Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pelayanan kesehatan saat ini lebih mengarah kepada pelayanan kesehatan di

pedesaan. Hal ini terlihat dari pembangunan kesehatan di pedesaan kini lebih dipacu
karena masih banyak masyarakat yang tinggal di pedesaan dan belum dapat
menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan. Kondisi ini dipengaruhi oleh keadaan
geografis di negara kita yang tidak sama di setiap desa, tempat tinggal yang tersebar
di ribuan pulau, antara lain ada yang berbukit, persawahan, perkebunan, dan hutan
sehingga dapat menimbulkan permasalahan kesehatan. Hal ini harus dipecahkan
bersama antara pemerintah dan masyarakat secara berkesinambungan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Sampai saat ini kualitas kesehatan di Indonesia masih rendah, ini dapat
diketahui dari masih tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 37 per 1.000
kelahiran hidup, dan angka kematian ibu (AKI) 228 per 100.000 kelahiran hidup
(Depkes, 2009).
Melalui paradigma sehat (Depkes, 2001), dimana pelayanan kesehatan yang
dijalankan oleh pemerintah, lebih berfokus pada pelayanan kesehatan dasar dan
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Hal ini ditempuh melalui
pengembangan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) seperti pondok
persalinan

desa

(Polindes)

dan

pos

pelayanan

terpadu

(Posyandu)

yang

Universitas Sumatera Utara

dikembangkan sejak tahun 1984. Tujuan pengembangan UKBM adalah agar semua
masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dasar yang bermutu, terutama untuk
mempercepat penurunan kematian ibu, bayi, dan balita.
Paradigma sehat, yakni suatu pola fikir dan pola aksi yang lebih
mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif tanpa meninggalkan upaya
kuratif dan rehabilitatif (Depkes, 2001), merupakan paradigma pembangunan
kesehatan dewasa ini.
Pemerintah, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia (Susilo Bambang
Yodhoyono), telah mempertegas pentingnya dikembangkan UKBM, terutama
Posyandu. Hal ini tercermin dari sambutan yang disampaikan pada peringatan Hari
Kesehatan Nasional di Karang Anyar pada tahun 2005, menyerukan revitalisasi
Posyandu dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pesan ini selanjutnya
direspon oleh menteri kesehatan dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 564/2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan
Desa Siaga, dengan mengambil kebijakan bahwa pengembangan Desa Siaga, yang
mempunyai ciri dimana desa yang sudah menjadi Desa Siaga dilanjutkan dengan
revitalisasi Polindes menjadi Poskesdes, tetapi bila di desa tersebut belum ada
Polindes dengan partisipasi masyarakat dan sarana prasarananya sebagian dibantu
oleh pemerintah segera mendirikan Poskesdes (Depkes, 2006).
Berdasarkan Kepmenkes No. 564/2006 tersebut ditargetkan pada akhir tahun
2006, 12.000 desa telah menjadi Desa Siaga, dan pada akhir tahun 2008 telah dicapai
70.000 Desa Siaga. Pada setiap desa siaga dibentuk minimal 1 pos kesehatan desa

Universitas Sumatera Utara

(Poskesdes) sebagai UKBM yang bertujuan mendekatkan/ menyediakan pelayanan


kesehatan dasar bagi masyarakat desa. Kegiatannya meliputi peningkatan hidup sehat
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) yang dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan dua orang kader atau
tenaga sukarela dari masyarakat (Depkes, 2006).
Dukungan pemerintah dalam pendirian Poskesdes berupa pemberian stimulus
melalui Dana Bantuan Sosial Operasional Poskesdes. Hal ini sejalan dengan
kebijakan penganggaran kesehatan pemerintah yang mengutamakan aspek upaya
pencegahan dan promosi kesehatan. Proporsi anggaran kesehatan untuk upaya
pencegahan dan promosi kesehatan mengalami peningkatan sekurang-kurangnya 5%
dari alokasi 30%. Selain stimulan dari pemerintah pusat, dana pengembangan Desa
Siaga juga diharapkan berasal dari pemerintah daerah, lintas sektor dan dana
masyarakat, sehingga diharapkan pengembangan dan operasionalnya Poskesdes
/Desa Siaga dapat berkelanjutan (Depkes, 2006).
Selain kontribusi dalam bentuk dana, partisipasi masyarakat juga diharapkan
melalui pemanfaatan Poskesdes. Jika pemanfataan Poskesdes berjalan optimal, dapat
diharapkan akan membantu mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI) dan
angka kematian bayi (AKB). Kondisi ini dapat meningkatkan pelayanan dan
mendekatkan keterjangkauan kepada masyarakat yang memerlukan pelayanan
kesehatan, dapat dibuktikan sebagai berikut; 1). Pelayanan keluarga berencana,
termasuk

penanggulangan aborsi. Upaya ini memberikan kontribusi 13% untuk

penurunan AKI, 2). Perbaikan kualitas pelayanan antenatal termasuk deteksi dan

Universitas Sumatera Utara

manajemen anemia, pencegahan malaria, pengobatan infeksi cacing, penanganan


hipertensi, skrining infeksi menular seksual dan HIV/AIDS serta pemberian imunisasi
tetanus toxoid. Upaya ini dapat memberikan kontribusi penurunan AKI dan AKB
lebih kurang 10%. 3). Perbaikan manajement persalinan, pasca persalinan, pelayanan
obsterik emergensi dasar dan komprehensif akan memberikan kontribusi penurunan
AKI dan AKB sebanyak 30 - 40%. 4). Promosi petolongan persalinan oleh tenaga
profesional di fasilitas pelayanan kesehatan (Poskesdes), 5). Perbaikan sistem
rujukan, 6). Peningkatan koordinasi pelayanan kesehatan reproduksi dan manajemen
infeksi menular seksual, HIV/AIDS. Dan pelayanan esensial neonatal yaitu:
1). Pemberian ASI dini dan eksklusif, 2). Menjaga suhu tubuh neonatus tetap hangat,
mencegah infeksi, pemberian imunisasi dan manajemen neonatus yang sakit.
3). Manajemen terpadu balita muda (MTBM). Upaya tersebut dapat menurunkan
angka kematian bayi sampai 50% (Depkes, 2005).
Penurunan angka kematian ibu dan bayi, merupakan sasaran pembangunan
kesehatan, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun
2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004
2009 dengan sasaran yang harus dicapai sebagai berikut : (1) Meningkatnya umur
harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun, (2) Menurunnya angka kematian
bayi dari 37 menjadi 26/1000 kelahiran hidup, (3) Menurunnya angka kematian ibu
melahirkan dari 307 menjadi 226/100.000 kelahiran hidup, (4) Menurunnya
prevalensi gizi kurang anak balita dari 25,8 % menjadi 20% (Depkes, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Ini berkaitan dengan visi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan, visi ini akan dicapai melalui
misi: (1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani, (2) Melindungi kesehatan
masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata,
bermutu dan berkeadilan, (3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya
kesehatan, serta (4) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik, maka
optimalisasi pemanfaatan Poskesdes merupakan langkah strategis karena merupakan
manifestasi dari pemberdayaan masyarakat, sebagaimana dituangkan pada misi
pertama di atas (Depkes, 2010).
Menurut Slamet (2003), partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa
Siaga bukan hanya berarti ikut menyumbangkan sesuatu input ke dalam proses
pengembangan, tetapi termasuk ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil
pengembangan Desa Siaga. Apabila pelaku atau pelaksana program pembangunan di
daerahnya adalah orang-orang, organisasi, atau lembaga yang telah mereka percaya
integritasnya, serta apabila program tersebut menyentuh inti masalah yang mereka
rasakan, dan dapat memberikan manfaat terhadap kesejahteraan hidupnya.
Menurut Sutrisno dkk dalam Depdagri (1995),

prinsip-prinsip partisipasi

masyarakat antara lain adalah program harus ditentukan oleh masyarakat dan
disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Selain itu, harus selalu dilakukan
pendampingan dan pemberian bimbingan kepada masyarakat baik dalam persiapan,
perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Adisasmita (2006) yang mengutip pendapat Awang, partisipasi


mempunyai arti keterlibatan masyarakat lokal dalam setiap fase kegiatan mulai dari
perencanaan dan pengambilan keputusan, implementasi, evaluasi dan pemanfaatan
atas inisiatif sendiri berdasarkan kearifan-kearifan lokal yang ada pada mereka untuk
menyelesaikan hal-hal yang dianggap sebagai hambatan dan merupakan bentuk
inovatif dalam melihat peluang atas kebutuhan-kebutuhannya.
Menurut FAO dalam Chambers (1996), menegaskan bahwa partisipasi
masyarakat adalah hak asasi, sehingga masyarakat harus diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan. Kesempatan tersebut perlu
diberikan karena tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat sesuai dengan yang mereka inginkan. Masyarakat sendiri yang akan
merasakan dan menilai apakah pembangunan tersebut berhasil atau tidak.
Menurut Adisasmita (2006), pembangunan di Indonesia terus dilakukan
melalui berbagai program, namun keberhasilannya belum sepadan dengan investasi.
Hal ini antara lain karena kurang memperhatikan partisipasi masyarakat mulai dari
perencanaan dan pelaksanaan. Banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa
partisipasi berhasil diterapkan dalam berbagai jenis kegiatan bila masyarakat
dilibatkan dalam pengambilan keputusan teknis, operasional, dan strategis.
Mengutip pendapat Adisasmita, khususnya kaum ibu yang mempunyai balita
bila sudah dilibatkan sejak perencanaan, hasil pembangunan akan dimanfaatkan
secara maksimal.

Universitas Sumatera Utara

Fakta di atas dapat disimpulkan, bahwa belum memberikan hasil yang


memuaskan karena dalam implementasinya di beberapa desa, masih ada yang belum
melibatkan masyarakat khususnya kaum ibu. Masyarakat cenderung diposisikan
sebagai obyek/sasaran dan bukan subyek. Masyarakat hanya diberikan penyuluhan
(promotif), tentang PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat), cuci tangan dengan
sabun dan masalah kesehatan lingkungan. Kalaupun ada bagian dari masyarakat yang
dilibatkan secara aktif, seperti kader posyandu (pos pelayanan terpadu) dan kader
poskesdes. Oleh karana itu diperlukan suatu upaya yang menempatkan masyarakat
secara aktif dalam program percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
(2009), angka kematian ibu di Sumatera Utara tahun 2008 sebesar 330 per 100.000
kelahiran hidup, dan angka kematian bayi 35 per 1000 kelahiran hidup. Keadaan ini
disebabkan karena jumlah persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan baru
mencapai 65%. Angka ini masih di bawah target nasional 90%. Padahal semua ibu
hamil dan melahirkan memiliki resiko mengalami komplikasi penyakit kandungan
dan membutuhkan tenaga kesehatan (Dinkes Sumut, 2009).
Langkah nyata untuk mewujudkan sasaran tersebut, Upaya penanggulangan
yang sudah dilakukan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara adalah
pengembangan Desa Siaga yang dimulai dari tahun 2006 sampai dengan 2009
sebanyak 2420 Desa Siaga, yang tersebar di 5744 Kelurahan/Desa dari 370
Kecamatan dan ditahun 2009 dibentuk 2420 Desa Siaga. Untuk persiapan sumber
daya manusia sudah dilaksanakan kegiatan pelatihan bidan yang akan ditempatkan di

Universitas Sumatera Utara

Poskesdes, bidan yang sudah dilatih sampai akhir 2009 sebanyak 2117 bidan (Dinkes,
Sumut, 2009).
Sesuai dengan kebutuhan tenaga yang harus ada di Poskesdes untuk
mendampingi tugas bidan diperlukan dua orang kader, untuk itu upaya pelatihan
kader yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah sampai akhir tahun 2009 sebanyak
572 kader, dilaksanakan pada 11 Kabupaten dan tersebar di 286 Desa / Kelurahan :
(1) Kota Medan 292 kader, (2) Binjai 26 kader, (3) Pematang Siantar 26 kader,
(4) Tanjung Balai 26 kader, (5) Padang Sidempuan 26 kader, (6) Dairi 26 kader,
(7) Tapanuli Selatan 28 kader, (8) Serdang Badagai 28 kader; (9) Langkat 28 kader;
Simalungun 28 kader, (10) Asahan 28 kader, (11) Deli Serdang 22 kader (Dinkes
Sumut, 2009).
Kabupaten Deli Serdang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera
Utara yang masih mengahadapi masalah kesehatan berupa kematian ibu, bayi dan
balita. Jumlah kematian ibu di kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbesar di
Provinsi Sumatera Utara ini mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Jika pada tahun
2005, terdapat kematian ibu sebanyak 19 orang, maka pada tahun 2006 meningkat
menjadi 24, tahun 2007 naik menjadi 27 orang orang. Kasus-kasus kematian ibu ini
sebagian besar disebabkan karena terjadinya perdarahan, eklampsia dan infeksi ketika
persalinan.
Untuk angka kematian bayi (AKB) dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi.
Pada tahun 2005 AKB sebesar 2.29/1000 kelahiran hidup, tahun 2006 menjadi
1.76/1000 kelahiran hidup, lalu tahun 2007 mengalami kenaikan menjadi 3.09/1000

Universitas Sumatera Utara

kelahiran hidup, dan tetap meningkat di tahun 2008 yaitu 3.11/1000 kelahiran hidup.
Kasus AKB ini terjadi disebabkan pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi
pada janin, kelahiran premature dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Laporan
Tahunan Dinkes Deli serdang, 2009).
Permasalahan diatas menjadi dasar bagi Pemerintah Kabupaten Deli Serdang
untuk lebih memacu pembangunan kesehatan terutama di pedesaan. Hal ini ditempuh
untuk mendekatkan pelayanan kesehatan agar dapat dengan mudah dijangkau oleh
masyarakat yang tinggal di pedesaan.Oleh karena itu perlu dibentuk UKBM seperti
Poskesdes, Posyandu, dan lain-lain.
Dalam rangka mengembangkan berbagai UKBM seperti tersebut di atas,
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Deli
Serdang terus berupaya mewujudkan terbentuknya desa siaga di seluruh desa yang
ada yakni 397 desa yang tersebar di 22 kecamatan. Pada akhir 2009 seluruh desa
sudah menjadi Desa Siaga (Dinkes. DS, 2009).
Sehubungan dengan seluruh desa sudah menjadi Desa Siaga, maka
berdasarkan Kep. Menkes RI No. 564/2006 desa yang sudah menjadi Desa Siaga
melalui musyawarah masyarakat desa dan partisipasi masyarakat harus sudah
menyediakan /mendirikan Poskesdes. Sampai saat ini jumlah Poskesdes di Kabupaten
Deli Serdang sebanyak 95, yang tersebar di 22 Kecamatan: (1) Gunung Meriah 3,
(2) STM Hulu 11, (3) Sibolangit 5, (6) Pancur Batu 7, (7) Namorambe 2, (8) Biru
Biru 8, (9)STM Hilir 5, (9) Bangun Purba 3, (10) Galang 10, (11) Tanjung Morawa 5,
(12) Patumbak tidak ada, (13) Deli Tua tidak ada, (14) Sunggal 1, (15) Hamparan

Universitas Sumatera Utara

Perak 5, (16) Labuhan Deli 1, (17) Pasar Tuan 5, (18) Batangkuis 5, (19) Pantai Labu
2, (20) Beringin 4, (21) Lubuk Pakam 3, (22) Pagar Merbau 4 (Dinkes DS, 2009).
Kecamatan Pancur Batu yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Deli Serdang, memiliki 22 desa, dengan jumlah penduduk 82.290 jiwa. Di kecamatan
ini terdapat penduduk miskin sebesar 19.728 jiwa, dan masih ditemukan adanya
balita dengan gizi kurang sebanyak 121 balita. Pertolongan persalinan yang ditolong
di rumah masyarakat masih cukup tinggi yakni 28 % (Dinkes DS, 2009).
Berdasarkan hal-hal tersebut, di kecamatan ini perlu dilakukan pemantauan
pemanfaatan Poskesdes untuk mengetahui apakah semua Poskesdes sudah aktif.
Menurut Dinas Kesehatan Deli Serdang Poskesdes dikatakan aktif bila seluruh
kegiatan sudah berjalan sampai dengan 80%.
Pos

Kesehatan

Desa

(Poskesdes)

adalah

wujud

upaya

kesehatan

bersumberdaya masyarakat yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat atas dasar
musyawarah masyarakat desa dalam rangka: (1) Meningkatkan perilaku hidup bersih
& sehat (PHBS) masyarakat desa. (2) Meningkatkan kewaspadaan & kesiapsiagaan
masyarakat desa terhadap penyakit dan masalah-masalah kesehatan (3) Meningkatkan
kemampuan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri dalam bidang kesehatan.
(4) Meningkatkan pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh masyarakat
desa dan tenaga kesehatan.(5) Meningkatkan dukungan dan peran-aktif berbagai
pihak yang bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat desa ditandai dengan
terbentuknya ambulan siaga, donor siaga dan dana sehat (Depkes, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Kecamatan Pancur Batu sejak akhir 2007 hingga akhir 2009 seluruh desa
sudah menjadi desa siaga, yaitu sebanyak 22 desa. Sedangkan Poskesdes saat ini baru
7 Poskesdes, yang tersebar di desa sebagai berikut; (1) Namo Bintang, (2) Durin
Simbelang, (3) Baru, (4) Salam Tani, (5) Tiang Layar, (6) Tuntungan II, (7) Sei
Glugur. Poskesdes di desa Namo Bintang berdiri sejak tahun 2008, sampai saat ini
belum aktif dan di desa Baru yang berdiri sejak tahun 2009 juga belum aktif. Sampai
saat ini jumlah Poskesdes yang sudah aktif baru 5 Poskesdes (Puskesmas Pancur
Batu, 2009).
Berdasarkan hasil wawancara awal dengan bidan Desa Baru dan Desa Namo
Bintang yang dilakukan pada tanggal 25 Juli 2009 maka diketahui telah tersedia
forum masyarakat desa, bangunan poskesdes, dan dana sehat belum didukung oleh
seluruh masyarakat, diduga masyarakat masih ada yang belum paham peruntukannya,
donor siaga, ambulan siaga, dan bidan desa selalu ditempat, sayangnya fasilitas diatas
kurang dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Adapun yang menjadi kendala,
mengapa sampai saat ini Poskesdes tidak berjalan optimal adalah karena sebagian
masyarakat ada yang mendukung dan sebagian masyarakat ada yang kurang
mendukung pelaksanaan kegiatan di Poskesdes.
Masyarakat masih ada yang merasa terbebani dengan adanya tabungan Dana
Sehat sementara ketika berobat mereka harus membayar. Ternyata, masih ditemukan
di masyarakat yang belum menyadari bahwa Poskesdes adalah milik masyarakat,
bukan pemerintah. Titik persoalan adalah mengapa sampai sekarang masih ada
masyarakat yang belum mengoptimalkan dan memanfaatkan Poskesdes yang sudah

Universitas Sumatera Utara

ada?. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan Poskesdes


belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan kriteria kegiatan Poskesdes, padahal bila
Poskesdes berjalan aktif dan dimanfaatkan masyarakat, dapat menjadi solusi
permasalahan - permasalahan masyarakat yang ada di desa Baru dan desa Namo
Bintang, tentunya berkontribusi terhadap penurunan AKI dan AKB.
Menyadari pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan Poskesdes,
perlu mencari tahu mengapa Poskesdes di desa Namo Bintang dan desa Baru belum
atau kurang dimanfaatkan, apakah masyarakat kurang atau tidak berpartisipasi
sehingga pemanfaatan Poskesdes tidak maksimal, atau tenaga kesehatan yang berada
di wilayah tersebut kurang dapat memotivasi masyarakat, atau kurang dukungan dari
tokoh masyarakat.
Untuk mengetahui sejauhmana kontribusi masyarakat dalam penyediaan/
pendirian dan kendala-kendala yang menjadi penghambat pemanfaatan Poskesdes di
Kecamatan Pancur Batu, maka perlu dilakukan penelitian sejauh mana pengaruh
antara partisipasi masyarakat dengan pemanfaatan Poskesdes di Kecamatan Pancur
Batu Kabupaten Deli Serdang.

1.2

Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini dibatasi pada partisipasi

masyarakat dalam tahap musyawarah masyarakat desa. Permasalahan penelitian ini


adalah apakah ada pengaruh partisipasi masyarakat (kontribusi pemikiran, kontribusi
tenaga, dan kontribusi dana) dalam tahap musyawarah masyarakat desa terhadap

Universitas Sumatera Utara

pemanfaatan pelayanan kesehatan di Poskesdes di Kecamatan Pancur Batu


Kabupaten Deli Serdang.

1.3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat

(kontribusi pemikiran, kontribusi tenaga, dan kontribusi dana) terhadap pemanfaatan


pelayanan kesehatan Poskesdes di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

1.4

Hipotesis
Ada pengaruh partisipasi masyarakat (kontribusi pemikiran, kontribusi tenaga,

dan kontribusi dana) terhadap pemanfaatan Poskesdes di Kecamatan Pancur Batu


Kabupaten Deli Serdang.

1.5
1.

Manfaat Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang terhadap
kinerja petugas pelayanan kesehatan dan keberhasilan program Desa Siaga
(Poskesdes) di Kecamatan Pancur Batu Kaupaten Deli Serdang.

2.

Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Pancur Batu yang turut berkontribusi
dan bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengawasan terhadap proses Desa
Siaga khususnya Poskesdes di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

3. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dapat memberikan suatu konsep untuk


mengatasi kesenjangan ilmu pengetahuan dengan implikasi praktis, setelah

Universitas Sumatera Utara

diketahuinya kontribusi masyarakat, dalam bentuk pemikiran ,tenaga dan dana,


serta pengukurannya :
1) Bahwa tokoh masyarakat pedesaan (kades), dapat memberikan motivasi dan
promosi manfaatnya pelayanan kesehatan yang ada di Poskesdes, sehingga
masyarakat termasuk ibu hamil dan ibu balita perlu dilibatkan dalam
musyawarah masyarakat desa, ternyata mereka sangat antusias, karena
dapat mengemukakan kebutuhan-kebutuhan pelayanan kesehatan

yang

sesuai, baik untuk dirinya, dan keluarganya, sehingga mereka bertanggung


jawab untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan,
2) Menganalisis dan mengevaluasi partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat
pada program Poskesdes yang telah berjalan dan,
3) Mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada, sehingga dapat dipakai sebagai
dasar perbaikan dan pengembangan tahap selanjutnya agar Poskesdes dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai