Laporan Kewirus
Laporan Kewirus
Disusun Oleh :
Kevin Gosalim
10311022
Ramadhanora
10511080
Rizka Hidayah
10511085
M. Fikri Amrulloh
10511091
Qurrotu Ayun
10511104
Octaviani Setiawati
10511105
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan adalah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan atau perubahan yang berencana dan
dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka
pembangunan bangsa (nation building) (SP Siagian, 1973). Dalam setiap aktivitas pembangunan akan
selalu ada trade-off. Di satu sisi pembangunan mewujudkan pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain
pembangunan bisa menurunkan kualitas lingkungan. Hal ini menjadi catatan permasalahan pembangunan
dalam RPJMN 2004 2009. Kerusakan lingkungan yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
pencemaran air dan tanah, bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca (gas karbon dioksida, gas metan,
dll), perubahan fungsi lahan, pengalihan DAS, dan sebagainya. Kerusakan tersebut tidak selalu
menimbulkan dampak yang segera, namun akumulasinya bisa menyebabkan ketidakseimbangan
ekosistem, seperti terjadinya bencana alam dan perubahan iklim (climate change). Jika hal ini dibiarkan
terus-menerus, maka kualitas lingkungan yang ada akan mengalami degradasi dan berdampak buruk bagi
generasi selanjutnya.
Pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang dijalankan di Indonesia mengacu pada konsep
pembangunan untuk pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kurang memperhatikan aspek
lingkungan. Padahal pembangunan ekonomi sangat tergantung pada keberlanjutan sumber daya alam dan
lingkungan hidup. Sebagai contoh dampak bencana banjir menyebabkan terhentinya aktivitas
perekonomian yang menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. Pertimbangan faktor lingkungan telah
diatur sejak lama seperti dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 , dan UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta juga ditindaklanjuti dalam RPJMN II (2010-2014). Dalam
RPJP 2005-2024 disebutkan bahwa salah satu misi pembangunan adalah mewujudkan Indonesia yang asri
dan lestari, dan pembangunan infrastruktur akan mengarah pada konsep peningkatan pelayanan bagi
peningkatan kualitas lingkungan di masa depan.[1]
Sejak tahun 2001 Indonesia sudah secara legal menerapkan kebijakan Undang-Undang Nomor 22
dan 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 dan 33 Tahun
2004. Disamping itu, di Indonesia, terutama di Pulau Jawa telah pula dikembangkan pusat-pusat
pelayanan publik. Khusus untuk pembangunan pertanian, sebagai contoh di Jawa Barat, pemerintah telah
mengembangkan sumber-sumber informasi, seperti Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Balai Besar Diklat Agribisnis Hortikultura (BBDAH), Kantor
Informasi Penyuluhan Pertanian (KIPP), Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Pusat Pelatihan Pertanian
dan Pedesaan Swadaya (P4S) dan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH), Balai
Diklat Pertanian (BDP), Balai Penelitian Padi (Balitpa) dan Balai Benih (BB). [2]
Pada tataran yang lebih sempit, seperti di Kabupaten Bandung yang merupakansalah satu contoh
daerah pinggiran kota1 dari Kota Bandung (Ibukota Provinsi Jawa Barat), infrastruktur dan sumbersumber produktif jauh lebih lengkap dan lebih banyak jumlahnya dibandingkan daerah-daerah lainnya.
Selain lembaga-lembaga yang disebutkandi atas, Dinas Perindustrian Jawa Barat (2004), juga mencatat
bahwa di wilayah Bandung Raya terdapat tidak kurang dari 67 unit supermarket dan hypermarket, 100
unit lebih minimarket dan 120 lebih pasar tradisional. Di Kabupaten Bandung, media dan fasilitas
komunikasi, seperti televisi, radio, telepon (atau handphone), surat kabar, buku, majalah dan sebagainya,
hampir menjangkauibukota desa-desa. Menurut CRI (2002), di Kabupaten dan Kota Bandung terdapat
sekitar 17 radio komunitas dan sekitar 34 radio komersial (PRSSNI Jawa Barat, 2004). Secara umum,
masyarakat Kabupaten Bandung juga dapat mengakses sekitar 12 siaran televise nasional, 4 siaran televisi
lokal, 7 surat kabar nasional dan 5 surat kabar lokal. Disamping itu, di Kabupaten Bandung juga terdapat
kelompok sosial dan lembaga ekonomi pedesaan, seperti: pesantren, koperasi simpan pinjam, bank
perkreditan rakyat, lumbung desa, toko sarana produksi pertanian dan kelembagaan non formal lainnya.
Sedangkan media komunikasi lokal atau ajang-ajang dialog sosial --jika meminjam istilah Soetarto,
1999-- yang masih eksis ditengah-tengah masyarakat desa adalah kegiatan pengajian, karang taruna,
pertemuan rutin desa, musyawarah dan gotong royong. Disamping itu, juga terdapat jaring-jaring sosial
(coping mechanisme) yang berperan dalam penyebaran informasi, perlindungan sosial (keamanan
pangan) dan keamanan lingkungan.[2]Dengan kegiatan-kegiatan tersebut tentunya akan mendukung dan
mengembangkan infrastruktur yang ada di kabupaten Bandung, terutama kabupaten Bandung Barat.
Untuk melihat lebih jauh tentang infrastruktur di kabupaten Bandung Barat, kami sebagai mediator akan
memaparkan sejauh mana kabupaten ini berkembang dan masalah yang dihadapi dalam bidang
infrastruktur jalan, perdagangan,dan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk mengetahui lebih jauh tentang infrastruktur di kabupaten Bandung Barat, kami membagi
menjadi empat tinjauan pembahasan, yaitu kondisi infrastruktur dan realisasi, permasalahan infrastruktur,
potensi ekonomi dan cara memaksimalkannya.
Berikut secara lengkap disajikan data mengenai panjang jaringan jalan di Kabupaten
Bandung berdasarkan kondisi selama kurun waktu 2008-2010.
berkembangnya Kabupaten Bandung Barat pada sektor jasa Perdagangan , Industri dan
Pariwisata.[2]
Infrastruktur Perdagangan
Jenis sarana perdagangan yang ada di Kabupaten Bandung Barat meliputi pasar tidak
permanen, swalayan, restoran, warung kecil, toko, hotel, wisma, Bank, koperasi dan BPR Swasta.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis, di Kabupaten Bandung Barat sarana perdagangan yang
tidak perlu penambahan sampai akhir tahun rencana adalah sarana perdagangan berupa toko
karena ketersediaan jumlah yang ada sekarang sudah dapat mengantisipasi kebutuhan yang akan
datang. Sementara untuk sarana perdagangan pasar dan warung masih membutuhkan
penambahan begitu juga dengan sarana jasa berupa bank. Sarana perdagangan yang paling
banyak membutuhkan penambahan sampai akhir tahun rencana (tahun 2028) adalah sarana
perdagangan berupa warung. Adanya penambahan ini berdampak juga terhadap lahan. Luas lahan
yang dibutuhkan setiap sarana perdagangan dan jasa berbeda-beda.
Infrastruktur Pendidikan
Rata-rata pembangunan sekolah di kabupaten bandung barat telah memadai untuk dijadikan
sebagai tempat belajar mengajar. Apabila dilihat dari APBN untuk biaya pendidikan yang cukup
besar dan sering didadakannya kunjungan dari pihak pemerintah maka rata-rata pembangunan di
sekolah kabupaten bandung barat cukup baik. agar tidak ada tumpang tindih bantuan dengan
pihak lain, pihaknya juga berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat. CSR di bidang
perbaikan sekolah itu targetnya adalah sekolah yang tidak tercover bantuan dari APBN ataupun
APBD.[5]
Dalam Realisasinya, hampir separuh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten
Bandung Barat tahun 2015 dialokasikan untuk sektor pendidikan. Dari total biaya belanja sebesar
Rp 2,144 triliun pada APBD 2015, anggaran pendidikan mencapai sekitar Rp 944
miliar.Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung Barat, Maman S Sunjaya menuturkan, anggaran
biaya pendidikan itu terletak pada belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung
meliputi kegiatan pendidikan termasuk honor bagi tenaga honorer, sedangkan belanja tidak
langsung mencakup belanja pegawai bagi para tenaga pendidik.Belanja langsung untuk
pendidikan itu hampir Rp 140 miliar. Yang besar ialah belanja pegawai di belanja tidak langsung,
yang nilainya sekitar Rp 804 miliar. Itu termasuk gaji guru, tunjangan profesi atau sertifikasi
guru, maupun tunjangan tambahan penghasilan guru.[5]
Di samping untuk memenuhi porsi 20% APBD yang diamanatkan dalam undang-undang,
menurut Pemerintah Kabupaten Bandung Barat juga menargetkan adanya peningkatan indeks
pembangunan manusia di KBB.Anggaran pendidikan yang mencapai sekitar Rp 944 miliar itu
berbanding jauh dengan anggaran pembangunan infrastruktur. Di dalam APBD 2015, Pemkab
Bandung Barat "hanya" mengalokasikan Rp 165 miliar untuk perbaikan infrastruktur. [5]
2.2
dikenal dengan nama pengkolan cikubang. Kondisi jalan berkelok di tikungan yang
terletak di Jalan Raya Purwakarta, Desa Nyalindung, Kecamatan Cipatat ini.[4]
Infrastruktur Perdagangan
Banyaknya pasar liar yang mengganggu ruas jalan menyebabkan pemerintah
mengatur, menata dan mengendalikan pasar yang mengganggu lalulintas yang
diitegrasikan dengan keberadaan terminal serta fasilitas penduduk lainnya serta
merelokasikan pasar yang tidak didukung prasarana yang memadai, meliputi :
Infrastruktur Pendidikan
Bandung Barat yang berumur 10 tahun keatas memiliki ijasah SD/setara SD. Sedangkan yang
berijasah Perguruan Tinggi hanya 2,35%. Penyelenggaraan Pendidikan menurut Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 belum secara baik di laksanakan di Kabupaten Bandung Barat, walaupun
Pemerintah memahami bahwa pendidikan merupakan elemen sekaligus indikator penting dan
strategis dalam pelaksanaan pembangunan sosial-ekonomi masyarakat, tetapi dalam
implementasinya kualitas penyelenggaraan pendidikan belum mengarah pada peningkatan
kualitas kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa. Artinya, secara kualitatif dan kuantitatif
penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Bandung Barat tidak sebanding dengan besarnya
anggaran yang dikeluarkan.[5]
Pembangunan jumlah sekolah baru tidak sebanding dengan peningkatan jumlah warga
sekolah. Pada tahun 2010, perbandingan ketersediaan sekolah SD/MI di Kabupaten Bandung
adalah 1 : 252,75. Angka ini menunjukkan bahwa 1 sekolah SD/MI menampung 252
siswa. Berbeda dengan SD/MA, rasio ketersediaan sekolah untuk jenjang pendidikan
SMA/MA/SMK mengalami peningkatan. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu
meningkatnya jumlah sekolah SMA/MA/MK atau tingginya angka putus sekolah pada jenjang
SMP/MTs.[5]
unggulan hortikultura Kabupaten Bandung Barat terdiri atas: (a) sayuran antara lain bawang
daun, kentang, buncis, petsai/sawi,kacang panjang, labu siam, kembang kol dan jamur, (b) buahbuahan antara lain: alpukat, jambu biji, dan Melinjo yang tersebar hampir di 15 kecamatan, (c)
tanaman hias : Anggrek, glandiola, anthurium,krisan dan sedap malam dengan lokasi penanaman
difokuskan di Kecamatan Lembang, Batujajar, dan Parongpong. [6]
Potensi Perkebunan
Dibandingkan dengan sektor pertanian, sektor perkebunan mimiliki potensi lebih kecil. Hal
ini disebabkan luas lahan perkebunan di Kabupaten Bandung Barat relatif terbatas yaitu
13.453,61 hektar (10,28%) dari luas keseluruhan wilayah. Komoditas unggulan perkebunan
adalah kelapa, karet dan kopi. Masing-masing produksinya adalah 9.155,90 ton, 1.065,90 ton,
2.068 ton dan 510,56 ton. Lahan perkebunan terkonsentrasi di tiga kecamatan yaitu Cipatat,
Cipeundeuy dan Cikalongwetan.[6]
Potensi Peternakan
Kabupaten Bandung Barat memiliki komoditas peternakan unggulan yang potensial untuk
dikembangkan yaitu sapi perah yang terbanyak terdapat di Kecamatan Lembang, Cisarua dan
Parongpong dengan jumlah produksi masing-masing: 17.164 ekor, 6.065 ekor dan 5.058
ekor.Sapi potong yang banyak dijumpai di Kecamatan Cikalongwetan yaitu 6.443
ekor.Kerbaudengan populasi tertinggi di Kecamatan Rongga. Populasi kuda di Kabupaten
Bandung Barat tersebar secara merata di 11 Kecamatan, kecuali di Kecamatan Ngamprah,
Cisarua, dan Parongpong.Kambing, ternak domba dan kambing tersebar di 15 Kecamatan di
Kabupaten Bandung Barat dengan sentra utama di kecamatan Rongga, gungunghalu dan
padalaranag. Unggas, penyebaran populasi ayam buras di Kabupaten Bandung Barat cukup
merata. Daerah populasi tertinggi terdapat di kecamatan Ngamprah. Populasi ayam petelur paling
banyak berada di Kecamatan Cipatat, Cipeundeuy, dan Cikalongwetan.[6]
Potensi Perikanan
Kabupaten Bandung Barat memiliki dua waduk besar di Jawa Barat yang potensial sebagai
tempat usaha budidaya ikan di Kolam Jaring Apung (KJA). Potensi ikan KBB adalah 23.337 ton
per tahun. Dua waduk besar tersebut adalah sebagai berikut:
Komoditas ikan yang diusahakan berupa nila, patin, ikan mas, ikan lele dan gurame. Potensi
terbesar usaha KJA adalah Kecamatan Cipeundeuy (waduk Cirata) sekitar 59% produksi total
produksi KJA. Sedangkan jumlah kolam jaring ikan di Saguling pada tahun 2009 (kecamatan
Cililin, Cihampelas, batujajar dan Cipongkor) sebanyak 7.261 petak dengan jumlah rumah tangga
perikanan utama 695 Kepala Keluarga dan rata-rata produksi 6 ton/hari.[6]
Potensi perdagangan
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS pusat berikut adalah data sektor perdagangan ataupun
jasa di kawasan Bandung Barat:
Potensi Industri
Perkembangan Industri di daerah Kabupaten Bandung Barat belum tersebar secara merata.
Industri besar dan sedang terbanyak hanya ada dibeberapa kecamatan yaitu Padalarang, Batujajar
dan Ngamprah dan sebagian kecil di Lembang. Dalam penciptaan fungsi-fungsi baru di kawasan
yang potensial, dimana Kecamatan Ngamprah dan Padalarang akan dikembangkan sebagai Pusat
Utama Kabupaten Bandung Barat serta pusat pemerintah di Kecamatan Ngamprah. Sedangkan
industri kecil yang paling banyak di Kabupaten Bandung Barat adalah industri anyaman dan
makanan mencapai 73,16% yang terkonsentrasi di Kecamatan padalarang. Sedangkan industri
kulit, logam dan gerabah jumlahnya sangat terbatas 1,09%. Jenis usaha yang tergolong
agroindustri adalah industri makanan dan minuman, karet dan barang dari karet, kulit dan barang
dari kulit, serta jenis lainnya yang dipasok oleh sektor pertanian dengan persentase kurang dari
20%.[6]
Potensi Pariwisata
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kami sebagai mediator sudah memaparkan tentang infrastruktur jalan, perdagangan
dan pendidikan di kabupaten Bandung Barat, memaparkan permasalahannya, potensi
ekonomi dan cara memaksimalkan infrastruktur untuk diketahui para pembaca.
3.2 Saran
Agar lebih maksimal dan berkelanjutan dalam mendapatkan data tentang infrastruktur
di kabupaten Bandung Barat, dalam pencarian sumbernya perlu dengan metoda observasi
kepada pihak terkait.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Pustra. Sekretaris Jendral. Kementrian pekerjaan Umum. 2010. Kajian Penyelenggaraan
infrastrukturbidang PU dalam rangka Menngkatkan Kualitas Lingkungan. PT Marga Graha
Penta.
[2] Setiawan, Iwan. 2006. Analisis akses desa-desa di Kabupaten Bandung terhadap sumber-sumber
produktif. Fakultas Pertanian, Universitas Padjajaran.
18.42 WIB)
[6]http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/01/1-Analisis-Potensi-Ekonomi-dan-
013/Bab%204_33_LKPJ_2013_Urusan%20Pilihan_Perdagangan_Paripurna%20DPRD.pdf(diak
ses pada tanggal 29 Maret 2015 pukul 22.02 WIB)