Pembimbing :
dr. Eva Suryani, Sp. KJ
Disusun oleh :
Priscila Stevanni
2013-061-066
Abstrak:
Merokok dilaporkan berhubungan dengan depresi dan kecemasan. Penelitian ini (a)
menyelidiki hubungan ini dan juga memperhitungkan komorbiditas, (b) menyelidiki
faktor-faktor penyamar yang mungkin, (c) menyelidiki bagaimana mantan perokok
dibandingkan dengan perokok saat ini dan orang yang tidak pernah merokok dalam
hal kecemasan dan depresi, dan apakah kecemasan dan depresi menurun seiring
dengan waktu penghentian. Peserta (66%) berusia 20-89 tahun yang diambil dari
survey populasi berbasis kesehatan (N= 60.814) disaring dengan menggunakan
HADS. (a) Hubungan dengan merokok paling kuat ditemukan pada komorbid
kecemasan depresi, diikuti oleh kecemasan, dan hanya sebagian kecil pada depresi.
Hubungan lebih kuat pada wanita dan peserta muda. (b) Variabel yang sebagian
dapat diperhitungkan ke dalam hubungan adalah gejala somatik, sosio-demografis,
masalah alkohol, dan aktivitas fisik yang rendah. (c) Kecemasan dan depresi paling
banyak ditemukan pada perokok saat ini, diikuti oleh mantan perokok, dan orang
yang tidak pernah merokok. Tidak terdapat penurunan kecemasan atau depresi
seiring dengan waktu penghentian rokok. Penelitian-penelitian sebelumnya
mengenaik depresi dan merokok mungkin telah memperhitungkan secara berlebihan
hubungan keduanya dengan mengesampingkan komorbid kecemasan.
1.
Pendahuluan
Efek merugikan dari merokok terhadap kesehatan sudah diketahui jelas dan
angka kematian yang berhubungan dengan merokok terbilang tinggi. Merokok
diketahui berhubungan dengan gangguan jiwa yang luas. Pada survey WHO,
kebiasaan merokok setiap hari ditemukan pada 30% penduduk di bagian barat.
Studi epidemiologi menemukan bahwa orang dengan gangguan jiwa dua kali
lebih mungkin merupakan seorang perokok dibandingkan dengan populasi
umum, dan merupakan konsumen rokok yang tinggi. Mengingat gangguan
mental yang paling umum, hubungan antara depresi dan merokok telah terbukti
berulang kali, tapi studi yang lebih baru juga menyoroti pentingnya gangguan
kecemasan [Kecemasan dan depresi umumnya merupakan komorbid. Namun,
sejauh mana merokok secara unik terkait dengan kecemasan, sebagai lawan
untuk dihubungkan dengan yang memperngaruhi terjadinya depresi masih belum
jelas.
Faktor-faktor lain dapat mengacaukan hubungan antara merokok dan
kecemasan/depresi, termasuk diantaranya kesehatan tubuh, perilaku terkait
dengan kesehatan lainnya, status sosial-ekonomi, usia dan jenis kelamin. Sebuah
tinjauan literatur baru terhadap kecemasan dan merokok mengajak untuk lebih
berfokus pada moderator dan mekanisme untuk meningkatkan pemahaman
megenai etiologi. Faktor psikososial dan gangguan mental komorbid telah
terlibat sebagai perancu penting pada orang dewasa muda. Kegagalan untuk
memperhitungkan perancu ini mungkin telah menyebabkan keyakinan yang
salah dalam teori kausal pada hubungan antara merokok dan gangguan mental
yang spesifik.
Respon kesehatan masyarakat terhadap merokok biasanya terdiri dari
kampanye untuk berhento merokok atau mencegah masyarakat untuk merokok.
Penelitian sebelumnya yang mendukung kebijakan ini, memperlihatkan mood
yang membaik dan pelepasan stress setelah penghentian rokok, dan peneliti telah
menekankan pentingnya untuk fokus pada penghenti rokok pada orang dengan
gangguan jiwa. Di sisi lain, perokok yang berhenti dan memiliki riwayat major
deppresion disorder (MDD) mrmiliki tisiko yang meningkat untuk mengalami
MDD lagi dalam waktu empat minggu hingga enam bulan. Diluar jangka waktu
tersebut, hanya sedikit yang diketahui mengenai penghentia rokok pada orang
dengan gangguan jiwa. Terdapat beberapa spekulasi dan bukti empiris bahwa
kecemasan menghalangi penghentian.
Akhirnya, dalam hubungannya dengan penyebab, terdapat bukti bahwa
merokok meningkatkan risiko depresi. Untuk gangguan cemas tertentu dan
gangguan stres pasca-trauma tertentu, bukti menunjukkan hubungan yang
bertolak belakang. Terdapat bukti adanya faktor genetik yang diturunkan pada
hubungan antara merokok dan depresi, dan juga pada ketergantungan nikotin
dan gangguan stress pasca trauma. Orang yang berhenti merokok dilaporkan
tidak memiliki peningkatan risiko untuk mendapatkan episode depresi baru
dibandingkan dengan orang yang tidak pernah merokok, namun terdapat
masalah kekuatan pada kebanyakan studi tersebut. Perbandingan orang yang
berhenti merokok dan orang yang tidak pernah merokok (dan waktu berhenti
pada orang yang merupakan perokok) dalam hal penyakit mental mungkin akan
menjelaskan masalah hubungan sebab akibat ini.
Tujuan studi ini adalah untuk menempatkan masalah-masalah ini pada
analisis data sekunder dari populasi masyarakat yang besar. Tujuan khusus
adalah sebagai berikut: (a) untuk menyelidiki hubungan antara merokok,
kecemasan dan depresi dengan mempertimbangkan komorbiditas dari kedua
gangguan mental tersebut; (b) untuk menyelidiki sampai sejauh mana perancuan
yang dihasilkan oleh perilaku lain yang berhubungan dengan kesehatan, keluhan
kesehatan tubuh, dan faktor sosio-demografis; (c) untuk menyelidiki kecemasan
dan depresi pada mantan perokok: dalam hubungan tertentu dengan waktu sejak
penghentian. Kami berhipotesis (a) peningkatan kecemasan, depresi dan
kecemasan komorbid depresi pada perokok dibandingkan non-perokok, (b) dan
bahwa hubungan ini tidak sepenuhnya dijelaskan oleh faktor perancu. (c)
Selanjutnya, kami berhipotesis bahwa akan ada peningkatan kecemasan dan
depresi pada peserta yang berhenti merokok dibandingkan dengan mereka yang
tidak pernah merokok (hipotesis trait-association), tetapi juga kecemasan dan
depresi akan kembali ke tingkat normal dibandingkan dengan mereka yang tidak
pernah merokok seiring berjalannya waktu (hipotesis state-association).
2.
Metode
merokok. Akan tetapi, etiologi dari banyak hubungan yang dikenali jelas ini
masih belum diketahui, oleh karena itu kami tidak dapat memisahkan faktor
perancu dengan faktor mediasi dalam analisis potong lintang ini. Daftar kovariat
kami luas, namun jelas tidak lengkap.
Kami juga membandingkan hubungan antara merokok saat ini dan kecemasan
dengan depresi menggunakan analisi regresi linier dengan skala skor z-score
untuk beban gejala kecemasan dan depresi saat ini. Selain penyesuaian untuk
usia dan jenis kelamin, dalam analisis hubungan antara gejala kecemasan dan
depresi kami disesuaikan untuk depresi, dan sebaliknya.
Selanjutnya, kami membandingkan prevalensi kecemasan dan depresi antara
perokok saat ini, orang yang berhenti merokok dan yang tidak pernah merokok,
dengan yang terakhir sebagai kelompok referensi, sekali lagi menggunakan
model regresi logistik dan kasus-tingkat kecemasan dan depresi. Mengerjakan
menggunakan statistik yang sama, termasuk orang yang berhenti merokok saja,
kami menganalisis prevalensi kecemasan dan depresi di seluruh kelompok
ditentukan oleh waktu sejak penghentian.
Terakhir, kami menganalisis hubungan kecemasan/depresi merokok yang
dikelompokkan berdasarkan usia (dekade) dan jenis kelamin, menggunakan
model regresi logistik, kami menguji interaksi untuk usia dan jenis kelamin.
3.
Hasil
Perokok saat ini dilaporkan oleh 29% sampel. 29% lagi melaporkan sudah
berhenti merokok, dan 42% melaporkan tidak pernah merokok. Tingkat
prevalensi untuk kasus kecemasan dan depresi adalah 15.5% dan 10.8%,
masing-masing; 9.6% mengalami kecemasan tanpa depresi, 4.9% mengalami
depresi tanpa kecemasan dan 5.9% mengalami keduanya. Karakteristik lebih
lanjut dari sampel dilaporkan pada tabel 1.
Setelah penyesuaian untuk usia dan jenis kelamin, hubungan antara merokok
dan kecemasan (OR 1.56, 95% CI 1.49-1.63) dan antara merokok dan depresi
(OR 1.48, 1.40-1.57) sangat mirip. Namun ketika gangguan murni dan
komorbiditas dibedakan (tanpa gangguan sebagai kelompok referensi), asosiasi
paling kuat terdapat pada kelompok kecemasan komorbid depresi (OR 1.82,
1.69-1.95), diikuti oleh kecemasan murni (1.43, 1.35-1.52), sedangkan hubungan
dengan depresi murni relatif lemah (OR 1.16, 1.07-1.26). Hubungan kuat dalam
komorbiditas kecemasan depresi adalah efek aditif (Tabel 2).
Tabel 2. Karakteristik dan depresi dalam hubungannya dengan merokok, disesuaikan dengan faktor penyamar (OR dengan tingkat
kepercayaan 95%)
Tidak terdapat perbedaan hasil yang bermakna antara kelompok yang hanya
merokok rokok (N=16,686) dengan kelompok yang hanya merokok cerutu atau
pipa (N=569) atau kombinasi (N==432) (Semua p > 0.17 disesuaikan dengan
umur dan jenis kelamin).
Tabel 4. Kecemasan dan depresi pada perokok dan mantan perkok dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (OR dengan tingkat
kepercayaan 95%)
Saat mengeksklusi orang yang tidak pernah merokok dan perokok saat ini
dari analisis, kami tidak dapat menemukan hubungan apa pun antara waktu sejak
penghentian dan odds ratio dari kecemasan atau depresi (tabel 5). Walaupun
terdapat kecenderungan depresi sendiri yang lebih rendah dengan waktu sejak
penghentian (membandingkan individu yang berhenti merokok 15-25 dan >25
tahun lalu dengan 0-2 tahun lalu), tetapi di semua lima kategori untuk waktu
sejak penghentian, perbandingan ini tidak bermakna secara statistik (p=.085).
Kesimpulan ini sama ketika membatasi sampel kami kepada mereka yang cukup
tua untuk berhenti merokok sejak lama.
Tabel 5. Waktu sejak penghentian (hanya yang berhenti merokok) dalam hubungannya dengan kecemasan dan depresi, disesuaikan dengan
umur dan jenis kelamin (OR dengan tingkat kepercayaan 95%)
Tabel 6. Perokok saat ini (ya/tidak) dalam hubungannya dengan kecemasan dan depresi
4.
Diskusi
Kesimpulan
Penelitian sebelumnya dari hubungan antara depresi dan merokok mungkin
telah melebihkan hubungan dengan tidak memperhitungkan komorbid
kecemasan dan faktor penyamar yang relevan. Hubungan merokok dan
kecemasan lebih erat dan lebih kuat daripada depresi. Penelitian kami
mengilhami hipotesis bahwa kecemasan dan depresi sudah meningkat sebelum
dimulainya kebiasaan merokok, yang perlu diuji pada penelitian longitudinal
mendatang pada anak atau remaja.