum wawancara dilakukan, peneliti mengkonfirmasi ulang
waktu dan tempat yang sebelumnya telah disepakati bersama dengan
responden.

Konfirmasi ulang

ini dilakukan sehari sebelum

wawancara dilakukan dengan tujuan agar memastikan responden


dalam keadaan sehat dan tidak berhalangan dalam melakukan
wawancara.
b. Melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara
Sebelum melakukan wawancara, peneliti meminta responden untuk
menandatangani Lembar Persetujuan Wawancara yang menyatakan
bahwa responden mengerti tujuan wawancara, bersedia menjawab
pertanyaan yang diajukan, mempunyai hak untuk mengundurkan diri
dari penelitian sewaktu-waktu serta memahami bahwa hasil
wawancara adalah rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian.

Dalam

melakukan wawancara,

peneliti sekaligus

melakukan observasi terhadap responden.


Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Wawancara
No Tanggal

Waktu Wawancara

Tempat Wawancara

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Wawancara
Responden I (Iman)
1

18 Agustus 2009

18.00-19.00 WIB

Ruang tamu rumah


Iman

31 Agustus 2009

17.30-19.00 WIB

Ruang tamu rumah


peneliti

6 September 2009

09.00-10.10 WIB

Ruang tamu rumah


Iman

Responden II (Azis)
1

9 Oktober 2009

13.30-15.00 WIB

Ruang tamu rumah


Azis

23 Oktober 2009

13.25-14.25 WIB

Ruang tamu rumah


Azis

6 November 2009

13.15-14.15 WIB

Ruang tamu rumah


Azis

Responden III (Toni)


1

22 Agustus 2009

10.00-12.00 WIB

Rumah Sakit

5 September 2009

10.00-11.00 WIB

Rumah Sakit

25 September 2009 09.30-10.20 WIB

Rumah Sakit

c. Memindahkan rekaman hasil wawancara ke dalam bentuk transkrip


verbatim
Setelah hasil wawancara diperoleh, peneliti memindahkan hasil
wawancara ke dalam verbatim tertulis. Pada tahap ini, peneliti
melakukan koding dengan membubuhkan kode-kode pada materi
yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga


data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari
(Poerwandari, 2001).
d. Melakukan analisa data
Bentuk transkrip verbatim yang telah selesai, kemudian dibuatkan
salinannya dan diserahkan kepada pembimbing.
e. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran
Setelah analisa data selesai, peneliti menarik kesimpulan untuk
menjawab permasalahan. Kemudian peneliti menuliskan diskusi
terhadap

kesimpulan

dan

seluruh

hasil penelitian.

Dengan

memperhatikan hasil penelitian, kesimpulan data dan diskusi yang


telah dilakukan, peneliti mengajukan saran bagi penelitian
selanjutnya.
3. Tahap Pencatatan Data
Semua data yang diperoleh pada saat wawancara direkam dengan alat
perekam dengan persetujuan subjek penelitian sebelumnya. Dari hasil
rekaman ini kemudian akan ditranskripsikan secara verbatim untuk
dianalisa. Transkrip adalah salinan hasil wawancara dalam pita suara
dipindahkan ke dalam bentuk ketikan di atas kertas.

F. Kredibilitas Penelitian
Kredibilitas adalah istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif
untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2007). Deskripsi

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek-aspek


yang terkait (dalam bahasa kuantitatif:variabel) dan interaksi dari berbagai
aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Menurut
Poerwandari (2007), kredibilitas penelitian kualitatif juga terletak pada
keberhasilan

mencapai

maksud

mengeksplorasi

masalah

dan

mendeksripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang


kompleks.
Upaya yang dilakukan peneliti dalam menjaga kredibilitas dan
keobjektifan penelitian ini, antara lain dengan :
1. Memilih sampel yang sesuai dengan karakteristik penelitian, dalam
hal ini adalah suami yang memiliki istri skizofrenia.
2. Membuat pedoman wawancara berdasarkan teori coping stres yang
merupakan suatu proses yang diawali dengan sumber stres, penilaian
(apraisal), dan pada akhirnya bagaimana coping stres yang
dilakukan suami yang memiliki istri skizofrenia.
3. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk
mendapatkan data yang akurat.
4. Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam pengumpulan data di
lapangan. Hal ini memungkinkan peneliti mendapat informasi yang
lebih banyak tentang responden penelitian.
5. Melibatkan teman sejawat, dosen pembimbing dan dosen yang ahli
dalam bidang kualitatif untuk berdiskusi, memberikan masukan dan
kritik mulai awal proses penelitian sampai tersusunnya hasil

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

penelitian. Hal ini dilakukan agar keterbatasan kemampuan peneliti


pada kompleksitas fenomena yang diteliti.
6. Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasil analisis data dengan
melihat hasil wawancara yang dilakukan pertama kali dengan hasil
wawancara setelahnya.

G. Teknik dan Prosedur Pengolahan Data


Data yang diperoleh dari pendekatan kualitatif adalah berupa kata-kata.
Untuk itu kita perlu melakukan analisis data. Analisis data adalah proses
yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan
ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan
bantuan pada tema dan ide itu (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2005).
Untuk melakukan analisis berdasarkan data tersebut dibutuhkan kehatihatian agar tidak menyimpang dari tujuan data penelitian. Menurut
Poerwandari (2007) proses analisis data adalah sebagai berikut:
a. Organisasi data secara rapi, sistematis, dan selengkap mungkin
untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan
analisa yang dilakukan, serta menyimpan data dan analisa yang
berkaitan dalam penyelesaian penelitian.
b. Koding dan analisa, dilakukan dengan menyusun transkip verbatim
atau catatan lapangan sehingga ada kolom kosong yang cukup besar
di sebelah kanan dan kiri transkip untuk tempat kode-kode atau
catatan tertentu, kemudian secara urut dan kontinyu melakukan

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

penomoran pada baris-baris transkip, lalu memberikan nama untuk


masing-masing berkas dengan kode stertentu.
c. Pengujian terhadap dugaan, berkaitan erat dengan upaya mencari
kejelasan yang berbeda mengenai data yang sama. Peneliti harus
mengikutsertakan

berbagai

perspektif

untuk

memungkinkan

keluasan analitis serta memeriksa bias-bias yang tidak disadari.


d. Strategi analisa, proses analisa dapat melibatkan konsep-konsep
yang muncul dari jawaban atau kata-kata subjek maupun konsep
yang dipilih atau dikembangkan peneliti untuk menjelaskan
fenomena yang di analisa.
e. Interpretasi, yaitu upaya untuk memahami data secara lebih ekstensif
dan mendalam. Peneliti memiliki perspektif mengenai apa yang
sedang diteliti dan menginterpretasikan data melalui perspektif
tersebut. Peneliti beranjak melampaui apa yang secara langsung
dikatakan partisipan untuk mengembangkan struktur-struktur dan
hubungan-hubungan bermakna yang tidak segera tertampilkan dalam
teks (data mentah atau transkip wawancara).

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

BAB IV
ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

Pada bab ini akan di uraikan analisa data dan interpretasi hasil
penelitian mengenai coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia. Bab
ini dibagi menjadi dua bagian. Pada bagian pertama akan di uraikan
mengenai gambaran sosiodemografis masing-masing responden, rangkuman
hasil wawancara serta analisa data. Pada bagian kedua akan di uraikan
interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh.
Kutipan dalam setiap bagian analisa diberikan kode-kode tertentu sebab
satu kutipan bisa di interpretasikan beberapa kali. Contoh kode yang
digunakan adalah : R1.W1.b.0020-0026.h.5, maksud kode ini adalah
kutipan dari Responden 1, wawancara pertama, baris 20 sampai 26,
verbatim halaman 5.

Tabel 2. Gambaran Umum Sosiodemografis Responden


Responden 1

Responden 2

Responden 3

Nama (Samaran)

Iman

Azis

Toni

Jenis Kelamin

Laki-laki

Laki-laki

Laki-laki

Usia

39

38

40

Usia Istri

36

26

43

Lama

11 tahun

8 tahun

15 tahun

penyakit 10 tahun

7 tahun

2 tahun

Perkawinan
Lama
istri

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Agama

Islam

Islam

Kristen Protestan

Suku

Batak

Jawa

Batak

Pekerjaan

Pedagang

Mekanik

Pengawas Parkir

Bengkel
Jumlah anak

3 orang

Usia anak

Anak

10

tahun
Anak 2 :

Anak

15

10

tahun
8

tahun
Anak 3 :

3 orang

Anak
tahun

Anak 3 : 7 tahun

tahun

A. Analisa Data
1.

Responden I

a.

Hasil Observasi

(1) Wawancara
Perkenalan Iman dan peneliti sudah berlangsung sekitar dua bulan.
Peneliti mengenal Iman melalui saudara sepupu yang berprofesi sebagai
dokter. Iman merupakan pasiennya yang sering mengeluh tentang keadaan
rumah tangganya semenjak istrinya sakit. Pada saat berkenalan peneliti
menyampaikan tujuan peneliti, Iman merespon dengan sangat senang dan ia
bersedia membantu peneliti.
Wawancara pertama dilakukan di ruang tamu tempat tinggal Iman. Iman
adalah seorang pria yang berprofesi sebagai seorang pedagang pakaian
anak-anak di sebuah pusat perbelanjaan. Iman berkulit sawo matang dengan
tinggi 180 cm dan berat sekitar 80 kg. Iman dan keluarganya tinggal di

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

sebuah kompleks rumah susun di kota Medan. Jalan menuju tempat tinggal
Iman melalui sebuah jalan besar, sedangkan rumah Iman masuk kedalam
salah satu jalan kecil (gang) yang terdapat di sebelah kanan jalan besar
tersebut. Tempat tinggal Iman terletak 500 meter dari jalan besar, jalan
menuju rumahnya tidak banyak dilalui kendaraan karena merupakan jalan
buntu. Rumah Iman merupakan rumah keempat dari deretan rumah susun
tersebut.
Tempat tinggal Iman tidak memiliki pagar karena merupakan rumah
susun, hanya dibatasi dengan tembok untuk memisahkan dengan rumah
tetangga. Rumah Iman memiliki teras berukuran 1x4 meter, dan terdapat
dua buah kursi dan satu meja diantaranya. Bagian dalam tempat tinggal
Iman terbagi menjadi dua buah kamar tidur, ruang makan yang menyatu
dengan dapur, sebuah ruang tamu, dan satu kamar mandi.
Ruang tamu Iman merupakan tempat dilakukannya wawancara. Di
ruang tamu terdapat satu buah sofa berukuran besar dan dua sofa kecil,
dihadapan sofa besar terdapat sebuah televisi yang ditempatkan di sebuah
rak kayu. Di sudut ruangan terdapat sebuah pot bunga yang cukup tinggi.
Posisi peneliti dan responden saat dilakukan wawancara berhadaphadapan. Dimana responden duduk di sofa kecil dan peneliti di sofa besar.
Iman menggunakan kaus berkerah berwarna hitam dan celana jeans, pada
saat itu Iman baru saja pulang dari tokonya.
Wawancara dimulai, Iman duduk dengan posisi badan bersandar ke sofa,
apabila Iman tidak begitu jelas dengan maksud pertanyaan peneliti ia

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

memajukan badannya kedepan. Iman santai dan lancar ketika menjawab


pertanyaan peneliti. Pada beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan
perilaku-perilaku istri Iman yang menurutnya aneh ekspresi wajah Iman
berubah dari biasa saja terlihat menjadi sedikit kesal. Nada suara Iman
tinggi saat menceritakan hal tersebut, sesekali ia memberikan gerakan
tangan dalam menjawab pertanyaan.
Iman terlihat sangat sedih juga kesal ketika menceritakan semenjak
istrinya sakit ia tidak bisa sering keluar rumah karena rasa curiga istrinya
yang sangat besar. Iman menunduk selama beberapa saat ketika menjawab
pertanyaan tersebut, nada suaranya juga menjadi pelan, namun pada saat
peneliti menanyakan pertanyaan lain yang berhubungan dengan perilaku
istri ia kembali bersemangat dalam menjawab pertanyaan. Wawancara
terhenti ketika Iman kedatangan tamu dan merupakan akhir dari wawancara
pertama peneliti dengan responden.
(2) Wawancara II
Wawancara kedua antara peneliti dan Iman kali ini dilakukan di rumah
peneliti, sebab Iman membatalkan janji untuk bertemu pada siang hari. Pada
hari itu Iman memiliki waktu pada sore hari setelah ia selesai bekerja,
kebetulan tempat kerja Iman tidak begitu jauh dari rumah peneliti, ketika
peneliti meminta Iman untuk datang kerumah peneliti, ia bersedia.
Wawancara dilakukan sekitar pukul 17.30 WIB tepatnya di ruang tamu
peneliti. Di ruang tamu terdapat satu buah kursi panjang, dua buah kursi
ukuran biasa, sebuah meja, satu pot bunga, dan hiasan kayu yang

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

menyerupai kereta dorong. Iman dan peneliti duduk di bangku panjang.


Iman duduk di sebelah kanan peneliti.
Wawancara langsung dimulai karena Iman tidak memiliki banyak
waktu. Iman menyandar pada kursi di awal wawancara, ia mendengarkan
pertanyaan peneliti dengan seksama. Sesekali Iman menggaruk hidung
ketika menjawab pertanyaan. Iman sering menghadap jendela ketika
menceritakan pengalamannya yang sedih. Matanya berkaca-kaca ketika
menceritakan mengenai pernyataan anak pertamanya tentang kondisi
ibunya. Ketika Iman sedang bercerita, kucing peneliti menghampiri Iman,
ia langsung menghindar dan mengangkat kakinya, ternyata Iman alergi
terhadap bulu kucing.
Wawancara kedua ini cukup lama, menjelang akhir wawancara Iman
meletakkan tangannya di bantalan kursi. Ia mulai terlihat tidak fokus dengan
pertanyaan peneliti, ia menggoyang-goyangkan kakinya dan matanya sering
melihat sekeliling. Peneliti memutuskan untuk mengakhiri wawancara
setelah melihat sikap Iman tersebut.
(3) Wawancara III
Tempat wawancara kali ini adalah rumah Iman, suasana rumah terlihat
sepi karena anak-anak Iman sedang bermain di luar rumah. Istri Iman
sedang tidur pada saat peneliti datang. Peneliti menanyakan bagaimana
keadaan Iman pada hari itu dan Iman menyatakan bahwa kondisi fisiknya
sedang tidak sehat.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Iman duduk di kursi sofa sambil mengangkat salah satu kakinya, selama
wawancara ia sering memegang kakinya. Sesekali Iman memegang dagu
dalam menjawab pertanyaan. Iman menjawab pertanyaan dengan suara yang
jelas.
Wawancara dimulai yang diawali dengan cerita Iman mengenai
pertengkaran Iman dan istrinya yang baru-baru ini terjadi. Nada suara Iman
sangat tinggi ketika menceritakan hal tersebut, ekspresi wajahnya terlihat
marah dan kesal. Perlahan-lahan suara Iman mulai mengecil dan terdengar
seperti sedih ketika ia menjelaskan perasaannya. Iman mengerutkan
keningnya apabila dalam pernyataannya ia menyebutkan bahwa ia tidak
mengerti mengenai perilaku istrinya karena selalu berubah-ubah.

b. Rangkuman hasil wawancara


Iman adalah anak ke tiga dari lima bersaudara. Pendidikan Iman hanya
sampai SMA. Pekerjaan Iman setelah tamat SMA adalah bekerja di toko
tekstil milik orangtuanya. Pada tahun 1996 Iman bertemu dengan istrinya
saat ini. Mereka saling mengenal sekitar satu tahun lalu kemudian menikah.
Pernikahan Iman dan istrinya terjadi melalui proses perjodohan. Iman
mengenal istrinya hanya dalam waktu yang singkat. Selama masa
perkenalan Iman tidak pernah melihat perilaku yang aneh dari calon
istrinya. Iman merasa yakin bahwa calon istrinya adalah wanita yang sehat
lahir maupun batin. Apalagi pendidikan formal calon istrinya adalah

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

tamatan pesantren, Iman sangat yakin calon istrinya bisa menjadi contoh
yang baik bagi anak-anak mereka kelak.
Iman dan istrinya memiliki tiga orang anak, anak pertama berjenis
kelamin laki-laki yang saat ini berusia 10 tahun, anak kedua juga laki-laki
yang berusia 8 tahun, dan anak ketiga berjenis kelamin perempuan yang
berusia 6 tahun.
Setelah menikah Iman membangun usahanya sendiri, ia membuka toko
pakaian anak-anak di sebuah pusat pasar di Medan. Iman mendapatkan
seorang anak laki-laki tepat satu tahun usia perkawinannya. Selama dua
tahun perkawinannya Iman merasa keluarganya merupakan keluarga
harmonis. Istri Iman tidak pernah sekalipun menunjukkan perilaku yang
berbeda, menurut Iman istrinya sangat penyayang, rajin, dan suka
melakukan aktifitas rumah tangga. Melewati dua tahun perkawinan, istri
Iman mulai menunjukkan perilaku yang tidak biasa, ia sudah mulai sering
takut terhadap sesuatu yang tidak ada, merasa dikejar bayang-bayang, dan
merasa ada orang lain yang ingin mencelakainya.
Satu tahun pertama istri Iman menunjukkan perubahan perilaku, Iman
tidak membawanya untuk berobat medis, Iman mengikuti saran keluarganya
untuk membawa istrinya ke orang pintar. Akan tetapi, perilaku istrinya
semakin tidak wajar, istri Iman sering menuduh Iman berselingkuh. Pada
saat itu Iman tidak mengerti mengapa terjadi perubahan pada perilaku
istrinya. Akhirnya Iman memutuskan untuk membawa istrinya ke dokter
spesialis jiwa, istri Iman di diagnosa menderita Skizofrenia Paranoid. Hasil

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

diagnosa dokter membuat Iman terkejut, ia tidak mengerti mengapa istrinya


menderita penyakit tersebut. Iman tetap berusaha mengobati istrinya dengan
tetap melakukan pengobatan medis secara teratur.
Perubahan perilaku istri Iman juga menyebabkan perubahan aktifitas
rumah tangga. Iman harus melakukan dua tugas, tugas sebagai seorang
suami dan tugas sebagai istri. Hal ini harus dilakukan Iman sebab istrinya
tidak mau lagi melakukan aktifitas rumah tangga, istrinya lebih melakukan
pekerjaan yang ia senangi tanpa menghiraukan keadaan rumah tangganya.
Iman melakukan tugas-tugasnya sendiri tanpa bantuan keluarga ataupun
lingkungan sekitar, ia berusaha menjadi kepala keluarga yang bertanggung
jawab terhadap istri dan anaknya.
Menghadapi berbagai situasi stres membuat Iman merasa tertekan,
lelah, dan stres. Ia sempat berpikir untuk mengakhiri pernikahannya tetapi
Iman tetap mempertahankan kehidupan rumah tangganya hingga saat ini, ia
merasa anak-anaknya membutuhkan figur orangtua yang lengkap.
Iman merasakan bahwa berbagai perubahan yang terjadi semenjak
istrinya sakit merupakan beban yang sangat berat dan menjadi sumber stres
bagi dirinya. Akan tetapi, Iman tetap berusaha untuk menjalaninya dan terus
berharap bahwa suatu hari istrinya akan kembali sehat.

c.

Sumber sumber stres dan proses appraisal


Stres tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia. Stres bisa muncul

dari berbagai masalah yang dihadapi oleh individu. Sumber stres bisa

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

muncul dari berbagai situasi, salah satunya adalah situasi yang sedang
dihadapi Iman, yaitu penyakit Skizofrenia Paranoid yang diderita istrinya.
Sebelum didiagnosa menderita skizofrenia, perilaku-perilaku yang
berbeda mulai diperlihatkan oleh istri Iman, dimulai dari timbulnya rasa
curiga, takut yang berlebihan, mendengar suara-suara dan cemburu yang
berlebihan terhadap Iman. Perilaku tersebut membuat Iman merasa bingung
dan tidak mengerti sebab ia merasa tidak pernah melakukan sesuatu seperti
yang dituduhkan oleh istrinya.
...ya disitula pikiran dia takut-takut, kadang-kadang dikejar bayangbayang, perasaan dia mau apa namanya istilahnya, diancam orang...
(R1.W1.b.0005-0010.h.1)
...abang rasain tuduhan, curiga, kadang ada yang bisik-bisik di
telinganya,
suami kau disana sama orang naik sepeda, macammacam, sampe dibilangnya kau gigolo. Iya, macam-macam, pekerjaan
kau bukan jualan aja diluar sana.
(R1.W1.b.0013-0020.h.1)
Ya, kayakmana la ya, pokoknya abang terus dicurigai, dicemburui...
(R1.W1.b.0026-0028.h.1)

Setelah mengetahui istrinya menderita skizofrenia, tidak hanya terkejut


Iman juga merasa bingung, karena Iman sama sekali tidak tahu apa yang
menyebabkan istrinya sampai terguncang jiwanya. Setelah itu Iman tetap
memikirkan bagaimana caranya agar istrinya bisa kembali sehat.
...ya terkejut aja, orang pas abang ketemu kakak biasa-biasa aja, gak
ada
reaksi nampak gitu, udah pas abang punya anak satu itulah
ketauan, terkejut juga abang waktu itu, yang abang rasakan ya gitula,
kok sampe gini, abang kan gak tau asal usul dia sampe bisa stres, ya
gitula, abang terkejut pokoknya. Orang waktu lajang sama anak gadis
baik-baik aja, terkejut juga, kok bisa gini.
(R1.W2.b.0958-0969.h.24)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

...pas abang rasain ada perubahan sama dia, dia sakit, abang langsung
gini, langsung shock mendengarnya. Ya pernah ada pikiran kayakmana
ini kalo gini terus, tapi yah harus dihadapi, dicarila jalan keluarnya.
(R1.W2.b.0740-0745.h.17)
Iman sangat terkejut melihat Istrinya sudah tidak taat beribadah padahal
istri Iman sebelum menderita skizofrenia merupakan orang yang sangat taat
beribadah, ditambah lagi pendidikan terakhir istrinya dari pesantren.
Melihat situasi tersebut rasa curiga timbul pada diri Iman, ia berpikir
mungkin saja istri Iman taat beribadah sebelum menikah hanya untuk
menarik perhatiannya. Perubahan yang terjadi tersebut sampai membuat
Iman merasa heran sampai menimbulkan stres.
...Dulu sepengetahuan abang dia orangnya alim, sholatnya gak pernah
tinggal, kalau sekarang yang namanya sholat 5 kali satu hari gak pernah
dikerjakan. Lebaran aja gak pernah dikerjain, gak mau. Ilmu dia yang
dapat dari pesantren hilang semua...
(R1.W1.b.0058-0068.h.2)
Pas kakak berobah udahla tekejut juga abang. Lho dulu dia baek-baek
kok langsung
gini, gimana...tekejut juga abang, stres juga
ngadapinnya. Orang biasa sholatnya yang lima waktu dikerjakan terus
biasa sholat sunat lainnya pun kan dikerjakan juga. Tau-tau yang lima
waktunya sama sekali gak dikerjakan sekarang stres juga abang liatnya
kan. Kok gitu kali perubahannya, hampir 100 persen, apa yang terjadi,
gitula pikiran abang, tekejut juga abang.
(R1.W1.b.0082-0083.h.2-3)
Tekejut, kok lain ini abang pikir, perasaan abang apa memang betul dia
kayak gini dulu, atau memang o...sebelum, jadi dia mau sholat kayak
orang muslim lainnya, rajin ngerjakan ini, tau-tau udah jadi berubah.
Bertanya juga abang waktu pertama liat kayak gitu
(R1.W1.b.0113-0122.h.3)
Lho kok gitu dulukan sholatnya yang lima waktu rajin, mau ngaji juga,
suka ngaji juga kakak, mau juga, nyuruh anak-anakpun, eh..gak la
belum sampe ya, masi kecil. Nyuruh abangpun ngingatin sholat,
makanya abang tekejut kok bisa berubah, padahal dulu asal kami pigi
jalan-jalan ke kampung didengarnya suara adzan udah, berhenti kita
sholat dulu katanya, setau abang perubahannya total kali gitukan. Tapi

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

perasaan abang apa dulu dia pura-pura, soalnya abangkan belum kenal
betul dulu.
(R1.W1.b.0127-0144.h.3-4)
Perasaan heran semakin menggelayuti Iman ketika melihat istrinya
menggunakan benda-benda yang berlambang agama berbeda dari yang
mereka anut.
...dia punya cincin, kayak salib. Jadi kutanya la, kau sebetulnya agama
apa? Itu bukan urusanmu katanya, aku kan suamimu kok bukan
urusanku. Itu bukan urusanmu yang penting aku gak ada
hubungannya.
(R1.W2.b.1072-1078.h.27)
Heran betul abang, kok bisa gitu berobahnya, dulu dia agamanya kuat
kali, dari dulu sholatnya paten kali gak tinggal yang lima waktu,
sunatnya pun mau juga dikerjakan. Tau-tau ni terakhir-terakhir gak
dikerjakan, lama kelamaan make cincin salib pulakan.
(R1.W2.b.1131-1138.h.28)
Hmm...yang abang rasakan ya...bingung juga, bingung, soalnya selama
ini orangnya biasa-biasa aja, kok berobah, kapan dia ini, sama siapa dia
kok bisa gini...
(R1.W2.b.1151-1155.h.28-29)
Keraguan apakah istrinya benar menderita skizofrenia terkadang
muncul pada Iman apabila melihat perilaku istrinya yang suka meminta
uang. Setelah meminta uang istri Iman langsung menunjukkan perilaku
yang biasa lagi. Melihat perilaku istrinya tersebut Iman merasa ragu apakah
suatu saat nanti istrinya bisa sehat kembali akan tetapi melalui nasehat yang
disampaikan temannya Iman berusaha untuk menjalani situasi ini dengan
sabar. Walaupun berusaha untuk sabar perilaku istri Iman juga memancing

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

emosinya, Iman terkadang marah kepada istrinya yang mengancam meminta


uang terutama jika hasil dagangannya tidak banyak terjual.
Yang lainkan masalah duitla. Kakak suka ngancam, sini duit, udah
dikasi duit ilang itu. Curiganya ilang kalo dikasi duit, makanya kadang
abang mikir sakit atau gak ya, apa dibikin-bikin gitu. Kayak yang
dibikin-bikin.
(R1.W1.b.0169-0176.h.4)
...abang pikirkan ya...seumur hidup dia kok gini aja, kalo gini
gimanalaya, adanya perubahan? itu yang abang pikirkan. Kadang
harapan abang gak ada lagi, kadang, kadang ada kawan juga yang ngasi
nasehat, udala, anakmu udah besar-besar, manatau nanti berubah.
(R1.W1.b.0190-0199.h.5)
...abang rasain marah-marah terus, gitula. Kalo lagi enak pikiran diam
aja kasi. Tapi kalo udah melebihi target capek jugala. Namanya pun
jualankan. Stres juga kalo laku enak itu aja.
(R1.W1.b.0243-0249.h.6)
Pertengkaran demi pertengkaran muncul akibat seringnya istri Iman
meminta uang kepada Iman untuk tujuan yang tidak jelas. Tidak jarang
ketika bertengkar istri iman mengatakan bahwa Iman memiliki dendam
terhadapnya, hal ini menambah rasa kesal dan marah Pertengkaran yang
hampir terjadi setiap hari menyebabkan Iman merasa lelah dan tidak
sanggup menghadapi istrinya.
...kakak ini tiap hari bikin emosi, kadang kan, kayakmana la ya,
mancing-mancing aja kakak itu, pagi-pagi udah minta uang, padahal
entah untuk apa uangnya itu, tapi harus ada sama dia. Kadang kita kan
mau juga marah, orang pagi-pagi baru bangun di minta-minta uang,
ehm....kadang berantam juga di dengar sama tetangga pagi-pagi malu.
(R1.W2.b.0902-0913.h.21)
...ngomong yang aneh-aneh, siap itu sini dulu uang, sini duit katanya
kan, kalo disogok sama duit ngomong dia aneh-aneh tu hilang.
(R1.W2.b.1063-1066.h.27)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Asal minta uang pun udah abang bilang udahla kan udah dikasi tadi
pagi. Kalo gak abang kasi apa rupanya dendam kau sama aku, tiap
hari kau dendam, asal minta uang dendam, dendamkatanya. Apa
hubungannya dendamkan. Emang kalo ngomong uang ributla awakkan,
capek pula tiap hari.
(R1.W1.b.0346-0347.h.8)
Ck...emang abang sebetulnya...terang-terang ajala ya. Kadang abang
pun gak ada, udah habis kesabaran abang. Dendam katanya tiap hari,
asal dekat abang cari masalahla dia tu. Dicarinya dulu masalah, terus
baru minta uang dia. Udah kayak politik juga.
(R1.W1.b.0366-0375.h.8-9)
...Capek juga, kayakmana orang luar aja 5 menit ngomong sama dia
udah pusing, apalagi abang, tiap hari tiap detik.
(R1.W1.b.0376-0380.h.9)
Selain sering meminta uang perilaku istri Iman yang menyebabkan
Iman merasa terganggu adalah Istrinya sering lupa dimana ia meletakkan
barang-barangnya. Ia merasa kehilangan dan pada akhirnya menuduh Iman
ataupun anak-anaknya yang memindahkan barang-barangnya.
...sering kehilangan, iniku tadi tarok sini, tau-tau udah kesana, merasa
kehilanganla dia.
(R1.W1.b.0549-0551.h.12)
Suka apa namanya, sering kehilangan. Contohnya dia punya uang,
ditarok di atas meja, tertidur dia, bangun dia mana uangku, perasaan dia
orang mindahin uang dia. Padahal kurasa sakitnya itu. Yang kedua
contohnya dia punya HP, pulsanya katanya masih duapuluh ribu, aku
tidur gak ada kupegang-pegang HP ku, sama kalian nelpon-nelpon?
Kalian jelek-jelekkan namaku, kalian habiskan pulsaku. Padahal gak
ada yang megang HP dia...
(R1.W1.b.0275-0290.h.7)
Macam narok barang-barang itu udah ditaroknya lupa dia. Kayak
kunci kamar, ditaroknya disitu betul masi disitu...diambilnya balek,
taroknya di tempat lain terus kehilangan dia. Katanya orang kita
serumah yang ngerjai dia. Itula. Perasaan dia kalo narok sesuatu gak
sadar dia. A...makanya nuduh aja kerjanya.
(R1.W1.b.0466-0477.h.11)
Ini langsung nuduh, anak-anak semua kena dibikinnya...

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

(R1.W1.b.0301-0303.h.7)
Ia, katanya dipindahin anak-anaknya semua, kelen pindahin itu
katanya. Dia gak sadar, dia sendiri yang megang Hpnya itu, taroknya
sini. Katanya orang betiga itula yang narok Hpnya, padahal gak pernah
dipegang.
(R1.W1.b.0305-0312.h.7)
Walaupun sudah pernah dibuktikan bahwa barang yang dikatakan
istrinya hilang ternyata ada dan sudah jelas ia sendiri yang meletakkan
barang tersebut tetap saja istri Iman menuduh Iman dan anak-anaknya, ia
merasa mereka tidak menyukai dirinya dan dendam sehingga mengganggu
barang-barang miliknya.
Pernah hari itu ditaroknya dompet di mobil, o..udah dikuncinya makan
dia. Siap makan dia...ya...teringat dia, periksa dulu semua. Gak ada-gak
ada, kaunya itu katanya. Untuk apa kubuang dompetnya. Kubuang
pun dompetnya nanti minta uang
juga sama aku beli dompet.
Udah periksa dulu, nampaknya diam aja dia. Udah nampaknya tu
barang-barang itu, ha...kau tuduh-tuduh orang. Dijawabnya lagi
enggakla, emang kalian itu yang buat, udah terbukti. Gak sadar dia
ditaroknya disitu, pokoknya setiap perbuatan dia apa...ngerasa
kehilangan dia, gak merasa dia yang menarok barang-barangnya itu
disitu. Dia pikir orang aja yang ngerjain dia. untuk apala kalian
ngerjain aku,apa dendam kalian katanya.
(R1.W1.b.0312-0337.h.7-8)
Pertengkaran tidak hanya terjadi di dalam rumah, istri Iman juga pernah
membuat keributan di tempat umum yang membuat Iman sangat terganggu
dan malu. Di tempat umum pun istri Iman tidak bisa mengontrol emosinya
sampai ia menjerit di tengah keramaian karena merasa melihat Iman
berselingkuh dengan wanita lain di suatu tempat.
Yang paling menggangggu, dia suka malu-maluin abang di pasar,
abangkan jualan, dia nungguin, contohnya ngomongnya jerit-jerit,
kayak curiga ajala. Dia ketoko kadang tadi siapa tu yang kunampak
disana katanya, tadi kayak kau kutengok, padahal abang di toko aja,

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

perasaan dia abang disana sama cewek, yang paling menonjol itulah,
amarahnya gak bisa ditahan.
(R1.W2.b.0839-0850.h.19-20)
Pokoknya marah-marah aja...
(R1.W2.b.0857.h.20)

Malula, namanya juga dia kayak gitu didepan orang banyak, kesal
juga...
(R1.W2.b.0852-0850.h.20)
...ya
terganggula,
namanya
pun
dia
apa
ya..ngerasa
diganggu..pokoknya dikejar bayang-bayangla, takutnya abang kemana,
dituduhnya macam-macam kan, pokoknya stres juga ngadapin orang
stres.
(R1.W2.b.0865-0872.h.20)
Perasaan ya, kadang buntu...
(R1.W2.b.0874.h.20)
Perilaku istri Iman yang sulit diatasi adalah rasa curiga istrinya sangat
besar. Iman sampai tidak diizinkan untuk keluar rumah, bahkan untuk
melepaskan beban stresnya akibat pekerjaan serta mengurus rumah tangga
saja tidak bisa. Iman merasa bosan dengan kondisinya, akan tetapi Iman
menuruti kemauan istrinya agar ia tetap dirumah untuk menghindari
pertengkaran, sebab jika tidak dituruti istrinya akan menjadi marah dengan
mengucapkan kata-kata kasar hingga merusak barang-barang.
Kalo abang keluar ngomong sama kawan gak bisa, abangkan
istilahnya dipantau sama kakak, eceknya kalo keluar dari rumah bakal
bikin keributan. Abang setiap hari gak bisa nyalurkan ini...makanya
marah-marah. Adakan orang yang istrinya sakit dia keluar, a...pigi dia
entah resfreshing kemana-mana entah makan-makan, bekawanla
pokoknya sama dia. Pigi dia kerumah kawannya, o...pokoknya
mengeluarkan uneg-unegla. Kalo abang gak ada...
(R1.W1.b.0399-0415.h.9-10)
Hmm...mana bole abang keluar, sedangkan kalo misalnya abang beli
rokok kalo tau dia marah-marah dia itu. Hari apa itu ya...kalo gak salah

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

lima hari lebaran pas pulang dari kampung. Jadi dirumah kan gak ada
makanan. Kakak masi tidur, diam-diam pigi ke kedai. Abang belum
pulang masi disitu pesan lontong, datang dia. Dibilangnya kau diam
aja kau gak ada kau bilang-bilang sama akukatanya. Marah-marah
dia. Terus abang suruh tunggu dia biar sama pulangnya eh...dia malah
bilang kurang ajar kau. Abis itu langsung pulangla abang, sampe
kerumah...dibikinnya la gila-gilanya itu. Diberantakinnya rumah abis
itu pigi dia entah kerumah siapa. Abis itu nelpon dia, abang tanyala
kenapa marah-marah gak ada, gak usah urus-urus aku.
(R1.W1.b.0427-0453.h.10)
...sama siapa pula abang lampiaskan, gak ada pula kawan, eceknya
kalo ada kawan situ, pas duduk dia situ, awak pun dudukkan
ngomong... melampiaskan.
(R1.W3.b.1363-1367.h.34)
Abang mau cerita sama siapa gak bisa, kalo ngomong sama keluarga
abang di surveynya, Hp tiap hari dipegang, diliatnya kotak keluar,
panggilan masuk, panggilan keluar, diliatnya semua.
(R1.W3.b.1390-1395.h.34-35)
Perasaan abang ya...suntukla, siapa coba yang gak suntuk kalo di
rumah aja. Tapi ya...mau gimana lagi, daripada ngamuk dia...abang
juga yang susah
(R1.W1.b.0521-0526.h.12)
O...suntuk jugala pikiran, makanya ini aja tensi abang turun.
(R1.W3.b.1376-1377.h.34)
Mondar-mandir begitu istilah Iman terhadap perilaku istrinya yang
suka berjalan-jalan kemana saja tanpa tujuan yang jelas sangat mengganggu
Iman dan membuatnya merasa malu. Melihat perilaku istrinya Iman merasa
kasihan meskipun sesekali muncul pikiran tidak ada harapan untuk
kesembuhan istrinya.
...terus mondar-mandir...
(R1.W1.b.0458.h.12)
Apa...malula abang, kok ginila dia...pokoknya pikiran abang ada lagi
gak harapan, kadang-kadangkan, kan berobah-berobah juganya itu
pikiran, namanya kan istri, kasian juga...
(R1.W1.b.0555-0560.h.12-13)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Rasa khawatir menghampiri Iman apabila memikirkan anak-anaknya.


Anak-anaknya sudah mulai merasakan dampak dari perilaku ibunya, mereka
juga sudah bertanya mengenai kondisi ibunya. Mereka menyadari bahwa
ibunya tidak kunjung sembuh dan selalu menunjukkan perilaku yang
berbeda dari individu normal. Iman merasa malu karena istrinya belum
berubah sedangkan anak-anaknya sudah mulai mengerti perbedaan ibunya
dengan inidividu normal.
Otomatiskan kalo orangtuanya gak dihargai orang anaknya kena juga.
Stres, makanya yang pertamakan beranjak dewasa, udah perkembangan,
udah mulai bilang bikin malu aja mamak ini, kalo ada yang salah dia
ngomong langsung
(R1.W1.b.0587-0594.h.13)
O...setelah tau, ya nomor satu anak-anak nampak kayak gitu kayaknya
orang itu stres juga, ada yang bilang mamak bikin malu, bikin ini, malumaluin katanya, kapan berobahnya, perhatian orang itu agak kurang...
(R1.W2.b.0882-0888.h.21)
Ya abang merasa malu juga sama diri sendiri, anak udah ngomong gini
sementara mamaknya belum ada perubahan, kayakmana la nanti.
Kadang abang mikir gak sampe-sampe, belum lagi ada jalan keluar
untuk kayakmanala mau dibilang udah balek lagi dia bikin masalah
baru, gak tuntas-tuntas jadinya.
(R1.W1.b.0598-0609.h.13-14)
Ya kondisi anak-anakkan belum berpikir penuh, yang paling besar aja
udah merasa malu. O...kok gini-gini aja mamak dari dulu.
(R1.W1.b.0637-0641.h.14)
Iman juga menyadari bahwa istrinya tidak bisa mengurus anak-anak
mereka dengan baik akibat penyakit yang dideritanya. Kondisi ini membuat
Iman semakin lelah hingga tidak mengerti apa yang harus dilakukannya.
Iman tidak mengerti mengapa istrinya bisa mengatakan hal-hal yang tidak

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

mendidik, ia merasa malu mendengar perkataan istrinya kepada anak-anak


mereka.
Kadang abang berpikir, ditinggalkan nanti apa ada perubahan, ginigini aja kayakmana sampe tua, anakku mau juga stres nanti yang tiga
itu. Ha..liat situasi mamaknya. Orang kakak itu ngajari anaknya
pun...pokoknya kelakuan dia tu dinampakkan sama anaknya, gak pande
ngasi contoh yang baek sama anaknya, kayakmana dia...apa terangterang aja sama anaknya. Gak dia eceknya ngomong yang jelek pun gak
ada ditutupi, pokoknya gak ada apala sikitya, jangan terlalu apala
ngomongnya sama anaknya. Contohnya laya, kalo kita sama anakanakkan jangan terlalu apa, buang angin gitukan, sebagai orangtua
keluar dulu, nanti dicontohnya pula. Kayak istilah itu guru kencing
berdiri murid kencing berlari. Takutnya gitu nanti. Pokoknya kakak itu
gak pande kasi contoh yang baik.
(R1.W1.b.0207-0235.h.5-6)
...kan anak-anak mau sholat, dibilangnya kalo gak bisa gak usah sholat
katanya. Puasa pun gitu, namanya pun anak kecil, ada yang minta
batalkan puasa udahla kalo gak bisa ko batalkan aja, gak usah kasi tau
ayah, diam aja. Datang anak abang ini, yah namanya pun anak-anak
kan, main-main aja masi sanggupnya dia puasa, datang mamaknya
dibilangnya pula mak aku sakit perut minta batalkan aja. udah
batalkan aja gampang aja tu mamaknya yang ngomong itu batalkan
aja, padahal anaknya inikan itu, masi sanggup.
(R1.W2.b.0930-09546.h.22)
Lho...kok gak malu dia ngomong kayak gitu, pikiran diakan udah
becabang juga...
(R1.W2.b.0974-0976.h.22)
Perasaan abang malu juga...pokoknya, perasaan susahla, malula,
terutama malu...
(R1.W2.b.0892-0894.h.23)
gak pande pulanya dia. Capekla abang.
(R1.W1.b.0239-0240.h.6)
Iman kadang sempat berpikir untuk mengakhiri pernikahannya dengan
istrinya. Perasaan yang tidak karuan dan kesal menambah beban pikirannya.
Skizofrenia yang dialami istrinya sudah hampir delapan tahun, tetapi Iman
tidak menemukan perubahan yang mengarah kepada kesembuhan. Iman

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

sampai sekarang tidak memutuskan untuk berpisah karena anak-anaknya.


Iman berpikir bahwa anak-anaknya masih membutuhkan keluarga yang
lengkap. Iman menyadari bahwa sosok orangtua sangat diperlukan dalam
perkembangan anaknya yang masih belum dewasa.
Perasaan ya, kadang buntu, kayak ginila sampe tua, diteruskan apa
enggak, gitu aja abang, kadang berpikir gitu, tapi anak-anak kan masi
kecil, kalau kayak gitu gak dapat contoh yang baik, kayakmana masa
depan orang itu.
(R1.W2.b.0874-0880.h.20)
Kadang bolak-balik aja pikiran, namanya pun menghadapi masalah
besar kayak gini, kadang pikiran abang hari ini dia baik di syukurkan,
besok lagi kayak gitu, kayakmanala ini, apa belanjut sampe tua...
(R1.W2.0985-0991.h.25)
Kacau, suntuk, bikin sakit kepala. Kadang kayak manala ini.
(R1.W2.b.1044-1045.h.26)
Iman sudah membawa istrinya ke dokter spesialis jiwa untuk
melakukan pengobatan medis. Meskipun begitu masalah baru tetap muncul.
Kali ini istri Iman tidak mau memakan obatnya sesuai dengan dosis yang
diberikan dokter, ia mengurangi dosis obatnya sehingga sepertinya obat
tersebut tidak terlalu mengubah perilaku istrinya.
A...disuruh makan obat pun bandel kali. Orang aturan dokter obatnya 1
biji dipotongnya pula jadi setengah, dia gak mau itu apa, pokoknya
suka-suka dia.
(R1.W3.b.1792-1796.h.43)
Itula gak bisa dia bepikir penuh satu hari gara-gara dia gak mau
ngikutin peraturan dokter, coba kalo dari dulu masi ada harapan, tapi
gak mau.
(R1.W1.b.0688-0673.h.15)
...abang merasa, nanti kalo gak minum obat dia gimana...apa gak
kumat penyakitnya...gitu aja abang pikirkan.
(R1.W3.b.1810-1814.h.43)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Iman tetap berusaha untuk mengawasi istrinya memakan obat secara


teratur dan tepat tetapi pekerjaannya membuat ia tidak bisa selalu
mengawasi. Iman menjadi kesal dan meluapkan emosinya jika istrinya
mengatakan tidak mau dianggap seperti anak kecil karena harus diawasi
ketika memakan obat padahal Iman sudah bersusah payah menasehatinya
agar mau memakan obat sesuai dengan aturan dokter.
Dipaksa kau pikir anak-anak katanya. Dulukan abang aja yang kasi
obat, sekarang obatnya dibawa-bawa kemana-mana disimpannya, gak
tau... pokoknya habis obatnya dibilangnya. Ngomong aja, dia gak tau
memang...kadang abang palak juga. kau ngomong obatmu habis tapi
aku gak tau entah dimakan entah enggak. Abangkan cari duit gak
bisala tiap hari survei, jam 10 keatas udah pergi, jam 6 baru pulang.
Pokoknya serba salah, suka-suka dia. Obatnya dibawa-bawa kalo
ditarok katanya diganti-ganti orang obatnya. Dimakannya obatnya ada
sakit kepalanya ah udah kau ganti ni obatnya, bukan dari dokter
curiga dia.
(R1.W1.b.h.)
kadang ntah diminum gak tau juga. Ditanya udah diminum, udah, itu
bukan urusan kau katanya...
(R1.W1.b.0037-0040.h.2)
Kalo diawasin kok kau pula yang lebih pintar dari aku, aku yang sakit
kok kau yang sok tau katanya...
(R1.W1.b.0042-0045.h.2)
Emosi juga, namanya pun udah capek ngomong yang baek ngingatkan
yang baek biar mau dia.
(R1.W1.b.711-714.h.16)
Selama merawat istrinya masalah keuangan juga dihadapi Iman. Biaya
pengobatan istrinya setiap bulan tidaklah murah. Masalah pengeluaran ini
membuat Iman merasa terbebani karena selain itu pengeluaran juga
dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, dan uang sekolah anak.
O...yang muncul, jelasla masalah obat, masalah uang, uang berobat, ya
namanya kan kita, kita sebagai suami yang nyari, yang muncul

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

itula...kadang abang berpikir lho ini duit berobat dia bulan depan
darimana, itula pikiran abang kadang.
(R1.W3.b.1515-1522.h.37)
...abang pikirkan ya cemana caranya supaya uang berobatnya tetap
ada.
(R1.W3.b.1588-1590.h.38-39)
...ya...susah juga...biaya kan banyak, enggak itu aja, anak-anak
sekolah juga...
(R1.W3.b.1593-1595.h.39)
...kadang stres juga abang, tiap bulan keluar uang berobat...
(R1.W1.b.0035-00327.h.1-2)
Iman tidak memiliki orang lain yang membantu di rumahnya sebab
tidak ada pekerja rumah tangga yang bertahan di rumahnya karena harus
menghadapi perilaku istrinya. Akibatnya, saat ini Iman harus mengerjakan
aktifitas rumah tangga seperti memasak karena istri Iman pernah
menggunakan pisau dapur untuk melukai dirinya. Kemudian Iman juga
harus mengurus keperluan istrinya yang tidak bisa mengurus dirinya sendiri
lagi sebab jika istrinya merasa lelah baik fisik maupun pikiran maka emosi
istrinya akan semakin tidak terkontrol.
Ia...yang nyuci ya ada yang nyucikan, abang masakla, jualan.
Pokoknya kakak itu gak ada kerjaannya di rumah, ngurus dirinya
sendiri pun gak bisa, mau mandi gak ada baju ngomong, gitu aja, dia
gak mikir yang berat-berat, gak boleh...kakak itu kalo ngomong,
misalnya dia tidur jam 9 malam, bangunnya abang liat harus jam 11,
setengah hari dia gak boleh berpikir, setengah hari aja yang boleh, kalo
bepikir dia satu hari penuh...sorenya udah geger otaknya tu.
(R1.W1.b.644-660.h.14)
Gampang emosi, asal ngomong orang di luar salah sikit aja udah
emosi dia.
(R1.W1.b.0662-0664.h.15)
Enggak, ya semenjak dia sakit, soalnya pernah waktu itu dia masak,
terus hampir mau dipotongnya tangannya, apanya itu nadinya itu.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Semenjak itu gak kukasi lagi, benda-benda tajam kayak piso, gunting,
kusimpanla, silap awak di buatnya pula lagi.
(R1.W2.b.0786-0793.h.18)
Penambahan tugas Iman sebagai suami yang bertambah semenjak
istrinya sakit. Mengharuskan Iman menjalankan dua tanggung jawab
sekaligus yaitu sebagai kepala rumah tangga dan juga ibu rumah tangga
sebab istrinya tidak mengerjakan pekerjaan rumah tangga lagi. Penambahan
tugas ini membuat iman merasa kesulitan karena harus membagi waktu dan
pikirannya antara pekerjaan dan istrinya. Masalah ini menyebabkan Iman
setiap harus memikirkan bagaimana carany agar bisa menyelesaikan semua
masalah yang ia hadapi.
Aku yang kepala rumah tangga, aku ibu rumah tangga, dua-dua abang,
kanan kiri.
(R1.W1.b.0624-0627.h.14)
...serba salah juga kadang bagi waktunya...
(R1.W3.b.1482-1483.h.36)
...perasaan abang merasa bertanggung jawab juga, oh...kalo gak saya
kerjakan siapa lagi, anakku gak mungkin, masi sekolah...
(R1.W3.b.1491-1495.h.37)
...peran abangkan...banyak tanggung jawab jugala. Tanggung
jawabnya itula...cari uang, biar ada yang nyekolahkan anak, cari uang
berobat juga tiap bulan. Ya abangla semua, kanan kirinya abangla.
(R1.W3.b.1686-1691.h.40-41)
Perasaan abang merasa capek, capek, apa...pikiran pun kadang sekalisekalikan buntu juga...capekla, abang kadang mikir gini-gini ajala
sampe tua, kayakmanala ini..., apa sampe ini nanti,
apa...maksudnya...perubahan dia sampe tua atau ada lagi harapan, gitu
aja, mikiiir aja tiap hari.
(R1.W3.b.1694-1702.h.41)
Abang gak tahan, abangkan kerjanya banyak, anak, cari makan lagi,
ngurus dia lagi yang penyakitan, mikirkan obat dia lagi, pokoknya
banyakla.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

(R1.W3.b.1721-1725.h.41)
Kadang abang sikit aja dapat solusinya udah senang...
(R1.W3.b.1792-1731.h.41)

d. Coping Stres
Iman menyatakan bahwa ia mengalami stres semenjak istrinya
menunjukkan berbagai perubahan perilaku. Sebagai seorang suami Iman
harus menjadi kepala keluarga yang bisa mengatasi semua masalah-masalah
yang dihadapinya. Iman melakukan berbagai usaha coping untuk mengatur
keadaan emosinya dan mengatasi masalah yang sedang ia hadapi.
Melihat perilaku yang tidak biasa yang ditunjukkan oleh istri Iman,
Iman menyadari bahwa istrinya tidak dalam kondisi sehat. Maka Iman
membawa istrinya untuk berobat ke dokter spesialis jiwa. Tidak hanya
sampai disitu usaha yang dilakukan Iman, ia juga bertanya kepada keluarga
istrinya apa yang menyebabkan istrinya sampai sakit.
...semenjak abang tau langsung apala, bawa berobat juga, nanyananya keluarga kayakmana dia kok bisa gitu.
(R1.W2.b.0970-0973.h.24-25)
...dibawa juganya berobat, sekali sebulan berobat.
(R1.W1.b.32-33.h.1)
Melihat perubahan istrinya yang pada awalnya sehat menjadi sakit,
berbagai macam perasaan dirasakan Iman. Perasaan lelah muncul meskipun
ia selalu berusaha untuk mengobati istrinya.
Sekarang karena udah capek menghadapi yang kayak gitu didiamkan
aja, tapi yang namanya berusaha jalan terus, terus menerus berobat
perbulan. Kadang yah kayakmana, kadang ada capeknya, kadang udah
diamkan aja.
(R1.W2.b.0727-0733.h.17)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Perubahan perilaku yang terus terjadi pada awalnya membuat Iman


terkejut, lama kelamaan Iman mulai memikirkan bagaimana keadaan
keluarganya di masa yang akan datang sehingga ia terus terpacu untuk
mengatasi masalah yang sedang dihadapinya disertai dengan doa kepada
Tuhan.
...Kalau dia lagi baik abang pun tenang berpikir, kalo lagi apa gitu yah
buntula, suntuk. Kalo lagi aneh-aneh orang bilang tenangkan aja, gak
juga, orang sakitnya pun di depan kita. Gimana ada tenangnya, tiap hari
di depan kita setiap detik, setiap menit, tapi kalau harapan itu terus ada,
kapan sembuhnya pokoknya Allah yang ngatur, yang penting kita terus
berusaha dan berdoa, itu aja, gak ada ininya, gak ada capeknya
berusaha...
(R1.W2.b.0747-0760.h.17-18)
Salah satu sumber stres Iman adalah melihat istrinya yang tidak mau
beribadah lagi. Melihat kondisi tersebut Iman segera membawa istrinya ke
pengobatan alternatif. Selain itu Iman juga berusaha menasehati istrinya
agar tetap mau beribadah, jika istrinya tidak mau beribadah maka Iman akan
menempuh cara lain yaitu dengan memarahi istrinya.
Disitula abang dulu langsung bawa berobat, kesana kemari, ke bawa
ustadzla macam-macamla usahakan, itu aja...
(R1.W1.b.99-103.h.3)
...kadang-kadang kubilang gak malu kau, sholat, daripada mondar
mandir, sholat kau nanti yang bikin aneh udah hilang itu, pikiran yang
aneh-aneh udah ilang itu.
(R1.W2.b.1197-1210.h.29-30)
Pada saat istrinya menggunakan benda-benda yang berlambang agama
yang bukan mereka anut iman segera membuangnya apabila melihat benda
tersebut terletak sembarangan. Tidak jarang Iman meminta agar istrinya
membuang benda tersebut. Sesekali istrinya mau menuruti permintaannya

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

walaupun berbohong, akan tetapi di lain waktu ia bisa menolaknya secara


kasar.
Kadang teletak disitu abang ambil udah abang buang ke paret,
dibuang tong sampah, digantinya lagi.
(R1.W2.b.1161-1164.h.29)
...ngomong aja, yang abang lakukan asal nampak cincinnya dibuang,
biar dia gak ingat lagi makenya kan.
(R1.W2.1190-1193.h.29)
...asal mau pigi mau dipakenya kan abang bilang hari itu janji kita
berobat, pake itu bertentangan itu pake cincin itu sama yang dikasi
ustadz abang bilang gitu. ia-ia, terus dibukanya, bukanya pun
kebelakang terus disimpan, nanti satu jam entah berapa menit lagi itu
dipakenya lagi, udah abang diamkan dipakenya lagi, abang suruh lagi
buka, mau juga dia bukanya, kadang dibilangnya itu bukan
urusanmu.
(R1.W2.b.1197-1210.h.29-30)
Perilaku istri Iman yang lain yang menimbulkan stres bagi dirinya
adalah meminta uang. Untuk menghadapi situasi ini, Iman membutuhkan
kesabaran yang lebih, terkadang Iman ia memarahi istrinya tetapi suatu
waktu ia tetap memberikan uang yang diminta istrinya selama tidak
berlebihan. Walaupun menuruti permintaan istrinya Iman tetap memberikan
nasehat serta mengingatkan bahwa mereka mempunyai anak yang
membutuhkan banyak biaya sehingga sebaiknya istrinya bisa berhemat.
Pokoknya abang sabar ajalah, kadang-kadang kalo gak tahan emosi
juga. Nampak abang anak-anak, punya anak tiga kayak manala.
Namanya pun berkeluarga kalo udah punya anak sabar ajala udah...
(R1.W1.b.0179-0186.h.4)
Hmm...abang lakukan, yah kadang kalo lagi apa abang kasi, yah
kadang abang nasehati...abang nasehatila. Anaknya juga perlu sekolah
udah besar, masak terus lagi minta-minta uang, kan kakak itu kalo
minta uang gak mikir darimana datang, pokoknya minta aja, yang perlu
berisi dompetnya, gak tau darimana isi dompetnya yang penting berisi.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Gak ngerti dia itu darimana anakku sekolah, berobatku udah berapa,
gak ada itu, yang penting awak senang. Pikir gitu aja dia.
(R1.W1.b.0252-0286.h.6)
Apabila Iman sedang merasa lelah menghadapi istrinya yang selalu
curiga, Iman lebih memilih untuk tidur ataupun menonton TV untuk
menghindari istrinya.
...tapi kadang abang nasehatin, kalo abang capek abang diamkan aja.
Atau nonton TVla, abang lari kesitu juga kadang.
(R1.W1.b.0395-0399.h.9)
...mendingan ambil apa TV, nonton TV...
(R1.W1.b.0424-0425.h.10)
Kadang-kadang abang diamkan aja, abang diamkan aja kadang
(R1.W1.b.0361-0363.h.8)
Kadang abang diamkan aja, tidur abang.
(R1.W1.b.0375-0376.h.9)
Melihat istrinya yang suka merasa kehilangan akan barang-barangnya
Iman selalu menasehati istrinya agar mencari terlebih dahulu dengan pikiran
yang tenang sehingga ia tidak langsung menuduh orang lain.
Ya abang bilang cari dulu, jangan mau dipermainkan ini, udah. Kalo
kita duduk aja, tenangkan pikiran, ingat-ingat dimana tempatnya,
jangan asal nuduh, abang bilangla gitu.
(R1.W1.b.0296-303.h.7)
Pertengkaran yang terjadi didalam rumah terkadang diatasi Iman
dengan membantah kata-kata istrinya atau menasehatinya. Pertengkaran
yang terjadi di luar rumah tidak akan ditanggapi Iman dengan cara yang
sama, ia lebih memilih diam.
...karena di depan umum abang diamkan aja, abang malu aja,
namanya pun disitu, daripada berantam terus lebih baik abang
diamkan.
(R1.W2.b.0858-0862.h.20)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Rasa curiga berlebihan dari istrinya yang membuat Iman tidak bisa
keluar rumah menyebabkan Iman hanya bisa bertukar pikiran dan berbagi
cerita mengenai situasinya dengan orang yang diperkerjakannya. Iman
memendam masalah yang dihadapinya sendiri karena ia tidak mau
membawa masalah keluar rumah yang menurutnya hanya akan membawa
masalah baru.
...bikin brantem abang diamkan aja, udah, itula cara abang
penyelesaiannya, mau keluar pun abang gak bisa, liat kawan-kawan
abang ada masalah keluar, pigi makan-makan dia entah jojing gitu, apa,
abang mana bisa kayak gitu. Dipasar aja kawan abang banyak yang
ngomong kau kalo ada masalah kau diamkan aja dirumah.
(R1.W3.b.1400-1409.h.35)
Abang gak pala ini kalo dirumah gak pala ngomong sama orang, udah
diamkan aja, gak suka tidur, paling sama kawan abang yang kerja di
toko sakit kali kepalaku tadi gini-gini itu aja.
(R1.W3.b.1411-1416.h35)
Anak-anak Iman yang sudah mulai kritis menanggapi situasi ibunya
mulai menunjukkan sikap seolah-olah tidak menghargai ibu mereka sebab
mereka merasa ibunya sering mengatakan atau melakukan tindakan yang
berbeda dari individu sehat.
...abang kasitaula yang namanya orang tua harus dihargai, sekarang
kan lagi sakit, jadi ya maklum la..harus tetapla kalian hargain, gak
usah dimasukkan dalam hati.
(R1.W2.b.0891-0895.h.21)
Berbagai nasehat selalu disampaikan Iman agar istrinya mau berubah
baik dari cara berbicara maupun perilakunya. Hal ini dilakukan Iman karena
memikirkan anak-anaknya yang sudah semakin dewasa dan tidak mau hidup
mereka menjadi terganggu karena ejekan orang mengenai ibu mereka.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Pertengkaran juga bisa timbul karena usaha Iman untuk menasehati istrinya.
Pertengkaran yang muncul diatasi Iman dengan mencoba mendiamkan atau
membantah perkataan istrinya jika sudah dianggapnya melewati batas.
Abang bilang aja o...janganla kayak gitu udah, malula itu anaknya
udah besar, nanti kata orang oh mamakmu tu mondar-mandir tu stres
jugala. Yang pertamakan udah mau dewasa, nanti kata orang
mamakmu tu ada gila-gilanya, gak malu kau? abang bilang gitu,
dijawabnya itu bukan urusan orang.
(R1.W1.b.0571-0581.h.13)
Kadang mau juga berantam gara-gara ngomong kayak gitu, abang
diamkan aja. Hmm...kadang kalo udah kelewat batas dia ngomongnya
sama abang, mau juga berantam...
(R1.W2.b.0918-0924.h.23)
Suruh diam, udah suaranya kecilkan dulu nanti kedengaran sama
tetangga gitu abang, abang terus menerus apa, gak ada capeknya,
ngomong yang baek ajakan, biar dia sadar kalo aku ngomong kayak
gini berarti salah.
(R1.W2.b.0904-0910.h.23)
Usaha yang dilakukan Iman dalam mengatasi berbagai perilaku istrinya
tidak hanya sampai menasehati istri dan juga anaknya. Terlebih lagi istri
Iman juga tidak mau memakan obat sesuai aturan dokter sehingga ia marah
kepada istrinya yang dianggapnya bisa mengurangi tingkat stresnya.
Berserah diri kepada Tuhan adalah cara yang paling efektif bagi Iman agar
diberikan kesabaran untuk menghadapi perilaku istrinya tersebut.
...kan ngomong juga, kau kalo amarahmu gak bisa dikendalikan ambil
wudhu biarpun gak sholat wudhu itu gak papa, menenangkan pikiran
itu...jadi pikiran kita jernih.
(R1.W3.b.1829-1843.h.43)
...kadang abang marah juga, namanya emosi, kalo gak dilampiaskan
apa juga, pening juga kepala. Kadang sabar sholat jadinya, berdoa.
Namanya menghadapi kayak gitu harus sabar juga, banyak sabar...
(R1.W1.b.0045-0052.h.2)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Sedangkan untuk mengatasi masalah penambahan biaya pengeluaran


untuk pengobatan istrinya, Iman berusaha untuk bisa mendapatkan
keuntungan yang banyak dari usahanya.
...ya...abangkan jualan, itula...usahala supaya bisa banyak laku...
(R1.W3.b.1600-1602.h.39)
Sebagai suami yang merawat istrinya yang sedang sakit Iman mengurus
semua keperluan istrinya, ia mengatur waktunya antara pekerjaan dan
urusan rumah tangga. Meskipun merasa kesulitan Iman tetap menjalani
kehidupannya saat ini dengan selalu mengikuti keinginan istrinya yang ingin
Iman lebih banyak di rumah. Iman menurutinya karena tidak ingin melihat
istrinya marah yang pada akhirnya akan memicu pertengkaran.
Hm..kalau merawat dia ya kayak orang biasa, masalah makanan, ya
terpaksala abang yang masak, kami gak ada pembantu, masak seadanya
aja. Kalau abang kepasar kan kakak masi tidur, yah pengaruh obat itu,
jadi lama-lama dia bangun. Jam sembilan abang ke pasar, tapi
kubangunkan juga dia. Tapi yang lain yah kubuat biasa aja kayak orang
waras. Kalo masalah obat ya dikasi tepat waktunya, obatnya tiga kali
sehari, pagi di suruh minum obat, kadang-kadang ia, tapi kan abang
kerjanya diluar, jadi ya lewat telpon aja. Gak tau betul atau enggak, tapi
pas waktunya diingatkan, ya diperhatikanlah tiap hari.
(R1.W2.b.0763-0781.h.18)
...memang abang jualan udah agak sepikan, ha...yang kerjala yang
buka duluan, abang di rumah, jam 12 abis zuhur abang kesana, itu
ajala.
(R1.W3.b.1434-1438.h.35)
Kalo curiga dia sama orang yang kerja di toko pergi, jadi abang
ngikutin arus dia aja, hmm...kadang-kadang mau ngikutin arus dia,
kadang-kadang abang bantah juga, abang pun sebetulnya kalo masalah
marah itu enggak pemarah, tapi kalo udah kelewat batas, daripada
apa...tengkuk abang yang sakit, marah aja, keluarkan suara...
(R1.W3.b.1450-1460.h.36)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Ketenangan dalam menghadapi semua sumber stresnya didapat Iman


melalui beribadah. Ia selalu berdoa kepada Tuhan agar diberi kesembuhan
bagi istrinya.
...tuhan ajalah yang ngapain, yang pokoknya abang terus berharap
mana tau ada kesembuhan dikasi Tuhan menerangkan hatinya,
bersihkan hatinya, itu aja pikiran abang, doa abangpun gitu juganya...
(R1.W3)
Kadang abang berdoa juga, kalo emang gak ada perobahan kasi aja
yang terbaik.
(R1.W3.b.1703-1705.h.41)
Yang abang lakukan ya sholat aja...
(R1.W3.b.1737.h.41)
...diam aja paling sholat. Udah berapa bulan ini abang ambil Al-Quran
abang baca, itu aja.
(R1.W1.b.415-418.h.10)
Selain itu bekerja adalah salah satu cara Iman untuk mengalihkan
pikirannya dari situasi stres yang disebabkan oleh penyakit istrinya.
Bertemu dengan teman-teman sambil bersenda gurau mengurangi tingkat
stres yang dirasakan Iman.
...jualan, udah sampe sana kawan ngomong yang enak bikin abang
ketawa udah senang.
(R1.W2.b.1038-1041.h.26)
Iman juga menerima dukungan moril dari keluarga dan orangtuanya,
dukungan tersebut membuat Iman menyadari bahwa dirinya merupakan
individu yang beruntung dibandingkan individu lain yang mungkin saja
menghadapi masalah yang lebih sulit daripada yang sedang ia hadapi.
...cukup satu orang yang terpercaya itu aja, kadang sama anggota
abang yang jualan, diakan orangnya pendiam, mendengarkan aja kalo
dia orangnya. Kalo sama kawan abang, abang cerita dia kasi

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

pandangan, nasehat e anakmu udah besar-besar kasian jugala, udah


sabar-sabar aja, nanti udah tua kau ada hikmahnya.
(R1.W3.b.1751-1760.h.42)
...kadang-kadang cerita sama kawan tapi gak pala semua orang la
ya...yang tertentu, yang terpecaya, udah abang lampiaskan aja sekalisekali, gini-ginikan, diakan kasi pandangan juga sama kita, jadi longgar
pikiran kita. udah o...berarti bukan aku aja yang ngerasai, masi
banyak yang lain, kitakan mandang kebawah aja, jangan keatas itu
aja.
(R1.W3.b.1773-1778.h.42)
Ya suruh sabar aja, orang tu maklum aja, cuman karena udah
berkeluargaya
bantu solusi ya gak, Cuma suruh sabar aja...
(R1.W2.b.0891-0895.h.21)
...orang itu bilang gini, bersyukur ajala bang, sabar hadapin
semuanya.
(R1.W2.b.0916-0918.h.21)
Usaha-usaha medis telah banyak dilakukan Iman untuk menyembuhkan
istrinya. Iman membawa istrinya ke dokter spesialis jiwa serta sering
menasehati istrinya jika menunjukkan perilaku yang tidak baik. Usaha Iman
pun disertainya dengan doa kepada Tuhan agar istrinya diberi kesembuhan.
Ya abang bawa berobatla, bawa berobat ke dokter spesialis jiwa juga,
ke ustadz-ustadz, ya nanya-nanya inila, suruh sholat, terus, itu aja...
(R1.W2.0931-0935.h.24)
...bawa berobatkan, ke ustadz juga, kasi penerangan kayakmana, biar
dia sadar penyakit dia kayak gini, a...biar penyakitnya a...aku gini garagara ini, biar tau dia, periksa diri sendirila dulu, asal-usul penyakitnya
tu darimana, inila abang kasi juga penyuluhan...
(R1.W3.1608-1615.h.39)
...pokoknya abang terus berharap mana tau ada kesembuhan dikasi
Tuhan menerangkan hatinya, bersihkan hatinya...
(R1.W3.b.1474-1478.h.36)
...namanya pun berobat kalo gak ada berusaha gak ada sembuhnya
juga, berobat dulula baru berdoa.
(R1.W2.b.0947-0950.h.24)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

2.

Responden II

a.

Hasil Observasi

(1) Wawancara I
Azis adalah seorang pria berkulit putih yang memiliki tinggi 160 cm
dengan berat badan sekitar 63 kg. Ia memiliki janggut di dagunya. Proses
perkenalan peneliti dengan Azis tidak begitu lama yaitu sekitar dua minggu.
Peneliti mengenal Azis di rumah sakit jiwa negeri ketika Azis sedang
menemani istrinya yang sedang kontrol ulang. Azis dengan senang hati
untuk membantu peneliti dan setuju untuk melakukan wawancara.
Wawancara pertama dilakukan di rumah Azis. Rumah azis terletak di
sebuah jalan kecil yang kira-kira terletak 500 meter dari jalan besar dan
bersebelahan dengan mesjid. Pagar rumah Azis bersatu dengan pagar
mesjid. Rumah Azis bertingkat dua dengan dua buah kamar tidur, satu
kamar di lantai bawah dan satu di lantai atas. Terdapat sebuah ruang tamu,
satu kamar mandi, dan sebuah dapur. Di lantai atas hanya ada kamar Azis
dan istrinya serta gudang.
Ketika

peneliti mengunjungi rumah

Azis

orang-orang sedang

melaksanakan shalat jumat di mesjid tersebut. Sesampainya peneliti di


rumah Azis disambut oleh istri Azis karena Azis sedang melaksanakan
shalat jumat di mesjid yang bersebelahan dengan rumahnya. Istri Azis
menyambut dengan ramah dan mempersilahkan peneliti duduk di ruang
tamu rumah Azis.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Rumah Azis terlihat sepi. Tidak ada orang lain yang berada di ruang
tamu selain peneliti dan istri Azis. Peneliti dan istri Azis duduk di ruang
tamu dengan beralaskan tikar. Istri azis menyuguhi peneliti dengan
minuman berupa teh manis dan biskuit. Terdapat sebuah sepeda motor di
dalam rumah, yang letaknya tidak jauh dari pintu masuk. Di sebelah kanan
rumah terdapat sebuah mesin jahit, meja makanan, dan kulkas, sedangkan di
bagian kiri rumah terdapat lemari yang berisi dengan obat-obatan. 4 meter
dari hadapan peneliti terdapat mimbar mesjid yang terbuat dari kayu,
disamping kiri mimbar tersebut terdapat sebuah kamar mandi. Di samping
kanan mimbar terdapat tumpukan tikar dan diatasnya diletakkan sebuah
helm.
Pukul 13.30 Azis telah selesai shalat jumat dan masuk kerumah. Ia
mengucapkan salam dan dijawab oleh istri Azis dan peneliti. Ia tidak
langsung mendatangi tempat dimana peneliti dan istri Azis duduk. Setelah 5
menit Azis baru menyapa peneliti. Saat itu Azis menggunakan kemeja
berwarna coklat muda dan sarung berwarna biru yang bermotif kotak-kotak.
Azis juga mengenakan peci di kepalanya layaknya seperti orang yang
sehabis shalat jumat.
Wawancara dilakukan di ruang tamu Azis, istri Azis berada di sebelah
Azis selama wawancara berlangsung. Sesekali istri Azis kebelakang, kadang
ia mengambil telepon genggamnya. Wawancara yang berlangsung selama
satu jam tiga puluh menit itu berjalan dengan lancar. Azis menjawab
pertanyaan peneliti dengan mudah dan lancar. Ia tidak menemukan kesulitan

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

untuk menjawab pertanyaan yang di ajukan peneliti. Dari awal hingga akhir
wawancara posisi duduk Azis bersila, sesekali Azis memegang kakinya.
Dalam menjawab pertanyaan Azis selalu menggerakkan tangannya ketika
menjelaskan jawabannya. Ia selalu tersenyum ketika diberikan pertanyaan,
tidak jarang ia tertawa ketika menceritakan sesuatu yang dianggapnya lucu.
Ia sering menceritakan lelucon-lelucon yang membuat peneliti dan istri Azis
tertawa.
Wawancara sempat terhenti ketika kakek Azis keluar dari kamar dan
menanyakan siapa yang datang. Azis pun menjawab bahwa yang datang
adalah teman istrinya. Dua puluh menit sebelum wawancara selesai istri
Azis mengangkat telepon sehingga wawancara berhenti. Ia memberi tahu
Azis bahwa yang menelepon adalah temannya.
Pukul 15.00 wawancara selesai karena Azis memiliki aktifitas lain yang
harus dikerjakan. Peneliti berpamitan dengan Azis dan istrinya dan
mengatakan ketika akan datang lagi akan memberitahu mereka terlebih
dahulu.
(2) Wawancara II
Wawancara kedua peneliti dengan Azis tetap dilakukan di rumah Azis.
Wawancara kedua ini dimulai pukul 13.25 WIB tepat setelah Azis selesai
melaksanakan sholat jumat. Azis memakai baju muslim pria berwarna putih
dipadukan dengan sarung yang bermotif kotak-kotak dengan warna merah
dan kuning, serta Azis juga mengenakan peci berwarna hitam. Wawancara
tetap dilakukan di ruang tamu Azis, kondisi rumah Azis tidak berubah,

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

hanya saja kali ini posisi tikar untuk duduk tidak diletakkan di dekat pintu
depan tetapi bergeser ke tengah ruangan.
Sebelum memulai wawancara peneliti bercerita sedikit dengan
responden dan istrinya, lima menit kemudian wawancara dimulai. Pada saat
wawancara posisi duduk Azis dan peneliti berhadap-hadapan, sedangkan
istri Azis disebelah Azis. Azis duduk bersila selama wawancara, ia sering
memegang jari-jari kakinya ketika wawancara. Ekspresi wajah Azis serius
dalam menjawab pertanyaan, ia menjawab pertanyaan peneliti dengan
sangat jelas. Posisi duduk Azis setelah dua puluh menit wawancara agak
mundur kebelakang sambil menyandarkan tangan ke lantai tetapi hal ini
tidak menjadi masalah, Azis tetap menjawab pertanyaan yang diajukan
peneliti dengan santai dan berusaha menjelaskan selengkap mungkin.
Tidak ada hal yang begitu mengganggu selama wawancara, akan tetapi
setelah wawancara berlangsung selama satu jam kucing keluarga Azis
muncul dan mendekati Azis, ia mengganggu Azis sehingga wawancara
sempat terhenti selama beberapa menit. Wawancara yang berlangsung
selama kurang lebih satu jam ini berjalan cukup lancar.
(3) Wawancara III
Seperti wawancara sebelumnya, wawancara peneliti dengan Azis kali
ini juga dilakukan di rumah Azis dan sesuai sholat jumat. Azis ditemani
dengan istrinya ketika wawancara. Pada hari itu Azis menggunakan kemeja
berwarna hitam dan sarung bermotif kotak-kotak berwarna hijau.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Pada wawancara ketiga ini Azis terlihat sedikit berbeda. Mata Azis
terlihat sedikit bengkak dan wajahnya kelihatan sangat lelah. Setelah
peneliti menanyakan bagaimana kabar Azis, ia memberi tahu bahwa kondisi
istrinya sedang tidak sehat sehingga ia tidak tidur selama dua hari.
Azis selalu bersemangat ketika menceritakan bagaimana ia harus
menghadapi kondisi istrinya. Ia menceritakannya dengan nada suara yang
cukup tinggi, jelas, dan sesekali tertawa apabila merasa ada hal yang ia
anggap lucu. Ketika bercerita tentang kondisi istrinya yang menurun nada
suaranya berubah menjadi lebih pelan, melihat ke bawah, dan seperti
menunjukkan kekesalan dengan mengucapkan ck.
Wawancara sempat terhenti ketika nenek istri Azis datang. Nenek istri
Azis menyuruh Azis untuk mengantarkan makanan ke tempat kerja ibu
mertuanya. Azis mengatakan ia pada nenek kemudian melanjutkan
pembicaraan dengan peneliti, lima belas menit kemudian wawancara
diakhiri.

b. Rangkuman hasil wawancara


Azis (nama samaran) adalah anak ke delapan dari delapan bersaudara.
Pendidikan terakhir Azis sampai program diploma 1. Saat ini Iman bekerja
di sebuah bengkel sebagai mekanik, untuk menambah penghasilannya ia
juga bekerja sebagai sales dari sebuah produk obat.
Azis dan istrinya telah menikah selama delapan tahun. Jarak usia Azis
dan istrinya cukup jauh yaitu dua belas tahun. Pernikahan Azis dan istrinya

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

tidak melalui proses pacaran. Azis adalah seorang muslim yang taat
sehingga ketika proses pernikahannya dilakukan melalui proses taaruf atau
yang lebih dikenal dengan proses pernikahan tanpa pacaran sesuai dengan
syariat Islam.
Setelah enam bulan menjalani proses tersebut akhirnya Azis menikahi
istrinya. Azis menilai istrinya adalah orang yang tertutup dan kurang
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Istri Azis sedang menjalani kuliah
di bidang agama pada saat itu, menurut Azis istrinya tidak begitu nyaman
dengan peraturan yang ketat di tempatnya berkuliah. Menurut Azis istrinya
adalah orang yang lebih suka di rumah, ia suka membersihkan rumah,
belajar, menonton televisi dan menyanyi. Istrinya juga bekerja sebagai guru
mengaji untuk anak-anak.
Pada saat empat bulan usia perkawinan mereka masalah menimpa
keluarganya, istri Azis kehilangan salah satu orangtuanya. Pada saat itu istri
Azis

mengalami

stres

dan

merasa

mendengar

suara-suara.

Azis

membawanya ke dokter dan melakukan pengobatan selama empat bulan.


Ketika Satu tahun usia pernikahan mereka perilaku yang ditunjukkan
istri Azis semakin berubah, ia lebih sering mendengar suara-suara, merasa
curiga, dan mood tidak stabil.
masalah-masalah

yang

Azis masih berpikir hal ini dikarenakan

sedang

dihadapi

istrinya.

Akhirnya

Azis

memutuskan membawa istrinya ke dokter spesialis jiwa, istri Azis di


diagnosa menderita skizofrenia paranoid.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Semua aktifitas istri Azis terhenti. Istrinya tidak bisa lagi bekerja terlalu
banyak dan kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Pada
situasi tersebut Azis sangat dibutuhkan istrinya. Azis harus membagi waktu
antara pekerjaan dan mengurus istrinya walaupun hal ini berarti pemasukan
rumah tangga Azis berkurang sedangkan pengeluaran bertambah. Azis
merasa biaya pengobatan istrinya yang bisa dibilang tidak murah menjadi
beban bagi dirinya padahal ia harus mengurangi waktu kerja untuk menjaga
istrinya apabila kondisi istrinya sedang tidak sehat.
Berbagai usaha dilakukan Azis untuk menyembuhkan istrinya. Ia
membawa istrinya melakukan pengobatan ke rumah sakit dan memberikan
istrinya suplemen agar bisa mengurangi obat medis yang menurutnya sangat
tidak baik. Kesabaran sangat diperlukan dalam menghadapi situasi istrinya
yang sedang sakit. Salah satu keinginan Azis yang belum tercapai selama
delapan tahun pernikahannya adalah memiliki keturunan, menurut Azis hal
ini dikarenakan istrinya yang harus mengkonsumsi obat penenang yang
tidak baik untuk janin.
Saat ini kondisi istri Azis sudah mulai membaik, ia tidak lagi
mendengar suara-suara meskipun dalam satu bulan pasti terjadi penurunan
kondisi terutama jika ia sedang menghadapi masalah. Azis juga berinisiatif
menukar obat medis dengan suplemen yang menurutnya tidak merusak
organ tubuh. Azis berharap suatu saat kondisi istrinya bisa kembali sehat
seperti semula.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

c.

Sumber-sumber stres dan proses appraisal


Sumber stres bisa berasal darimana saja, baik itu dari individu,

keluarga, pekerjaan, maupun lingkungan sekitar dan masyarakat. Berbagai


Masalah sumber stres didapatkan Azis ketika istrinya mengalami
skizofrenia paranoid. Saat ini istri Azis sedang melanjutkan kuliah sehingga
rentan terhadap masalah-masalah yang ada di bangku perkuliahan. Masalah
seperti mengerjakan tugas bisa membuat kondisi istri Azis tidak stabil.
Melihat kondisi istrinya yang tidak stabil Azis merasa tidak nyaman ketika
bekerja. Ia menjadi tidak konsentrasi dan berusaha mencari jalan keluar agar
kondisi istrinya kembali stabil.
Sekarang pun sakitnya ini karena kuliah, tapi lari ke kondisi,
perasaannya suka berubah-ubah, mau marah, merengut, gak bagus. Liat
ada sesuatu yang beda ngerasa mau bersaing, curiga sama orang.
(R2.W1.b.0106-0122.h.49)
Saya itu gak nyaman, kerja pun saya gak tenang, mau pulang ajakan.
Jadi pikiran aja gimana ni ya...ck, tetap jadi pikiran itu, gak nyaman,
gimana cari jalan keluarnya, harus minum obat ya, atau mungkin ada
kata-kata abang yang salah sehingga dia tersingggung kan...dicarila
intropeksi diri jugakan.
Dicarila itu terus-terus dicari.
(R2.W1.b.0120-0130.h.49-50)
Tetap gak nyamankan, saya cari itu apa sih yang membuat dia kayak
gini. Berusaha mencari jalan keluar, karena saya pikir obat itupun gak
begitu apa kali...sifatnya hanya menenangkan sebentar.
(R2.W1.b.0136-0142.h.50)
Azis mengetahui bahwa salah satu masalah yang dihadapi istrinya adalah
masalah kuliah. Istrinya mempunyai keinginan untuk cepat menyelesaikan
kuliah, akan tetapi dengan kondisi istrinya yang menderita skizofrenia
keinginannya menjadi terhambat.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

...itula dia jadi keinginannya rupanya ingin kuliahnya cepat selesai.


Bisa setara dengan kawan-kawannya, awakpun agak susahla
menggapainya, bukan dosen kita. Yang terlibat langsungkan dia sendiri.
Yang menjadi keinginan itu adalah bagaimana kuliah ini lancar, wisuda,
dapat nilai yang bagus kali ya...tapi itu menggapainya tu kayaknya kan
gak sanggup, kesulitan terjadilah kejenuhan, putus asa, stres kan. Itu
penyebabnya, karena sesuatu yang diingini gak tercapai stres.
(R2.W1.b.0149-0164.h.50)
Kemudian yang sering buat dia goyang lagi itu adalah masalahmasalah kuliah macam ni kan masa-masa sulit, udah mau nyusun.
(R2.W1.b.0263-0267h.52)
Perasaan heran karena mengetahui istrinya menderita skizofrenia
dialami Azis tetapi Azis menganggap ini suatu tantangan yang harus
dihadapinya. Azis meyakini bahwa masalah apapun yang sedang
dihadapinya saat ini merupakan cobaan yang diberikan Allah. Azis
menanamkan prinsip bahwa dibalik setiap kesulitan pasti ada kemudahan
sehingga ia merasa tidak perlu takut dan panik dalam menghadapi masalah.
Abang heran tapi, ya udah, Allah lebih tau lagi kepada siapa
hambanya dipasang-pasangkan, itu aja prinsipnya. Abang malah
penasaran sebenarnya sakitnya sakit apa, karena dulu abang juga sering
liat orang sakit.
(R2.W2.b.685-691.h.63)
...sadar dulu, bahwa sanya kita ini dicoba dari wabah, istri, harta,
orangtua. Pas yang menimpa saya wabah, gangguan kejiwaankan, baru
kita tarek lagi bahwa sebenarnya kita beriman kepada qada ALLAH
sehingga kita selalu berdoa yang ALLAH jadikan aku ridho bahwa
yang menjadi bagian dariku pasti datang kepadaku, dan yang tidak
menjadi bagianku tidak akan datang kepada saya, termasuklah istri saya
yang sakit menjadi bagian saya. Jadi saya harus ridho untuk
mendapatkan masalah, kemudian kita gak perlu panik, gak perlu
gelisah. Ingatkan setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan. Kalo kita
pikir ini semua, saraf kita terus tegang, kacau, sehingga kita harus
kembalikan semua kepada ALLAH, jangan sakit itu jadi beban terus,
jadikanlah sakit ini nikmat. Kalau kita merasa seperti itu selalu ada
solusinya.
(R2.W1.b.203-228.h.51-52)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Berbagai perubahan perilaku ditunjukkan oleh istri Azis. Salah satunya


ialah istri Azis menjadi pencemas dan mudah lupa. Ia sering lupa akan apa
yang harusnya dikerjakan sehingga Azis harus menyuruh berulang kali agar
istrinya bisa ingat apa yang harus dikerjakannya. Menanggapi situasi ini
Azis menyadari bahwa perubahan perilaku ini diakibatkan dari penyakit
yang diderita istrinya.
Ya itu lebih cepat paniknya, sehingga dia lupa dengan yang
seharusnya dikerjakan, itulah penyakit dia tadi kalo udah panik apa
yang seharusnya dikerjakan lupa, kemudian berpikir ini udah gak
lancar, harus cepat tidur, kemudian agak lambat berpikir, kalo dibilang
orang itu geleleng...
(R2.W1.b.0270-0278.h.52-53)
Geleleng itu kalo dibilang orang gak cepat tapi dikerjakan juga tapi
harus dua kali tiga kali dibilang...
(R2.W1.b.0281-0283.h.53)
...perasaan kok bisa lupa dia ya...ya itu karena dia sakit, itu abang
pikir. Lupanya itu karena dia itu sakit, gak normal.
(R2.W1.b.0306-0309.h.53)
Selain itu istri Azis terkadang tidak bisa tidur dimalam hari. Bagi Azis
situasi ini sangat mengganggu karena Azis mengetahui jika istrinya tidak
bisa tidur maka keesokan harinya istrinya akan menunjukkan berbagai
perilaku yang berbeda. Perilaku berbeda tersebut seperti tidak mau
berbicara, tidak mau makan, melamun, menangis tanpa alasan, dan
terkadang berjalan hilir mudir tanpa tujuan. Terlebih lagi Azis juga tidak
bisa beristirahat padahal keesokan harinya ia mesti bekerja.
...yang paling mengganggu paling kalo gak bisa tidur.
(R2.W1.b.0315-0316.h.53)
...waktu dulu dia risau, asik tebangun aja, 2 menit sekali tebangun,
nanti tiba-tiba gak tidur lagi, kasi obat tidur jadi bodoh...

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

(R2.W1.b.320-323.h.54)
Kalo gak bisa tidur itulah yang kepikir saya, karena saya yakin pasti
besoknya aneh...
(R2.W1.b.328-330.h.54)
Kalau dia udah gak tidur saya pasti panik, besoknya dia pasti sakit...
(R2.W3.b.1156-1157.h.73)
Ya...gimana ya tidur pun jadi gak enak, gak bisa tidur. Dia susah tidur,
dia maunya melek aja, ha...iakan grasak-grusuk...
(R2.W2.b.0834-0837.h.66)
...mikir ha...ini agak lain ini ya...
(R2.W1.b.348-349.h.54)
...diam, aneh, kondisi sakit, diemla, malas ngomong, makan, karena
kondisi kacau tadi, kalau bisa tidur tiap hari aman. Dia bengong,
nangis, suka mondar mandir...
(R2.W1.0332-0337.h.54)
Kondisi istri Azis yang sering berubah secara tiba-tiba dengan
menunjukkan perilaku berbeda seperti cemas, merasa ada yang berbisik,
diam, dan menangis tanpa alasan membuat Azis bingung harus melakukan
apa. Meskipun Azis pernah merawat orang yang menderita sakit fisik ia
merasa penyakit yang diderita istrinya sangat sulit diatasi dan tidak mudah
menyembuhkannya.
Saya pikir dulu seperti mengada-ada karena kadang bagus kadang gak,
kadang macam akting.
(R2.W1.b.0377-0379.h.55)
...saya pikir akting, gak tau betul atau gak.
(R2.W2.b.0627-0628.h.61)
...misalkan gini. Jam 12 bagus, jam 2 gak bagus.
(R2.W2.b.0630-0631.h.61)
...berubah dia kondisinya, cemasnya, semuanya. Nanti jam 3 bagus
lagi, jadi kayak akting. Abang pun heran juga. Ini kalo orang yang sakit
lever malah gampang ngobatinya, kasi obat banyak-banyak udah sehat

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

semua. Kalo seperti dia bingung awak, kalo ditengok orang gak
sakitnya kan, tapi sakit. Kata orang ini fisiknya bagus, jiwanya sakit,
kan repotkan...
(R2.W2.b.0633-0643.h.61)

Masalah lain yang sulit dihadapi Azis ketika istrinya tidak mau makan
atau makan makanan yang tidak baik untuk kesehatannya, padahal
kondisinya sudah menurun.
...kalo sekarang gak, makan suka-suka ati dia, malam-malam beli mi
dia suka...
(R2.W2.0786-0788.h.65)
...suruh makan gak mau. Kalo mau makan bakso malah bertentangan
dengan yang boleh dimakan, pantangannya karena kondisi asam
lambung yang naek kan gak boleh, itu sangat berpengaruh sekali. Asam
lambung naek.
(R2.W2.0837-0844.h.66)
Ya...susahla, bingung, dipaksa makan dia gak mau, maunya makan
bakso, yang gak boleh dimakannya.
(R2.W3.b.1463-1466.h.80)
Abang pikir ya cemana supaya dia mau makan, kayak yang abang
bilang tadi, kalo maunya apa ya dikasi aja karena kalo enggak tambah
menurun kondisinya, awak juga yang susah...
(R2.W3.1471-1476.h.80-81)
Berbagai perubahan terjadi dalam kehidupan rumah tangga Azis
semenjak istrinya sakit. Saat ini istri Azis tidak bisa lagi terlalu banyak
bekerja karena akan menurunkan kondisi fisiknya. Pekerjaan rumah tangga
yang tidak bisa dikerjakan istrinya membuat Azis merasa sedikit kecewa
karena istrinya sudah jarang memasak. Akan tetapi Azis tetap memahami
bahwa istrinya tidak bisa lagi mengerjakan pekerjaan rumah tangga tersebut
akibat penyakit yang dideritanya.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Loyo, saya tengok kok gak pernah masak, gak pernah nyayur, abang
diam aja, pokoknya gak bisa kerja berat.
(R2.W2.b.0745-0748.h.64)
Abang sindir-sindir aja dia mana ni istri gak pernah masak, gak
pernah nyayur, abang dulu sama aja kayak beli nasi bungkus
(R2.W2.b.0758-0761.h.64)
Pasti lemas, sakit, jadi kondisi seperti itu jangan sampe. Jadi lebih
bagus dia tidur daripada bekerja, untuk apa kerja capek-capek tapi sakit,
bagus dia tidur ajakan, pokoknya seperti itu pasti ada sebab.
(R2.W2.b.0750-0755.h.64)
...kadang-kadang kalo dia lagi di dapur masak ntah goreng-goreng
saya senang, tapi kalau gak seperti itu abang udah maklum aja. Tapi
agak kecewa juga, maunya istrikan bisa masak buat suami.
(R2.W2.b.0766-0771.h.64)
Pada saat kondisi istrinya menurun Iman menggantikan posisi istrinya
untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Ia tidak mau memaksakan istrinya
untuk bekerja jika kondisinya tidak begitu sehat. Iman merasakan bahwa
semenjak istrinya menderita skizofrenia terjadi perubahan yang sangat besar
dan memberikan dampak sangat signifikan pada dirinya.
...semua aktifitasnya berhenti semua tu, termasuk nyuci pakaian pun
berhenti semuanya...jadi nyantaila kan.
(R2.W2.b.0817-0820.h.65-66)
Tapi untuk kerjaan gak ada, istirahat semua.
(R2.W2.b.0847-0848.h.66)
...ya harus dipahami penyakitnya, jadi kondisinya itu memang harus
diistirahatkan, gak boleh dipaksa kerja gak boleh. Kalo sakit awak yang
susah, tambah sakit awak juga yang ngerasain. Dampaknya besar kali,
kalo istri yang sakit ini...itu langsung ke suami, langsung suaminya..
(R2.W2.b.0823-0831.h.66)
Susah juga tapi pasrah aja, udah biasa ya...udah biasala yang sebelumsebelumnya juga seperti itu, 3 bulan yang lalu juga seperti itu, semalam
juga seperti itu...
(R2.W2.b.0859-0863.h.66)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Tidak hanya mengerjakan pekerjaan rumah, mengurus semua keperluan


istrinya merupakan tugas utama Azis. Tidak jarang Azis meninggalkan
pekerjaannya karena harus mengurus istrinya. Situasi ini membuat Azis
merasa stres karena di satu sisi ia harus mencari nafkah, sementara di sisi
lain ia harus merawat istrinya. Akan tetapi ia tidak mau berlarut-larut dalam
keadaan stres karena ia harus mencari jalan keluar untuk menghadapi
masalahnya.
Ya...menggantikan posisi diala kan. Kayak jadi baby sitter...
(R2.W2.b.0865-0866.h.67)
Melayani keperluan diala...
(R2.W2.b.0869.h.67)
Ya rada-rada stres ya kan, cuman ya pasrah aja, emang harus
dijalani...kalo terus stres aja gak bisa sampe kayak gini.
(R2.W2.b.0893-0896.h.67)
Hmmm...stres mungkin kalo kerja ya kan jadinya gak konsentrasi
padahal perlu uang, kemudian agak kurang istirahatkan, malam
ekstra...mana tidurkan susah tidur...ekstra jaga-jaga kan kasian awak
liatnya, dengan kondisi seperti itu saya kasian, kondisi capek bisa
membuat kita panik kadang-kadang, marah, apalagi o...saya itu udah
berusaha tapi belum berhasil. Kecewa...
(R2.W2.b.0899-0909.h.67-68)
Selama mengurus istrinya, Azis merasa memikul beban yang berat.
Menghadapi situasi ini terkadang ia merasa kesal dan marah terutama
pengeluaran yang harus dikeluarkannya untuk biaya pengobatan tidaklah
sedikit dan tergolong mahal.
...masalah muncul kalau gak punya duit...
(R2.W3.b.1254-1255.h.76)
paling-paling keluar duit lagi. Paling payah kalo gak punya duit
(W3.b.1416-1418.h.79)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

...saya selalu menasehati dia cepat sembuh ya, udah tipis ini, abis gak
kerja-kerja kondisi uang turun terus...kan gitu ajakan. Jadi dia ia-ia.
Abang bilang juga gak kasian sama abang, abang ini tengok ini, pagi
begini, siang begitu, malam lagi begini cemana mau gemuk abang ini,
kan pusing.
(R2.W2.b.1036-1044.h.70)
Gimana ya, kadang-kadang palak juga, tapi kalau kayak gitu gimana
ya, kadang kepikir juga, ah besok pasti beli obat lagi, padahal masi
banyak pengeluaran, udah tau kita. Alah kurangla duit ini...
(R2.W2.b.0557-0562.h.59)
Kadang dihati juga...risau ya, risau tu gini...sampe kapan seperti ini
ya...apa sampe seterusnya...itu ajakan, mikir juga abang, tapi terakhir
ya udahla, jalani ajala, harus dijalani apa adanya...
(R2.W2.b.1064-1069.h.71)
...kadang ada juga rasa gondok, uang terpake untuk beli ini, ini mahalmahal obatnya lho, 200 ribuan, belum lagi malam-malam sekali suntik
250 ribu, setiap bulan, kan ngerikan, selama pernikahan itu terjadi,
bayangkan itu...
(R2.W3.b.1165-1171.h.74)
Terlebih lagi Iman juga harus membagi waktu antara pekerjaan dengan
merawat istrinya. Situasi ini menambah kebingungan di diri Iman, ia
bingung menentukan untuk bekerja atau merawat istri di rumah.
Kadang saya ngurusin dia ngerasa terbebani, repot...
(R2.W1.b.0542-0544.h.59)
...kalo kondisinya harus saya kawani ya saya kawani dulu dia...
(R2.W3.b.1218-1220.h.75)
Bingung jugala, bingung...yang pertamakan gak bisa kerja,
ha...kondisi istrikan sakitkan, kan gawatkan. Mana yang harus dipilih
kan bingung kan.mana cari yang paling terbaik aja. O..mungkin saat ini
emang harus ya harus bersama istri, mungkin besok adanya itu rezeki.
Kalo dibilang risau ya risau juga, cuman harus mana dluan yang
penting dia...kalo emang harus kawani dulu ya kawani dulu dia,
kerjanya ya besok-besok aja.
(R2.W3.b.1231-1243.h.75)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Keinginan Azis yang belum terwujud selama pernikahannya adalah


memiliki keturunan, belum tercapainya keinginan Azis tersebut disebabkan
istrinya masih mengkonsumsi obat dokter yang tidak baik untuk janin.
Perasaan sedih terkadang muncul, rasa khawatir juga datang sebab Azis
sudah sangat ingin memiliki keturunan karena salah tujuannya untuk
menikah adalah mendapatkan keturunan.
Pengen punya anak belum bisa, kenapa, karena dia masih konsumsi
obat, gak baik buat janin, makanya saya tukar herba. Waktu mau nikah
pengen cepet punya anak, ini gak, kalau gak bagus lajang ajakan, jadi
kadang ada juga tibanya sedih...
(R2.W1.b.0450-0457.h.57)
Ya..kalo ditanya perasaan ya sedih, awak mau nikah cepat biar punya
anak jugakan, tapi belum bisa...ya..kalo bisa jangan sampe ngangkat
anak. Liat orang udah ada anaknya ya sedih juga...
(W3.1438-1443.h.80)

d. Coping stres
Salah satu sumber stres Azis adalah melihat keinginan istrinya yang
belum tercapai untuk menyelesaikan kuliahnya. Azis berusaha untuk
membantu istrinya menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya serta menghubungi
teman-teman istrinya agar mau membantu istrinya.
PR-PR dia dibantu semampu kita la kan, ha...apakah dengan temen dia
fotocopy supaya lebih mudahkan, ataupun menghubungkan dia sama
kawannya kan, minta tolong sama kawannya kan, itu ajala...
(R2.W1.b.130-136.h.50)
Tapi yang terus sugesti supaya dia bisa tenang tadi. Kita baca buku itu
stres itu karena dia gak bisa menuhi keinginannya, obatnya cuma satu.
Keinginannya terpenuhi stresnya hilang...sembuh...
(R2.W1.b.0142-0149.h.50)
...masalah dikasi pilihan sama diakan...kalo mau cuti cutila dulu, ya
kan...besok disambung lagi, taun depan mungkin udah sehat, saya

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

pikir-pikir nanti kalo dia cuti kawan-kawannya gak ada, kawan dia yang
dekat sama dia pada pigi semua. Ha...siapa kawan dia yang bisa bantuin
nanti kalo ada masalah. Jadi saya bilang udahla, kuliah ajala...
(R2.W1.b.170-180.h.50-51)
Sewaktu mengetahui istrinya menderita skizofrenia, Azis berinisiatif
untuk memberikan air putih yang dibacakan ayat Al Quran kepada istrinya.
Menurutnya obat medis yang diberikan dokter sangat berbahaya bagi organorgan tubuh yang lain sehingga Azis memberikan suplemen tambahan yang
terbuat dari bahan alami.
Yang pertama kita berdoa sama Allah, jangan panik dulu, kemudian
cari obat, itu reaksi kita, tetap berdoa sama Allah , itu aja, mau ngapain
lagi...
(R2.W1.b.0437-0441.h.57)
Yang pertama saya kasi air putih, saya bacakan Al-fatihah, Yasin, Al
Iklhas, Al Mujatain, saya berdoa ya Allah sembuhkanlah, karena air
yang didoain itu berpengaruh.
(R2.W3.b.1151-1155.h.73)
...dikasi obat dia di sugesti dengan air putih yang diberkahi, dibacain
segala macam, kemudian dari herbanya kita pake yang alami kan udah
lama dia mengkonsumsi obat yang efek sampingnya besar sekali dia, ke
ginjal, ke hati, otak jadi bodoh, tumpul, kemudian banyak
mengkonsumsi obat tidur ya saya coba herba, segala macam saya coba,
akhirnya saya temukan habatussoda ini dari herba pengganti obat tidur.
Habatussoda dicampur dengan minyak zaitun dan madu.
(R2.W1.b.235-249.h.52)
Masalah

terus

menerus

muncul

semenjak

istrinya

menderita

skizofrenia, perubahan perilaku istrinya mulai terlihat. Istri Azis mudah lupa
akan suatu hal, terkadang ia lupa akan apa yang harus dikerjakannya. Azis
juga tidak mau lagi menyampaikan terlalu banyak pesan pada istrinya
karena walaupun Azis selalu berusaha mengingatkan istrinya adakalanya ia
sampai memarahi istrinya agar istrinya tidak .

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

...kadang abang marahin juga, tapi ya itu untuk mengejutkan dia, yang
kayak gini gak boleh kita halus terus, nanti dia akan halus kalo kita
halus, tapi tarik ulur dia, sekali-sekali aja...
(R2.W1.b.0286-0291.h.53)
Ya...jangan banyak kali pesanan. Atau ditulis, kan gitukan, pokoknya
jangan buat permintaan la...yang harus begini yang harus begitu
nantikan diakan lupa, kalo dia lupa takutnya awak juga yang marah,
yang dipeseni pun gak tau, jadi kuranginla pesannya...
(R2.W1.b.0294-0354.h.54)
Melihat istrinya yang tidak bisa tidur Azis mencari jalan keluar agar
istrinya mau tidur. Pertama sekali Azis menyuruh istrinya untuk tenang dan
menceritakan masalahnya. Kemudian Azis memberikan suplemen agar
menenangkan pikiran istrinya supaya bisa beristirahat.
...duduk-duduk abang suruh duduk minum obat dulu. Ha...itu dia. Itu
aja. Kalo udah mondar-mandir gitukan ditanya apa yang dipikirkan,
masalah apa itu kok bingung kali, apa jalan keluar...
(R2.W1.b.0349-0354.h.54)
...saya kasi obat herba ini.
(R2.W3.0792.h.)
Solusi yang hampir mirip juga dilakukan Azis jika melihat kondisi
istrinya tidak stabil yang bisa berubah dari sehat ke sakit hanya dalam
hitungan jam. Meskipun pada awalnya Azis akan menanyakan masalah apa
yang sedang dihadapi istrinya, setelah mengetahui solusi tersebut kurang
efektif Azis memutuskan untuk mencari sendiri terlebih dahulu apa yang
menjadi masalah. Setelah menganalisa bahwa dirinya tidak melakukan
kesalahan barulah ia bertanya kepada istrinya.
...cepat itu menangananinya ya, abang tanyanya cepat, kenapa? Ginigini. Ada yang salah rupanya abang ini? Gini-gini, atau ada yang salah
ngomongnya. Atau di kampus ada masalah. Kalo sekarang nangis abang
diamin dulu, hehe, cari akal dululah. Abang biarkan dulu.
(R2.W2.b.0649-0656.h.62)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

...karena gak tau kita nanti memikirkan jalan keluarnya, tapi kalo kita
diam dulu sejenak, kita nyantai dulu kita berpikir, kita koreksi lagi, apa
sih kok nangis dia ini ya. Aku salah gini ya, aku tersinggung apa tadi.
Kalo dia nangis langsung ditanya dia pun gak tau jawabnya, nangis aja,
makanya kita mikir sendiri dulu. Kalo kita merasa gak salah barulah
tinggal tenang aja tanya.
(R2.W2.b.0660-0671.h.62)
Masalah lainnya adalah ketika istrinya tidak mau makan secara teratur
atau menginginkan makanan yang tidak baik bagi kesehatannya.
Menghadapi masalah ini pada awalnya Azis berusaha melarang istrinya agar
tidak memakan makanan yang tidak sehat tersebut dan menggantinya
dengan madu. Akan tetapi istrinya tetap tidak mau makan hingga kondisinya
semakin menurun. Akhirnya Azis menyerah dan membiarkan istrinya
memakan makanan yang ia inginkan.
...udahla abang kasi madu aja.
(R2.W2.b.0846-0847.h.66)
Tapi sekarang terserahla kalo mau makan bakso ya makan daripada
gak makan. Nanti pernah juga dia gak mau makan karena mau makan
bakso tapi jam 12, kan gak adakan, bakso kan jam 4. Gak ada bakso
gak makan. Terakhir kalo dia mau bakso beli baksola...daripada dia
sakit lagi.
(R2.W2.b.0848-0856.h.66)
Menanggapi istrinya yang tidak bisa beraktifitas ketika kondisinya
menurun Azis memakluminya, yang penting bagi dirinya adalah
kesembuhan istrinya.
...kalau gak seperti itu abang udah maklum aja...
(W2.704-705)
Azis juga menggantikan posisi istrinya dengan mengerjakan semua
pekerjaan rumah dari mulai mencuci baju, mencuci piring hingga

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

membersihkan rumah yang tidak bisa dikerjakan istrinya. Penambahan tugas


untuk menyediakan semua kebutuhan istrinya juga dilakukannya agar
istrinya cepat kembali ke kondisi sehat.
Saya bantu kerjaan dia nanti, supaya gak apa, nyuci-nyuci pun
dibantukan, ataupun apa gak usah lagi yang muluk-muluk permintaan
tadi, yang sederhana.
(R2.W2.b.1006-1010.h.70)
...contohnya kalo ada cucian kita yang bantu nyuci...ya kan..ha..bersihbersihkan kamar entah piring berserakan, kan gitu. Ya...dia jadi ratu
dulu, tidak boleh diapa kalo kondisinya seperti itu, gak boleh tertekan,
pokoknya semua aktifitas dia tu kita ambil semua yang biasa dikerjakan
dia. Prnya pun kalo bisa abang kerjakan semua kalo ngerti...sayangnya
gak bisa...ada basicnya kan...kalo ngetik-ngetik aja bisa, tapi kalo suruh
mencari kan payah...ha itu dia. Kalo yang macam istilahnya kalo dia
sakit obat dia harus dicukupi, ambil obat, vitamin, harus diopeni, nanti
bangun tidur langsung buatkan itu. Madu, campur sari ya dibuatin,
makan tadi pun kalo bisa disuapin disuapin. Itu tadi...itu kondisi
sakit...
(R2.W2.0871-0890.h.67)
Tugas baru Azis sebagai suami adalah menjadi caregiver bagi istrinya
yang menderita skizofrenia. Tugas ini diterima Azis dengan ikhlas dan
berusaha mengerjakannya sebaik mungkin. Azis berusaha memenuhi dan
melayani kebutuhan istrinya serta mengawasi semua perilaku istrinya.
Ya kita juga sudah ridho inilah yang menjadi bagian saya, harus
diterima dengan lapang dada.
(R2.W3.b.1162-1164.h.74)
...udah takdir mana bisa gak mau. Ya balek tak balek udahla pasrah
aja, kalo gak ikhlas kita tambah sakit.
(R2.W2.b.1124-1127.h.72)
Seperti biasa, kalo makan, makan, minum, minum, makan obat, makan
obat, waktunya tidur-tidur.
(R2.W3.b.1197-1199.h.74)
Termasuk obat. Obat itu kalo gak kita sediai gak dimakannya, gak
diminumnya. Stres gak itu? Makan nanti kalo gak disuruh makan atau

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

diambilkan gitu malah gak makan nanti. Udah makan dia semua baru
awak pigi...nanti makan siang gitu juga, ayok makan, udah dimakannya
nasi dia kasi obatnya baru awak pigi lagi, hahaha...nah makan dulu
nah, sini-sini, ini dibuatin minum itula dia, seperti itu dia...
(R2.W2.b.0912-0924.h.68)
...sudah
biasa,
udah
menjadi bagian
hidup,
tanggung
jawabkan...namanya dia sakit, pokoknya kalo suami istri ini kalo istri
sakit dampaknya sama suami.
(R2.W2.b.0927-0931.h.68)
Azis juga selalu memberikan perhatian dan semangat bagi istrinya agar
segera sehat kembali.
...suami saya tetap memberikan perhatian penuh, memberikan motivasi
agar dia mau sembuh, dalam artian yah melawan penyakitnya.
(R2.W3.b.1006-1010.h.78)
Menjadi caregiver bukanlah suatu tugas yang mudah, tidak jarang Azis
di uji kesabarannya dalam berbagai situasi.
...tapi ya saya kembalikan kok sombong kali saya ngerasa repot,
semua inikan kehendak tuhan, rezeki itu sudah ada tinggal menjalani
aja kok.
(R2.W1.b.0544-0548.h.59)
Menggantiin posisi dia, ha...sebagai suami itukan kerja, misalkan
semua aktifitas diakan terhentikan sabarla...jangan mudah
emosi...kemudian dalam mencari obat juga. Pokoknya semua harus
sabar, dalam segala hal harus sabar memang, termasuk tadi, sabar
dalam beradaptasi, kemudian sabar untuk tidak berpikir yang
negatif...ya...cari obat jangan salah, eceknya cari sana, entah pigi ke
dukun ah, harus sabar, ya pokoknya ikut terus, kalo emang harus ke
dokter ya ke dokter. Ikuti prosedurnya, sabar dia, ke dokter besok ke
dokter kita ya kan...beli obat juga, pokoknya semua dengan pelanla,
sabar, jadi payah kali memang kalo jalani ini sampe payah ceritakan
sabarnya gimana. Sabar dalam kena musibah, inila dia, inikan musibah,
saya harus sabar, sabar juga dalam mencari jalan keluar untuk masalah
harus sabar juga kan.
(R2.W2.b.0976-0999.h.69)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Stres tidak bisa dihindari Azis, untuk meredakan stresnya ia memilih


untuk beribadah dan pasrah kepada Tuhan.
Satu...berdoa ya...tahajud, pasrah aja ya Allah terserahla, minta
terbaik aja pokoknya kalo udah usaha tinggal doa aja, gak ada yang
lain. Obat stres itu obatnya satunya...kita harus bisa menarerima apa
adanya, pasrah, o...ini sudah menjadi bagianku kok. Itu aja, abang
punya prinsip itu aja. Kemudian yah...kita inikan pasti ada hikmahnya
nanti, kita ini lagi latihan...
(R2.W2.b.0946-0956.h.68-69)
Azis memerlukan berbagai sumber informasi untuk mengetahui
bagaimana cara merawat dan mengatasi istrinya menderita skizofrenia.
Membaca buku, menonton acara televisi yang membahas mengenai
penyakit mental, browsing internet, dan berkonsultasi dengan dokter
dilakukan Azis sebagai referensi untuk merawat istrinya.
...yang pertama ke psikiater dulu, apa yang menjadi saran dokter tadi
dilaksanakan...herba, terus banyak baca bukula, buku yang berkaitan
dengan ini...penyakit dia inikan, skizofrenia seperti apa, karena apa
rupanya karena cemas. Nonton Tvla, apalagi abis subuh itu ada acara
bengkel hati yang kasitau kalo orang kayak gini sebabnya ini.
Kemudian nelpon dokter, tapi dokter yang bagian herba.
(R2.W3.b.1308-1319.h.77)
...abang lacak-lacak juga di internet, sambil-sambil saya ambil saya
baca. Pernah abang dapat berpikir positif, abang baca abang kasitau
sama dia. Jadi kalo kita berpikir negatif hasilnya negatif terus.
Berpikirla positif jangan kita pikiri kelemahan kita, tapi liat kelebihan
kita ha...jangan fokus kepada kelemahan, fokusla pada kelebihan, itu
aja. Kalo internet agak jarang yang sering baca buku, kayak La Tahzan
itukan, buku-buku apala, herba-herba. Saya suka buku herba itu yang
ada insomnianya...
(R2.W3.b.1335-1350.h.77-78)
Tidak hanya itu, Azis juga melakukan observasi dengan datang ke
rumah sakit jiwa dan menanyakan masalah-masalah individu yang
mengalami penyakit yang sama seperti yang dialami istrinya.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Memperhatikan kalau lagi sakit gimana, tingkahnya apa, apa yang bisa
kita lakukan, apa aja dibuatnya, jadi kalau tiba-tiba sakit lagi udah tau
cara ngadapinnya.
(R2.W3.b.1422-1426.h.79)
Untuk mengetahui kondisi kita ini saya sering main ke Turki.
Tuntungan belok kiri. Apa yang dialami mereka kita cerita gini-ginigini.
(R2.W1.b.0371-373.h.55)
Ya itu sudah menjadi tanggung jawab saya, kan gitu kan. Ikutin aja
arusnya jangan dilawan. Jangan dilawan-lawan, kalo harus berobat
harus berobat.
(R2.W1.b.0468-0473.h.57)
Menggunakan waktu kerja untuk merawat istri adalah hal rutin yang
selalu dilakukan Azis ketika kondisi istrinya menurun. Azis sangat
bersyukur pekerjaannya tidak terikat sehingga ia bisa segera menghubungi
teman kerjanya untuk memberitahu bahwa istrinya sedang sakit dan ia tidak
bisa bekerja selama beberapa hari hingga kondisi istrinya kembali normal.
Nah, kalau kondisinya dia sakit agak lebih diperhatikanla, lebihla
perhatiannya, untung saya kerjanya gak terikat, jadi kalau dia minta
saya dirumah aja ya dirumah , walaupun agak litak.
(R2.W3.b.1203-1208.h.75)
...abang hubungi kawan kerja, biar dia apain semuanya. Saya bilang
aja istri sakit saya gak tau entah kapan bekerja lagi udah gitu aja, dia
taunya itukan, udah ngerti dia.
(R2.W3.b.0881-0885.h.75-76)
Masalah lain yang dihadapi Azis adalah masalah pengeluaran biaya
yang tidak sedikit untuk mengobati istrinya. Azis sering merasa khawatir
dan cemas menghadapi masalah ini. Ia menyadari bahwa sebagai makhluk
Tuhan tidak boleh sombong sehingga ia berusaha ikhlas.

...kalau timbul perasaan gak nyaman saya kembalikan ke Allah tadi,


inilah takdir aku, bukan kayak pacaran, pacaran dulu kalau pusing di

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

buatnya, di suruh-suruhnya tinggal putusin aja, kan begitukan. Punya


istri ni beda lho. Abang cerita sama dia dulu kalau abang punya pacar
dia telponin setiap hari, suruh datang ke rumah, gak mau abang itu,
kecuali dia lagi sakit, sekarang istri sakit pula, bisa gak diputusin? Gak
kan, gak bisa diputusin aja cari yang lain, harus sadar, inilah bagianku
tadi, ridho...
(R2.W3.b.1171-1186.h.74)
...tapi kalo macam gitu tau rupanya kau besok akan hidup? Besok ada
lagi tu keringanan dari ALLAH, makanya jangan takut.
(R2.W1.b.0562-0566.h.59)
...liat keadaan kayak gini, uang keluar lagi...entahla. tapi ya lagi-lagi
abang balekkan kalo ini udah ridho Allah.
(R2.W3.B.1000-1003.h.78)

Jalan keluar tetap berusaha dicarinya, Azis menukar obat medis dengan
suplemen kesehatan yang harganya lebih murah.
Kita cari yang buat kondisi gak bagus apa, o.. rupanya kalo tidurnya
bagus ada masalah kita support aja, vitamin banyak masukla paling gak
madu 1 hari 180 gr 1 kg seminggu lebih. Saya pake obat herba ini
masalah harga juga...
(R2.W1.b.0381-0388.h.55)
Ternyata usahanya belum berhasil, karena istrinya tidak bisa tenang jika
tidak diberi obat medis. Azis memberikan obat medis dan suplemen
kesehatan. Untuk mengatasi masalah ini Azis memutuskan menggunakan
uang tabungannya walaupun terasa berat, ia berpikir bahwa lebih baik uang
tersebut digunakan untuk kesembuhan istrinya sebelum bertambah buruk.
Cuman kan apa yang ada aja, balek-balek yah masi ada kok...yah pake
ajala, kan gitukan untuk apa disimpan-simpan, tau-tau besok ada rezeki
yang laen, itu memang selalu menghantui itu, karena obatnya kan
mahal-mahal. Jadi sekarang tambah herba, obat lagi tambah double,
kalo dulu obat ajakan, sekarang madunya lagi, udah hampir imbang itu
biayanya...
(R2.W2.b.1021-1031.h.70)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

...yang jelasnya jadi harus menggunakan uang tabungan, terus...terus


dia. Belakangan ini itu aja la. Kalo gak awak keluarkan nanti lebih
parah lagi awak yang nanggung...bagus sekarang ajala. Mudahmudahan jadikan pahala setelah nantila...
(R2.W2.b.1081-1088.h.71)

Meskipun kondisi istrinya saat ini sudah mulai menunjukkan kemajuan,


Azis tetap khawatir sewaktu-waktu ada berita yang memicu istrinya untuk
stres. Ia menutupi berita tersebut agar istrinya tidak stres.
...itula kadang-kadangkan sering kami seloroh sama dia ini kalo
abang jujur gak percaya, abang bohong malah percaya kan kadang
gitukan, awak jujur gak percaya, awak bohong percaya...ahhaha...kan
awak bingung, supaya percaya awak bohongi aja.
(R2.W3.0919-0927.h.76-77)
Keinginan Azis yang belum terwujud yaitu untuk memiliki keturunan
berusaha diterima Azis dengan lapang dada. Azis yakin jika Tuhan tidak
memberikannya keturunan pada saat ini dikarenakan itu bukanlah yang
terbaik. Azis tidak berhenti berusaha mewujudkan keinginannya ia
mengganti obat medis dengan suplemen kesehatan berharap agar suatu saat
Azis dan istrinya bisa mendapatkan keturunan.
...saya berdoa sama Allah minta kalo emang ini yang terbaik ya saya
harus jalani, kita gak taukan apa yang nanti terjadi kedepan. Mungkin
aja saat ini bukan waktu yang bagus buat kami...tapi..saya ini, yah yang
saya bilang sama adek waktu itu, perlahan-lahan obat dokternya diganti
pake herba, biar gak banyak kali obat itu, banyak makan obat pun jadi
bodoh.
()
Masalah-masalah yang sedang dihadapi Azis semenjak istrinya
menderita skizofrenia mendapatkan dukungan dari keluarga dan lingkungan
sekitar.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

...misalkan supaya ya gimana ya, disuruh berobatla, kemudian nyuruh


dia supaya minum obat...
(R2.W1.b.0361-0363.h.54)
...mereka memberikan support yang positif, paling-paling kalo jumpa
saya sabar ya sabar...
(R2.W1.b.0404-0406.h.55)
3. Responden III
a. Hasil observasi
Toni (nama samaran) adalah seorang pria paruh baya yang berwajah
bulat dengan tinggi sekitar 175 cm dan berat 85 Kg. Ia berkulit hitam dan
memiliki kumis yang cukup tebal di wajahnya. Sekitar dua tahun yang lalu
Toni mengalami kecelakaan yang mengakibatkan dirinya menderita stroke.
Semenjak peristiwa tersebut Toni memiliki masalah dengan kaki kirinya
sehingga ia tidak bisa berjalan dengan normal.
Peneliti mengenal Toni di sebuah Rumah Sakit Jiwa Negeri Medan.
Pada saat itu peneliti sedang mencari informasi mengenai pasien wanita
skizofrenia yang ditemani suaminya saat melakukan kontrol ulang. Perawat
yang bekerja di rumah sakit memberitahu peneliti bahwa Toni memiliki istri
skizofrenia. Peneliti langsung memperkenalkan diri dan menyatakan tujuan
peneliti. Toni dengan senang hati mau membantu peneliti, tetapi ia tidak
bersedia di wawancara di rumah. Oleh karena itu peneliti dan Toni sepakat
untuk melakukan wawancara di rumah sakit setiap kali Toni menemani
istrinya.
Wawancara pertama berlangsung di rumah sakit jiwa negeri tempat
pertama kali Peneliti dan Toni bertemu. Wawancara berlangsung pagi hari

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

ketika Toni mengantarkan istrinya untuk kontrol ulang di rumah sakit


tersebut. Pada saat Toni sampai di rumah sakit ia langsung menyapa
peneliti. Peneliti mengikuti Toni untuk mencari tempat wawancara yang
nyaman.
Wawancara dilakukan di ruang tunggu tempat pengambilan status
pasien rumah sakit. Ruang tunggu tersebut terletak di sebuah jalan menuju
bangsal tempat rawat inap pasien rumah sakit, sehingga banyak orang yang
lalu lalang. Ruang tunggu terdiri dari empat buah kursi berwarna biru yang
posisinya berhadap-hadapan, jumlah kursi sebanyak delapan buah. Di
samping kanan kursi terdapat sebuah ruangan. Peneliti duduk di kursi kedua
dan Toni di sebelah peneliti. Dihadapan peneliti dan Toni ada seorang ibu
dan seorang pria.
Saat wawancara dimulai Toni duduk menyandar pada kursi, ketika
peneliti mulai mengajukan pertanyaan Toni memajukan badannya. Ketika
berkomunikasi Toni sering berhenti berbicara sebentar dan dalam menjawab
pertanyaan Toni terbata-bata dan terkadang cukup lama dalam menjawab
pertanyaan. Sesekali Toni meminta peneliti mengulang pertanyaan. Ketika
berpikir mengenai jawaban akan pertanyaan mata Toni menghadap kedepan,
tetapi setelah ia mengetahui jawabannya ia melakukan kontak mata dengan
peneliti. Sepuluh menit setelah wawancara dimulai Toni mengangkat kaki
kirinya. Ia sering terhenti dalam menjawab pertanyaan ketika ada orang
yang lewat dihadapannya. Beberapa orang yang lewat berhenti sebentar
untuk memperhatikan peneliti dan Toni. Tiga puluh menit kemudian Toni

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

bersandar lagi di kursinya, ia mulai menunjukkan ekspresi wajah serius,


terutama ketika peneliti meminta Toni menceritakan mengenai perilaku
istrinya yang menurutnya cenderung aneh. Toni sesekali tertawa saat
menceritakan masalah pekerjaannya. Beberapa pertanyaan peneliti yang
berhubungan dengan perilaku istri Toni terhadap anak-anaknya dijawab
Toni dengan ekspresi wajah yang berbeda. Toni cenderung memperlihatkan
wajah muram dan tatapannya lurus kedepan tanpa melihat peneliti.
Menjelang akhir wawancara posisi duduk Toni sudah maju kedepan lagi, ia
meletakkan tangan di dagunya sambil menjawab pertanyaan peneliti.
(2) Wawancara II
Peneliti sudah mengatur janji dengan Toni untuk melakukan wawancara
di rumah sakit tempat Toni menemani istrinya berobat jalan. Wawancara
tetap dilakukan dirumah sakit yang sama di ruang tunggu pasien. Ruang
tunggu pasien berada di luar, tempat duduk yang tersedia terbuat dari batu
bata dan semen yang telah dilapisi keramik berwarna putih. Tidak begitu
banyak orang yang datang pada hari itu untuk berobat, sehingga suasananya
cukup kondusif untuk dilangsungkannya wawancara.
Peneliti duduk bersebelahan dengan Toni. Setelah wawancara akan
dimulai Peneliti duduk agak menyamping agar bisa melakukan kontak mata
dengan Toni. Wawancara kali ini mengenai upaya Toni dalam melakukan
coping dan memperjelas jawaban akan pertanyaan yang telah diajukan
sebelumnya.

Wawancara

dimulai

pada

pukul

10.00

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

WIB,

Toni

menggunakan celana kain berwarna hitam, menggunakan jaket berwarna


hijau, serta memakai sepatu kulit berwarna hitam.
Pertanyaan yang diajukan peneliti mengenai penilaian dirinya terhadap
kondisi istrinya yang sakit dijawab dengan nada suara yang pelan. Akan
tetapi pada saat menjelaskan bahwa kondisi istrinya saat ini sudah mulai
membaik nada suaranya berubah menjadi lebih jelas, ekspresi wajahnya
menjadi senang dan sedikit tersenyum. Pada saat menjawab pertanyaan
yang berhubungan bagaimana cara Toni mengatasi suatu sumber stres ia
tidak begitu cepat dalam menjawabnya, ia memikirkan mengenai jawaban
akan pertanyaan tersebut. Sesekali ia juga terbata-bata dalam menjawab
pertanyaan.
Secara keseluruhan wawancara kedua Toni dan peneliti berjalan lancar
tanpa hambatan yang mengganggu.
(3) Wawancara III
Wawancara ketiga peneliti dengan Toni dilakukan setelah dua minggu
wawancara kedua. Seperti biasa Peneliti mewawancari Toni di sebuah
Rumah Sakit Jiwa Negeri tempat istri Toni kontrol ulang. Wawancara
dilakukan di ruang tunggu rumah sakit. Suasana rumah sakit pada hari
wawancara cukup ramai, banyak pasien yang menunggu.
Toni memakai pakaian kerja, kemeja berwarna biru muda dengan
celana panjang berwarna biru tua. Toni menggunakan sepatu kulit berwarna
hitam. Peneliti menyapa Toni yang baru saja datang. Sebelum wawancara
dimulai peneliti dan Toni berbicara sebentar mengenai kondisi istrinya saat

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

ini. Pada wawancara kali ini Toni menunjukkan ekspresi wajah muram,
Toni jarang tersenyum seperti biasanya. Peneliti menanyakan ada apa
dengannya dan ia menjawab kondisi kesehatannya tidak begitu baik.
Peneliti menawarkan untuk tidak melakukan wawancara pada hari tersebut,
tetapi Toni tidak bersedia karena khawatir ia tidak memiliki waktu untuk di
wawancara.
Wawancara diawali dengan memperjelas jawaban akan pertanyaan Toni
sebelumnya, kemudian Toni menjelaskannya walaupun terlihat dari
wajahnya ia sedikit tidak bersemangat dalam menjawab pertanyaan peneliti.
Toni duduk agak membungkuk karena tempat duduk ruang tunggu tidak
memiliki sandaran. Toni sering memegang kepala dan lehernya. Toni tidak
fokus dalam menjawab pertanyaan peneliti, ia sering melihat-lihat orangorang yang hilir mudik dihadapan peneliti dan Toni.
Sekitar dua puluh lima menit wawancara Toni sudah mulai fokus dan
menjawab pertanyaan dengan baik. Ia tidak memegang leher maupun
kepalanya lagi, tetapi sesekali memegang kakinya. Perubahan posisi duduk
berubah ketika Toni menjawab pertanyaan yang berhubungan apa yang ia
tidak sukai mengenai perilaku istrinya ketika sakit, ia menegakkan
badannya dan nada suara berubah menjadi lebih keras dan cepat.
Menjelang akhir wawancara istri Toni menghampiri peneliti dan
responden karena ia sudah selesai berobat dan tinggal mengambil obat.
Wawancara tetap berlangsung sampai pukul 10.30 WIB. Wawancara yang

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

berdurasi lebih kurang satu jam tersebut berjalan dengan baik walaupun di
awal wawancara kurang berjalan lancar.

b. Rangkuman hasil wawancara


Toni adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Ia adalah seorang pria
yang berusia empat puluh tahun, ia bekerja sebagai pengawas parkir. Proses
pernikahan Toni dan istrinya diawali dengan proses pacaran, mereka
menjalani hubungan tersebut tanpa ada paksaan dari pihak manapun hingga
memutuskan untuk hidup berumah tangga. Pernikahan Toni dan istrinya
sudah cukup lama sekitar lima belas tahun. Mereka memiliki tiga orang
anak. Selama tiga belas Toni menjalani pernikahannya tidak pernah terlihat
perilaku yang aneh ataupun yang tidak biasa seperti yang diperlihatkan oleh
istrinya saat ini. Istri toni mempunyai sifat yang baik dan ramah. Dia juga
suka bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Selama pernikahannya Toni dan istrinya memiliki komunikasi yang
baik. Mereka suka berbagi cerita mengenai kegiatan sehari-hari dan
berdiskusi tentang keadaan anak-anak mereka. Pada waktu luang Toni dan
istrinya suka berjalan-jalan bersama seperti belanja bulanan, mengajak
anak-anak liburan, ataupun mengunjungi sanak saudara.
Dua tahun terakhir ini merupakan saat sulit yang dialami Toni. Toni
mengalami kecelakaan ketika sedang berkendaraan. Kecelakaan tersebut
mengakibatkan Toni menderita stroke ringan sehingga kakinya tidak bisa

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

berjalan normal dan bicaranya agak terganggu. Toni sudah melakukan


pengobatan alternatif dan medis agar ia bisa sembuh.
Sekitar dua bulan setelah kecelakaan istrinya menunjukkan perilaku
yang tidak biasa. Istri toni mulai marah-marah tanpa alasan dan memukul
Toni dan anak-anaknya. Tidak hanya itu, dia juga melakukan pengrusakan
terhadap barang-barang serta mengusir Toni dari rumah. Peristiwa yang
begitu cepat ini membuat Toni putus asa karena masalah datang kepadanya
dalam waktu yang hampir bersamaan.
Berbagai usaha pengobatan juga dilakukan Toni untuk menyembuhkan
istrinya. Berbagai perilaku yang cenderung aneh diperlihatkan oleh istri
Toni, dari mulai berbicara sendiri, meramal nasib orang, membakar barangbarang, curiga berlebihan, dan tidak menyukai Toni dan anak-anak mereka.
Melihat perubahan istrinya Toni berkonsultasi dengan adik iparnya dan
menceritakan perilaku istrinya. Akhirnya ia memutuskan untuk membawa
istrinya ke Rumah Sakit Jiwa untuk di rawat lebih intensif.
Selama dua bulan perawatan intensif di Rumah Sakit Jiwa merupakan
situasi sulit bagi Toni, dengan kondisi fisiknya yang tidak normal ia harus
mengurus rumah tangga dan anak-anak sendiri. Setiap hari ia juga
mengunjungi istrinya ke Rumah Sakit Jiwa bersama anak-anaknya untuk
menemani istrinya. Usaha yang dilakukan Toni menunjukkan hasil. Setelah
istrinya keluar dari Rumah Sakit Jiwa perilaku yang sangat menggangu
seperti merusak barang-barang tidak dilakukan istrinya lagi.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Akan tetapi perubahan aktifitas terjadi dalam kehidupan rumah tangga


Toni. Keluarganya lebih sering di rumah, waktu luang tidak lagi
dipergunakan untuk melakukan hal-hal yang mereka senangi. Komunikasi
antara Toni dan istrinya juga tidak berjalan lancar seperti sebelum istrinya
sakit. Toni memahami keadaan tersebut dan berusaha agar istrinya bisa
kembali seperti biasa dengan selalu mendampingi istrinya untuk melakukan
pengobatan.
Meskipun menderita stroke akibat kecelakaan, Toni merupakan
individu yang paling berperan penting dalam kesembuhan istrinya. Toni
menemani istrinya untuk berobat, menggantikan tugas istrinya seperti
mengantar jemput anak dan mengurus keperluan rumah tangga lainnya.
Akan tetapi dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya tidak semua
pekerjaan rumah tangga bisa dikerjakannya, pekerjaan yang mudah bisa
dikerjakan anak-anaknya.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada kehidupan Toni merupakan
suatu masalah yang cukup rumit menurutnya. Mengatasi semua perubahan
tersebut Toni melakukan berbagai macam usaha. Hingga saat ini ia terus
berharap agar perubahan kesehatan istrinya yang sudah mulai membaik bisa
terus berlanjut hingga istrinya menjadi sehat sepenuhnya. Hal itu jugala
yang diharapkan Toni mengenai kondisi fisiknya. Ia ingin segera sembuh
agar bisa beraktifitas seperti biasa dan menjalani kehidupannya dengan baik.

c.

Sumber-sumber stres dan proses appraisal

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Penyakit stroke yang diderita Toni adalah salah satu sumber stres utama
yang dialaminya. Toni mengalami stroke akibat kecelakaan kendaraan
bermotor. Penyakit stroke sudah dirasakannya sejak dua tahun lalu yang
mengakibatkan aktifitas geraknya khususnya bagian pada bagian kaki
terbatas.
Aku sakit, udah dua kali aku di operasi karena tabrakan.
(R3.W1.b.0082-0083.h.84)
Aku kena stroke aku.
(R3.W1.b.0069.h.83)
Toni tidak menyangka bahwa hingga saat ini ia belum sembuh juga
walaupun sudah melakukan berbagai pengobatan. Perasaan sedih muncul
sebab ia merasa membebani keluarganya dengan kondisi fisiknya yang tidak
normal.
Apaya..ya aku kurasa..kok sampe kayak gini,
berobatnya.
Payah kurasa sekarang.
(R3.W1.b.0110-112.h.85)

padahal udah

...akupun sedihla..orang di rumah pun susah jadinya, kan harus ngurus


aku.
(R3.W1.b.0117-0119.h.85)

Ternyata stroke bukanlah merupakan satu-satunya sumber stres Toni.


Tidak lama kemudian istrinya menunjukkan gejala yang menunjukkan
bahwa istrinya menderita skizofrenia. Gejala yang dilihat Toni berupa rasa
marah istrinya yang tidak terkontrol hingga menyakiti Toni dan anak-anak
mereka. Perasaan tidak berdaya muncul sebab ia tidak bisa melakukan apaapa karena kondisi fisiknya yang tidak baik.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Waktu itu kalo kumat dia. Ya ngusir anak-anakla, dipukul, aku pun
diusir, malam-malam waktu itu.
(R3.W1.b.0134-0137.h.86)
Banyak, diusir-usiri kami dari rumah, anakku pun diusir, dipukuli.
(R3.W1.b.0291-0293.h.91)
Mau putus asala, aku udah sakit, datang lagi istriku sakit
(R3.W1.b.0141-0142.h.86)
Perubahan perilaku istri Toni menambah sumber stres Toni. Toni
merasa masalah yang dihadapinya sangat rumit dan sulit karena muncul
hampir secara bersamaan. Toni berpikiran bahwa dirinyalah yang
menyebabkan istrinya mengalami perubahan perilaku.
Rumitla...
(R3.W1.b.0079.h.84)
...kadang putus asala, kayakmanala, udah aku sakit datang lagi istriku
kayak gitu.
(R3.W2.b.0657-0659.h.102)
...baru habis itu kena stroke lagi, itu yang membuat stres. Ibu pun
karena itu stres.
(R3.W1.b.0085-0087.h.84)
Selain tidak bisa mengontrol amarah, istri Toni tidak bisa tidur dan
berbicara sendiri mengenai hal yang tidak masuk akal. Toni merasa heran
melihat perilaku istrinya tersebut. Hal ini menyebabkan Toni merasa
terganggu dan tidak bisa beristirahat, padahal Toni juga sedang sakit dan
butuh istirahat.
Suka dia apa, ngomong-ngomong sendiri, tentang Tuhanla. Istriku
e..suamiku Tuhan katanya, padahal kan manusia.
(R.3.W1.b.0170-0173.h.87)
Susah, sedih...ya Kayakmana ya, ck, gak taula aku...akupun gak bisa
tidur. Dia mondar-mandir, gak tenangla.
(R.3.W2.b.0665-0668.h.102-103)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

...merenung-renung, kayakmanala ini, gak adil tuhan ini, aku sakit,


istriku juga sakit.
(R3.W1.b.0183-0185.h.88)
Kayakmanala ya...aku putus asala aku.
(R3.W1.b.0187-0188.h.88)
Ya...heranla aku. Ehmmm....Dia ibaratnya sering ngomong-ngomong,
ngomong tentang Tuhan Jesus, kau gak suamiku lagi Tuhannya
suamiku.
(R3.W1.b.0176-0180.h.87-88)

Pembicaraan istri Toni yang tidak masuk akal tidak hanya berhubungan
dengan Tuhan. Perasaan sedih dirasakannya ketika beberapa perkataan
istrinya sering merupakan kecurigaan dan tuduhan perselingkuhan kepada
diri Toni. Toni merasa yang dikatakan istrinya sangat tidak benar karena
semenjak sakit sudah jarang keluar rumah tetapi istrinya tetap menuduhnya
berselingkuh dengan wanita lain.
Ya..dia suka bilang aku sama cewek lain, padahal gak ada.
(R.3.W1.b.0210-0211.h.89)
Ya...kadang maula di bilang sama aku, tukang maen cewek katanya,
suka curiga tapi semenjak sakit istriku
(R.3.W2.b.0617-0620.h.101)
Ya..sedihla. Dibilang kayak gitu tapi gak betul itu.
(R3.W1.b.0220-0221.h.89)
Ya sedihla, orang aku gak pernah keluar rumah.
(R3.W2.b.0622-0623.h.101)
Istrinya seperti mendapatkan keahlian baru yaitu meramal. Semenjak
sakit istrinya suka meramal nasib individu-individu yang berada si sekitar
mereka. Setelah meramal istrinya akan menyampaikan kata-kata yang tidak
masuk akal kepada tetangga, hal ini mengganggu Toni karena ia merasa

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

malu dengan perilaku istrinya tersebut. Pada saat itu Toni tidak mengerti
apa yang harus dilakukannya untuk menghentikan kebiasaan istrinya
tersebut karena ia merasa dengan keterbatasan fisik yang dideritanya ia
tidak mampu melakukan apa-apa.
...awalnya dulu dia ngeramal-ngeramal, suka dia, umpanya kan ada
orang
duduk-duduk dia suka.
(R3.W1.b.0230-0233.h.89)
Ngomong yang aneh-anehla, malu aku. Dia ngomong di banyakbanyak orang.
(R3.W1.b.0244-0246.h.90)
Apala...gak ngerti juga aku liatnya. Keluar-keluar dia bilang kayak
gitu sama orang. Aneh-aneh...
(R3.W1.b.0249-0251.h.90)
Gak ngerti aku...ya...sedihla. karena aku sakit apa...istriku jadi sakit
juga.
(R3.W1.b.0260-0262.h.90)
Masalah lain yang mengganggu Toni adalah istri Toni sering tidak
mendengarkan lagi perkataan yang disampaikan Toni. Padahal sebelum
sakit mereka sering berbagi cerita satu sama lain. Saat ini istri Toni sering
mengabaikan ucapan Toni dan terkesan tidak menghargai Toni lagi. Toni
merasa sangat tidak nyaman dengan perilaku istrinya, ia merasa kesal
dengan ucapan-ucapan yang disampaikan istrinya.
Aku udah malas ngomong
(R3.W3.)
Ya...kayakmana la ya, dari gelagatnya benci sama aku.
(R3.W1.b.0199-0200.h.88)
...Kayak, sepele.
(R3.W1.b.0203.h.88)
Aku ngomong pun gak di dengarnya.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

(R3.W1.b.0212-0213.h.89)
Kayakmanala ya, malasla ngomong. Habis kalo ngomong aku gak
ditanggapi.
(R3.W3.b.0933-0935.h.111)
Ya aku ngomong gak ditanggapin, kubilang kayak gini, kayak gak
suka dia, gak suka dia apa yang aku bilang itu. Kesalla.
(R3.W3.b.0940-0943.h.111)
Perasaannya semakin sedih manakala di tengah-tengah situasi tersebut
istrinya mengajukan permintaan cerai. Ucapan tersebut tidak hanya sekali
disebutkan oleh istrinya hampir setiap ia marah mengucapkan hal tersebut.
Tidak jarang istri Toni tidak mau mengurus anak-anak dan meminta Toni
untuk mengurus sendiri anak-anak mereka. Toni berusaha mengerti
pernyataan tersebut muncul akibat penyakit skizofrenia yang diderita
istrinya.
Ya...sempatla aku dibilang ceraikan aku katanya.
(R3.W1.b.0272-0273.h.90)
O..sama akula dibilang urus anakmu ini katanya. Kalo biaya sama
anakmu ini kau yang berpikir katanya.
(R3.W2.b.0348-0351.h.93 )
Ya..sedihla, aku udah sakit tiba-tiba dia bilang kayak gitu, tapi gak,
gak, gak apa, setengah hati dia ngomong gitu.
(R3.W1.b.0276-279.h.91)
...sedihla Dia kan stengah hati, tapi ya sedih juga dengarnya, aku sakit
gak bisa ngapa-ngapain, dia bilang pulak lagi itu.
(R3.W1.b.0354-0358.h.93)
Konflik yang dialami Toni dan istrinya terkadang disertai dengan
pemukulan yang dilakukan istri Toni kepada dirinya. Hal ini menimbulkan
rasa kesal, apalagi Toni merasa dia tidak melakukan kesalahan, walaupun
pada saat itu Toni sudah merasakan ada yang berbeda dari istrinya.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Ya aku ditampari
(R3.W1.0151.h.86)
Ah..apa ya..kurasa yang ada lainnya ini.
(R3.W1.b.0154-0155.h.87)
Ya kesal juga, tiba-tiba gak ada aku salah ditampar.
(R3.W1.b.0159-0160.h.87)
Perilaku merusak barang juga diperlihatkan istri Toni ketika ia sedang
marah. Istri Toni membakar semua barang-barang yang ada di dalam rumah.
Barang-barang tersebut dibakar di halaman depan rumah meraka. Perasaan
tidak nyaman dan takut muncul melihat apa yang dilakukan istrinya, karena
tidak hanya mengganggu ketenangan mereka tetapi juga lingkungan sekitar.
Suka dia membakar barang...
(R3.W1.b.0323.h.92)
Baju kami semuala, dibuangi, dibakar di depan rumah.
(R3.W1.b.0328-0329.h.93)
Kayakmanala ya...gak bisa kutahan. Takut kalau dia bakar apa.
(R3.W1.b.0334-0335.h.93)
Kayakmanala ya...aku putus asala aku.
(R3.W1.b.0187-0188.h.88)
Takutla, kalo ada kebakaran, gak tau aku apa aja dibakarnya, yang
kunampak cumak baju, tapi takut jugala aku.
(R3.W1.b.0339-0342.h.93)
Skizofrenia Paranoid yang dialami istri Toni mengakibatkan istrinya
terkadang tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga seperti biasanya,
terutama ketika istrinya menunjukkan perilaku agresif hingga melakukan
pengrusakan pada barang-barang. Perilaku yang sudah mengganggu
keluarganya tersebut mengharuskan istrinya untuk di rawat inap di Rumah
Sakit Jiwa. Selama istrinya tidak di rumah Toni harus beradaptasi dengan

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

situasi rumah yang berantakan dan tidak terurus sebab tidak ada orang lain
yang mengurus rumahnya. Anak-anak Toni tidak bisa membantu banyak
sebab mereka juga sekolah, sedangkan Toni yang mengalami stroke tidak
bisa banyak beraktifitas.
Masik, nyiapin makanan, bersihkan rumah. Tapi kalau lagi sakit, gak
mau dia itu.
(R3.W2.b.0404-0406.h.95)
Ya akula, tapi ya gitu. Aku pun sakit, gak bisa banyak kerja. Rumah
ya gitu-gitula. Anak-anak pun kadang makan kadang gak, tapi orang
itu ngerti kondisi ibuk.
(R3.W2.b.0501-0506.h.98)
Kalau sakit dibiari aja semua...
(R3.W3.b.0761.h.106)
Pekerjaan rumah tangga yang terkadang tidak dikerjakan istrinya
menimbulkan stres pada Toni, karena tidak hanya situasi di dalam rumah
yang tidak diperhatikan tetapi juga anak-anak mereka, walaupun Toni
mengerti situasi tersebut akibat penyakit istrinya, sehingga ia tidak
mengharuskan istrinya mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Ya udahla, yang sakitnya dia itu...daripada e...daripada tambah kumat
nanti biarkan aja...
(R3.W2.b.0411-0414.h.95)
Aku, aku kasian juga, apalagi liat anak-anakla, gak ada yang urus,
tapi ya...dia abis itu sehat lagi. Apa, apa namanya, kadang-kadang aja.
(R3.W2.b.0417-0425.h.95)
Stresla aku, rumah entah kayakmana tapi kudiamkan aja.
(R3.W2.b.0423-0425.h.95)

Pembagian waktu antara keluarga dan pekerjaan merupakan salah satu


sumber stres Toni. Semenjak kondisi fisiknya tidak normal dan istrinya

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

menderita skizofrenia, ia harus membagi waktu antara pergi untuk berobat


dengan pekerjaan. Penambahan tugas juga dialami Toni, Toni harus
mengantar anak-anaknya pergi dan pulang sekolah Toni harus bisa
mengambil jam kantornya agar bisa melakukan aktifitas tersebut. Ia tidak
mau teman-temannya mengetahui ia mengambil waktu untuk menemani
istrinya ke rumah sakit, sebab Toni merasa penyakit istrinya merupakan
suatu hal yang membuat malu.

...kayakmanala aku, curi-curi waktula...


(R3.W3.b.0786-0787.h.107)
e..e..apalah ya, paling yah itulah, mesti kawani dia ke rumah sakit,
antar anak, yah kerjaanku pun udah berkurang. Waktu kerja
berkurang...
(R3.W3.b.0859-0862.h.109)
Susahla...tapi gak apa-apa itu, biar sembuh istriku.
(R3.W3.b.0803-804.h.107)
...gak kukasi tau, apalagi sama kawan-kawanku, istrikukan, malu,
malu..itula..kadang curi-curi waktu ya takut jugak ketauan, pasti
dimarahinla aku.
(R3.W3.b.0789-0793.h.107)
Ya malula kalo apa, tau kawan-kawan, e..istrinya gila katanya,
padahal namanya jugak sakit kan...
(R3.W3.b.0796-0799.h.107)
Perasaan lelah karena harus mengurus keluarganya terutama istrinya
juga muncul, ditambah lagi dengan stroke yang diderita Toni membuat ia
merasa sangat terbebani dengan semua masalahnya.
e..cemana ya..aku pun gak tau, ya ini cobaan.
()

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Ya itula. Akupun di urus juga, aku pun gak bisa ngapa-ngapain,


kena stroke aku. Aku agak capek juga, kapan aku sembuh, dia pun
kapan, itula...
()
d. Coping stres
Berbagai sumber stres muncul dalam kehidupan Toni. Diawali dengan
penyakit stroke yang dialaminya yang kemudian diikuti dengan penyakit
skizofrenia yang diderita istrinya. Sebagai individu Toni telah melakukan
penilaian terhadap suatu situasi stres yang akhirnya memerlukan suatu
solusi untuk diselesaikan. Untuk mengurangi sumber-sumber stresnya Toni
melakukan usaha coping yaitu usaha individu untuk melakukan perubahan
atau mengatasi suatu sumber stres.
Stroke yang diderita Toni mengharuskan dirinya harus melakukan
pengobatan alternatif. Pengobatan medis juga dilakukannya agar kondisi
fisiknya bisa kembali normal, diikuti dengan terapi fisik untuk mempercepat
kesembuhannya.
...dukun patah, dua kali aku di dukun patah, dua kali aku di operasi.
(R3.W1.b.099-101.h.85)
Berobatla...
(R3.W1.b.0124.h.85)
Ya abis operasi itu aku makan obat. Sekarang terapi aku sekali
seminggu di Pringadi
(R3.W1.b.0127-0129.h.85)
Setelah Toni mengalami stroke, beberapa bulan kemudian istri Toni
menunjukkan berbagai perilaku yang menurut Toni aneh karena berbeda
dari perilaku istrinya sehari-hari. Perubahan perilaku pertama sekali
ditunjukkan dengan mengusir Toni dan anak-anak mereka. Pada peristiwa

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

tersebut Toni tidak melakukan apapun, ia merasa tidak berdaya hingga


akhirnya memutuskan untuk mengungsi ke rumah tetangga untuk sementara
waktu.
Mau putus asala, aku udah sakit, datang lagi istriku sakit
(R3.W1.b.0141-0142.h.86)
Kami ke rumah tetanggala. Aku gak bisa ngapa-ngapain, aku sakit.
(R3.W1.b.0316-0317.h.92)
Menjadi target perilaku agresif istrinya memerlukan kesabaran lebih
untuk mengatasinya. Toni pada awalnya berusaha melawan, melihat istrinya
yang semakin marah ia memilih untuk diam, hal ini dianggapnya bisa
meredakan kemarahan istrinya. Keterbatasan fisik juga dirasakan Toni
sebagai penghalang untuk mengatasi perilaku agresif istrinya.
Pertamanya kulawan juga, tapi makin marah dia. Diam ajala aku.
Akupun gak bisa banyak gerak. Sabarla.
(R3.W1.b.0163-0166.h.87)
Istri Toni juga berbicara sendiri pada larut malam hingga ia tidak bisa
tidur merupakan salah satu sumber stres yang tidak bisa diatasi Toni. Toni
merasa tidak berdaya mengatasi masalah tersebut dan menyatakan bahwa
Tuhan tidak adil pada dirinya karena memberikan cobaan dalam waktu yang
hampir berdekatan.
Kayakmanala ya...aku putus asala aku...
(R3.W1.b.0187-0188.h.88)
Cemanala ya...ya..gitula...akupun sakit juga, gak bisa buat apa-apa
aku. Kok gak adil tuhan itu.
(R3.W1.b.0190-0192.h.88)
Mencurigai Toni berselingkuh dengan wanita lain sering diucapkan
oleh istrinya, Toni berusaha mengontrol dirinya agar tidak marah

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

mendengar perkataan istrinya yang menurutnya tidak benar. Sesekali ia


tidak tahan dan menanggapi perkataan istrinya yang akhirnya memunculkan
pertengkaran hingga Toni dipukul istrinya, menghadapi semua itu Toni
tetap sabar.
Kubilangla...gak ada itu. Tapi kadang kudiamin aja. Kadang mau juga
kulawan-lawan.
(R3.W1.b.0224-0226.h.89)
Ya kadang aku diam ajala, kadangku jawab-jawab dia, gak ada itu
kubilang, tapi dia gak yakin. Kalo dilawan ngamuk dia. Pernah aku
dipukuli, aku diam aja
(R3.W2.b.0626-0631.h.102)
Untuk mengatasi istrinya yang meramal nasib orang-orang disekitarnya
Toni tidak membolehkan istrinya keluar rumah lagi supaya istrinya tidak
membicarakan hal yang tidak masuk akal kepada orang lain.
Kusuruh dia di rumah. Sekarang kami dirumah seringnya. Biar gak
pigi-pigi dia. Ngomong yang a...aneh-aneh.
(R3.W1.b.0265-0258.h.90)
Beberapa sifat dan perilaku istri Toni berubah, istri Toni sekarang tidak
mendengarkan perkataan yang disampaikan Toni, Toni yang merasa
diremehkan dan tidak dihargai mencoba memahami situasi ini dengan diam
dan bercerita mengenai masalahnya kepada tetangga yang mengerti dengan
situasi istrinya.
Ya diamla aku, aku sakit datang lagi istriku sakit, kayak itu pikiranku.
o...kadang aku dirumah ngomong sama tetangga, cerita
(R3.W3.b.0946-0949.h.111)
...yang ngerti situasinyala...aku cerita situasi ini sama diala
(R3.W2.b.0588-0590.h.101)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Ketika istri Toni meminta cerai, Toni tidak begitu menanggapinya,


sebab ia mengetahui hal itu karena istrinya sedang menderita gangguan
psikologis. Apabila istrinya marah karena tidak ditanggapi, Toni meminta
bantuan dari anak adik iparnya untuk meredakan amarah istrinya. Anak adik
ipar Toni pernah digigit akibat berusaha menenangkan istri Toni yang
sedang marah.
Diamla aku, kalo ngamuk dia kupanggil anak lae ku dari pajak, dia
pun pernah digigit.
(R3.W1.b.0279-0281.h.91)
Istri Toni yang membakar barang-barang di halaman rumah mereka
berusaha dihentikan Toni dengan meminta bantuan dari tetangga untuk
memadamkan api agar tidak terjadi kebakaran
Tetangga kupanggil untuk menghalang-halangi api.
(R3.W1.b.0336-0337.h.93)
Toni berusaha mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri, walaupun
tidak banyak yang ia kerjakan. Ia memutuskan untuk tidak memaksa istrinya
untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga apabila istrinya tidak mau
akibat istrinya tidak suka apabila disuruh.
Pernah kusuruh istriku, tapi marah-marah dia, jadi sekarang, sekarang
ya gitu-gitula...
(R3.W2.b.0433-0436.h.96)
Yang bisa kukerjain ya kukerjain. Yang namanya istri sakit ya akula
yang gantikan.
(R3.W2.b.0438-0440.h.96)
Pembagian waktu antara pekerjaan dan keluarga saat ini cukup sulit
dirasakan Toni, ia harus pintar dalam membagi waktu. Solusi yang
didapatkan Toni untuk mengatasi masalah ini adalah dengan diam-diam

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

mengambil waktu pekerjaannya untuk mengurus keluarga, hal ini


dilakukannya terutama apabila harus menemani istrinya kerumah sakit.
...kadang curi-curi waktu ya takut jugak ketauan, pasti dimarahinla
aku...
(R3.W3.b.0786-0793.h.107)
Ya paling dulu dia yang antar orang itu ke sekolah, sekarang aku.
Kayak gini, tadi pagi aku antar orang itu ke sekolah baru kerumah
sakit, nanti siang kujemput lagi baru ke kerjaan sampek setengah hari
baru pulang.
(R3.W3.b.0826-0832.h.108)
Ya kadang aku sebentar ke kerjaan, kadang pulang aku. Kayak ginila
waktu ke rumah sakit ini, aku ya setengah hari kerja, setengah hari
enggak.
(R3.W3.b.0779-0783.h.107)
Situasi yang dinilai Toni merupakan masalah yang rumit tidak jarang
menimbulkan perasaan tertekan, pada situasi ini Toni melampiaskan
perasaannnya dengan menyuruh anak-anaknya untuk mengerjakan beberapa
pekerjaan.
Anakku di rumahla kusuruh, kadang apala, kayakmana ya..gak taula
aku ah..nyemir sepatu, nyuci kereta.
(R3.W3.b.0960-0963.h.111)
Masalah-masalah

yang

dihadapi Toni

semenjak

istrinya sakit

memunculkan rasa bosan, berbagai usaha dilakukannya agar istrinya segera


sembuh. Toni memberitahu adik iparnya mengenai kondisi istrinya dan
mendapatkan solusi agar istrinya dibawa ke rumah sakit jiwa.
Ya mengkhayal-mengkhayalla, ah kayakmanala cobaan ini, kok gak
habis-habisnya cobaan ini.
(R3.W3.b.0879-0881.h.109)
Ya bawak ajalah lae kerumah sakit jiwa katanya
(R3.W3.b.0775-0775.h.106-107)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Lae udah tambah aneh itomu, baru kayakmana itu lae? Kubilangkan,
o..kalo kayak gitu bawa ajala kerumah sakit jiwa katanya...
(R3.W2.b.0543-0547.h.99)
Sering apa, ngomong gitu, konsultasi aku sama lae ku mengenai
istriku
(R3.W3.b.0899-0891.h.109)
Toni membawa istrinya untuk berobat secara teratur ke rumah sakit
jiwa setiap sepuluh hari sekali, walaupun ia pernah membawa istrinya ke
pengobatan alternatif tetapi tidak menunjukkan perubahan. Setelah dengan
pengobatan teratur Toni mengawasi istrinya untuk mengkonsumsi obat
secara pula sehingga istrinya tetap bisa beraktifitas seperti biasanya.
Ya berobat kemari aja sekali sepuluh hari.
(R3.W3.b.0848-0849.h.108)
eh..o...ada, pernah kami ke parapat berobat. Jadi dikasila obat baru dia
istriku ini payah makan obat, dibuangi obatnya, gak mau dia.
(R3.W3.b.0851-0855.h.109)
Ya kayakmanala, namanya sakit, ya dibawala berobat ke rumah sakit
jiwa. Ya..e..diawasila. Kalo minum obat ya diminumnya, tapi kadang
dia gak mau. Jadi itula, harus diawasi. Kalo lagi sehat ya bagus, mau
nyapu, ngepel, membersihkan halaman, tiap hari disapunya.
(R3.W2.b.0600-0609.h.101)
Untuk melengkapi usaha-usahanya Toni tidak lupa berdoa kepada
Tuhan agar ia bisa menghadapi situasi stres yang dialaminya. Toni juga
mengajak anak-anak untuk berdoa akan kesembuhan ibu mereka.
Kadang ku ajak sama anak-anak berdoa kalian biar dia sembuh, paling
yah ngawasi biar dimakannya obatnya, itu la.
(R3.W3.b.0755-0758.h.106)
Gak adala, paling berdoa.
(R3.W2.b.0498.h.98)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Ya hanya bersandar sama Tuhanla aku, kayakmana supaya sembuh,


kayakmana, banyak kali cobaan.
(R3.W3.b.0810-0812.h.107)
B. Interpretasi
1. Responden I
a. Sumber Stres dan proses appraisal
Stres adalah suatu kondisi dimana sesuatu yang diinginkan tidak sesuai
dengan kenyataan (Sarafino, 2006).

Ketika Iman memutuskan untuk

menikah maka yang diharapkan Iman adalah memiliki keluarga yang


bahagia. Kenyataan yang dihadapi oleh Iman berbeda dengan keinginannya,
tiba-tiba saja istri Iman menderita penyakit. Penyakit yang dialami oleh istri
Iman bukan penyakit fisik melainkan penyakit mental, dimana sebelumnya
Iman tidak pernah berhubungan atau merawat individu yang menderita
penyakit mental. Situasi ini membuat Iman terkejut dan tidak mengetahui
informasi apapun mengapa istrinya menderita penyakit tersebut sebab Iman
sebelum menikah hingga dua tahun usia perkawinannya tidak pernah
melihat istrinya menunjukkan gejala-gejala yang mengarah pada penyakit
mental.
Perubahan kesehatan salah satu anggota keluarga bisa merupakan salah
satu penyebab stres (Holmes & Rahe dalam Sarafino, 2006). Kesehatan istri
Iman pada awal pernikahan sangat baik dan tidak menunjukkan gejalan
apapun bahwa ia akan menderita penyakit mental. Setelah dua tahun usia
pernikahan istri iman menunjukkan gejala-gejalanya, hal inilah yang
menimbulkan keterkejutan pada Iman. Kemudian pada usia tiga tahun

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

perkawinan istri Iman baru didiagnosa mengalami penyakit mental yaitu


skizofrenia paranoid. Iman semakin tidak mengerti mengenai situasi yang
dihadapinya.
DiMatteo (1991) menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang membawa
perubahan dalam kehidupan manusia dan diperlukannya adaptasi bisa
menyebabkan stres. Berbagai macam perubahan terjadi pada kehidupan
rumah tangga Iman semenjak istrinya sakit. Perubahan perilaku yang
diperlihatkan istri Iman seperti mencurigai, cemburu yang berlebihan,
perkataan yang tidak masuk akal, dan amarah yang tidak terkontrol
merupakan salah satu sumber stres yang dirasakan Iman. Sesuai dengan
pernyataan Johnson (dalam Winefield & Harvey, 1994), yaitu perbedaan
perilaku yang ditunjukkan atau ketika penyakit skizofrenia kambuh daripada
apa yang menyebabkannya merupakan situasi yang menyebabkan stres bagi
suami yang berperan sebagai caregiver. Iman sering menyatakan bahwa ia
tidak bisa menebak perilaku istrinya walaupun telah berusaha mengikuti
kemauan istrinya.
Iman tidak bisa keluar rumah tanpa izin istrinya bahkan melakukan
beberapa tugas dalam rumah tangga sendiri. Situasi ini menambah beban
Iman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jungbauer (2004) bahwa ketika
salah satu pasangan menderita skizofrenia maka waktu untuk melakukan
suatu hal yang menyenangkan akan berkurang karena harus selalu di rumah
untuk menjaga pasangan. Iman sudah tidak bisa banyak menghabiskan
waktu diluar rumah karena harus mengurus istri dan anak-anaknya.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Jungbauer (2004) menambahkan beban lain yang dirasakan pasangan


adalah meningkatnya konflik antar pasangan karena perubahan mood,
pasangan ingin menyendiri, dan terkadang menunjukkan perilaku agresif.
Iman merasakan situasi tersebut dengan menyatakan bahwa ia sering
bertengkar

dengan

istrinya karena

perilaku-perilaku

istrinya

yang

menurutnya cenderung aneh dan membuatnya merasa terganggu. Memiliki


individu yang sakit dalam suatu keluarga mengurangi waktu dan kebebasan
personal serta menghasilkan perubahan hubungan interpersonal (Sarafino,
2006).
Melcop dalam Jungbauer (2004) menyatakan bahwa pernikahan atau
hubungan romantis dengan penderita skizofrenia cenderung memasuki fase
ingin berpisah. Pada kondisi yang dialami Iman saat ini sesekali terbesit
dalam pikirannya untuk mengakhiri pernikahannya dengan istrinya karena
merasa sudah tidak sanggup menghadapi masalah-masalah yang muncul
semenjak istrinya menderita skizofrenia.
Sebagai caregiver, Iman harus melakukan berbagai aktifitas untuk
mendukung kesehatan istrinya. Ia harus mengawasi istrinya untuk memakan
obat secara teratur yang terkadang memicu amarah Iman sebab istrinya
tidak mau menurutinya. Selain itu dalam satu bulan minimal sekali Iman
harus menemani istrinya ke dokter untuk kontrol ulang. Penambahan
aktifitas ini menyebabkan Iman merasa lelah dan bosan. Almberg, et, al
(dalam Sanders & Power, 2009) menyatakan bahwa suami yang berperan
sebagai caregiver

rentan terhadap tekanan yang muncul dalam proses

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

merawat yang bisa memunculkan reaksi psikologis seperti depresi, stres,


grief, dan beban.
Holmes dan Rahe (dalam Wilkinson, 2003) menyatakan bahwa masalah
pendapatan bisa menimbulkan stres. Hal ini sesuai dengan situasi yang
dihadapi Iman, pengeluaran rumah tangga Iman bertambah dengan sakitnya
istri Iman yang memerlukan biaya yang Iman keluarkan satu kali dalam
sebulan untuk pengobatan istrinya.
Pada situasi stres individu melakukan primary appraisal atau penilaian
terhadap peristiwa baru atau perubahan, dimana suatu perubahan bisa dinilai
positif, netral, atau negatif. Setelah primary appraisal dilakukan, maka
individu akan melakukan secondary appraisal, yaitu evaluasi dari sumber
coping dan pilihan-pilihan yang ada untuk mengatasi peristiwa yang muncul
(Lazarus & Folkman dalam Taylor, 1995).
Masalah-masalah yang dihadapi Iman menimbulkan rasa terkejut,
bingung, marah, lelah, dan bosan. Iman melakukan secondary appraisal
dengan mengevaluasi pilihan-pilihan coping yang tersedia.
b. Coping stres
Stres merupakan pengalaman subjektif, sehingga setiap individu dapat
memiliki respon yang berbeda-beda terhadap stres. Stres bisa berdampak
secara fisik maupun psikologis. Stres yang dialami oleh individu biasanya
disertai dengan ketegangan emosi dan ketegangan fisik yang menyebabkan
ketidaknyamanan. Situasi seperti ini menyebabkan individu termotivasi

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

untuk melakukan suatu tindakan yang mengurangi atau menghilangkan


stres, yaitu coping (Sarafino, 2006).
Setiap individu menghadapi situasi stres dengan cara yang berbeda-beda.
Individu bisa menggunakan fungsi coping yang berpusat pada emosi
(emotion focused coping) dengan cara mengatur respon emosional melalui
pendekatan behavioral dan kognitif, ataupun menggunakan fungsi stres
yang berpusat pada masalah (problem focused coping) dengan cara
menghadapi masalah yang menjadi penyebab timbulnya stres secara
langsung (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006).
Menghadapi masalah-masalah yang terjadi semenjak istrinya menderita
skizofrenia, Iman melakukan berbagai macam bentuk coping. Beberapa
situasi stres dihadapi Iman dengan fungsi stres yang berpusat pada emosi,
pada situasi yang lain dengan fungsi stres yang berpusat pada masalah.
Masalah yang dihadapi Iman dengan fungsi stres yang berpusat pada
masalah

adalah

mengenai

pengobatan

istrinya.

Iman

melakukan

penyelesaian masalah yang terencana dan langsung mengambil tindakan


(planful problem solving) yaitu ketika perilaku-perilaku istri Iman tidak bisa
dikontrol lagi Iman langsung membawa istrinya ke dokter spesialis jiwa.
Mengatasi perilaku-perilaku istrinya yang berubah semenjak sakit seperti
tidak beribadah, menggunakan lambang agama lain, dan mengancam untuk
meminta uang juga diatasi Iman menggunakan penyelesaian masalah yang
terencana (planful problem solving). Iman menasehati istrinya agar merubah
perilakunya dan membuang lambang agama lain yang dipakai istrinya.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Metode ini juga digunakan Iman untuk membantu istrinya yang mudah lupa
dimana ia meletakkan barang-barangnya. Iman pasti terlebih dahulu
meminta istrinya untuk berpikir dengan tenang kemudian mencari dimana
tempat ia meletakkan barang tersebut.
Iman yang mempunyai tanggung jawab baru sebagai seorang caregiver
harus menyusun rencana mengenai apa yang harus dikerjakannya untuk
merawat istrinya. Ia mulai dengan menyediakan semua keperluan istrinya
baik pakaian dan makanan, mengawasi jadwal memakan obat dan menuruti
semua kemauan istrinya selama menurutnya kemauan istrinya tidak kelewat
batas. Iman bersedia memenuhi keinginan istrinya setelah memperhatikan
perilaku istrinya yang jika keinginannya tidak dipenuhi akan memicu
pertengkaran.
Confrontative coping yaitu tindakan asertif yang sering melibatkan
kemarahan juga dilakukan Iman. Hal ini dilakukannya untuk menghadapi
perilaku istrinya yang curiga dan cemburu berlebihan. Iman meluapkan
amarahnya agar istrinya berhenti untuk mencurigai dirinya dan tidak
mengatakan tuduhan yang tidak benar.
Tidak semua situasi stres dihadapi Iman dengan fungsi stres yang
berpusat pada masalah. Di beberapa situasi Iman memilih melakukan
coping yang berpusat pada emosi (emotion focused coping).
Positive reappraisal yaitu mencari makna positif dari permasalahan yang
berfokus pada pengembangan diri, biasanya melibatkan hal-hal yang
bersifat religius. Positive reappraisal sering digunakan Iman pada beberapa

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

situasi. Ketika pertengkaran-pertengkaran muncul diantara Iman dan


istrinya Iman berusaha untuk sabar menghadapi cobaan yang diberikan oleh
Tuhan. Iman melakukan ibadah dan berdoa agar bisa menghadapi sumber
stres yang dihadapinya.
Sebagai caregiver kesabaran sangat dibutuhkan. Iman melakukan kontrol
diri (self control) yaitu usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan
perasaan ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah. Masalahmasalah yang mungkin akan memicu pertengkaran dihadapi Iman dengan
metode ini. Metode ini dipilihnya karena tidak ingin bertengkar dengan
istrinya. Ketika istrinya mengan
Salah satu usaha Coping dengan mencari dukungan sosial (seeking social
support), yaitu berusaha mencari informasi dan mencari kenyamanan secara
emosi dari orang lain (Lazarus & Folkman dalam Taylor, 1995). Inilah yang
dilakukan Iman ketika dirinya merasa stres menghadapi masalah yang
ditimbulkan oleh perilaku istrinya. Iman mencari dukungan sosial dari
keluarga dan teman-teman di tempat kerjanya. Bercerita dan bersenda gurau
dengan teman-teman di tempat kerjanya memberikan pengaruh positif bagi
Iman, ia bisa merasakan senang pada saat tersebut.
Masalah ingin berpisah dengan istrinya pernah muncul di dalam pikiran
Iman. Masalah ini diatasi Iman dengan melakukan accepting responsibility.
Iman mengetahui perannya sebagai kepala keluarga, seorang ayah dan
suami karena itu ia tetap bertahan dengan pernikahannya dan berusaha
memperbaiki diri menjadil lebih sabar menghadapi istrinya.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Iman juga melakukan kedua fungsi coping secara bersamaan. Menurut


Lazarus dan Folkman (dalam Taylor, 1995) hal ini dilakukan individu dalam
menghadapi episode stressful suatu peristiwa. Iman melakukan hal tersebut
dalam usaha kesembuhan istrinya, ia membawa istrinya ke dokter untuk
pengobatan medis disertai dengan doa kepada Tuhan agar istrinya diberi
kesembuhan.
Ketika istrinya meminta uang Iman juga melakukan fungsi coping yang
berpusat pada masalah (problem focused coping) yang diikuti dengan fungsi
coping yang berpusat pada emosi (emotion focused coping). Metode yang
pertama digunaka Iman adalah penyelesaian masalah terencana (planful
problem solving) dengan langsung memberikan uang pada istrinya diikuti
dengan memberikan nasehat. Akan tetapi jika pada suatu situasi Iman tidak
memberi uang maka ketika istrinya marah ia memilih melakukan kontrol
diri (self control) dengan bersabar atau ia menjauhkan diri dari istrinya
dengan tidur atau menonton televisi yang dikenal dengan metode
distancing.

2. Responden II
a. Sumber stres dan proses appraisal
Masalah-masalah yang dihadapi oleh Azis semenjak istrinya
menderita penyakit skizofrenia dapat dinyatakan sebagai sumber stres yang
berasal dari keluarga. DiMatteo (1991) menyatakan bahwa peristiwaperistiwa yang membawa perubahan dalam kehidupan manusia dan

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

diperlukan adaptasi terhadapnya bisa menimbulkan stres. Perubahan dalam


kehidupan rumah tangga Azis terjadi setelah satu tahun usia pernikahannya.
Istri Azis menderita skizofrenia. Azis harus beradaptasi dengan berbagai
perubahan perilaku yang ditunjukkan istrinya. Terlebih lagi ia mendapat
tugas-tugas yang sebelum istrinya menderita skizofrenia tidak dilakukannya.
Menurut Johnson (dalam Winefield & Harvey, 1994) salah satu
situasi yang menyebabkan stres bagi suami sebagai caregiver adalah
perbedaan perilaku yang ditunjukkan oleh pasangannya. Azis merasa sangat
kesulitan dalam menghadapi perubahan perilaku istrinya. Ia merasa bingung
dan cemas melihat kondisi istrinya. Perbedaan perilaku yang ditunjukkan
semenjak sakit ialah istrinya cepat mengalami stres ketika menghadapi
masalah-masalah kuliahnya.
Istri Azis juga mudah lupa, tidak bisa tidur, dan tidak mau makan,
beberapa perilaku ini membuat Azis merasa terganggu dan cemas melihat
kondisi istrinya. Sesuai dengan pernyataan Keliat (2001) bahwa perilaku
penderita gangguan jiwa yang dianggap keluarga paling mengganggu dan
membuat keluarga stres adalah kurangnya motivasi, keterampilan sosial
yang rendah, perilaku makan/tidur yang buruk, sukar menyelesaikan tugas,
dan sukar mengatur keuangan.
Perilaku istri Azis yang tidak bisa ditebak walaupun ia sudah
memperhatikan istrinya juga menambah sumber stres bagi dirinya. Kumar
dan Mohanty (2007) menyatakan bahwa perilaku pasien yang tidak bisa
ditebak dan mengganggu di rumah menambah beban bagi pasangannya.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Sementara itu Azis juga harus membagi waktu antara pekerjaan dan
merawat istrinya. Situasi ini sangat membuat Azis bingung karena harus
memilih antara bekerja dengan merawat istrinya. Selain itu Azis merasa
terbebani dan tidak nyaman dengan situasi ini karena ia sebagai kepala
rumah tangga harus mencari nafkah akan tetapi ia tidak bisa meninggalkan
istrinya sendiri di rumah pada saat kondisinya sedang menurun.
Azis harus mengambil alih pekerjaan rumah tangga yang dikerjakan
istrinya.

Jungbauer,

Wittmund,

Dietrich,

dan

Angermeyer(2004)

mengemukakan bahwa pasangan juga harus mengambil alih tugas tambahan


dari pasangan yang sakit, terkadang tugas ini merupakan tugas yang tidak
biasa dikerjakan, tugas spesifik gender yang biasa dikerjakan pasangan yang
menderita skizofrenia. Situasi ini menyebabkan tingkat stres Azis semakin
bertambah karena ia tidak hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga
tetapi harus merawat istrinya. Berbagai macam perasaan juga muncul,
meskipun ia mengetahui bahwa merawat istri adalah tanggung jawabnya
amarah kadang tidak bisa ditahannya pada akhirnya memunculkan tidak
konsentrasi. Rasa kecewa juga dialami Azis melihat istrinya tidak bisa lagi
mengerjakan tugas-tugas rumah tangga yang sudah menjadi tanggung
jawabnya.
Holmes dan Rahe (dalam Wilkinson, 2003) menyatakan bahwa
masalah pendapatan bisa menimbulkan stres. Biaya pengobatan istri Azis
sangat mahal, menurutnya biaya tersebut tidak akan cukup jika
mengandalkan sumber pemasukannya saja. Azis merasa sangat tidak

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

nyaman menghadapi situasi ini, ia sering merasa kesal jika harus


mengeluarkan begitu banyak biaya untuk pengobatan istrinya.
Sampai saat ini belum memiliki keturunan juga merupakan salah
satu sumber stres Azis. Sebelum menikah keinginan Azis adalah memiliki
keturunan di usianya yang masih muda. Setelah menikah selama delapan
tahun Azis dan istrinya belum mendapatkan keturunan, menurut Azis hal ini
disebabkan istrinya masih mengkonsumsi obat medis yang tidak baik untuk
janin. Situasi ini menimbulkan stres bagi Azis sebab sesuatu yang
diinginkannya tidak sesuai dengan kenyataan (Sarafino, 2006).
Menurut Lazarus dan Folkman (1984) terdapat dua jenis penilaian
yang dilakukan individu untuk menilai apakah suatu situasi dapat atau tidak
menimbulkan stres, yaitu penilaian primer (primary appraisal) yang
merupakan proses penentuan makna dari suatu peristiwa yang dialami
individu dan penilaian sekunder (secondary appraisal) yang merupakan
penilaian mengenai kemampuan individu melakukan coping beserta sumber
daya yang dimilikinya.
Walaupun merasa kesal, kecewa, dan sedih melihat kondisi istrinya
saat ini Azis berusaha tetap memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah
tersebut. Ia mengobservasi perilaku istrinya dan apa saja yang menyebabkan
istrinya merasa stres hingga menunjukkan perilaku berbeda. Berbagai
alternatif tindakan dipikirkan Azis dan jika belum mengetahui dengan pasti
ia mencoba alternatif tersebut walaupun ada kemungkinan tidak berhasil.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

b. Coping stres
Stres merupakan pengalaman subjektif, sehingga setiap individu
dapat memiliki respon yang berbeda-beda terhadap stres. Stres bisa
berdampak secara fisik maupun psikologis. Stres yang dialami oleh individu
biasanya disertai dengan ketegangan emosi dan ketegangan fisik yang
menyebabkan ketidaknyamanan. Situasi seperti ini membuat individu
termotivasi untuk melakukan suatu tindakan yang bisa meredakan stres.
Tindakan yang dilakukan adalah coping (Sarafino, 2006).
Permasalahan yang dihadapi Azis semenjak istrinya menderita
skizofrenia dihadapi dengan berbagai fungsi coping. Beberapa masalah
dihadapi Azis dengan fungsi coping yang berpusat pada masalah (problem
focused coping) dan beberapa dihadapi dengan fungsi coping yang berpusat
pada pengaturan emosi (emotion focused coping).
Individu bisa menggunakan fungsi coping secara langsung (problem
focused coping). Inilah yang dilakukan Azis ketika mengatasi sumber stres
melihat istrinya merasa stres karena masalah kuliah. Azis melakukan
penyelesaian masalah terencana (planful problem solving) dengan
mengerjakan tugas-tugas kuliah istrinya semampunya, menghubungi teman
istrinya, dan memberikan nasehat kepada istri agar tetap melanjutkan
kuliahnya.
Pada saat mengetahui istrinya menderita skizofrenia Azis juga
menggunakan metode penyelesaian masalah terencana (planful problem
solving) dengan langsung memberikan air putih yang dibacakan ayat Al

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Quran. Setelah beberapa lama menggunakan obat medis Azis

yang

mengetahui bahwa obat medis bisa menurunkan fungsi-fungsi organ tubuh


Azis mengganti obat tersebut dengan suplemen kesehatan.
Perubahan perilaku yang ditunjukkan istrinya seperti mudah lupa,
tidak bisa tidur, dan tidak mau makan, juga diatasi Azis dengan metode
penyelesaian masalah terencana (planful problem solving). Setelah
memperhatikan kondisi istrinya Azis menemukan cara untuk mengatasinya.
Ketika istrinya mudah lupa ia tidak akan meninggalkan banyak pesan.
Apabila istrinya tidak mau makan ia memberikan madu dan mengizinkan
istrinya memakan makanan yang disukainya. Tidak bisa tidur adalah
masalah yang terberat menurut Azis, ia harus bisa membuat istrinya tenang
agar tidak terlalu banyak memikirkan masalah yang dihadapinya. Kemudian
Azis memberikan suplemen kesehatan agar kondisi fisik istrinya tidak
menjadi bertambah buruk meskipun tidak tidur.
Beberapa sumber stres lainnya diatasi Azis dengan fungsi coping
yang berpusat pada pengaturan emosi (emotion focused coping),

yaitu

berusaha menerima ikhlas semua masalah yang dihadapinya. Azis


mensyukuri semua yang ia jalani dan meminta pertolongan dari Tuhan
dengan selalu berdoa. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Taylor, 1995)
cara ini disebut dengan penilaian positif (positive reappraisal), yaitu usaha
mencari

makna

positif dari permasalahan

dengan

terfokus

pada

pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Azis menyadari bahwa sebagai suami ia adalah individu terdekat


dengan istrinya dan individu yang paling merasakan dampak dari penyakit
istrinya. Ia menyadari bahwa perannya sebagai caregiver sangat penting. Ia
selalu berusaha mencari jalan keluar dari masalah-masalah yang sedang
dihadapinya.

Pada

situasi

ini

Azis

menggunakan

cara accepting

responsibility yaitu mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan sambil
berusaha untuk memperbaikinya (Lazarus & Folkman dalam Taylor, 1995).
Sebagai caregiver kesabaran sangat dibutuhkan Azis ketika
melayani semua kebutuhan istrinya. Meskipun merasa kesulitan ia harus
tetap bersabar menjalani peran tersebut demi kesembuhan istrinya. Lazarus
dan Folkman (dalam Taylor, 1995) menyatakan usaha untuk menyesuaikan
diri dengan perasaan maupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah
dikenal dengan metode coping kontrol diri (self control).
Upaya coping dengan mencari dukungan sosial (seeking social
support), yaitu usaha mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan
informasi dari orang lain juga dilakukan Azis ketika ia harus merawat
istrinya yang menderita skizofrenia. Dukungan diterimanya dari berbagai
sumber, dari dokter, tetangga, dan juga teman sekerjanya yang mengerti
keadaannya jika tidak bisa masuk kerja.

3. Responden III
a. Sumber stres dan proses appraisal

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Semua individu dari berbagai usia pasti pernah mengalami dan


menghadapi stres. Akan tetapi sumber stres pada setiap individu berbedabeda. Salah satu sumber stres menurut Social Readjustment Rating Scale
yang dibuat oleh Holmes dan Rahe adalah penyakit yang diderita oleh
individu (Sarafino, 2006). Toni mengalami stroke, yang merupakan salah
satu sumber stres. Ia merasa heran bagaimana ia bisa sampai menderita
stroke padahal telah melakukan berbagai macam pengobatan. Ia merasa
sedih dan tidak berdaya. Ia juga merasa menyusahkan keluarganya akibat
penyakit stroke tersebut yang menyebabkan keterbatasan fisik pada kaki
kirinya.
Sumber stres Toni ditambah lagi dengan gangguan psikologis yang
diderita istrinya tidak lama setelah ia menderita stroke. Istri Toni menderita
skizofrenia paranoid. Hal ini merupakan sumber stres yang berasal dari
keluarga. Semenjak istri Toni menderita skizofrenia paranoid berbagai
perubahan dalam kehidupan Toni terjadi.
Stres mengarah kepada perasaan sedih atau depresi (Sarafino, 2006),
melihat istrinya yang menderita penyakit mental dan menunjukkan berbagai
perubahan yang cukup signifikan Toni sering merasa sedih dan merasa ialah
yang menyebabkan istrinya sakit akibat kecelakaan yang dialaminya.
Sebagai suami dan individu yang paling dekat dengan istrinya Toni juga
berperan sebagi caregiver bagi penyakit skizofrenia paranoid yang diderita
istrinya . Simtom positif yang berhubungan dengan konflik interpersonal,
perubahan kebiasaan sehari-hari bisa memunculkan sumber stres bagi

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

caregiver (Magafia, Garcia, Hernandez, & Cortez, 2007), hal ini


diperlihatkan pada saat istri Toni meminta cerai maka muncullah konflik
interpersonal antara Toni dan istrinya.

Perilaku yang tidak biasa dan

cenderung aneh yang dilakukan oleh istri Toni seperti mengusir keluarga,
memukul, dan tidak mendengarkan kata-kata Toni memicu persaan kesal
karena istrinya berperilaku dengan cara yang ia tidak mengerti (Mueser &
Gingerich, 2006). Rasa malu juga muncul ketika pasangan yang menderita
skizofrenia berperilaku yang menarik perhatian orang lain (Mueser &
Gingerich, 2006). Istri Toni meramal dan membakar barang-barang di
halaman depan menarik perhatian dari lingkungan sekitarkhususnya
tetangga.
Penambahan tugas pada Toni sebagai caregiver dari istrinya dan anak
yang usianya cukup dewasa menimbulkan perubahan yang memunculkan
stres (Sarafino, 2006). Toni harus melakukan beberapa pekerjaan rumah
tangga yang tidak dilakukan istrinya ketika sakit, ia juga harus mengambil
alih tugas yang biasa dilakukan istrinya seperti mengantar dan menjemput
anak-anak untuk pergi ke sekolah.
Menurut Lazarus dan Folkman (1984), terdapat dua jenis penilaian yang
dilakukan individu untuk menilai apakah suatu peristiwa bisa atau tidak
menimbulkan stres, yaitu penilaian primer (primary appraisal), proses
penentuan makna dari peristiwa yang dialami dan penilaian sekunder
(secondary appraisal), penilaian mengenai kemampuan individu melakukan
coping serta sumber daya yang dimilikinya.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Berbagai macam penilaian terhadap masalah-masalah yang dihadapi Toni


muncul, perasaan sedih, tidak nyaman, lelah, kesal, dan bingung hingga
tidak berdaya muncul. Toni berusaha mengevaluasi sumber stres yang
muncul (primary appraisal) dengan menilai apakah suatu situasi
menimbulkan stres pada dirinya (Lazarus, 1986). Hasil evaluasi Toni dalam
berbagai situasi semenjak istrinya menderita penyakit mental adalah
stressfull dimana ia merasakan bahwa penyakit mental yang diderita istrinya
bisa menimbulkan masalah.
Ketika telah menilai masalah-masalah yang muncul Toni melakukan
secondary appraisal dengan menilai sumber-sumber atau kemampuan yang
dimilikinya untuk mengatasi masalah (Sarafino, 2006). Toni mengetahui
bahwa pada saat itu dirinya kurang memiliki sumber yang cukup untuk
mengatasi masalah, akan tetapi ia berusaha menggunakan kemampuannya
dengan maksimal untuk mengatasi situasi stres. Seperti pada situasi dimana
istrinya tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga ia yang menggantikan
walaupun dengan keterbatasan, serta ia berusaha meminta bantuan dari dari
adik ipar dan tetangga untuk membantu karena tidak bisa mengatasi situasi
stres tersebut sendiri. Perasaan kesal yang ketika istrinya melakukan
tindakan agresif dinilai Toni merupakan akibat dari penyakit istrinya,
sehingga walaupun ia menilai hal tersebut sebagai sumber stres ia berusaha
untuk sabar karena berusaha menyesuaikan antara kemampuan coping dan
kebutuhan dari situasi tersebut (Rive, 1992).

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

b. Coping stres
Stres merupakan pengalaman subjektif, sehingga setiap individu dapat
memiliki respon yang berbeda-beda terhadap stres. Stres bisa berdampak
secara fisik maupun psikologis. Stres yang dialami oleh individu biasanya
disertai dengan ketegangan emosi dan ketegangan fisik yang menyebabkan
ketidaknyamanan. Situasi seperti ini menyebabkan individu termotivasi
untuk melakukan suatu tindakan yang mengurangi atau menghilangkan
stres, yaitu coping (Sarafino, 2006).
Lazarus dan Folkman (1984), mengklasifikasikan dua jenis coping, yaitu
problem focused coping dan emotion focused coping. Problem focused
coping adalah penanganan stres dengan cara mengurangi, atau memecahkan
masalah yang menjadi sumber stres. Sedangkan emotion focused coping
adalah penanganan stres dengan mengendalikan respon emosi yang
diakibatkan oleh sumber stres. Untuk mengatasi masalahnya Toni
menggunakan kedua jenis coping ini.
Problem focused coping

digunakan Toni untuk mengatasi masalah-

masalahnya. Beberapa masalah menggunakan penyelesaian masalah


terencana (planful problem solving) yaitu usaha menyembuhkan penyakit
stroke Toni dengan diawali pengobatan alternatif, diikuti dengan
pengobatan medis dan akhirnya melakukan terapi secara teratur. Hal ini juga
dilakukan Toni dalam usaha penyembuhan istrinya, Toni membawa istrinya
ke pengobatan alternatif namun tidak memperlihatkan perubahan, kemudian
Toni membawa istrinya ke dokter spesialis jiwa. Tidak hanya sampai disitu

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Toni memasukkan istrinya ke rumah sakit jiwa ketika ia sudah tidak bisa
mengatasi perilaku istrinya yang mengganggu, setelah menunjukkan
perubahan saat ini Toni secara teratur setiap sepuluh hari sekali menemani
istrinya untuk kontrol ulang.
Kebiasaan istrinya yang baru semenjak sakit yaitu meramal nasib dengan
mengatakan hal yang tidak masuk akal diatasi Toni dengan penyelesaian
masalah terencana (planful problem solving) juga, setelah melihat istrinya
meramal ia tidak mengizinkan istrinya keluar rumah seperti biasa. Perilaku
istri Toni yang semenjak sakit suka meletakkan barang tanpa bisa
mengingat kembali dimana ia meletakkannya berusaha diselesaikan Toni
dengan penyelesaian masalah terncana (planful problem solving), Toni
mengingatkan istrinya dimana ia meletakkan barang-barang. Metode ini
juga digunakan Toni dalam membagi waktunya antara urusan perkerjaan
dan keluarga. Ia menggunakan sebagian waktu kerjanya untuk mengurus
keluarganya meskipun harus mencuri jam kerja.
Seeking social support dimana individu berusaha mencari informasi dan
kenyamanan secara emosi dari orang lain(Folkman & Lazarus, dalam
Taylor, 2005). Toni melakukan hal tersebut dengan menghubungi adik
iparnya untuk mengetahui apa yang harus dilakukannya melihat perilaku
istrinya yang mengganggu. Menurut McFarlane, Dixon, Lukens, dan
Lucksted (dalam Chen & Greenberg, 2004), ketika menghadapi masalah
penyakit mental, anggota keluarga cenderung mencari dukungan dari

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

anggota keluarga lainnya, teman dekat, maupun individu yang memiliki


pengalaman yang sama.
Pada beberapa Situasi dimana Toni tidak menggunakan problem focused
coping melainkan Emotion focused coping. Melihat istrinya yang mengusir
Toni dan anak-anak ketika kondisi fisiknya tidak mendukung untuk berbuat
banyak hal, istrinya yang tidak bisa tidur dan melakukan tindakan agresif
menyebabkan Toni juga tidak bisa tidur, Toni mengalihkan perhatiannya
dengan berkhayal atau berpikir dengan penuh harapan tentang situasi yang
dihadapinya atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang
dihadapinya (escape/avoidance) (Folkman & Lazarus dalam Taylor, 1995).
Self control yaitu usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan
perasaan ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah (Folkman
& Lazarus dalam Taylor, 1995), dilakukan Toni dalam beberapa situasi
stres. Permintaan cerai yang diajukan oleh istri Toni dan menyuruh Toni
mengurus anak-anak sendiri diselesaikan dengan cara self control dengan
diam dan berusaha sabar menanggapi pernyataan istrinya.
Pada beberapa situasi Toni melakukan problem focused coping dan
emotion focused coping dalam waktu yang hampir bersamaan. Toni
melakukannya setelah menganalisa bahwa salah satu usaha coping yang
dilakukannya tidak berhasil. Ketika istrinya marah kepadanya ia pada
awalnya memberikan perlawanan dengan berargumen, pada situasi ini Toni
melakukan problem focused coping dengan metode confrontative coping
dimana individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

kemarahan atau mengambil resiko untuk mengubah situasi (Folkman &


Lazarus dalam Taylor, 1995). Melihat bahwa metode ini tidak berhasil
bahkan menyebabkan pertengkaran semakin membesar Toni memilih
melakukan emotion focusen coping yaitu self control. Ia mencoba menahan
emosi dan bersabar agar menyesuaikan diri dengan perasaan dan masalah
yang dihadapinya. Kedua fungsi coping ini juga digunakan Toni apabila
istrinya

memicu

pertengkaran

dengan

menyatakan

bahwa

Toni

berselingkuh.
Mengatasi sumber stresnya yang berupa penambahan tugas karena
harus mengurus pekerjaan rumah tangga Toni menggunakan Problem
focused coping yaitu Planful problem solving dimana ia memutuskan untuk
mengerjakan pekerjaan rumah tangga ketika kondisi istrinya tidak sehat,
walaupun tidak dikerjakannya secara keseluruhan. Untuk mengatasi sumber
stresnya pada saat yang bersamaan Toni menggunakan Emotion focused
coping dengan metode Accepting responsibility, ia mengakui perannya
dalam masalah dan sambil berusaha memperbaikinya (Folkman & Lazarus
dalam Taylor, 1995). Toni mengetahui perannya sebagai kepala rumah
tangga dan ketika istrinya sedang sakit maka ia menerima tanggung jawab
untuk mengurus rumah dan anak-anak. Menurut Lazarus dan Folkman
(dalam Taylor, 1995), individu yang berada pada suatu episode stressful
akan menggunakan kedua fungsi coping secara bersamaan.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Bab ini merupakan kesimpulan dari jawaban-jawaban masalah
penelitian. Kesimpulan di diskusikan berdasarkan teori dan hasil penelitian
yang telah ada. Pada akhir bab dikemukakan saran praktis dan metodologis
yang berguna untuk penelitian dengan tema coping stres suami yang
memiliki istri skizofrenia di masa mendatang.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan interpretasi, maka terdapat
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1.

Sumber stres suami yang memiliki istri skizofrenia


Sumber stres suami yang memiliki istri skizofrenia pada penelitian
ini berasal dari internal dan eksternal. Pada responden I dan II, sumber
stres hanya berasal dari eksternal. Sementara itu pada responden III
sumber stres berasal dari internal dan eksternal.
Pada responden I sumber stres eksternal berasal dari keluarga yaitu
semenjak istri responden di diagnosa menderita skizofrenia. Masalahmasalah yang muncul seperti perilaku istri yang berubah dan cenderung
mengganggu seperti tidak beribadah dan menggunakan lambang agama
lain,

mengancam untuk meminta uang, curiga serta memicu

pertengkaran. Penambahan tugas bagi responden seperti mengerjakan


tugas yang biasa dikerjakan istri sebelum sakit, penambahan

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

pengeluaran, dan tugas sebagai caregiver juga merupakan sumber stres


eksternal.
Pada responden II, sumber stres eksternal juga berasal dari keluarga
yaitu dari istri yang menderita skizofrenia. Berbagai perubahan perilaku
istri seperti tidak bisa tidur, tidak makan teratur, tidak bisa bekerja
terlalu banyak, dan mudah lupa. Selain itu tugas penambahan
pengeluaran, penambahan tugas untuk mengerjakan tugas rumah
tangga, tugas sebagai caregiver dan belum memiliki keturunan juga
merupakan sumber stres.
Sementara itu pada responden III sumber stres internal terjadi ketika
responden mengalami stroke pasca tabrakan yang membuat aktifitas
responden menjadi terbatas. Sedangkan sumber stres eksternal berasal
dari istri yang menderita skizofrenia yang menunjukkan berbagai
perubahan perilaku seperti menunjukkan perilaku agresif, berbicara
sendiri, meramal, dan tidak mengurus keperluan rumah tangga. Sumber
stres lainnya seperti membagi waktu antara pekerjaan dan tugas sebagai
caregiver.
Berdasarkan hasil penelitian, ketiga responden memiliki sumber
stres yang sama dalam hal tugas sebagai caregiver dan perubahan
perilaku istri yang menderita skizofrenia yang cenderung mengganggu.

2. Coping stres suami yang memiliki istri skizofrenia

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Masing-masing responden mempunyai cara yang berbeda-beda


untuk untuk mengatasi masalah. Ketiga responden menggunakan dua
fungsi coping yaitu problem focused coping dan emotion focused
coping.
Pada responden I, masalah-masalah yang berasal dari keluarga
diatasi dengan menggunakan

problem

focused coping melalui

penyelesaian masalah terencana (planful problem solving), menghadapi


masalah (confrontative coping), dan mencari dukungan sosial (seeking
social support). Sedangkan emotion focused coping digunakan melalui
metode kontrol diri (Self control), menghindar (escape/avoidance),
penilaian positif (positive reappraisal), dan menerima tanggung jawab
(accepting responsibility).
Responden II menggunakan metode penyelesaian masalah terencana
(planful problem solving), menghadapi masalah (confrontative coping),
mencari dukungan sosial (seeking social support). Metode emotion
focused coping yang digunakan adalah kontrol diri (Self control),
penilaian positif (positive reappraisal), dan menerima tanggung jawab
(accepting responsibility).
Responden III mengatasi masalah yang berasal dari dirinya
menggunakan metode penyelesaian masalah terencana (planful problem
solving). Kemudian beberapa masalah yang berasal dari keluarga juga
menggunakan metode penyelesaian masalah terencana (planful problem
solving), menghadapi masalah (confrontative coping), dan mencari

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

dukungan sosial (seeking social support). Metode emotion focused


coping yang digunakan adalah kontrol diri (Self control), menghindar
(escape/avoidance),

menerima

tanggung

jawab

(accepting

responsibility) dan penilaian positif (positive reappraisal).

B. Diskusi
Peneliti mendapatkan temuan yang menjadi bahan diskusi bagi
penelitian ini. Temuan tersebut adalah :
1. Hanya responden II yang tidak menggunakan fungsi coping yang
berpusat

pada

masalah

dengan

metode

menghindar

(escape/avoidance). Responden I menggunakan metode ini


ketika menghadapi perilaku istri yang sering mengancam untuk
meminta uang serta mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal.
Responden I memilih untuk tidur atau menonton televisi
daripada menanggapi perilaku istrinya. Kemudian, responden III
menggunakannya ketika mengatasi masalah berupa perilaku
istrinya yang agresif yaitu mengusir responden dan anak-anak,
cara yang digunakannya dengan mengkhayal akan suatu situasi
yang lebih baik daripada saat itu. Sedangkan Responden II sama
sekali tidak menggunakan metode ini, hampir di semua sumber
stres responden tidak menggunakan metode untuk menghindar.
Responden cenderung mengatasi masalah secara langsung

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Menurut Smet (1994), pemilihan fungsi coping juga dipengaruhi


oleh salah satu faktor yang mempengaruhi coping stres yaitu
ketabahan hardiness.
2. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses appraisal
terhadap situasi stres adalah keadaan emosi (Rice, 1992).
Responden I memperlihatkan bahwa emosi bisa mempengaruhi
bagaimana

individu

melakukan penyesuaian

atau

proses

transaksi dan proses coping. Menurut Stone dan Neale (dalam


Sarafino,

2006)

individu

cenderung

konsisten

dalam

menggunakan fungsi coping terhadap sumber stres yang sama.


Akan tetapi responden I menggunakan fungsi coping yang
berbeda untuk mengatasi situasi yang sama, yaitu ketika
mengatasi perilaku istrinya yang suka mengancam untuk
meminta uang. Responden menyatakan bahwa pemilihan fungsi
coping yang ia gunakan berdasarkan bagaimana keadaan
emosinya pada saat itu. Jika emosinya sedang stabil dan baru
merasakan hal-hal yang menyenangkan makan ia memilih
menggunakan problem focused coping, tetapi ketika suasana
emosinya sedang tertekan, merasakan kekecewaan, dan merasa
stres responden memilih emotion focused coping untuk
menghadapi perilaku istrinya. Pada responden II dan III hal ini
tidak ditemukan, kedua responden cenderung menggunakan

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

fungsi coping yang sama dalam menghadapi situasi stres yang


sama pula.
3. Responden III yang menderita stroke pasca tabrakan lebih sering
menunjukkan keputusasaan dalam menghadapi situasi stresnya
dibandingkan dengan responden I dan II. Menurut Lazarus dan
Folkman (1984) individu yang menderita suatu penyakit dan
lelah lebih memiliki sedikit energi untuk melakukan coping
daripada individu yang sehat. Hamburg et al (dalam Lazarus dan
Folkman, 1984) menambahkan bahwa energi dan kesehatan yang
baik sangat memfasilitasi coping, karenanya lebih mudah bagi
individu untuk melakukan coping ketika ia sehat.
4. Meskipun beberapa penelitian menyatakan bahwa dalam
berbagai situasi pria cenderung menggunakan problem focused
coping dalam mengatasi situasi stressful (Sarafino, 2006). Dalam
penelitian ini ditemukan untuk mengatasi beberapa masalah
seperti pada saat mengetahui istri menderita skizofrenia dan
mengatasi perilaku istri yang menggangu, ketiga responden
memilih langsung menggunakan beberapa metode emotion
focused coping. Sesuai dengan pernyataan Lazarus dan Folkman
(1984) bahwa jika individu menilai suatu situasi tidak dapat
dirubah, dan tidak ada yang bisa dilakukan untuk melakukan
perubahan terhadap ancaman, atau kondisi lingkungan, maka
individu akan menggunakan emotion focused coping.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

C. Saran
1. Saran praktis
a. Bagi suami yang memiliki istri skizofrenia disarankan banyak
mencari informasi mengenai skizofrenia dari berbagai sumber
agar lebih bisa memahami kondisi kesehatan istri.
b. Bagi suami

yang

memiliki istri skizofrenia diharapkan

mempersiapkan diri secara fisik dan mental untuk mengatasi


berbagai sumber stres sehingga mendapatkan fungsi coping yang
paling sesuai untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan
akibat perubahan kesehatan istri.
c. Bagi anggota keluarga yang memiliki penderita skizofrenia
diharapkan tetap memberikan dukungan sosial baik material
maupun emosional bagi individu yang berperan sebagai
caregiver sehingga bisa mengurangi sumber stres yang sedang
dihadapi caregiver.

2. Saran untuk penelitian selanjutnya


a. Penelitian selanjutnya dengan tema yang sama disarankan meneliti
bagaimana perbedaan coping stres antara suami yang memiliki istri
skizofrenia dengan istri yang memiliki suami skizofrenia.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

b. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan metode observasi


sebagai salah satu alat pengumpulan data bukan sebagai alat
pendukung saja.
c. Melakukan pengambilan data tambahan dengan melakukan
wawancara tambahan dengan individu-individu yang signifikan
dengan responden untuk mendapatkan informasi dengan lengkap
(heteroanamnesa).

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2000), Diacnostic And Statistical


Manual of Mental Disorders. (4 th ed). Amerika Serikat : Arlington.

Atkinson, R.L., & Atkinson, R.C. & Hillgard, E.R. (1999). Pengantar
Psikologi (8 th ed), Jilid 2, Jakarta : Erlangga.

Awad, G., & Voruganti, L.N.P. (2008). The Burden of Schizophrenia on


Caregiver. Review Article.

Barlow, H.D., & Durand, V.M. (1995). Abnormal Psychology. Amerika


Serikat: Brook/Cole Publishing Company.

Beanlands, H., Horsburgh, M. E., Fox, S., & Howe, A. (2005, Nov-Dec).
Caregiving by family and friends of Adults Receiving Dialysis.
Nephrology Nursing Journal. Vol. 32 (6). [On-line]
http://proquest.umi.com/pqdweb?index=0&did=960647661&SrchM
ode=1&sid=2&Fmt=4&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&V
Name=PQD&TS=1228099903&clientId=63928. Tanggal akses: 13
Mei 2009.

Cheng, Y. C. (2005). Caregiver burnout: a critical review of the literature.


Corey, G., & Corey M.S. (2006). I Never Knew I Had a Choice.(8 th ed).
Amerika Serikat: Thomson Brooks/Cole.
Creado, D.A., Parkar, S.R., & Kamath, R.M. (2006). A Comparison of the
Level of Functioning in Chronic Schizophrenia With Coping and
Burden in Caregivers. Indian Journal of Psychiatry. Vol 48. 27-33
[On-line] http://www.indianjpsychiatry.org. Tanggal akses : 10
Februari 2009.

Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. (2006). Psikologi Abnormal. (9
th
ed). Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Folkman, R.S., & Folkman, S.F. (1984). Stress, Appraisal, and Coping.
New York : Springer Publishing Company.

Folkman, S., Richard, S.L., Christine, D.S., Anita, D., & Rand, J.G. (1986).
Dynamics of a stressful encounter: Cognitive appraisal, coping, and
encounter outcomes. Journal of Personality and Social Psychology,
50 (5), 992-1003.

Gay, R & Airasian, P. (2003). Educational Research: Competencies for


Analysis & Application (7th ed). New Jersey: Merill Prentice Hall.

Hardjana, A.M. (1994). Stres Tanpa Distres : Seni Mengolah


Yogyakarta: Penerbit Kanisisus.

Stres.

Hobbs, T.R. (1997, Okt). Depression in the Caregiving Mothers of Adult


Schizophrenics:A Test of the Resource Deterioration Model.
Community Mental Health Journal, Vol. 33(5). [On-line]
http://proquest.umi.com/pqdweb?index=0&did=960647661&SrchM
ode=1&sid=2&Fmt=4&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&V
Name=PQD&TS=1228099903&clientId=63458. Tanggal akses : 10
April 2009.

Husband, Wives, Girlfriends and Boyfriends of people with Schizophrenia,


[On-line] www.BritishColumbiaSociety.com. Tanggal akses : 13
Maret 2009.

Irmansyah. (2006, juni). Strategies to Empower Families of Schizophrenia


in Developing Countries. Journal of Psychiatry. Vol. 7 (1). ASEAN

Jehani, L. (2008). Perkawinan. Apa Risiko Hukumnya. Jakarta: Forum


Sahabat.

Jungbauer, J., Wittmund, B, Dietrich, S., & Angermeyer, M.C. (2004). The
Disregard Caregivers:Subjective Burden in Spouses of
Schizophrenia Patients. Schizophrenia Bulletin. Vol.30 (3). [On-line]
http://schizophreniabulletin.oxfordjournals.org/cgi/reprint/30/3/665?
maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Needs+of+Family+Caregivers+in+Chronic+Schizophrenia&searchid
=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT
Keliat, B.A. (2001, April). Peran Keluarga dalam Penanganan Penderita
Gangguan Jiwa Skizofrenia. Buletin skizofrenia:kami peduli.
Kumar, S. & Mohanty, S. (2007, Juli), Spousal Burden of Care in
Schizophrenia. Journal of the Indian Academy of Applied
Psychology, 33(2), 189-194

Kung, W.K. (2003, Okt-Des). The Illness, Stigma, Culture, or Immigration?


Burdens on Chinese American Caregivers of Patients With
Schizophrenia. [On-line]
http://proquest.umi.com/pqdweb?index=33&did=59696035&SrchM
ode=1&sid=9&Fmt=6&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&V
Name=PQD&TS=1231768117&clientId=63965. Tanggal Akses: 31
januari 2009.

Li, Ming-hui. (2008). Relationships among stres coping, secure attachment,


and the trait of resilience among taiwanese college students. College
Student Journal, 42(2), 312-325.

Marriage to a Person that Has Schizophrenia - One Husband's Perspective,


www.Schizophrenia.com, [On-line] 5 Maret 2009.

Marks, D.F., Murray, M., Evans, B., & Willig, C. (2004). Health
Psychology. London: Sage Publications.

Mental Illness in the Family:Part One. (2000, juni-juli). Academic Research


Library.[Online]http://proquest.umi.com/pqdweb?index=33&did=45
9490931&SrchMode=1&Fmt=6&VInst=ReferenceLinking&VType
=PQD&RQT=309&VName=PQD&TS=1235488705&clientId=639
28. Tanggal Akses: 18 Februari 2009.

Moleong, L.J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT


Remaja Rodakarya Offset.

Mueser, K.T., & Gingerich S. (2006). The Complete Family Guide to


Schizophrenia. Amerika Serikat: Guilford Press.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Nairne, J.S. (2003). Psychology The Adaptive Mind (3rd ed), Amerika
Serikat:Thomson Wadsworth.
Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. (2003). Psikologi Abnormal (5th ed).
Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Nietzel, Michael T., et al. (1998). Introduction to clinical psychology (5th
ed). New Jersey : Prentice Hall, Inc.

Padget, D.K. (1998). Qualitatif methode in social work research:


Challenges and rewards. Stage Publication, Inc.

Poerwandari, E. Kristi. (2007). Pendekatan kualitatif untuk penelitian


perilaku manusia. LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Provencher, H.L., Fournier, J.P., Perreault, M., & Vezina, J. (2000, juni).
The Caregivers Perception of Behavioral Disturbance in Relatives
with Schizophrenia: A Stress-Coping Approach. Vol.36(3).
Community Mental Health Journal. 293-306.

Rice, R.L. (1992). Stress and Health, California: Brooks Cole Publishing.
Sadock, B.J., & Sadock, V.A. (2003). Synopsis of Psychiatry (9th ed),
Amerika Serikat: Lippincott Williams&Wilkins.

Sanders, S., & Power, J. (2009, Nov). Roles, Responsibilities among Older
Husbands Caring for Wives with Progressive Dementia and Other
Chronic Conditions, Health & Social Work, [On-line]
http://proquest.umi.com/pqdweb?index=119&did=830126121&Srch
Mode=1&sid=3&Fmt=6&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309
&VName=PQD&TS=1235489613&clientId=65438. Tanggal akses:
15 Mei 2009.

Sarafino, Edward. P. (2006). Health psychology. Amerika Serikat : John


Wiley & Sons, Inc.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Schene, A.H., Wijngarden, B.V., & Koeter, M.W.J. (1996). Family


Caregiving in Schizophrenia:Domains and Distress. Schizofrenia
Bulletin.
[Online]http://schizophreniabulletin.oxfordjournals.org/cgi/reprint/2
4/4/609. Tanggal Akses:8 Februari 2009.

Setiyowanto, H. (2008). Ibu Berperan Siapkan Masa Depan Bangsa Melalui


Anak-anak.
[Online]http://www.gemari.or.id/cetakartikel.php?id=244. Tanggal
akses : 11 Juni 2009
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan, Semarang : PT. Grasindo.

Sugiura, K., Ito, M., Kutsumi, M., & Mikami, H. (2009, jan). Gender
Diffrerences in Spousal Caregiving in Japan. The Journals of
Gerontology.
64B.
[Online]
http://proquest.umi.com/pqdweb?index=33&did=459490931&Srch
Mode=1&Fmt=6&VInst=ReferenceLinking&VType=PQD&RQT=3
09&VName=PQD&TS=1235488705&clientId=63925.
Tanggal
akses : 10 Juni 2009.
Survivor,

Married

to

paranoid

schizophrenic,

[On-line]

SchizophreniaConnection.com. Tanggal akses: 13 Maret 2009.

Susetya, W. (2008). Merajut Benang Cinta Perkawinan. Jakarta: Penerbit


Republika.

Stein, C.H., & Wemmerus, V.A. (2001, okt). Searching for a Normal
Life:Personal Accounts of Adults With Schizophrenia, Their Parents
and Well-Siblings. American Journal of Community Psychology,
Vol.
29.(5).
[On-line]
http://proquest.umi.com/pqdweb?index=119&did=830126121&Srch
Mode=1&sid=3&Fmt=6&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309
&VName=PQD&TS=1235489613&clientId=63928. Tanggal Akses:
8 Februari 2009.

Stephens,L. Townsend, B., & Martire, A.J. (2001). Balancing parent care
with other roles: Interrole conflict of adult daughter caregivers.
Journal of Gerontology: Psychological Sciences, 56B (1), 24-34.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Taylor, S.E. (1995). Health Psychology. (3 th ed). Amerika Serikat: McGraw


Hill.

Thalib, S.B., & Diponegoro, A.M. (2001). Meta-analisis tentang perilaku


coping preventif dan stres. Psikologika, 12, 51-61.
Trull, J. (2005). Clinical Psychology (7 th ed). Amerika Serikat : Thomson
Wadsworth.
Weiten, W. (2004). Psychology Themes and Variations (6th ed). Amerika
Serikat:Thomson Wadsworth.

Winefield, R.H. & Harvey, E.J. (1994). Needs of Family Caregivers in


Chronic
Schizophrenia.[On-line]
http://schizophreniabulletin.oxfordjournals.org/cgi/reprint/20/3/557?
maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=
Needs+of+Family+Caregivers+in+Chronic+Schizophrenia&searchid
=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT Tanggal Akses: 8
Februari 2009.

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

L
A
M
P
I
R
A
N
Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

LEMBAR OBSERVASI
Responden

Hari/tanggal wawancara

Waktu wawancara

Tempat wawancara

Wawancara ke

No

Hal-hal yang

Keterangan

diobservasi
1

Penampilan

fisik

responden
2

Setting wawancara

Sikap

responden

selama wawancara
4

Hal-hal
mengganggu

yang
selama

wawancara
5

Hal-hal yang sering


dilakukan

responden

selama wawancara

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

PEDOMAN WAWANCARA
I. Sumber stres
1. Masalah apa saja yang timbul setelah istri responden sakit?
2. Perubahan apa saja yang terjadi dalam kehidupan responden
semenjak istri sakit?
3. Perilaku apa saja yang ditunjukkan istri semenjak sakit?
4. Perilaku

istri seperti

apa

yang

paling

mengganggu

responden?
5. Bagaimana reaksi keluarga menghadapi penyakit istri?
6. Bagaimana reaksi lingkungan sekitar responden menghadapi
penyakit istri?

II. Penilaian suami terhadap masalah


1. Apa tindakan responden ketika pertama kali melihat istri
responden menunjukkan perilaku yang tidak biasa?
2. Bagaimana

reaksi responden ketika

mengetahui

istri

menderita gangguan jiwa?


3. Apa yang responden pikirkan mengenai masalah yang
responden hadapi?
4. Bagaimana tanggapan responden mengenai rutinitas dalam
merawat istri?
5. Bagaimana penilaian responden mengenai masalah-masalah
yang ditimbulkan oleh penyakit yang diderita istri?

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

6. Bagaimana perasaan responden menanggapi perubahan


tersebut?

III. Coping yang dilakukan


1. Apa tindakan awal perawatan setelah mengetahui istri di
diagnosa menderita skizofrenia?
2. Bagaimana

perasaan

responden

mengenai

keharusan

merawat istri?
3. Darimana responden memperoleh informasi

mengenai

perawatan istri?
4. Bagaimana cara responden untuk merawat istri?
5. Bagaimana cara responden membagi waktu antara merawat
istri dan pekerjaan lainnya?
6. Masalah apa saja yang muncul ketika responden merawat
istri?
7. Apa saja usaha responden agar kesehatan istri membaik?
8. Apa usaha yang responden lakukan agar istri tetap bisa
bersosialisasi dengan lingkungan?
9. Bagaimana peran suami setelah istri menderita skizofrenia?
10. Bagaimana perasaan responden menghadapi perubahan peran
tersebut?
11. Apa tindakan responden jika istri melakukan kesalahan?
12. Apa peran keluarga dalam merawat istri?

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

13. Bagaimana kesehatan istri saat ini setelah responden


melakukan

berbagai

macam

usaha

untuk

mengobati

penyakitnya?
14. Bagaimana responden menanggapi kesehatan istri saat ini?
15. Apa harapan responden mengenai kondisi istri selanjutnya?

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

INFORMED CONSENT
Pernyataan Pemberian Izin oleh Responden
Judul Penelitian
Peneliti
NIM

: Coping Stres Suami yang Memiliki Istri Skizofrenia


: Yuli Novita Sari Putri
: 051301129

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, dengan secara sukarela dan tidak
ada unsur paksaan dari siapapun, bersedia berperan serta dalam penelitian
ini.
Saya telah diminta dan telah menyetujui untuk diwawancarai sebagai
responden dalam penelitian mengenai Coping Stres Suami yang Memiliki
Istri Skizofrenia.
Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian ini beserta dengan tujuan dan
manfaat penelitiannya. Dengan demikian, saya menyatakan kesediaan saya
dan tidak berkeberatan memberi informasi dan menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan kepada saya.
Saya mengerti bahwa identitas diri dan juga informasi yang saya berika
akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk
tujuan penelitian saja.

Medan,

Agustus 2009

(Yuli Novita Sari Putri)

Yuli Novita Sari Putri : Coping Stres Suami Yang Memiliki Istri Skizofrenia, 2010.

Anda mungkin juga menyukai