TUBERKULOSIS
DI LAYANAN PRIMER (PUSKESMAS)
ABSTRAK
TB
merupakan
penyebab
kematian
ketiga
terbesar
setelah
penyakit
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita
yang mengandung basil tuberkulosis yang kemudian menyerang seluruh tubuh
terutama paru-paru. Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi hampir 2 miliar
orang atau sepertiga dari total penduduk dunia. Tidak berhenti sampai di situ, WHO
memperkirakan hingga tahun 2020 jumlah orang yang terinfeksi TB paru akan
bertambah 1 miliar orang lagi. Dengan kata lain, terjadi pertambahan jumlah infeksi
lebih dari 56 juta orang setiap tahunnya. Angka ini sangat memprihatinkan karena
berarti ada 2-4 orang yang terinfeksi M.tuberculosis setiap detik dan hampir 4 orang
meninggal setiap menit karena TB paru.1
Tuberkulosis di Indonesia menduduki peringkat ke-4 di dunia. Menurut WHO
dalam Global TB Report 2012, prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2011 adalah
244/100.000 penduduk. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan jumlah terbanyak
keempat di dunia yakni 5,8% setelah India 21,1%, Cina 14,3% serta Afrika Selatan.
Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3
wilayah, yaitu: 1) wilayah Sumatera dengan angka prevalensi TB adalah 160 per
100.000 penduduk; 2) wilayah Bali dan Jawa dengan angka prevalensi TB tertinggi
yaitu 110 per 100.000 penduduk; 3) wilayah Indonesia Timur dengan angka
prevalensi tertinggi yaitu 210 per 100.000 penduduk (Departemen Kesehatan RI,
2008).1
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 didapatkan data bahwa
prevalensi Tuberkulosis paru klinis yang tersebar di seluruh Indonesia adalah 1,0%.
Tujuh belas provinsi diantaranya mempunyai angka prevalensi di atas angka nasional,
yaitu provinsi NAD, Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Banten, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi
2
Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua.
Secara umum prevalensi yang tertinggi di Papua Barat yaitu 2.5% dan terendah di
provinsi Lampung yaitu 0,3% (Kemenkes RI, 2011).2
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulawesi Selatan, pada
2011, penderita penyakit menular ini mencapai 8.939 kasus. Angka ini meningkat
signifikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya 7.783 kasus. Kabupaten Takalar
menduduki peringkat pertama dalam jumlah kasus dengan pertumbuhan penderita
TBC di atas 109 %, menyusul Pare-pare 79%,Pinrang 75 %,disusul Makassar 70%
dan terendah Kabupaten Luwu 33 % serta Jeneponto 36 % .2
Khusus di Kota Makassar, berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Bina
Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Makassar,
jumlah kasus TB Paru klinis di Puskesmas dan RS sebanyak 900 kasus dan kasus
baru TB BTA (+) yang ditemukan pada tahun 2012 sebanyak 1.819 kasus (puskesmas
dan rumah sakit) meningkat dibandingkan tahun 2011 dimana dilaporkan jumlah
penderita TB Paru Klinis di Puskesmas dan Rumah Sakit sebanyak 511 Jumlah
penderita TB Paru Klinis, TB BTA+ sebanyak 1608 penderita (Puskesmas dan
Rumah Sakit).
Prevalensi penderita TB paru di Puskesmas Jumpandang Baru tahun 2015
dalam 3 bulan terakhir adalah 33 pasien dengan rincian tipe pasien : 30 kasus baru, 3
kasus kambuh, 0 kasus pindahan.
TB paru juga merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit pernapasan akut. Dibandingkan dengan penyakit
menular lainnya seperti HIV/AIDS dan Demam Berdarah Dengue (DBD), TB paru
merupakan pembunuh dengan tingkat kematian tertinggi di Indonesia.3
Pengendalian Tuberkulosis Paru kemudian menjadi masalah kesehatan global
dan nasional. Maka tak heran bila salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat
dalam visi Indonesia Sehat adalah angka kesembuhan TB Paru BTA+. Berbagai
program Pengendalian TB Nasional telah berhasil mencapai target angka penemuan
dan angka kesembuhan dengan berlandaskan pada strategi Directly Observed
3
dalam mendukung
upaya
pencapaian
sasaran
strategi
nasional
1.2.3.2.
1.2.3.3.
1.2.3.4.
sudah
berkurang.
1.3.4.Pemeriksaan fisik pada lapangan paru kanan atas dan suara pernapasannya
terkesan normal, jika dibandingkan dengan pemeriksaan pada waktu pertama
kali datang di layanan primer (Puskesmas) dengan hasil Fremitus mengeras
pada lapangan paru kanan atas, dan suara pernapasan dijumpai bronkial pada
lapangan paru kanan atas.
6
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS
2.1.
Kerangka Teoritis
Gambaran Penyebab TBC
Faktor GenetikPemaparan oleh bakteri
Invasi Jaringan
Malnutrisi
PEJAMU
PEKA
Kesesakan
TUBERKULOSIS
INFEKSI
Kemiskinan
rumah
Mekanisme Tuberkulosis
2.2.1. Pengertian
Tuberculosis
(TB)
adalah
penyakit
akibat
infeksi
kuman
Alveolus
Fagositosis
Fagositosis oleholeh
makrofag
makrofag
Baksil TB berkembang
biak
Destruksi baksil
TB
Destruksi makrofag
Resolusi
Pembentukan
tuberkel
Kalsifikasi
Perkijuan
Kompleks
Ghon
Kelenjar limfe
Penyebaran hematogen
Pecah
Lesi di hepar,
lien,ginjal,tulang,
otak dll
2.
3.
2. Tipe Produktif
Apabila sudah matang prosesnya lesi ini berbentuk granuloma yang kronik,
terdiri dari 3 zona.:
a) Zona Sentral dengan sel raksasa yang berinti banyak dan mengandung
tuberculosis.
b) Zona Tengah yang terdiri dari sel-sel epitel yang tersusun radial
c) Zona yang terdiri dari fibroblast, limfosit, dan monosit. Lambat laun zona luar
akan berubah menjadi fibrotik dan zona sentral akan mengalami perkijuan.
Kelainan seperi ini disebut sebagai tuberkel.
Perjalanan Kuman tuberculosis di dalam tubuh.
Kuman menjalar melalui saluran limfe ke kelenjar getah bening atau ductus
thoracicus atau organ tubuh melalui aliran darah atau dapat juga langsung dari
proses perkijuan masuk ke vena atau pecah ke bronkus atau tersebar ke seluruh
paru-paru atau tertelan ke tractus digastivus.
2.2.3. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis
Penyebab penyakit TB adalah kuman Mycobacterium tuberculosis, yang
berbentuk batang lurus atau agak bengkok, berukuran panjang 1 sampai 5
dan lebar 0.2 sampai 0.8 . dapat ditemukan bentuk sendiri maupun
berkelompok. Kuman ini merupakan bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat
tidak bergerak, tidak berspora, dan tidak bersimpai. Micobacterium
11
tuberculosis yang merupakan basil tahan asam dan dapat dilihat dengan
pewarnaan Ziehl - Neelsen (karbol fuksin). Pada pewarnaannya M.
tuberculosis tampak seperti manik-manik atau tidak terwarnai secara merata.
Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24
Maret 1882 oleh Robert Koch. Bakteri ini juga disebut basilus Koch.6
2.2.4. Epidemiologi
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban
TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar
660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru
per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per
tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan
epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan
sebagai
epidemik
erkonsentrasi
(a
concentrated
epidemic),
dengan
dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya
terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+
adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka
keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada
kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut
merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang
utama.2,7
Sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat mencapai angka
penemuan kasus (CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian
70% CDR dan 85% kesembuhan.
Tabel 1. Pencapaian target pengendalian TB per provinsi 2009
CDR
%Dengan angka nasional proporsi kasus relaps dan gagal pengobatan di bawah 2%,
maka angka resistensi obat TB pada pasien yang diobati di pelayanan kesehatan pada
umumnya masih rendah. Namun demikian, sebagian besar data berasal dari
Puskesmas yang telah menerapkan strategi DOTS dengan baik selama lebih dari 5
tahun terakhir. Probabilitas terjadinya resistensi obat TB lebih tinggi di rumah sakit
dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program pengendalian TB nasional
sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop out pengobatan karena
tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi. Data dari penyedia pelayanan swasta
13
14
Penularannya
pun
berpola
sekuler
tanpa
15
16
mempengaruhi
penyebaran
TBC
salah
satunya
adalah
17
beresiko
tinggi
dan
kelompok
etnis
minorias(misal
18
darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun,
berat badan turun, rasa badan kurang enak (malaise), berkeringat malam
walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.(17) Gejalagejala tersebut diatas, dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis,
oleh sebab itu setiap orang yang datang ke Unit Pelaksanaan Kesehatan
(UPK) dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap sebagai seorang suspek
tuberkulosis atau tersangka penderita tuberkulosis paru dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.3,6
2.2.7. Diagnosis Tuberkulosis Paru
2.2.7.1.
Definisi pasien TB
Tersangka pasien TB adalah seseorang yang mempunyai keluhan atau
gejala klinis mendukung TB (sebelumnya dikenal sebagai suspek TB).3
o Pasien TB berdasarkan konfirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis:
Adalah seorang pasien TB yang hasil pemeriksaan sediaan
biologinya positif dengan pemeriksaan mikroskopis, biakan atau
diagnostik cepat yang diakui oleh WHO (misal : GeneXpert ). Semua
pasien yang memenuhi definisi ini harus dicatat tanpa memandang
apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum. Termasuk dalam
tipe pasien tersebut adalah pasien TB paru BTA positif yaitu pasien TB
yang hasil pemeriksaan sediaan dahaknya positif dengan cara
pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat
(misalnya GeneXpert).
o Pasien TB berdasarkan diagnosis klinis :
Adalah seseorang yang memulai pengobatan sebagai pasien TB
namun tidak memenuhi definisi dasar diagnosis berdasarkan
konfirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis. Termasuk dalam tipe
pasien ini adalah :
20
2.2.7.2.
21
Klasifikasi Diagnosis TB
Diagnosis TB dengan konfirmasi bakteriologis atau klinis dapat
diklasifikasikan berdasarkan:1,3
Hasil bakteriologis dan uji resistensi OAT; (pada revisi guideline WHO
tahun 2013 hanya tercantum resisten obat)
Status HIV.
23
Hasil pemeriksaan apusan dahak BTA negatif tetapi biakan positif untuk
M.tuberculosis
24
4. Bila HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui tetapi tinggal di
daerah dengan prevalens HIV rendah), tidak respons dengan antibiotik
spektrum luas (di luar OAT dan fluorokuinolon dan aminoglikosida).
Kasus TB paru tanpa pemeriksaan apusan dahak tidak diklasifikasikan apusan
negatiftetapi dituliskan sebagai apusan tidak dilakukan.3
d. Klasifikasi berdasarkan status HIV1,3
2.2.7.4.
Diagnosis TB Paru
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapatnya paling sedikit satu
25
Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resisten obat primer >3%.
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapat paling sedikit satu
26
2.2.8.
*Pasien berusia di atas 60 tahun tidak dapat mentoleransi lebih dari 500-700
mg per hari, beberapa pedoman merekomendasikan dosis 10 mg/kg BB pada
pasien kelompok usia ini. Pasien dengan berat badan di bawah 50 kg tidak
dapat mentoleransi dosis lebih dari 500-750 mg per hari.
27
dibandingkan
paduan
2RHZE/4RH.
Berdasarkan
hasil
penelitian
TB PARU
TB PARU KASUS PENGOBATAN
ULANG
TB PARU KASUS
OAT KATEGORI I
28
untuk melaporkan gejala TB yang menetap atau muncul kembali, gejala efek samping
OAT atau terhentinya pengobatan.3
Berat badan pasien harus dipantau setiap bulan dan dosis OAT disesuaikan
dengan perubahan berat badan. Respons pengobatan TB paru dipantau dengan apusan
dahak BTA. Perlu dibuat rekam medis tertulis yang berisi seluruh obat yang
diberikan, respons bakteriologis, resistensi obat dan reaksi tidak diinginkan untuk
setiap pasien pada Kartu Berobat TB.3
WHO merekomendasi pemeriksaan apusan dahak BTA pada akhir fase
intensif pengobatan untuk pasien yang diobati dengan OAT lini pertama baik kasus
baru dan pengobatan ulang. Apusan dahak BTA dilakukan pada akhir bulan kedua
(2RHZE/4RH) untuk kasus baru dan akhir bulan ketiga (2RHZES/1RHZE/5RHE)
untuk kasus pengobatan ulang. Rekomendasi ini juga berlaku untuk pasien dengan
apusan dahak BTA negatif.3
Apusan dahak BTA positif pada akhir fase intensif mengindikasikan
beberapa halberikut ini:
Supervisi kurang baik pada fase inisial dan ketaatan pasien yang buruk;
Resolusi lambat karena pasien memiliki kavitas besar dan jumlah kuman yang
banyak;
Foto toraks untuk memantau respons pengobatan tidak diperlukan, tidak dapat
diandalkan.
29
30
DEFINISI
Pasien TB paru dengan konfirmasi bakteriologis pada
awal pengobatan dan apusan dahak BTA negatif atau
Sembuh
Pengobatan Lengkap
Pengobatan Gagal
Meninggal
Putus obat
atau lebih.
Pasien yang dipindahkan ke rekam medis atau pelaporan
(Tidak dievaluasi)
31
32
holistik
adalah
kegiatan
untuk
mengidentifikasi
dan
33
Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai
pelaku pelayanan pertama (layanan primer).
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat
dari beberapa aspek yaitu:
I.
II.
III.
IV.
V.
komprehensif
yaitu
pelayanan
yang
memasukkan
dan rehabilitasi
35
BAB III
METODOLOGI STUDI KASUS
3.1.2
3.2 Metodologi studi kasus yang digunakan adalah Cohort study yaitu penelitian
longitudinal yang membandingkan subjek penelitian dalam periode waktu
tertentu
3.3 Pengumpulan data /informasi tentang penyakit atau permasalahan kesehatan
dengan melakukan komunikasi personal dengan pasien dan atau keluarganya
dan analisis data.
3.4 Pengumpulan
data
dilakukan
dengan
komunikasi
personal
dengan
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
baru dengan keluhan batuk yang dirasakan kurang lebih 3 bulan. Batuk
disertai dahak, dahak berwarna putih. Riwayat demam ada, pasien juga
mengeluh sering keringat malam. Nafsu makan berkurang sehingga terjadi
penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir. Sebelumnya pasien sudah
perna berobat dan diberikan obat batuk namun tidak ada perbaikan selama
mengkonsumsi obat tersebut.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pasien, dokter
menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan sputum BTA 3 kali. Setelah
pemeriksaan dahak pagi dan sewaktu, reaksi dari pemeriksaan dahak tersebut
hasilnya (+2, +2), sehingga dokter mendiagnosa pasien menderita TB Paru.
Dokter menjelaskan dan menganjurkan pasien untuk mendapat pengobatan
selama 6 bulan dan harus kontrol setiap bulan untuk melihat perkembangan
pengobatannya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
-
37
: sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: 15
Tek. Darah
: 110/70 mmHg
Frek. Nadi
: 88 x/menit
Frek Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,5 C
BB
: 39 kg
Tinggi Badan
: 150 cm
Status Generalis :
-
Kepala
Mata
THT
Leher
Paru-paru
: Normocephal
: Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
Pupil bulat, isokor
: Dalam Batas Normal
: Pembesaran KGB dan tiroid (-)
38
Inspeksi
Palpasi
kiri
: fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan
Perkusi
Auskultasi
kiri
: sonor seluruh lapang paru
: vesikuler kanan dan kiri, rhonki halus (+/-),
wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
batas
jantung
kiri
ICS
linea
midklavikula sinistra
: bunyi jantung I dan II normal, murmur(-)
: simetris, datar, kelainan kulit (-), pelebaran
Auskultasi
Palpasi
vena (-)
: bising usus normal
: nyeri lepas (-), nyeri ketuk
Perkusi
(-),
ketuk (-)
- Ekstremitas
Status Lokalis : -
Batuk berdahak sudah 3 bulan. Batuk berdahak berwarna putih tanpa disertai
darah
TD 110/70 mmHg.
39
B. KELUARGA
Profil Keluarga
1
Karakteristik Keluarga
No
Nama
1.
Tn. M
2.
Nn.W
Kedudukan
Gender
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Saudara sepupu
38 th
SMA
Security
Saudara sepupu
49 th
SMA
dalam keluarga
Cleaning
service
40
Kesimpulan
Keluarga Nn.W tinggal di
rumah dengan kepemilikian
Tidak bertingkat
dengan
lingkungan
rumah
oleh
anggota
keluarga.
41
KAMAR
MANDI
DAPUR
8 METER
KAMAR
TAMU
KAMAR
RUANG
6 METER
Tempat berobat
Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, Nn.W selalu
berobat ke puskesmas untuk mendapatkan terapi yang lebih baik untuk
kesembuhan penyakit mereka.
Balita : KMS
Anggota keluarga Nn.W tidak ada yang berusia balita sehingga tidak
memiliki KMS.
Asuransi / JaminanKesehatan
42
Keterangan
mencapai
Kesimpulan
Nn.W
berobat
Puskesmas
pelayanan kesehatan
pelayanannya
dinilai
memuaskan
sehingga
kesehatan
5
datang
kendaraan
Menurutnya
kualitas
Tarif pelayanan kesehatan Murah
Kualitas pelayanan
dengan
mengendarai
umum.
ke
pasien
kembali
mau
untuk
berobat.
Memuaskan
Kebiasaan makan :
Keluarga Nn.W makan sebanyak dua sampai tiga kali sehari. Menu
makanan yang diterapkan dalam waktu makan mereka tidak pernah
menentu. Menu makanan mereka paling sering hanya makan nasi dengan
lauk tahu atau tempe, ikan (biasanya ikan bandeng) beserta sayuran.
Untuk makan ayam dan daging sangat jarang. Adapun makanan yang
dimakan oleh keluarga Nn.W dimasak sendiri. Keluarga Nn.W jarang
mengkonsumsi
buah-buahan
dan
susu.
Keluarga
Nn.W
selalu
membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan serta
merapikan dan membersihkan peralatan makan mereka setelah selesai
makan.
b
44
Genogram
1 Bentuk keluarga :
Bentuk keluarga ini termasuk bukan keluarga inti. Nn.W adalah
saudara sepupu perempuan dan Tn.M saudara sepupu laki-laki.
4.2.
PEMBAHASAN
4.2.1. TANGGAL
INTERVENSI,
DIAGNOSTIK
HOLISTIK,
DAN
RENCANA SELANJUTNYA
Pertemuan ke 1 : 13 April 2015
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosioekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan
alat yang akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
45
Anamnesa
Masalah lingkungan
Lingkungan tempat tinggal Nn.W merupakan lingkungan yang padat
penduduk dan letak rumah yang satu dengan rumah yang lainnya saling
menempel. Nn.W jarang membuka jendela rumahnya sehingga terasa
lembab.
Diagnosis Holistik
Untuk melakukan diagnostik holistik yang komprehensif maka diperlukan
tinjauan dari beberapa aspek antara lain :
1 Aspek personal
Pasien datang atas kemauan sendiri dan berobat di Puskesmas
Jumpandang baru. Hal ini dilakukan karena sebelumnya pasien sudah
berobattetapi tidak kunjung sembuh. Sehingga pasien khawatir bahwa
batuk yang diderita akan semakin memburuk dan anggota keluarga
lainnya tertular. Dengan berobat ke puskesmas pasien berharap
2
46
47
Nn.W.
Aspek fungsional
Secara aspek fungsional, pasien tidak ada kesulitan dan masih merasa
mampu dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam
maupun di luar rumah.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus TB yang dilakukan di layanan primer
(PUSKESMAS) mengenai penatalaksanaan penderita TB dengan pendekatan
diagnose holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1
49
Aspek personal
Aspek klinik
: TB paru
Aspek Fungsional
Aspek personal
Aspek klinik :
Memberikan OAT kategori I kepada pasien. Hasil yang diharapkan
adalah menyembuhkan penyakit yang diderita pasien.
Aspek Fungsional :
Menganjurkan pasien untuk menjaga kondisi fisiknya dengan aktif
melakukan olah raga ringan seperti jalan santai selama 30 menit. Hasil
51
yang diharapkan adalah kondisi pasien lebih sehat dan prima dan dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien.
2
pasien
TB paru untuk
Oga
dr.Pedoman
Nasional
Penanggulangan
EGC.2010
52