Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

1.1 Latar Belakang


Sejalan dengan tuntutan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, para pemimpin dunia
meningkatkan komitmen melalui MDGs (Millenium Development Goals) pada sidang khusus
PBB di New York pada akhir tahun 2000. Salah satu target utama MDGs untuk pembangunan
sosial kesejahteraan adalah penanganan berbagai penyakit menular berbahaya salah satunya
adalah TBC (Bappenas, 2008). Indonesia diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru TB paru dan
sekitar 175.000 diantaranya meninggal dunia ( Permatasari, 2005).
Penyakit TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, penyakit TB
paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler, dan penyakit
saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi
(Aditama, dkk, 2007).Penanggulangi masalah TB di Indonesia, WHO dan Bank Dunia telah
merekomendasikan strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS). Strategi ini
mulai diterapkan secara bertahap pada tahun 1995 dan diberlakukan secara nasional pada tahun
2000 di seluruh UPK, terutama di Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan
dasar ,namun sampai sekarang belum mendapatkan hasil yang memuaskan (Permatasari, 2005).
Ketidakberhasilan ini didukung oleh adanya berbagai faktor antara lain penularan TB Paru dari
pasien TB Paru BTA Positif (Depkes, 2008).
Berdasarkan survey data awal di Dinas Kesehatan Kabupaten Jember didapatkan bahwa
potensi suspek TB di Kabupaten Jember sangat tinggi. Jumlah penderita Tuberculosis (TB) di
Kabupaten Jember menembus angka 2.054 orang, tersebar di 31 Kecamatan se-Kabupaten
Jember yang mana penderita TB paling banyak ditemukan di kantong-kantong kemiskinan di
Jember, seperti Kecamatan Sumberjambe dan Jelbuk. Karena pasien TB kebanyakan dari
keluarga kurang mampu. Berdasarkan data di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2014,
Kabupaten Jember masih peringkat ketiga untuk jumlah penderita TB dibawah Surabaya dan
Pasuruan. Dari 2.054 penderita, lanjut Yumarlis, 80 persen tertangani karena minum obat secara
rutin, sedangkan 20 persen putus berobat karena berbagai faktor. Dinkes menyediakan
pengobatan

gratis

kepada

penderita

TB

yang

tersebar

di

31

Kecamatan.

Pengobatan

harus

dilakukan

selama enam bulan secara rutin. Namun angka kegagalan (drop out) pengobatan penyakit paruparu itu masih terjadi mencapai 20 persen. Dalam proses pengobatan penderita TB, petugas juga
menemukan

penderita

TB yang kebal terhadap obat, 55 orang, karena tidak patuh mengonsumsi obat yang diberikan
selama enam bulan sehingga penderita itu kebal terhadap obat TB.
Data di puskesmas Sukowono sendiri pada tahun 2014 ditemukan sebanyak 54 kasus
baru, dengan jumlah pasien DO sebanyak 2 orang dan pasien meninggal sebanyak 5 orang,
sedangkan dari data bulan Januari hingga bulan April 2015 didapatkan 19 kasus baru ,1 pasien
DO, dan 1 pasien meninggal. Dalam data cakupan Puskesmas Sukowono seharusnya pencapaian
penemuan kasus suspek TB 64 kasus, namun dari data pencapaian hanya 57 kasus mulai dari
bulan Januari- Mei, sedangkan untuk angka pencapaian BTA+ target per bulan adalah 51 kasus
namun mulai Januari hingga April hanya 8 kasus BTA+. Data ini ditunjang kenyataannya pada
pasien rawat inap dengan keluhan batuk lama mulai dari akhir bulan April sampai bulan
pertengahan bulan Mei mencapai 15 pasien, 14 diantaranya adalah kasus baru yang artinya
pasien belum mendapat pengobatan sama sekali. Hal ini menunjukkan masih tingginya potensi
kasus TB di kecamatan Sukowono yang belum ter-cover ditambah lagi masih adanya pasien
yang tidak patuh terhadap pengobatan dan pada akhirnya tidak meneruskan pengobatan dengan
berbagai alasan (drop out).
Berdasarkan fakta dan permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk mengajukan
sebuah program pengembangan di puskesmas Sukowono.

1.2 Analisis Situasi


I. UPAYA KESEHATAN WAJIB
Tabel 1.1 Identifikasi Masalah Upaya Kesehatan Wajib di UPTD Puskesmas Sukowono Tahun
2014
N

PROGRAM

TARGET

CAKUPAN

20%kk

107,6%

o.
1

Promosi
Kesehatan:

KESENJANGAN

1.

Intervensi
penyuluhan
perilaku hidup

>70%dari
yang
disurvei
65,7%

bersih dan sehat


pada tatanan
rumah tangga
2.

(-)4,3% dengan
Trend

2x/institusi

Intervensi dan
penyuluhan PHBS

100%

pada kelompok
rumah tangga

3.

Intervensi dan
penyuluhan PHBS
pada institusi
pondok pesantren

Kesehatan Ibu

Trend

dan Anak:

dibandingkan

99%

89,34%

1. K1

th.2013 (-

9,66%)dengan
Trend

94%

87,87%

2. K4

denganTrend

100%

90,65%

3. Kn murni

(6,13%)

(9,35%)dengan
Trend

Kesehatan

Trend

Lingkungan :

dibandingkanth.2
013

1.

Pengawasan

78%

76,9%

(-1,1%)

sarana air

(-5,2%)

bersih
2. Sarana air
bersih yang
memenuhi
syarat

76%
90%

70,8%
90%

kesehatan

87%

87%
(-12%)

3. Jumlah KK
yang memiliki
akses

(-11%)

90%

terhadap SAB

76%

4. Pembinaan

78%

sanitasi
perumahan

65%

dan sanitasi
dasar
5. Jumlah KK
yang memiliki
akses jamban

6. Jumlah Jamban
sehat

Perbaikan Gizi
Masyarakat :
1. Balita yg
ditimbang naik

80%

76,89%

berat

(-)3,11
denganTrend

badannya
( N/D )

85%

87,63%

<5%

2,14%

2. Tingkat
partisipasi
masyarakat
(D/S)

(-)2,86 dengan

3. BGM
5

Trend

Pencegahan dan
Penanggulangan

Penyakit:

Cakupan
imunisai

1. Imunisasi

960

219

dasar

2. TB

643

177

tidak

3. ISPA

243

145

tercapai

pneumonia

Penemuan

kasus TB
Masih
kurang

Penemuan
kasus ISPA
Pneumoni
a Masih
kurang

II.

UPAYA KESEHATAN PENGEMBANGAN

No

Program

.
1.

Pencegahan

2.

Target

Cakupan

dan

Kesenjangan
Semua

penanggulangan

kegiatan ,

penyakit gigi
Kesehatan

baik dari

UKS,

olahraga,

dan

3.
4.

NAPZA
Kesehatan Jiwa
Kesehatan Indera

5.

BATTRA

6.

Posyandu Lansia

jumlah

ARU-

sasaran serta
target Trend
dibanding th.
2013

Tiap bulan

100%

PRIORITAS MASALAH
Setelah melakukan identifikasi masalah-masalah yang ada di
Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan
masalah yaitu :
1.
Rendahnya Cakupan Penemuan Kasus TB
2.
Rendahnya Cakupan Kesehatan Ibu dan Anak
3.
Rendahnya Cakupan Pelayanan Imunisasi pada Balita
Penentuan Prioritas Masalah Kesehatan perlu dilakukan
kesehatan mana yang perlu mendapat perhatian lebih dari

UPTD Puskesmas baik dari


maka, didapatkan 3 (tiga)

untuk menentukan masalah


masalah kesehatanlainnya.

Untuk penentuan prioritas masalah kesehatan yang ada, dilakukan menggunakan Analisis USG
dengan mempertimbangkan Kriteria sebagai berikut :
U

Urgency (tingkat kepentingan yang mendesak)

Seriousness (tingkat kesungguhan, bukan dengan waktu untuk


penganan masalah)

Growth (tingkat perkiraan dan bertambah buruknya keadaan


pada saat masalah mulai terlihat dan sesudahnya)

PENILAIAN KRITERIA
KRITERIA
NILAI

URGENCY

SERIOUSNESS

GROWTH

Sangat urgen

Sangat serius

Sangat tumbuh

Cukup urgen

Cukup serius

Cukup

Urgen

Serius

Tumbuh

Kurang urgen

Kurang serius

Kurang tumbuh

Sangat
urgen

Sangat
serius

Sangat kurang tumbuh

kurang

kurang

Dengan menjumlahkan (U+S+G), nilai tertinggi ditetapkan sebagai prioritas masalah


kesehatan.
Tabel 1.3 ANALISIS PENETAPAN PRIORITAS MASALAH
N
O

MASALAH POKOK

TOTAL

Rendahnya Cakupan
penemuan kasus TB

11

Rendahnya Cakupan
Kesehatan Ibu dan Anak

Rendahnya Cakupan
Pelayanan Imunisasi pada
Balita

Dengan menjumlahkan (U+S+G), nilai tertinggi ditetapkan sebagai prioritas masalah


kesehatan. Dengan demikian pioritas masalah yang ada di Puskesmas tersebut adalah
Rendahnya Cakupan Penemuan Kasus TB.

Anda mungkin juga menyukai