Anda di halaman 1dari 17

J. Biol. Indon. Vol 6, No.

2 (2010)
ISSN 0854-4425
ISSN 0854-4425

JURNAL
JURNAL
BIOLOGI
BIOLOGI
INDONESIA
INDONESIA
Akreditasi: No 816/D/08/2009
Vol. 6, No. 2, Juni 2010
Isolasi Bakteri Pendegradasi Phenanthrene dari Batanta-Salawati Raja Ampat Papua
Rini Riffiani

153

Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara Periode 1977- 163
2006
Onrizal
Keragaman Genetika Ramin [Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz] dari Provinsi Riau 173
Berdasarkan Profil Random Amplified Polymorphic DNA
Yulita Kusumadewi, Yuyu S. Poerba, &Tukirin Partomihardjo
Laju Kehilangan dan Kondisi Terkini Habitat Baning Sulawesi (Indotestudo forstenii) di 185
Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah, Indonesia
Awal Riyanto, Suprayogo Soemarno dan Achmad Farajallah
Plant- Diversity and Composition in Mount Nok and the Waifoi Forest of the Waigeo 195
Raja Ampat Islands: with Special Reference to The Threatened Species
Didik Widyatmoko
Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan yang diberi Jerami Padi 211
dan Bahan Penghambat Nitrifikasi
A. Wihardjaka
Pengelompokan Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar Berdasarkan Karakteristik Jenis 225
Pakan Polen di Kebun Raya Bogor, Indonesia
Sri Soegiharto, Agus P. Kartono, & Ibnu Maryanto

BOGOR, INDONESIA

J. Biol. Indon. Vol 6, No. 2 (2010)


Jurnal Biologi Indonesia diterbitkan oleh Perhimpunan Biologi Indonesia.
Jurnal ini memuat hasil penelitian ataupun kajian yang berkaitan dengan masalah biologi
yang diterbitkan secara berkala dua kali setahun (Juni dan Desember).
Editor Pengelola
Dr. Ibnu Maryanto
Dr. I Made Sudiana
Dr. Anggoro Hadi Prasetyo

Dr. Izu Andry Fijridiyanto


Dewan Editor Ilmiah
Dr. Abinawanto, F MIPA UI
Dr. Achmad Farajalah, FMIPA IPB
Dr. Ambariyanto, F. Perikanan dan Kelautan UNDIP
Dr. Aswin Usup F. Pertanian Universitas Palangkaraya
Dr. Didik Widiyatmoko, PK Tumbuhan, Kebun Raya Cibodas-LIPI
Dr. Dwi Nugroho Wibowo, F. Biologi UNSOED
Dr. Parikesit, F. MIPA UNPAD
Prof. Dr. Mohd.Tajuddin Abdullah, Universiti Malaysia Sarawak Malaysia
Assoc. Prof. Monica Suleiman, Universiti Malaysia Sabah, Malaysia
Dr. Srihadi Agung priyono, F. Kedokteran Hewan IPB
Y. Surjadi MSc, Pusat Penelitian ICABIOGRAD
Drs. Suharjono, Pusat Penelitian Biologi-LIPI
Dr. Tri Widianto, Pusat Penelitian Limnologi-LIPI
Dr. Witjaksono Pusat Penelitian Biologi-LIPI
Alamat Redaksi

Sekretariat
Oscar efendi SSi MSi
d/a Pusat Penelitian Biologi - LIPI
Jl. Ir. H. Juanda No. 18, Bogor 16002 , Telp. (021) 8765056
Fax. (021) 8765068
Email : jbi@bogor.net
Website : http://biologi.or.id
Jurnal ini telah diakreditasi ulang dengan nilai A berdasarkan SK Kepala LIPI 816/
D/2009 tanggal 28 Agustus 2009.

J. Biol. Indon. Vol 6, No.2 (2010)


KATA PENGANTAR

Jurnal Biologi Indonesia edisi volume 6 nomer 2 tahun 2010 yaitu memuat 11
artikel lengkap dan sebuah artikel tulisan pendek. Penulis pada edisi ini sangat
beragam yaitu dari Departemen Kementerian Kehutanan, Pertanian, Fakultas MIPA
IPB, Fakultas Kehutanan IPB, Fakultas. MIPA Universitas Indonesia, Fakultas
Pertanian Universitas Sumatra Utara, Pusat Konservasi Kebun Raya Bogor, Pusat
Penelitian Limnologi-LIPI Bogor dan Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor. Topik
yang dibahas pada edisi ini meliputi empat topik dalam bidang Botani, dua topik
tentang mikrobiologi satu topik mengenaik hasil perombakan bakteri dan bahan
organik lainnya dan lima topik dalam bidang zoologi
Beragamnya penulis pada edisi ini yang membahas tiga topik utama yaitu
Zoologi, Botani dan Mikrobiologi diharapkan semakin banyak keragaman pembaca
dan akhir kata yang diharapkan dari editor jurnal ini akan semakin banyak penulis
yang berkeinginan membagi hasil karya penelitiannya dengan menulis ke dalam
Jurnal Biologi Indonesia.
Editor

J. Biol. Indon. Vol 6, No. 2 (2010)


UCAPAN TERIMA KASIH
Jurnal Biologi Indonesia mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada
para pakar yang telah turut sebagai penelaah dalam Volume 6, No 2, Juni 2010:
Dr. Niken TM. Pratiwi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB
Ir. Majariana Krisanti MSi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB
Onrizal MSi, Universitas Sumatra Utara
Dr.Tike Sartika, Balitnak, Departemen Pertania, Ciawi bogor
Dr. Dwi Astuti, Puslit Biologi-LIPI
Drs. Edi Mirmanto MSc, Puslit Biologi-LIPI
Drs. Roemantyo, Puslit Biologi-LIPI
Drs. M. Noerdjito, Puslit Biologi-LIPI
Drh. Anang S. Achmadi MSc, Puslit Biologi-LIPI
Sigit Wiantoro SSi ,MSc Puslit Biologi-LIPI
Ir. Dwi Agustiyani MSc, Puslit Biologi-LIPI

Edisi ini dibiayai oleh DIPA Puslit Biologi-LIPI 2010

J. Biol. Indon. Vol 6, No.2 (2010)


DAFTAR ISI
Isolasi Bakteri Pendegradasi Phenanthrene dari Batanta-Salawati Raja Ampat Papua
Rini Riffiani

153

Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara Periode 1977- 163
2006
Onrizal
Keragaman Genetika Ramin [Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz] dari Provinsi Riau 173
Berdasarkan Profil Random Amplified Polymorphic DNA
Yulita Kusumadewi, Yuyu S. Poerba, &Tukirin Partomihardjo
Laju Kehilangan dan Kondisi Terkini Habitat Baning Sulawesi (Indotestudo forstenii) di 185
Semenanjung Santigi, Sulawesi Tengah, Indonesia
Awal Riyanto, Suprayogo Soemarno dan Achmad Farajallah
Plant- Diversity and Composition in Mount Nok and the Waifoi Forest of the Waigeo 195
Raja Ampat Islands: with Special Reference to The Threatened Species
Didik Widyatmoko
Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan yang diberi Jerami Padi 211
dan Bahan Penghambat Nitrifikasi
A. Wihardjaka
Pengelompokan Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar Berdasarkan Karakteristik Jenis 225
Pakan Polen di Kebun Raya Bogor, Indonesia
Sri Soegiharto, Agus P. Kartono, & Ibnu Maryanto
Kemampuan Kawasan Nir-Konservasi dalam Melindungi Kelestarian Burung Endemik 237
Dataran Rendah Pulau Jawa Studi Kasus di Kabupaten Kebumen
Eko Sulistyadi
Analysis of Nutrient Requirement and Feed Efficiency Ratio of Maroon Leaf Monkey 255
(Presbytis rubicunda Mueller, 1838)
Wartika Rosa Farida
Oksidasi Nitrit Oleh Bakteri Heterotrofik Pada Kondisi Aerobik
Dwi Agustiyani, Ruly Marthina Kayadoe & Hartati Imamuddin

265

Pencirian Karbon Organik Air Sungai Citarum Hulu Dari Masukan Air Limbah 277
Penduduk dan Industri
Eko Harsono dan Sulung Nomosatryo
TULISAN PENDEK
Arti Kebun Raya Bogor Bagi Kehidupan Kumbang Sungut Panjang
Cerambicidae)
Woro Anggaraitoningsih Noerdjito

(Coleoptera, 289

Jurnal Biologi Indonesia 6(2): 163-172 (2010)

Perubahan Tutupan Hutan Mangrove


di Pantai Timur Sumatera Utara Periode 1977-2006
Onrizal
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Land-cover change of mangrove forests at eastern coast of North Sumatra in Period 1977 to
2006. Mangrove is one of the worlds threatened major tropical environments. Nevertheless,
activities that contribute to this depletion continue. The main objectives of this research were
to analyze the land cover change of mangrove forests in eastern coastal of North Sumatra
based on previous inventory in period 1997 to 2006 and to acquire the factors of mangrove
disturbance in the areas. In fact, mangrove forest areas in eastern coastal of North Sumatra
decreased 59.68% from 103,425 ha in 1977 to 41,700 ha in year 2006. Expansion of aquaculture
ponds and extraction of timber and fuel wood were most important factors of mangrove forest
degradation in the areas. Therefore, we need to rehabilitate the degraded mangrove forests in
the area both massively and systematically, and to prevent the remaining mangrove forests
from destruction activities.
Keywords: mangroves, land-cover change, North Sumatra

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara
kepulauan yang memiliki hutan mangrove
terluas di dunia. Hutan mangrove di
dunia mencapai luas sekitar 16.530.000
ha yang tersebar di Asia 7.441.000 ha,
Afrika 3.258.000 ha dan Amerika
5.831.000 ha (FAO 1994), sedangkan di
Indonesia dilaporkan seluas 3.735.250 ha
(Ditjen INTAG1993). Dengan demikian,
luas hutan mangrove Indonesia hampir
50% dari luas mangrove Asia dan hampir
25% dari luas hutan mangrove dunia.
Hutan mangrove sebagai salah satu
lahan basah di daerah tropis dengan
akses yang mudah serta kegunaan
komponen biodiversitas dan lahan yang
tinggi telah menjadikan sumberdaya
tersebut sebagai sumberdaya tropis yang

terancam kelestariannya (Valiela et al.


2001; Onrizal 2005) dan menjadi salah
satu pusat dari isu lingkungan global.
Konversi hutan mangrove terus
meningkat untuk dijadikan lahan pertanian
atau tambak ikan/udang, sehingga
menyebabkan penurunan produktivitas
ekosistem tersebut (Dave 2006, Primavera 2005). Dalam kurun waktu 25 tahun,
hutan mangrove dunia hilang sebesar
35% (Valiela et al. 2001) dan hutan
mangrove Indonesia yang rusak mencapai
57,6% (Ditjen RLPS 2001).
Meskipun hutan mangrove terus
terancam kelestariannya, namun berbagai
aktivitas penyebab kerusakan hutan
mangrove terus terjadi dan adakalanya
dalam skala dan intensitas yang terus
meningkat. Data luas dan perubahan luas
hutan mangrove menjadi salah satu topik
163

Onrizal

penting sebagai bahan pertimbangan


dalam pengelolaan sumberdaya secara
lestari. Namun banyak terdapat kesimpangsiuran data, sehingga seringkali sulit
dijadikan dasar dalam perencanaan. Oleh
karena itu, penting untuk dilakukan kajian
yang secara khusus menganalisis
perubahan penggunaan lahan hutan
mangrove, baik dari hutan primer ke
hutan sekunder, maupun dari hutan
mangrove ke bentuk penggunaan lahan
selain hutan mangrove di pantai timur
Sumatera Utara berdasarkan hasil
inventarisasi mangrove yang telah
dilakukan serta faktor penyebabnya.
BAHAN DAN CARA KERJA
Bahan utama penelitian ini berupa
hasil inventarisasi hutan mangrove di
pesisir Sumatera Utara. Berdasarkan
hasil penelusuran, terdapat 4 (empat)
hasil inventarisasi mangrove di wilayah
kajian dengan metode pendekatan yang
sepadan, yakni tahun 1977 (Bakosurtanal
1977 dalam ITTO & Ditjen RLPS 2005),
1988/1989 (ODA & Dirjen Perikanan
1993), 1997 (Ditjen RRL 1997), dan 2006
(BP DAS Asahan Barumun 2006; BP
DAS Wampu Sei Ular 2006). Keempat
hasil inventarisasi tersebut dipilih karena
metode inventarisasi yang digunakan
hampir sama, yakni menggunakan data
penginderaan jauh sebagai data dasar,
sehingga bisa dibandingkan. Hasil
inventarisasi dan peta yang dihasilkan
dala m kajian tersebut kemudian
ditumpangtindihkan untuk mengetahui
perubahan tutupan hutan mangrove,
khususnya di pesisir timur Sumatera
Utara untuk kurun waktu 1977-2006.
164

Spesifikasi metode dan cakupan


wilayah kajian yang digunakan untuk
tutupan hutan mangrove dalam empat
pengukuran berbeda dalam kurun waktu
1977-2006 adalah sebagai berikut:
a.1977 oleh Bakosurtanal (1977)
dalam ITTO & Ditjen RLPS (2005)
menggunakan Peta Landuse Wilayah
Pantai Timur Sumatera Utara
b.1993 oleh ODA & Dirjen Perikanan
(1993) menggunakan Peta RePProT
tahun 1988 dan sejumlah seri peta tanah
BPPP tahun 1990 untuk pesisir timur
Sumatera Utara
c.1977 oleh Ditjen RRL (1997)
menggunakan Peta Citra Landsat TM
tahun 1997 dan Peta Landsystem. untuk
pesisir timur Sumatera Utara
d. 2006 oleh dua instansi, yaitu BP
DAS Asahan Barumun (2006) untuk
pesisir Asahan dan Labuhan Batudan dan
BP DAS Wampu Sei Ular (2006) untuk
pesisir timur Langkat, Deli Serdang.
Kegiatan inventarisasi tahun 2006 ini
menggunakan Peta Citra Landsat TM
tahun 2005 atau 2006 dan Peta
Landsystem.
Hasil tumpang tindih peta landsat
TM dan Peta Landsystem oleh Dirjen
RRL (1997) menunjukkan bahwa hutan
mangrove di Sumatera terdapat di 2 (dua)
sistem lahan, yakni KJP (kajapah) dan
PTG (puting), namun hasil tumpang tindih
Peta Landsat TM dan Peta Landsystem
oleh BP DAS Asahan Barumun (2006)
dan BP DAS Wampu Sei Ular (2006)
menunjukkan bahwa hutan mangrove di
pesisir timur Sumatera Utara selain
terdapat pada dua sistem lahan tersebut,
juga dijumpai pada sistem lahan KHY
(kahayan). Namun agar bisa dibanding-

Perubahan Tutupan Hutan Mangrove

kan, perubahan penutupan lahan antara


1997 dan 2006, hanya menggunakan
luasan hutan mangrove pada sistem
lahan KJP dan PTG. Penggunaan kedua
sistem lahan tersebut (KJP dan PTG)
tersebut juga sebanding dengan sebaran
hutan mangrove hasil inventarisasi tahun
1977 oleh Bakosurtanal (1977) dalam
ITTO & Ditjen RLPS (2005) dan tahun
1988/1989 oleh ODA & Dirjen
Perikanan (1993).
Selanjutnya pengecekan lapangan
terhadap hasil tumpang tindih peta-peta
hasil inventarisasi untuk validasi pada
setiap perwakilan penutupan lahan.
Hasil validasi tersebut juga untuk
mengetahui penyebab kerusakan atau
perubahan tutupan hutan mangrove di
pesisir timur Sumatera Utara.
HASIL
Perubahan Penggunaan Lahan
Hutan Mangrove
Hasil interpretasi Peta Landuse
Wilayah Pantai Timur Sumatera Utara
menunjukkan pada tahun 1977 terdapat
sekitar 103,415 ha hutan mangrove di
pesisir timur Sumatera Utara. Sebagian
besar (89.093 ha atau 86,2%) hutan
mangrove tersebut berupa hutan
mangrove primer dan sisanya (14.322 ha
atau 13,8%) sebagai hutan mangrove
sekunder. Berdasarkan administrasi
pemerintahan, sebagian besar hutan
mangrove tersebut terdapat di Kabupaten Langkat dengan luas sebesar
45.909 ha (44,4%), kemudian diikuti oleh
Kabupaten Deli Serdang (21.051 ha atau
20,4%), Kabupaten Asahan (18.785 ha
atau 18,2%) dan paling kecil luasannya

pada Kabupaten Labuhan Batu (17.670


ha atau 17,1%) (Tabel 1).
Luas hutan mangrove di pesisir
timur Sumatera Utara dalam 4 kali
pengukuran berbeda (1977, 1988/1989,
1997 dan 2006) terus menurun. Jika
dibandingkan dengan hutan mangrove
tahun 1977, pada tahun 1988/1989, 1997,
dan 2006 hutan mangrove di pesisir timur
Sumatera Utara secara berturut-turut
terus berkurang, yakni sebesar 14,01%
(tersisa menjadi 88.931 ha), 48,56%
(tersisa menjadi 53.198 ha) dan 59,68%
(hanya tersisa 41.700 ha) dari luas awal
sebesar 103.415 ha pada tahun 1977.
Sebaliknya penggunaan lahan selain hutan
mangrove yang pada tahun 1977 tidak
dijumpai, kecuali tambak sebesar (308
ha), pada tiga pengukuran berikutnya
terus meningkat, yakni 16.469 ha pada
tahun 1988/1998, 50.247 ha pada tahun
1997, dan 61.746 pada tahun 2006
(Gambar 1). Penggunaan lahan hutan
mangrove menjadi selain hutan mangrove
adalah konversi untuk areal pertambakan,
perkebunan, permukiman dan areal
pertanian lainnya. Selain itu, areal hutan
mangrove juga berkurang akibat abrasi
yang diawali oleh rusaknya tegakan hutan
mangrove akibat konversi dan penebangan dalam skala yang besar. Perubahan
penggunaan lahan dan dampak budidaya
udang tambak di pesisir timur Sumatera
Utara antara tahun 1977 dan 1988/1989
disajikan pada Tabel 2.
Penyebab Perubahan Penggunaan
Lahan Hutan Mangrove
Perubahan luas hutan mangrove
primer menjadi hutan mangrove sekunder
terutama disebabkan oleh aktivitas
165

Onrizal

Tabel 1. Perubahan penggunaan lahan hutan mangrove dari tahun 1977 s.d. tahun 2006 di
pesisir timur Sumatera Utara
Kabupaten
Langkat

Deli Serdang
(+ Serdang
Bedagai)
Asahan

Labuhan
Batu

Total

Tipe
Penggunaan
Lahan
HM Primer
HM
Sekunder
Tot. HM
Non-HM
HM Primer
HM
Sekunder
Tot. HM
Non-HM
HM Primer
HM
Sekunder
Tot. HM
Non-HM
HM Primer
HM
Sekunder
Tot. HM
Non-HM
HM Primer
HM
Sekunder
Tot. HM
Non-HM

1977a

Luas (ha) pada Tahun


1988/1989b
1997c

2006d, e

% Perubahan Luas*
1988/1989
1997
2006

42.208
3.701

36.175
4.314

10.000
25.300

2.711
17.916

(14,29)
16,56

(76,31)
583,60

(93,58)
384,08

45.909
17.897
3.154

40.489
5.450
11.116
7.249

35.300
10.639
387
11.010

20.627
25.313
1.125
15.392

(11,81)
11,87
(37,89)
129,84

(23,11)
23,17
(97,84)
249,08

(55,07)
55,14
(93,71)
388,02

21.051
308
15.563
3.222

18.365
2.686
7.633
5.070

11.397
9.654
3.904
898

16.517
4.534
2.305

(12,76)
12,76
(50,95)
57,36

(45,86)
45,86
(74,92)
(72,14)

(21,54)
21,54
(100,00)
(28,46)

18.785
13.425
4.245

12.703
6.082
7.274
10.100

4.801
13.984
1.700

2.305
16.480
2.251

(32,38)
32,38
(45,82)
137,93

(74,44)
74,44
(100,00)
(59,95)

(87,73)
87,73
(100,00)
(46,98)

17.670
89.093
14.322

17.374
2.251
62.198
26.733

1.700
15.970
14.290
38.908

2.251
15.419
3.836
37.864

(1,68)
12,74
(30,19)
86,66

(90,38)
90,38
(83,96)
171,66

(87,26)
87,26
(95,69)
164,37

103.415
308

88.931
16.469

53.198
50.247

41.700
61.746

(14,01)
15,92

(48,56)
48,59

(59,68)
59,71

Keterangan: HM = hutan mangrove; Tot. HM = total hutan mangrove; Non-HM = penggunaan lahan
selain hutan mangrove pada lahan yang sebelumnya berupa hutan mangrove. * = dibandingkan
dengan tahun 1977, angka dalam tanda kurung menunjukkan luas tipe lahan tersebut berkurang
dibandingkan dengan tahun 1977.
Pustaka: a = Bakosurtanal (1977) dalam ITTO & Ditjen RLPS (2005), b = ODA & Dirjen
Perikanan (1993), c = Ditjen RRL (1997) [Catatan: Data luasan mangrove untuk Kab. Asahan
mencakup landsystem KJP dan PTG, dan untuk Kab. Labuhan Batu mencakup landsystem
KJP], d = BP DAS Wampu Sei Ular (2006) [Catatan: Kegiatan ini mencakup Kab. Langkat, Kab.
Deli Serdang, dan Kab. Serdang Bedagai. Dalam perhitungan, data Kab. Serdang Bedagai digabung
dengan data Kab. Deli Serdang sebagai kabupaten induk. Dalam kajian ini mencakup 3 landsystem,
yakni KJP, PTG dan KHY, namun karena penghitungan luas penggunaan lahan mangrove tidak
dipisah, maka luasan pada tahun 2006 mencakup ketiga landsystem tersebut], e = BP DAS
Asahan Barumun, (2006) [Catatan: Data luasan mangrove untuk Kab. Asahan mencakup
landsystem KJP dan PTG, dan untuk Kab. Labuhan Batu mencakup landsystem KJP. Pada
kegiatan inventarisasi ini, hutan mangrove juga dijumpai pada landsystem KHY dengan luasan
tutupan mangrove sebesar 19.366,1 ha dari 87.837,1 ha luas total landsystem KHY di Kab.
Asahan dan 4.485,4 ha dari 119.909.5 ha luas total landsystem KHY di Kab. Labuhan Batu,
namun tidak dimasukkan dalam perhitungan ini, karena luasan pada landsystem KHY tersebut
tidak termasuk pada perhitungan luasan mangrove pada inventarisasi mangrove pada tahuntahun sebelumnya].

166

Perubahan Tutupan Hutan Mangrove

120000
HMP

HMS

THM

NHM

100000

Luas (ha)

80000

60000

40000

20000

0
1977

1988/89

1997

2006

Tahun

Gambar 1. Perubahan tutupan mangrove di pesisir timur Sumatera Utara. Luas total hutan
mangrove (THM), hutan mangrove primer (HMP) terus menurun dalam kurun waktu
1977/2006. Sebaliknya luas hutan mangrove sekunder (HMS) dan areal non hutan
mangrove (NHM) karena konversi hutan mangrove terus bertambah dalam kurun waktu
yang sama.

penebangan, baik untuk industri kayu


arang maupun kayu bakar dan perancah.
Perubahan dari hutan mangrove primer
dan sekunder menjadi areal non hutan
mangrove diakibatkan oleh konversi,
terutama pembukaan areal untuk
pertambakan dan pertanian. Areal
tambak pada tahun 1977 hanya terdapat
di Kabupaten Deli Serdang seluas 308
ha (Tabel 2), namun pada tahun 1988/
1989, areal tambak menyebar dan
bertambah pada daerah lain di pesisir
timur Sumatera Utara, yakni sebesar
10.333 ha atau bertambah seluas 10.025
ha dalam kurun waktu 12 tahun. Areal
tambak pada tahun 1988/1989 terluas
terdapat di Kabupaten Deli Serdang
(4.786 ha atau 46,32%), kemudian diikuti
Kabupaten Langkat (4.462 ha atau
43,18%), Kabupaten Asahan (1.053 ha
atau 10,19%) dan sisanya di Kabupaten
Labuhan Batu (hanya 32 ha atau 0,31%).

Hasil inventarisasi BP DAS Wampu


Sei Ular (2006) menunjukkan areal
tambak di Kabupaten Langkat meningkat
menjadi 7.397,47 ha, di Kabupaten Deli
Serdang menjadi 4.842,95 ha. Areal
mangrove di Kabupaten Asahan dan
Labuhan Batu pada tahun 2006 juga
meningkat dibandingkan tahun 1988/
1989, yakni secara berturut-turut menjadi
1.106,50 ha dan 2.555,00 ha (BP DAS
Asahan Barumun 2006). Dengan
demikian, areal tambak di pesisir timur
Sumatera Utara pada tahun 2006
mencapai 15.901,92 ha atau dalam kurun
waktu 1988/1989 sampai 2006 areal
tambak bertambah seluas 5.568,92 ha
dalam kurun waktu 17 tahun. Luas
tambak tahun 2006 ini tidak termasuk
areal yang tambak yang berada di sistem
lahan KHY yang mencapai 9.189,50 ha
karena pada inventarisasi tahun-tahun
sebelumnya tidak dihitung.

167

Onrizal

Tabel 2. Perubahan penggunaan lahan dan dampak budidaya udang tambak di pesisir timur
Sumatera Utara antara tahun 1977 dan 1988/1989
Dampak terhadap tutupan hutan
mangrove/penggunaan lahan antara
tahun 1977 dan 1988/1989
Hutan sekunder di lahan bekas hutan
primer
Hutan sekunder di bekas lahan garapan
Hutan gundul di bekas hutan primer
Hutan gundul di bekas hutan sekunder
Tambak yang sudah ada tahun 1977
Tambak udang yang berlokasi di bekas
hutan primer
Tambak udang yang berlokasi di bekas
hutan sekunder
Tambak udang yang berlokasi di bekas
lahan garapan
Luas total perubahan dari hutan primer dan
hutan belukar sekunder
Luas garapan yang berlokasi di bekas hutan
primer
Luas garapan yang berlokasi di bekas hutan
sekunder
Areal hutan primer dalam luasan < 50 ha
Areal hutan sekunder dalam luasan < 50 ha

Langkat

Deli
Serdang

Asahan

Labuhan
Batu

1.127

1.060

2.879

4.461

9.527

1.262
72
5
0
2.394

3.097
112
43
308
3.078

1.098
249
0
0
808

2.363
106
22
0
14

7.820
539
70
308
6.294

835

696

108

18

1.657

1.233

1.012

137

2.382

3.229

3.774

916

32

7.951

1.104

1.184

3.505

1.218

7.011

1.281

403

2.444

913

5.041

1.261
315

1.329
1.080

477
423

328
16

3.395
1.834

PEMBAHASAN
Secara umum di pesisir timur
Sumatera Utara, pengurangan luasan
huta n mangr ove pr imer maupun
pengurangan areal hutan mangrove
menjadi areal selain hutan mangrove
terus terjadi. Hilangnya hutan mangrove
di Kabupaten Langkat menyumbang
kontribusi terbesar berkurangnya hutan
mangrove di Sumatera Utara dalam
kurun waktu 1977 s.d. 2006, yakni
sebesar 25.313 ha (41,0%), kemudian
diikuti oleh Kabupaten Asahan sebesar
16.480 ha (26,7%) 25,0% dan Kabupaten
Labuhan Batu sebesar 15.419 ha serta
yang paling kecil pada Kabupaten Deli
Serdang sebesar 4.534 ha (7,3%).
Berbagai kegiatan rehabilitasi
mangrove secara umum belum mampu
168

Total

mengurangi laju ker usakan hutan


mangrove di pesisir timur Sumatera
Utara. Pada pesisir Kabupaten Labuhan
Batu seluruh hutan mangrove primer
tidak dijumpai lagi sejak tahun 1997 dari
luas awal tahun 1977 sebesar 13.423 ha.
Kondisi hilangnya hutan mangrove
primer juga terjadi di Kabupaten Asahan,
yakni dari luasan sebesar 15.563 ha pada
tahun 1997 dan hilang seluruhnya pada
tahun 2006 (Gambar 2) berubah menjadi
hutan mangove sekunder atau areal
selain mangrove.
Dalam skala kecil, kegiatan
rehabilitasi hutan mangrove atau suksesi
alami mampu mengurangi areal non
hutan mangr ove menjadi hutan
mangrove. Dalam periode 1997-2006 di
Labuhan Batu pada sistem lahan yang
sama terjadi penambahan areal hutan

Perubahan Tutupan Hutan Mangrove

mangrove sebesar 551 ha yang diduga


disebabkan oleh kegiatan rehabilitasi
maupun suksesi alami. Hutan mangrove
di Deli Serdang dalam kurun waktu yang
sama juga bertambah sebesar 5.120 ha,
namun hal ini kemungkinan besar berasal
dari tambahan hutan mangrove dari
sistem KHY sebesar 5.693 ha yang tidak
diperhitungkan pada inventarisasi tahun
1997. Oleh karena itu, patut diduga
luasan hutan mangrove pada landsystem
KJP dan PTG jauh berkurang
dibandingkan hasil pengukuran tahun
1997, yakni hanya menjadi 5.757,58 ha
pada tahun 2006 dari luas sebelumnya
sebesar 11.397 ha pada tahun 1997.
Menurunnya kualitas dan kuantitas
hutan mangrove telah mengakibatkan
dampak yang sangat mengkawatirkan,

seperti abrasi yang meningkat, penurunan


tangkapan perikanan pantai, intrusi air
laut yang semakin jauh ke arah darat,
malaria dan lainnya. Bahkan di pantai
timur Sumatera Utar a, kerusakan
mangrove di pulau Tapak Kuda,
Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten
Langkat mengakibatkan pulau tersebut
sekarang sudah hilang/tenggelam
(Onrizal & Kusmana 2008). Kerusakan
hutan mangrove di pantai timur Sumatera
Utar a berdampak pada penur unan
volume dan keragaman jenis ikan yang
ditangkap (65,7% jenis ikan menjadi
langka/sulit didapat, dan 27,5% jenis ikan
menjadi hilang/tidak pernah lagi
tertangkap) serta penurunan pendapatan
nelayan sebesar 40,5% (Onrizal et al.
2009). Konversi hutan mangrove di pantai

45000
1977

40000

1988/1989

1997

2006

35000

Luas (ha)

30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
HMP HMS
Langkat

NM

HMP HMS

NM

Deli Serdang

HMP HMS
Asahan

NM

HMP HMS

NM

Labuhan Batu

Gambar 2. Perubahan penutupan hutan mangrove pada setiap kabupaten di pesisir timur
Sumatera Utara berdasarkan hasil pengukuran pada empat tahun berbeda (1977, 1988/
1989, 1997, dan 2006). HMP = hutan mengrove primer, MHS = hutan mangrove sekunder,
NM = non hutan mangrove

169

Onrizal

Napabalano, Sulawesi Tenggara


menyebabkan berkurangnya secara
nyata kelimpahan kepiting bakau (Scylla
serrata) (Amala 2004).
Walters et al. (2008) menyatakan bahwa hutan mangrove di sepanjang
pesisir pantai dan sungai secara umum
menyediakan habitat bagi berbagai jenis
ikan. Hamilton & Snedaker (1984)
melaporkan 80% jenis biota laut
komersial diduga sangat tergantung pada
kawasan mangrove di kawasan Florida,
USA. Demikian juga halnya dengan 67%
jenis hasil tangkapan perikanan komersial
di bagian timur Australia. Selanjutnya,
hampir 100% udang dan 49% ikan
demersal yang ditangkap pada kawasan
Selat Malaka bergantung pada kawasan
mangrove (Macintosh 1982). Oleh
karena itu, kerusakan hutan mangrove di
Sumatera Utara secara khusus dan
umumnya di seluruh dunia harus segera
dihentikan, kemudian diikuti dengan
upaya segera untuk merehabilitasi hutan
mangrove yang rusak dan dilakukan
secara masif dengan pelibatan aktif
seluruh para pihak terkait serta
mencegah berbagai aktivitas pengrusakan terhadap hutan mangrove yang
masih tersisa. Dengan demikian,
diharapkan hutan mangrove kembali pulih
sehingga mampu mengembalikan
berbagai fungsinya, baik fungsi ekologi,
maupun fungsi sosial-ekonomi.

mangrove di wilayah tersebut pada tahun


2006 hanya tersisa sebesar 41.700 ha dari
luas awal pada tahun 1977 sebesar
103.415 ha atau hilang sebesar 59,68%
selama 29 tahun. Penyebab utama
perubahan luas dan kerusakan hutan
mangrove tersebut adalah penebangan
hutan mangrove secara berlebihan dan
konversi untuk lahan tambak, perkebunan
dan pertanian.
Penurunan luas dan kerusakan
hutan mangrove di pesisir timur Sumatera
Utar a telah menyebabkan (a)
meningkatnya abrasi pantai sampai
hilangnya Pulau Tapak Kuda, (b)
menurunnya keanekaragaman dan
volume hasil tangkap nelayan pesisir dan
(c) pada akhirnya menurunkan
pendapatan nelayan secara khusus dan
umumnya bagi masyarakat pesisir pantai.
Pada sisi lain, upaya rehabilitasi
mangrove dalam kurun waktu bersamaan
belum mampu mengurangi laju
kerusakan hutan mangrove. Oleh karena
itu, upaya masif yang terencana dan
sistematik serta pelibatan secara aktif
seluruh pihak terkait untuk rehablitasi
hutan mangrove yang rusak. Pada saat
bersamaan penting dilakukan upaya
pencegahan berbagai aktivitas yang
merusak hutan mangrove yang masih
ada.

KESIMPULAN DAN SARAN

Penulis mengucapkan terima kasih


kepada Balai Pengelolaan Hutan
Mangrove II yang berkedudukan di
Medan atas bantuan pustaka hasil
inventarisasi mangrove di pesisir timur
Sumatera Utara tahun 2006 untuk

Hutan mangrove di pesisir timur


Sumatera Utara dalam kurun waktu
1977, 1988/1989, 1997 dan 2006
kondisinya terus menurun. Hutan
170

UCAPAN TERIMA KASIH

Perubahan Tutupan Hutan Mangrove

wilayah BP DAS Wampu Sei Ular.


Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada BP DAS Asahan Barumun atas
kerjasamanya dalam inventarisasi hutan
mangrove tahun 2006 pada wilayah
kerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
Amala, WAL. 2004. Hubungan konversi
hutan mangrove dengan kemelimpahan kepiting bakau (Scylla
serrata) di pantai Napabalano
Sulawesi Tenggara. [Tesis]
Program Pascasarjana. UGM
Yogyakarta.
BP DAS Asahan Bar umun. 2006.
Inventarisasi dan identifikasi
lahan kritis mangrove di 4
(empat) kabupaten (Asahan,
Labuhan Batu, Nias, dan Nias
Selatan) Pro-pinsi Sumatera
Utara. Pematang Siantar: Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BP DAS) Asahan Barumun.
BP DAS Wampu Sei Ular. 2006.
Inventarisasi dan identifikasi
mangrove SWP DAS Wampu Sei
Ular Tahun Anggaran 2006.
Medan: Balai Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (BP DAS) Wampu
Sei Ular.
Dave, R. 2006. Mangrove ecosystem of
south, west Madagascar: an
ecological, human impact, and
subsistence value assessment.
Tropical Resources Bulletin 25:
7-13
Ditjen INTAG. 1993. Hasil penafsiran
luas areal dari citra landsat MSS
liputan tahun 1986-1991.

Direktorat Jenderal Inventarisasi


dan Tata Guna Hutan, Departemen
Kehutanan RI.
Ditjen RLPS. 2001. Kriteria dan
standar teknis rehabilitasi
wilayah pantai. Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial, Departe-men
Kehutanan RI.
Ditjen RRL. 1997. Inventarisasi dan
identifikasi hutan bakau (mangrove) yang rusak di Propinsi
Simatera Utara. Direktorat
Jenderal Rebiosasi dan Rehabilitasi
Lahan (Ditjen RRL) Departemen
Kehutanan.
FAO. 1994. Mangrove forest management guidelines. Rome. FAO
Forestry Paper 117.
Hamilton, LS. & SC. Snedaker. (Ed.).
1984. Handbook for mangrove
area management. Hawaii:
IUCN/Unesco/UNEP.
ITTO & Dirjen RLPS. 2005. Review of
data and information of
mangrove forest ecosystem at
North Sumatra Province. Jakarta:
International Tropical Timber
Organization
(ITT O)
&
Directorate General of Land and
Forest Rehabilitation Development,
Ministry of Forestry (Ditjen
RLPS).
Macintosh, DJ. 1982. Fisheries and
aquaculture significance of mangrove swamps, with special reference to the Indo-West Pacific
region. Dalam: Muir & Roberts
(Eds.). Recent Advances in
Aquaculture. pp. 485. England:
Croom Helm.
171

Onrizal

ODA & Dirjen Perikanan. 1993. The


Malacca straits coastal environment and shrimp aquaculture in
North Sumatra. Over seas
Development Administr ation
(ODA) & Direktorat Jenderal
Perikanan (Ditjen Perikanan)
Departemen Pertanian.
Onrizal, & C. Kusmana. 2008. Studi
ekologi hutan mangrove di pantai
timur Sumatera Utara. Biodiversitas 9 (1): 25-29.
Onrizal, A. Purwoko, & M. Mansor.
2009. Impact of mangrove forests
degradation on fisherman income
and fish catch diversity in eastern
coastal of North Sumatra,
Indonesia. Int ern a ti o nal
Conference on Natural and
Environmental Sciences 2009
(ICONES09) at the Hermes

Palace Hotel Banda Aceh on May


6-8, 2009.
Onrizal. 2005. Hutan mangrove
selamatkan masyarakat di pesisir
utara Nias dari tsunami. Warta
Konservasi Lahan Basah 13 (2):
5-7.
Primavera, JH. 2005. Mangroves,
fishpond, and the quest for
sustainability. Science 310 (5745):
57-58.
Valiela, I., JL. Bowen, & JK. York. 2001.
Mangrove forest: one of the
worlds threatened major tropical
environments. Bioscience 51(10):
807-815.
Walters, BB., P. Ronnback, JM. Kovacs,
B. Crona, S.A. Hussain, R. Badola,
J.H. Primavera, E. Barbier, & F.
Dahdouh-Guebas. 2008. Ethnobiology, socio-economic and management of mangr ove forests: a
review. Aquatic Botany 89: 220236.

Memasukkan: September 2009


Diterima: Januari 2010

172

J. Biol. Indon. Vol 6, No. 2 (2010)


PANDUAN PENULIS
Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah disusun dengan urutan:
JUDUL (bahasa Indonesia dan Inggris), NAMA PENULIS (yang disertai dengan alamat Lembaga/
Instansi), ABSTRAK (bahasa Inggris, maksimal 250 kata), KATA KUNCI (maksimal 6 kata),
PENDAHULUAN, BAHAN DAN CARA KERJA, HASIL, PEMBAHASAN, UCAPAN
TERIMA KASIH (jika diperlukan) dan DAFTAR PUSTAKA.
Naskah diketik dengan spasi ganda pada kertas HVS A4 maksimum 15 halaman termasuk
gambar, foto, dan tabel disertai CD. Batas dari tepi kiri 3 cm, kanan, atas, dan bawah masingmasing 2,5 cm dengan program pengolah kata Microsoft Word dan tipe huruf Times New Roman
berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor halaman secara berurutan. Gambar dalam
bentuk grafik/diagram harus asli (bukan fotokopi) dan foto (dicetak di kertas licin atau di scan).
Gambar dan Tabel di tulis dan ditempatkan di halam terpisah di akhir naskah. Penulisan simbol ,
, , dan lain-lain dimasukkan melalui fasilitas insert, tanpa mengubah jenis huruf. Kata dalam
bahasa asing dicetak miring. Naskah dikirimkan ke alamat Redaksi sebanyak 3 eksemplar (2 eksemplar
tanpa nama dan lembaga penulis).
Penggunaan nama suatu tumbuhan atau hewan dalam bahasa Indonesia/Daerah harus
diikuti nama ilmiahnya (cetak miring) beserta Authornya pada pengungkapan pertama kali.
Daftar pustaka ditulis secara abjad menggunakan sistem nama-tahun. Contoh penulisan
pustaka acuan sebagai berikut :
Jurnal :
Hara, T., JR. Zhang, & S. Ueda. 1983. Identification of plasmids linked with polyglutamate
production in B. subtilis. J. Gen. Apll. Microbiol. 29: 345-354.
Buku :
Chaplin, MF. & C. Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press. Cambridge.
Bab dalam Buku :
Gerhart, P. & SW. Drew. 1994. Liquid culture. Dalam : Gerhart, P., R.G.E. Murray, W.A. Wood,
& N.R. Krieg (eds.). Methods for General and Molecular Bacteriology. ASM., Washington.
248-277.
Abstrak :
Suryajaya, D. 1982. Perkembangan tanaman polong-polongan utama di Indonesia. Abstrak
Pertemuan Ilmiah Mikrobiologi. Jakarta . 15 18 Oktober 1982. 42.
Prosiding :
Mubarik, NR., A. Suwanto, & MT. Suhartono. 2000. Isolasi dan karakterisasi protease
ekstrasellular dari bakteri isolat termofilik ekstrim. Prosiding Seminar nasional Industri
Enzim dan Bioteknologi II. Jakarta, 15-16 Februari 2000. 151-158.
Skripsi, Tesis, Disertasi :
Kemala, S. 1987. Pola Pertanian, Industri Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit di
Indonesia.[Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Informasi dari Internet :
Schulze, H. 1999. Detection and Identification of Lories and Pottos in The Wild; Information
for surveys/Estimated of population density. http//www.species.net/primates/loris/
lorCp.1.html.

J. Biol. Indon. Vol 6, No.2 (2010)

Kemampuan Kawasan Nir-Konservasi dalam Melindungi Kelestarian Burung Endemik 237


Dataran Rendah Pulau Jawa Studi Kasus di Kabupaten Kebumen
Eko Sulistyadi
Analysis of Nutrient Requirement and Feed Efficiency Ratio of Maroon Leaf Monkey 255
(Presbytis rubicunda Mueller, 1838)
Wartika Rosa Farida
Oksidasi Nitrit Oleh Bakteri Heterotrofik Pada Kondisi Aerobik
Dwi Agustiyani, Ruly Marthina Kayadoe & Hartati Imamuddin

265

Pencirian Karbon Organik Air Sungai Citarum Hulu Dari Masukan Air Limbah 277
Penduduk dan Industri
Eko Harsono & Sulung Nomosatryo
TULISAN PENDEK
Arti Kebun Raya Bogor Bagi Kehidupan Kumbang Sungut Panjang
Cerambicidae)
Woro Anggaraitoningsih Noerdjito

(Coleoptera, 289

Anda mungkin juga menyukai