Anda di halaman 1dari 30

81,

ACARA II
PENGOLAHAN REMPAH AWETAN
(DENGAN PROSES PENEPUNGAN)

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara 2 Pengolahan Rempah Awetan (dengan
Proses Penepungan) adalah:
1. Mempelajari dan mengenal Pengolahan Rempah Awetan dengan proses
penepungan.
2. Menghitung rendemen rempah bubuk.
3. Mengamati rempah bubuk hasil olahan secara visual.
B. Tinjauan Pustaka
Rimpang temulawak telah digunakan secara luas dalam rumah tangga dan
industri. Penggunaan rimpang temulawak dalam bidang industri antara lain
industri makanan, minuman, obat-obatan, tekstil dan kosmetik. Peningkatan
penggunaan temulawak dalam industri obat-obatan memerlukan teknik
pengolahan yang baik sehingga mutunya dapat meningkat. Mutu ekstrak
dipengaruhi oleh teknik ekstraksi, kehalusan bahan, jenis pelarut, lama
ekstraksi, konsentrasi pelarut, nisbah bahan dengan pelarut, proses penguapan
pelarut, pemurnian dan pengeringan (Sembiring, 2006).
Penanganan pasca panen temulawak antara lain yaitu pembersihan,
pengirisan, pemblanchingan, pengeringan lalu pengemasan. Pengirisan
rimpang

temulawak

arahnya

melintang

setebal

7-8

cm.

Tujuan

pemblanchingan ini adalah untuk mematikan enzim, menghilangkan udara


dan mematikan proses bio kimia serta mempertahankan warna alami dari
irisan rimpang temulawak. Pengeringan rimpang temlawak dapat dengan
dihamparkan dibawah sinar matahari, atau juga dengan alat pengering listrik
suhunya diatur pada kisaran 50-55C. Hasil pengeringan ini akan diperoleh
irisan rimpang kering yang warnanya jingga. Rendemen irisan rimpang basah
menjadi rimpang kering mencapai 10% pada rimpang cabang atau 15% untuk
rimpang induk (Rukmana, 1995).
Dalam proses penggilingan,

ukuran

bahan

diperkecil

dengan

mengoyakkannya. Bahan ditekan oleh gaya ekanis dari mesin penggiling,


penekanan awal masuk ke tengah bahan sebagai energi desakan. Yang

terpenting dalam penggilingan adalah terbentuknya bubuk bahan sebagai hasil


penggilingan (Earle, 1969).
Curcuma xanthorrhiza Roxb adalah anggota dari keluarga jahe
(Zingiberaceae) dan asli tanaman Indonesia.

Curcuma xanthorrhiza

Roxbdapat tumbuh di Thailand, Filipina, Sri Lanka dan Malaysia. Curcuma


xanthorrhiza Roxb dikenal di Malaysia sebagai 'Temu Lawak'. Curcuma
xanthorrhiza adalah tanaman tumbuh rendah dengan akar (rimpang) yang
mirip dengan jahe, dengan aromatik, bau menyengat dan rasa pahit. Dalam
pengobatan tradisionalCurcuma xanthorrhiza dilaporkan berguna untuk
pengobatan hepatitis, keluhan hati, diabetes, rematik, antikanker, hipertensi
dan jantung gangguan. Curcuma xanthorrhiza juga telahmenunjukkan
antidiuretik, anti-inflamasi, anti-oksidan, anti-hipertensi, anti-rematik, anti
hepatotoksik, antidysmenorrheal, anti-spasmodik, anti-keputihan, anti-bakteri
dan efek antijamur. Curcuma xanthorrhiza mengurangi kolesterol, sembelit,
migrain dan meningkatkan aliran susu selama menyusui (Devaraj, 2010).
Rimpang dariCurcuma xanthorrhiza Roxbmengandung minyak atsiri,
saponin, flavonoid dan tanin. Analisis kimia menunjukkan bahwa zat utama
Curcuma xanthorrhiza Roxb adalah pati (48,18-59,64 %), serat (2,58-4,83 %),
minyak atsiri seperti phelandren, kamper, tumerol, sineol, borneol, dan
xanthorrhizol (1,48-1,63 %), dan juga kurkuminoid seperti, kurkumin dan
desmetoxicurcumine (1,6-2,2 %). Salah satu studi menemukan bahwa ekstrak
Curcuma xanthorrhiza Roxb dalam etanol 96 % dapat menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis sebagai
penyebab jerawat. Xanthorrhizol isolasi dari Curcuma xanthorrhiza Roxb
ekstrak metanol mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans
bakteri. Manfaat lain dari Curcuma xanthorrhiza Roxb sebagai antimikroba
juga telah ditemukan. Minyak atsiri dan kurkuminoid adalah zat utama dengan
efek antimikroba (Mangunwardoyo, 2012).
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb), merupakan tumbuhan asli
Indonesia. Dari sekitar 70 jenis Curcuma yang tersebar di kawasan Asia
Selatan. Asia Tenggara sampai ke Australia Utara, tidak kurang 20 jenis
tumbuh di Indonesia. Rimpang ini paling banyak digunakan sebagai bahan

baku obat tradisional. Di samping itu, rimpang tanaman ini juga merupakan
salah satu bahan eksport yang cukup potensial. Kebutuhan akan temulawak
dari tahun ketahun semakin meningkat dengan berkembangnya perusahaan
obat tradisional di Indonesia (Yoganingrum, 1997).
Temulawak (Zingiberaceae) adalah genus besar rhizomatousherbal
didistribusikan di daerah tropis dan subtropis terutama di India, Thailand,
Kepulauan Melayu, Indochina, dan Australia Utara. Banyak spesies telah
dibudidayakan,dan

rimpang

bubuk

mereka

telah

banyak

digunakan

sebagairasa dalam masakan asli dan bahan dalam banyak tradisionalobatobatan untuk mengobati berbagai penyakit. Semakin populerdan spesies
ekonomis lebih penting, C. Domestica L. dan C. xanthorrhiza Roxb, lebih
banyak digunakan sebagaibumbu daripada untuk tujuan pengobatan (Jantan,
2012).
Bagian dari temulawak yang berkhasiat adalah rimpangnya yang
mengandung berbagai komponen kimia diantaranya zat kuning kurkumin,
protein, pati dan minyak atsiri. Pati merupakan salah satu komponen terbesar
temulawak dan pati ini termasuk yang mudah dicerna sehingga disarankan
digunakan sebagai makanan bayi. Minyak atsiri pada temulawak mengandung
senyawa phelandren, kamfer, borneol, sineal, xanthorhizol (Jafri et al., 2010).
Temulawak mengandung minyak atsiri seperti limonina yang
mengharumkan,

sedangkan

kandungan

flavonoida-nya

berkhasiat

menyembuhkan radang. Minyak atsiri juga bisa membunuh mikroba. Buahnya


mengandung minyak terbang (anetol, pinen, felandren, dipenten, fenchon,
metilchavikol, anisaldehida, asam anisat, kamfer) dan minyak lemak. Manfaat
kurkuminoid yaitu sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan,
antioksidan, pencegah kanker, dan antimikroba (Stoilova et al, 2007).
Komposisi kimia dari rimpang temulawak adalah protein pati sebesar 2930%, kurkumin 1-2%, dan minyak atsirinya antara 6-10%. Daging buah
(rimpang) temulawak mempunyai beberapa kandungan senyawa kimia antara
lain berupa fellandrem dan turmerol atau yang sering disebut minyak
menguap. Kandungan lainnya yaitu minyak atsiri, kamfer, glukosida,
folumetik karbinol (Ogbuewu. et al, 2013)

Pengeringan terhadap senyawa aktif dalam rimpang temulawak (Curcuma


xanthorriza Roxb) sangat diperlukan dalam rangka mengetahui kemungkinan
adanya interaksi panas yang diaplikasikan terhadap senyawa-senyawa organik,
khususnya tiga komponen utama kurkuminoid. Perlakuan pengeringan pada
penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan menggunakan
sinar lampu listrik 30 watt dengan suhu 30C dan pengeringan oven pada suhu
60C. Pengeringan dengan sinar lampu listrik diaplikasikan sebagai alternatif
pengganti sinar matahari karena sinar lampu memiliki intensitas dan suhu
relatif lebih stabil dibandingkan cahaya matahari. Secara tradisional
masyarakat melakukan pengeringan bahan alam dengan sinar matahari selama
rentang waktu 3-5 hari (Cahyono, 2011).
Prinsip penepungan adalah bahan masuk dari hopper keluar secara
kontinyu dan langsung ditumbuk oleh pisau penepung berbentuk balok dan
berputar yang dikombinasi dengan pisau penepung statis. Pisau penepung
yang menumbuk bahan, berputar dengan kecepatan tinggi sehingga akan
menghasilkan dan akan terdorong oleh pisau dan keluar melalui saringan.
Saringan dapat digunakan dengan berbagai ukuran berdasarkan ukuran mesh
sesuai dengan ukuran mesh yang dibutuhkan (Rangkuti, 2012).
Ayakan biasanya berupa anyaman dengan matajala (mesh) yang berbentuk
bujur sangkar atau empat persegi panjang, berupa pelat yang berlubang-lubang
bulat atau bulat panjang atau juga berupa kisi. Ayakan tebuat dari material
yang dapat berupa paduan baja, nikel, tembaga, kuningan, perunggu, sutera
dan bahan-bahan sintetik. Material ini harus dipilih agar ayakan tidak lekas
rusak baik karena kororsi maupun karena gesekan. Selain itu selama proses
pengayakan ukuran lubang ayakan harus tetap konstan. Yang menjadi ciri
ayakan antara lain adalah ukuran dalam mata jala, jumlah mata jala (mesh) per
satuan panjang, misalnya per cm atau per inci (sering sama dengan nomor
ayakan)serta jumlah mata jala per satuan luas,

umumnya per cm2

(Bernasconidkk, 1995).
Penepungan merupakan salah satu proses lanjut pada pengolahan
komoditas biofarmaka, baik berbahan dasar rimpang, kulit batang maupun
daun. Penepungan termasuk upaya pengecilan ukuran hingga partikelnya

berbentuk bubuk. Tepung atau bubuk dapat dikonsumsi langsung dengan cara
diseduh, dibentuk pill atau dimasukkan ke dalam kapsul (Paramawati, 2008).
Mesin giling memperkecil lagi umpan hasil pecahan menjadi serbuk. Hasil
dari pemecah antara (intermediate grinder) barangkali dapat lulus ayakan 40
mesh. Mesin giling ultra-halus menampung partikel umpan yang lebih besar
dari 6 mm hasilnya biasanya adalah 1 sampai 50 m(McCabe dkk, 1999).
C. Metodologi
1. Alat
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Baskom
Label
Mesin ayakan
Mesin penepung
Plastic sealer
Sendok
Timbangan

2. Bahan
a. Temulawak kering
h.

3. Cara Kerja
i.
j.
Temulawak kering
k.
Ditimbang

Diambil 80%

Digiling dengan hammer mills

Diayak 80 mesh

Temulawak bubuk ditimbang

Dihitung rendemen

Diamati warna, aroma terhadap temulawak segar dan temulawak kering

D. Hasil dan Pembahasan


l.
Menurut Devaraj, (2010) Curcuma xanthorrhiza Roxb adalah
anggota dari keluarga jahe (Zingiberaceae) dan asli tanaman Indonesia.
Curcuma xanthorrhiza Roxbdapat tumbuh di Thailand, Filipina, Sri Lanka dan
Malaysia. Curcuma xanthorrhiza Roxb dikenal di Malaysia sebagai 'Temu
Lawak'. Curcuma xanthorrhiza adalah tanaman tumbuh rendah dengan akar
(rimpang) yang mirip dengan jahe, dengan aromatik, bau menyengat dan rasa
pahit. Dalam pengobatan tradisionalCurcuma xanthorrhiza dilaporkan berguna
untuk pengobatan hepatitis, keluhan hati, diabetes, rematik, antikanker,
hipertensi

dan

jantung

gangguan.

Curcuma

xanthorrhiza

juga

telahmenunjukkan antidiuretik, anti-inflamasi, anti-oksidan, anti-hipertensi,


anti-rematik, anti hepatotoksik, anti dysmenorrheal, anti-spasmodik, antikeputihan, anti-bakteri dan efek antijamur. Curcuma xanthorrhiza mengurangi
kolesterol, sembelit, migrain dan meningkatkan aliran susu selama menyusui.
m.
Pada praktikum kali ini menggunakan alat penepung (Hammer
mills) dan juga mesin pengayakan. Prinsip penepungan adalah bahan masuk
dari hopper keluar secara kontinyu dan langsung ditumbuk oleh pisau
penepung berbentuk balok dan berputar yang dikombinasi dengan pisau
penepung statis. Pisau penepung yang menumbuk bahan, berputar dengan
kecepatan tinggi sehingga akan menghasilkan dan akan terdorong oleh pisau
dan keluar melalui saringan. Saringan dapat digunakan dengan berbagai
ukuran berdasarkan ukuran mesh sesuai dengan ukuran mesh yang dibutuhkan
(Rangkuti, 2012). Sedangkan prinsip kerja mesin pengayak yaitu bahan
pangan dipisahkan berdasarkan ukuran partikel bahan yang berukuran lebih
kecil dari diameter mesh agar lolos dan bahan yang mempunyai ukuran lebih
besar dari diameter mesh akan tertahan pada permukaan kawat ayakan.
n.

o. Tabel 2.1 Hasil Penepungan Temulawak Kering Sinar Matahari


p. K
e
l
o
m
p
o
k
w. J
e
n
i
s
b
l
a
n
c
h
i
n
g
ae. A
l
a
t
p
e
n
e
p
u
n
g
a
n
al. U
k
u
r
a
n
a
y
a
k
a
n
as. R

q.
1

r.
2

s.
3

t.
4

u.
5

v.
6

x.
B

y.
B

aa.
Per

ab.
Per

ac.
Tan

ad.
Tan

z.
3

af.
H

ag.
H

ah.
Ha

ai.
Ha

aj.
Ha

ak.
Ha

am.
8

an.
8

ao.
80

ap.
80

aq.
80

ar.
80

at.

au.

av.

aw.

ax.

ay.

e
n
d
e
m
e
n
t
e
m
u
l
a
w
a
k
k
e
r
i
n
g
(
R
k
/
s
)
az. B
e
r
a
t
t
e
m
u
l
a
w
a
k
k
e
r
i
n
g
bg. B
e

21,

20,

19,

22,

ba.
9

bb.
8

bc.
107

bd.
82,

be.
96,

bf.
96

bh.
2

bi.
2

bj.
25,

bk.
19,

bl.
10,

bm.
6,0

r
a
t
t
e
m
u
l
a
w
a
k
b
u
b
u
k
bn. R
e
n
d
e
m
e
n
t
e
m
u
l
a
w
a
k
b
u
b
u
k
(
R
b
/
k
)
bu. T
e
p
u
n

bo.
3

bp.
2

bq.
29,

br.
23,

bs.
13,

bt.
6,3

bv.
5

bw.
2

bx.
32,

by.
65,

bz.
82,

ca.
59,

g
t
i
d
a
k
l
o
l
o
s
s
a
r
i
n
g
a
n
cb. R
e
n
d
e
m
e
n
t
e
m
u
l
a
w
a
k
b
u
b
u
k
(
R
b
/
s
)
ci. L
a
m

cc.
5,

cd.
4,

ce.
23,

cf.
3,8

cg.
2,0

ch.
1,2

cj.
4

ck.
4

cl.
5

cm.
5

cn.
5

co.
5

a
p
e
n
e
p
u
n
g
a
n
cp. W
a
r
n
a
(
t
e
r
h
a
d
a
p
s
e
g
a
r
n
y
a
)
cx. W
a
r
n
a
(
t
e
r
h
a
d
a
p
k
e

cq.
L

cr.
S

ct.
Le

cu.
Le

cv.
Ter

cw.
Sa

da.
Le

db.
Le

dc.
Le

dd.
Le

cs.

cy.
L

cz.
L

r
i
n
g
n
y
a
)
de. A
r
o
m
a
(
t
e
r
h
a
d
a
p
s
e
g
a
r
n
y
a
)
dl. A
r
o
m
a
(
t
e
r
h
a
d
a
p
k
e
r
i
n

df.
L

dg.
L

dh.
Le

di.
Le

dj.
Le

dk.
Ku

dm.
L

dn.
L

do.
Le

dp.
Le

dq.
Ku

dr.
Le

g
n
y
a
)
ds. Sumber: Laporan Sementara

dt.

du.

Berdasarkan Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa pengeringan dengan

sinar matahari dari rimpang temulawak kering dengan beberapa perlakuan


berbeda yakni blanching 3 menit, perebusan dan tanpa perlakuan. Rendemen
yang dihasilkan pada tiap perlakuan yakni rendemen kering terhadap segar
pada blanching 3 menit sebesar 18,200% dan 20,000%, perebusan sebesar
21,400% dan 20,670%, tanpa perlakuan sebesar 19,300% dan 22,000%.
Rendemen bubuk tehadap kering blanching 3 menit adalah 37,963% dan
27,923%, perebusan sebesar 29,570% dan 23,550%, tanpa perlakuan sebesar
13,311% dan 6,340%. Rendemen bubuk tehadap segar blanching 3 menit
adalah 5,527% dan 4,468%, perebusan sebesar 23,650% dan 3,876%, tanpa
perlakuan sebesar 2,055% dan 1,218%.
dv. Untuk warna terhadap segar pada blanching 3 menit kelompok 1
dan 2 hasilnya berbeda yaitu lebih gelap dan warnanya sama, pada perlakuan
perebusan kelompok 3 warna sama dan kelompok 4 lebih pucat, sedangkan
tanpa perlakuan pada kelompok 5 warnanya terang dan cerah sedangkan
kelompok 6 sama. Untuk warna terhadap kering semua perlakuan dari semua
kelompok hasilnya sama yaitu lebih terang dan tajam.
dw. Untuk aroma dari masing-masing perlakuan yang berbeda
didapatkan perlakuan pengeringan dengan sinar matahari pada blanching 3
menit aroma terhadap segar kedua kelompok yaitu kelompok 1 dan 2tidak
berbeda yaitu aroma lebih tajam, pada perebusan keduanya juga sama aroma
lebih tajam, pada perlakuan perebusan kedua kelompok yaitu 3 dan 4 juga
sama, aroma lebih tajam sedangkan tanpa perlakuan pada kelompok 5 dan 6
berbeda yaitu lebih tajam dan kurang tajam. Aroma terhadap kering pada
perlakuan blanching 3 menit dan perebusan keempatnya sama yaitu lebih
tajam, tanpa perlakuan pada aroma terhadap segar kelompok 5 dan 6 yaitu
kurang tajam dan lebih tajam. Perbedaan ini dapat terjadi karena saat
penjemuran pada sinar matahari, intensitas sinar matahari tidak sama
sehingga hasil temulawak kering dari tiap perlakuan yang berbeda pun tidak
sama.
dx.

dy.

Tabel 2.2 Hasil Penepungan Temulawak Kering Cabinet Dryer


dz. K
e
l
o
m
p
o
k
eg. J
e
n
i
s

ea.
7

eb.
8

ec.
9

eh.
B

ei.
B

ej.
P

en. A
l
a
t
p
e
n
e
p
u
n
g
a
n

eo.
H

ep.
H

eu. U
k
u
r
a
n

ev.
8

ew.
8

ed.
1

ee.
11

ef.
12

ek.
P

el.
Ta

em.
Ta

eq.
H

er.
H

es.
H

et.
Ha

ex.
8

ey.
8

ez.
80

fa.
80

b
l
a
n
c
h
i
n
g

a
y
a

k
a
n
fb. R
e
n
d
e
m
e
n

fc.
1

fd.
1

fe.
1

ff.
1

fg.
18

fh.
17,

fj.
6

fk.
6

fl.
7

fm.
7

fn.
94

fo.
85

t
e
m
u
l
a
w
a
k
k
e
r
i
n
g
(
R
k
/
s
)
fi. B
e
r
a
t
t
e
m
u
l
a
w
a
k

k
e
r
i
n
g
fp. B
e
r
a
t
t
e
m
u
l
a
w
a
k

fq.
4,

fr.
9

fs.
2

ft.
5,

fu.
7,

fv.
9,0

fx.
9,

fy.
1

fz.
4

ga.
7

gb.
67

gc.
13,

b
u
b
u
k
fw. R
e
n
d
e
m
e
n
t
e
m
u
l
a
w
a
k
b
u
b

u
k
(
R
b
/
k
)
gd. T
e
p
u
n
g

ge.
9

gf.
2

gg.
1

gh.
9

gi.
86

gj.
24,

gl.
0,

gm.
1,

gn.
5,

go.
1,

gp.
1,

gq.
1,8

t
i
d
a
k
l
o
l
o
s
s
a
r
i
n
g
a
n
gk. R
e
n
d
e
m
e
n
t
e
m
u

l
a
w
a
k
b
u
b
u
k
(
R
b
/
s
)
gr. L
a
m
a

gs.
5

gt.
5

gu.
5

gv.
4

gw.
4

gx.
4

gz.
K

ha.
K

hb.
K

hc.
K

hd.
K

he.
Ku

p
e
n
e
p
u
n
g
a
n
gy. W
a
r
n
a
(
t
e
r
h
a
d
a
p

s
e
g
a
r
n
y
a
)
hf. W
a
r
n
a

hg.
S

hh.
S

hi.
L

hj.
S

hk.
L

hl.
Le

hn.
K

ho.
L

hp.
K

hq.
L

hr.
L

hs.
Le

(
t
e
r
h
a
d
a
p
k
e
r
i
n
g
n
y
a
)
hm. A
r
o
m
a
(
t
e
r
h
a
d
a
p

s
e
g
a
r
n
y
a
)
ht. A
r
o
m
a

hu.
S

hv.
L

(
t
e
r
h
a
d
a
p

ia.

ib.

k
e
r
i
n
g
n
y
a
)
Sumber: Laporan Sementara

hw.
K

hx.
S

hy.
K

hz.
Ku

ic. Berdasarkan Tabel 2.2 dapat diketahui bahwa pengeringan dengan


cabinet dryer dari rimpang temulawak kering dengan beberapa perlakuan
berbeda yakni blanching 3 menit, perebusan dan tanpa perlakuan.
Rendemen yang dihasilkan pada tiap perlakuan berbeda antara lain
randemen kering terhadap segar pada blanching 3 menit sebesar 13,360%
dan 13,400%, perebusan sebesar 14,000% dan 15,960%, tanpa perlakuan
sebesar 18,920% dan 17,000%. Rendemen bubuk tehadap kering
blanching 3 menit adalah 9,109% dan 13,353%, perebusan sebesar
46,964% dan 77,260%, tanpa perlakuan sebesar 67,120% dan 13,279%.
Rendemen bubuk tehadap segar blanching 3 menit adalah 0,974% dan
1,800%, perebusan sebesar 5,260% dan 1,116%, serta tanpa perlakuan
sebesar 1,480% dan 1,806%.
id. Pada pengeringan cabinet dryer warna yang dihasilkan tiap
perlakuan juga berbeda. Untuk warna terhadap segar semua perlakuan
sama yaitu kurang tajam. Untuk warna terhadap kering pada blanching 3
menit kelompok 7 dan 8 menghasilkan warna sama, pada perlakuan
perebusan kelompok 9 kurang tajam sedangakan kelompok 10 lebih tajam,
tanpa perlakuan kelompok 11 dan 12 menghasilkan warna yang sama yaitu
lebih tajam.
ie. Untuk aroma yang dihasilkan setelah dikeringkan dengan cabinet
dryer adalah aroma terhadap segar pada blanching 3 menit pada kelompok
7 kurang tajam dan kelompok 8 lebih tajam, pada perebusan kelompok 9
kurang tajam dan kelompok 10 lebih tajam, tanpa perlakuan kelompok 11
dan 12 sama yaitu lebih tajam. Sedangkan aroma terhadap kering pada
perlakuan blanching 3 menit pada kelompok 7 warna sama dan kelompok
8 lebih tajam, pada perebusan kelompok 9 kurang tajam sedangkan
kelompok 10 sama tajam, tanpa perlakuan keduanya sama yaitu kurang
tajam.
if. Pada praktikum dengan perlakuan blanching yang paling baik
menggunakan blanching dengan pemanasan selama 3 menit. Tujuan
pemblanchingan ini adalah untuk mematikan enzim, menghilangkan udara
dan mematikan proses biokimia serta mempertahankan warna alami dari

irisan rimpang temulawak (Rukmana,1995). Namun pada praktikum ini


menghasilkan warna terhadap segar yang kurang tajam dari semua
perlakuan. Pemanasan yang terlalu lama akan membuat sebagian zat pada
temulawak akan banyak yang larut pada air sehingga rendemen dan
kualitas temulawak tersebut berkurang.
ig. Dari hasil praktikum dengan beberapa perlakuan berbeda dan cara
pengeringan yang berbeda yaitu dengan sinar matahari dan dengan cabinet
dryer, menghasilkan hasil yang berbeda. Pada praktikum ini hasil
penepungan temulawak kering terbaik menggunakan temulawak kering
dengan pengeringan sinar matahari, karena berdasarkan Tabel 2.1 dengan
Tabel 2.2 dapat dilihat dengan seksama bahwa pada tabel Tabel 2.1
penepungantemulawak keringhasil pengeringan dengan sinar matahari
menghasilkan rendemen yang lebih tinggi daripada pengeringan cabinet
dryer.
ih. Dari segi warna terhadap segar, hasil penepungan temulawak
kering pengeringan dengan sinar matahari rata-rata menghasilkan warna
yang lebih gelap dan sama pada blanching 3 menitkelompok 8, dan tanpa
perlakuan menghasilkan warna yang terang pada kelompok 5 dan sama
pada kelompok 6. Sedangkan hasil penepungan dengan pengeringan
cabinet dryer warna terhadap segar semua perlakuan kurang tajam. Untuk
warna terhadap kering hasil penepungan dengan sinar matahari
menghasilkan warna lebih tajam pada semua perlakuan, dengan
pengeringan cabinet dryer warnanya rata-rata lebih tajam dan sama tajam.
ii. Untuk aroma terhadap segar dari hasil penepungan dengan
pengeringan sinar matahari rata-rata aromanya lebih tajam, hanya satu
perlakuan yang kurang tajam yaitu tanpa perlakuan dan pada pengeringan
dengan cabinet dryer rata-rata aroma yang dihasilkan lebih tajam namun
terdapat dua perlakuan yang aromanya kurang tajam yaitu blanching 3
menitdan perebusan. Sedangkan aroma terhadap keringnya, hasil
penepungan dengan pengeringan sinar matahari rata-rata lebih tajam hanya
satu perlakuan yang kurang tajam yaitu tanpa perlakuan kelompok 5. Pada
penepungan dengan pengeringan cabinet dryer rata-rata aromanya kurang

tajam, hanya satu yang lebih tajam pada blanching 3 menit kelompok 2
dan sama tajam pada kelompok 1 dan perebusan kelompok 4. Menurut
Cahyono, dkk (2011), pengeringan terbaik menggunakan alat cepat dan
memberikan hasil yang baik secara fisik. Hal ini tidak sesuai dengan hasil
praktikum, perbedaan ini kemungkinan disebabkan suhu pada alat
pengering berbeda dan lama pengeringan pada cabinet dryer berbeda.
Faktor bahan baku juga berpengaruh pada proses pengeringan misalnya
irisan dari rimpang temulawak tersebut. Menurut Rukmana (1995),
pengirisan rimpang temulawak arahnya melintang setebal 7-8 cm.
ij. Dari hasil praktikum dari perlakuan yang berbeda, perlakuan
terbaik adalah dengan perlakuan perebusan sampai lunak dengan
pengeringan sinar matahari karena rata-rata rendemen temulawak yang
dihasilkan meliputi rendemen temulawak kering, rendemen temulawak
bubuk terhadap kering dan rendemen temulawak bubuk terhadap segar
didapatkan rata-rata yang cukup besar yaitu sebesar 20,452%. Dari warna
dan aroma yang dihasilkan rata-rata lebih tajam dibandingkan dengan
perlakuan yang lainnya.
E. Kesimpulan
ik.
Pada praktikum acara II Pengolahan Rempah Awetan 2 (dengan
Proses Penepungan) dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Prinsip penepungan adalah bahan masuk dari hopper keluar secara
kontinyu dan langsung ditumbuk oleh pisau penepung berbentuk balok
dan berputar yang dikombinasi dengan pisau penepung statis.
2. Prinsip kerja mesin pengayak adalah memisahkan bahan pangan
berdasarkan ukuran partikel bahan.
3. Rendemen temulawak kering terhadap segar terbesar pada pengeringan
dengan sinar matahari pada kelompok 6 tanpa perlakuan sebesar 22%,
dan dengan pengeringan cabinet dryer adalah kelompok 11 tanpa
perlakuan sebesar 18,92%.
4. Rendemen temulawak bubuk

terhadap

kering

terbesar

pada

pengeringan sinar matahariadalah kelompok 1 blanching 3 menit


sebesar 37,963%, pengeringan cabinet drying kelompok 10 pada
perlakuan perebusan sebesar 77,260%.

5. Rendemen temulawak bubuk terhadap segar terbesar pada pengeringan


sinar matahariadalah kelompok 3 perlakuan perebusan sebesar
23,650%,

pengeringan cabinet drying adalah kelompok 9 dengan

perlakuan perebusan sebesar 5,260%.


6. Warna terhadap segar pada pengeringan sinar matahari lebih pucat,
sedangkan pada cabinet drying semua sama kurang tajam.
7. Warna terhadap kering pada pengeringan sinar matahari lebih terang,
sedangkan pada cabinet drying semua sama lebih tajam.
8. Aroma terhadap segar pada pengeringan sinara matahari lebih tajam,
sedangkan pada cabinet drying semua sama lebih tajam.
9. Aroma terhadap kering pada pengeringan sinar matahari lebih tajam,
sedangkan pada cabinet drying semua sama kurang tajam.
il.

io.
ip.
iq.

ir.
is.
it.

iu.
iv.
iw.
ix.
iy.
iz.
ja.
jb.
jc.
jd.

im. DAFTAR PUSTAKA


in.
Bernasconi, G. dkk. 1995. Teknologi Kimia 2. Jakarta : PT Pradnya
Paramita.
Cahyono, Bambang. 2011. Pengaruh Proses Pengeringan Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Terhadap Kandungan dan
Komposisi Kurkuminoid.Reaktor, Vol. 13 No. 3, Juni 2011, Hal. 165-171
Devaraj, Sutha. 2010. Evaluation of the Antinociceptive Activity and
Acute Oral Toxicity of Standardized Ethanolic Extract of the Rhizome of
Curcuma
xanthorrhizaRoxb.Molecules
2010,15,29252934;doi:10.3390/molecules15042925
Earle. 1969. Satuan Operasi dalam pengolahan Pangan. Saatra Hudaya.
Jakarta
Jafri, et. al. 2010. Hypoglycemic Effect of Ginger (Zingiber Officinale) in
Alloxan Induced Diabetic Rats (Rattus Norvagicus). Pakistan Veterinary
Journal
Jantan, Ibrahim. 2012. Correlation between Chemical Composition of
Curcuma domestica and Curcuma xanthorrhiza and Their Antioxidant
Effect on Human Low-Density Lipoprotein Oxidation. Hindawi
Publishing Corporation Evidence-Based Complementary and Alternative
Medicine Volume 2012, Article ID 438356, 10 pages
doi:10.1155/2012/438356
Mangunwardoyo, Wibowo. 2012. Antimicrobial and Identification of
Active Compound Curcuma xanthorrhiza Roxb. International Journal of
Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS Vol: 12 No: 01
McCabe, Warren L. dkk. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid 2 Edisi
Keempat. Jakarta : Erlangga.
Ogbuewu, et al. 2013. The Detrimental Effect of Dietary Ginger Rhizome
Powder Supplementation on Reproductive Performance of Pubertal Rabbit
Bucks. International Journal of Innovation and Applied Studies. Nigeria
Paramawati, Raffi dkk. 2008. Rekayasa Mesin Penepung Tipe Double
Jacket Untuk Komoditas Biofarmaka. Jurnal Enjiniring Pertanian Vol.
VI, No.2.
Rangkuti, dkk. 2012. Uji Performasi Mesin Penepung Tipe Disc (Disc
Mill) Untuk Penepungan Juwawaut (Setaria italica (L.) P. Beauvois).
Agritech. Vol 32. No 1
Rukmana, 1995. Temulawak Tanaman Rempah dan Obat. Kanisius.
Yogyakarta
Sembiring, dkk. 2006. Pengaruh Kehalusan Bahan Dan Lama Ekstraksi
Terhadap Mutu Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Bul.
Littro. Vol. XVII No. 2, 2006, 53 58
Stoilova, et.al. 2007. Antioxidant Activity of A Ginger Extract (Zingiber
Officinale). Science Direct. Bulgaria
Tien. 1992.Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IPB Press. Bogor
je. LAMPIRAN

jf.Perhitungan kelompok 6:

jg. R (K/S)

ji.

= 22%
=

jl.

= 6,345%

jn.
jo.

R (B/S) =

berat rempah bubuk


x 100
berat rempah kering

6,091
x 100
96

jk.

jm.

berat rempah kering


x 100
berat rempah basah

110
x 100
500

jh.

jj. R (B/K)

js.
jt.

berat rempah bubuk


x 100
berat rempah segar

6,091
x 100
500

= 1,218%

jp. Tepung tidak lolos=

bubuk tidak lolos 80 mesh


x 100
bubuk seluruhnya

jq.

56,81
x 100
96,25

jr.

= 59,023%

ju.
jv.

Anda mungkin juga menyukai