PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler termasuk di
dalammya Congestive heart Failure (CHF) masih menduduki peringkat yang
tinggi, menurut data WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika
menderita CHF. American Heart Association (AHA) tahun 2004 melaporkan 5,2
juta penduduk Amerika menderita gagal jantung. Walaupun angka yang pasti
belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi dengan bertambah majunya fasilitas
kesehatan dan pengobatan dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan
bertambah setiap tahunnya.
Saat ini CHF merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus
meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung
berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat
menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, CHF merupakan penyakit
yang paling sering memerlukan pengobatan ulang di rumah sakit, meskipun
pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal. Dari hasil pencatatan dan
pelaporan rumah sakit (SIRS, Sistem Informasi Rumah Sakit) menunjukkan Case
Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada gagal jantung yaitu sebesar 13,42%.
Menurut ahli jantung Lukman Hakim Makmun dari Divisi Kardiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo (FKUIRSCM), di Indonesia data prevalensi gagal jantung secara nasional memang
belum ada. Namun, sebagai gambaran, di ruang rawat jalan dan inap Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Jakarta pada 2006 lalu didapati 3,23% kasus gagal jantung
dari total 11.711 pasien. Sedangkan pada tahun 2005 di Jawa Tengah terdapat 520
penderita CHF yang pada umumnya adalah lansia. Sebagian besar lansia yang
didiagnosis CHF ini tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun.
Selain itu di RS. Roemani Semarang, kasus penderita jantung mencapai
angka 79 penderita dengan kematian 15 orang pada tahun 2006. Jumlah tersebut
studi menemukan bahwa alkohol dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan
juga dapat meningkatkan molekul tertentu yang dapat meningkatkan penyakit
jantung. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal
jantung akut maupun gagal jantung aritmia. Alkohol ditemukan menyebabkan
gagal jantung pada 2-3% dari kasus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri
penting dari definisi ini adalah gagal didefinisikan relatif terhadap kebutuhan
metabolik tubuh, dan penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung
secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada kelainan
fungsi miokardium. Gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung,
tetapi mekanisme kompensorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah
berkembang menjadi kegagalan jantung sebagai suatu pompa.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan gagal
jantung. Gagal sirkulasi menunjukan ketidakmampuan sistem kardiovaskular
untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai. Definisi ini mencakup segala
kelainan sirkulasi yang mengakibatkan tidak memadainya perfusi jaringan,
termasuk perubahan volume darah, tonus vascular, dan jantung.
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik di mana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif
terhadap kebutuhan metabolisme tubuh, dan kedua, penekanan arti gagal
ditujukan
pada
fungsi
pompa
jantung
secara
spesifik
pada
fungsi
mengakibatkan
gagal
jantung,
keseluruhan.
Istilah
miokardium; gagal
tetapi
mekanisme
(left
bundle
branch
block),
berkurangnya
kontraktilitas
(kardiomiopati).
b.
c.
d.
e.
(tamponade).
f.
Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi,
b.
Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya
Mekanisme Frank-Starling
Mekanisme Frank-Starling berarti makin besar otot jantung diregangkan
selama pengisian, makin besar kekuatan kontraksi dan makin besar pula jumlah
darah yang dipompa ke dalam aorta atau arteri pulmonalis.
Kontraksi ventrikel yang menurun akan mengakibatkan pengosongan
ruang yang tidak sempurna sehingga volume darah yang menumpuk dalam
ventrikel saat diastol (volume akhir diastolik) lebih besar dari normal.
Berdasarkan hukum Frank-Starling, peningkatan volume ini akan meningkatkan
pula daya kontraksi ventrikel sehingga dapat menghasilkan curah jantung yang
lebih besar.
2.
Hipertrofi Ventrikel
Peningkatan volume akhir diastolik juga akan meningkatkan tekanan di
dinding ventrikel yang jika terjadi terus-menerus, maka akan merangsang
pertumbuhan hipertrofi ventrikel. Terjadinya hipertrofi ventrikel berfungsi untuk
mengurangi tekanan dinding dan meningkatkan massa serabut otot sehingga
memelihara kekuatan kontraksi ventrikel. Dinding ventrikel yang mengalami
hipertrofi akan meningkat kekakuannya (elastisitas berkurang) sehingga
mekanisme kompensasi ini selalu diikuti dengan peningkatan tekanan diastolik
ventrikel yang selanjutnya juga menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri.
3.
Aktivasi Neurohormonal
Perangsangan neurohormonal mencakup sistem saraf simpatik, sistem renin-
Manifestasi utama dari gagal jantung kanan adalah bendungan vena sistemik
dan edema jaringan lunak. Kongesti vena sistemik secara klinis tampak sebagai
distensi vena leher dan pembesaran hati yang kadang-kadang nyeri tekan.
Bendungan ini juga menyebabkan peningkatan frekuensi trombosis vena dalam
dan embolus paru. Edema menyebabkan penambahan berat dan biasanya lebih
jelas di bagian dependen tubuh, seperti kaki dan tungkai bawah. Pada gagal
ventrikel yang lebih parah, edema dapat menjadi generalista. Efusi pleura sering
terjadi, terutama di sisi kanan, dan mungkin disertai efusi perikardium dan asites.
Pada gagal jantung kanan ditemukan dispneu, namun bukan ortopneu atau PND.
Pada palpasi mungkin didapatkan gerakan bergelombang yang menandakan
hipertrofi ventrikel kanan dan/atau dilatasi, serta pada auskultasi didapatkan bunyi
jantung S3 atau S4 ventrikel kanan.
D. Gambaran Klinis
Tiga metode gagal jantung yang dipakai dalam menggambarkan manifestasi
klinis adalah perbandingan gagal depan dan gagal belakang, perbandingan gagal
sistolik dan diastolic, dan perbandingan gagal jantung kanan dan gagal jantung
kiri. Gagal ke depan (gagal curah-tinggi) dicirikan dengan curah jantung melebihi
nilai normal menurut usia, jenis kelamin, dan ukuran tetapincurah jantung ini
masih tidak mencukupi kebutuhan tubuh akan darah teroksigenasi. Gagal jantung
belakang (gagal curah-rendah) dicirikan dengan curah jantung yang sangat
menurun di bawah nilai normal menurut usia, jenis kelamin, dan ukuran. Tanda
khas gagal ke depan adalah mudah lelah, lemah, dan gangguan mental akibat
curah jantung yang sangat menurun, sedangkan tanda khas gagal jantung ke
belakang adalah kongesti paru dan edema yang menunjukkan aliran balik darah
akibat gagal vetrikel.
Istilah gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri menyiratkan fungsi
pemompaan ventrikel yang terpisah satu dengan yang lainnya. Meskipun
pembedaan ini bermanfaat dalang penggolongan gejala, tetapi harus diingat
bahwa terdapat saling ketergantungan antar ventrikel tersebut. Secara anatomis,
saling ketergantungan antar ventrikel dapat terlihat dari dinding pemisah, yaitu
Jantung
Temuan di jantung bervariasi bergantung pada proses penyakit, mungkin
Paru
Tekanan di vena-vena paru meningkat dan akhirnya disalurkan balik
(retrograd) ke kapiler dan arteri. Hasilnya adalah kongesti dan edema paru,
dengan paru yang berat basah. Bahwa perubahan secara berurutan mencakup halhal berikut :
a. transudate perivascular dan interstisium, terutama di septum antar lobules,
yang merupakan penyebab terbentuknya garis kerley B pada pemeriksaan
sinar-X.
b. pelebaran edematosa septum alveolus yang progresif.
c. akumulasi cairan edema di ruang alveolus. Selain itu, protein-protein yang
mengandung besi di cairan edem dan hemoglobin dari eritrosit, yang bocor
dari kapiler yang terbendung hemosiderin. Adanya makrofag yang
Ginjal
Berkurangnya curah jantung menyebabkan penurunan perfusi ginjal, yang
Otak
Pada gagal jantung kongestif tahap lanjut, hipoksia serebelum dapat
dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan
fisik:
Klas I
: Tidak timbul gejala pada aktivitas sehari-hari, gejala akan timbul pada
Klas III
Klas IV
2.
3.
ronkhi paru
4.
kardiomegali
5.
6.
gallop S3
7.
8.
refluks hepatojugular
Kriteria minor:
1.
edema ekstremitas
2.
3.
dispneu de effort
4.
hepatomegali
5.
efusi pleura
6.
takikardi
7.
kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan. Penyakit jantung koroner
merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien, terutama pada usia
lanjut. Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-
tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miocard luas.Curah jantung yang
menurun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah disertai edema perifer.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi toraks
Foto thoraks harus diperiksakan secepat mungkin saat masuk pada semua
pasien yang diduga gagal jantung, untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk
mengetahui adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura,
infiltrat atau kardiomegali.
Pada pasien gagal jantung, foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali
(rasio kardiotorasik/ CTR >50), terutama bila gagal jantung sudah kronis). Ukuran
jantung yang normal tidak menyingkirkan diagnosis dan bisa didapatkan pada
gagal jantung akut.
2.
Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting,
meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung, sistem konduksi dan kadang
etiologi dari gagal jantung itu sendiri.
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan
gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita
(90%),
abnormalitas ST-
Ekokardiografi
Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis
Diuretik
Diuretik akan mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer. Obat-obat
ini berguna mengurangi gejala volume berlebihan, termasuk ortopnea dan dispnea
noktural paroksimal. Diuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya
menurunkan preload jantung. Ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan
oksigen. Diuretik juga menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma
sehingga menurunkan tekanan darah. Obat-obat yang termasuk golongan ini
adalah diuretik tiazid dan loop diuretik.
Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala pada pasien-pasien
dengan gagal jantung kongestif sedang sampai berat. Sebagai terapi awal
sebaiknya digunakan kombinasi dengan ACEI. Pada pasien dengan tanda-tanda
retensi cairan hanya sedikit pasien yang dapat diterapi secara optimal tanpa
diuretik. Tetapi diuresis berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan
elektrolit dan aktivasi neurohormonal.
Kerja diuretik untuk mengurangi volume cairan ekstrasel dan tekanan
pengisian ventrikel tetapi biasanya tidak menyebabkan pengurangan curah jantung
yang penting secara klinis, terutama pada pasien gagal jantung lanjut yang
mengalami peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri, kecuali jika terjadi
natriuresis parah dan terus menerus yang menyebabkan turunnya volume
intravaskular yang cepat.
Diuretik digunakan pada relieve pulmonary dan peripheral oedema akibat
masuknya natrium dan ekskresi klorida dengan cara menghambat reabsorbsi
Antagonis Aldosteron
Penggunaan spironolakton sebagai antagonis aldosteron menunjukkan
penurunan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
Aldosteron berhubungan dengan retensi air dan natrium, aktivasi simpatetik, dan
penghambatan parasimpatetik. Hal tersebut merupakan efek yang merugikan pada
Obat-obat inotropik
Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot jantung dan
Digitalis
Obat-obat golongan digitalis ini memiliki berbagai mekanisme kerja
kontraktilitas
otot
jantung.
Pemberian
glikosidadigitalis
Vasodilator
Gangguan fungsi kontraksi jantung pada gagal jantung kongestif, diperberat
oleh peningkatan kompensasi pada preload (volume darah yang mengisi ventrikel
selama diastole) dan afterload (tekanan yang harus diatasi jantung ketika
memompa darah ke sistem arteriol). Vasodilatasi berguna untuk mengurangi
preload
dan
afterload yang
berlebihan,
dilatasi pembuluh
darah
vena
10 infark miokard. Terapi dengan obat golongan ini memerlukan monitoring yang
teliti karena berpotensi hipotensi simptomatik. Inhibitor ACE ini tidak boleh
digunakan pada wanita hamil. Obat-obat yang termasuk dalam golongan inhibitor
enzim pengkonversi angiotensin ini adalah kaptopril, enalapril, lisinopril, dan
quinapril.
2. Terapi non Farmako
Pada umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi
aktivitas sesuai beratnya keluhan. Terapi nonfarmakologi antara lain: diet rendah
garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis,
menghindari rokok, olahraga teratur.
H. Diagnosisi banding gagal jantung
Diagnosis gagal jantung kongestif mungkin dapat ditentukan
dengan mengamati beberapa kombinasi manifestasi klinis gagal jantung,
bersama dengan karakteristik yangditemui dari satu bentuk etiologi penyakit
jantung.Gagal jantung sulit dibedakan dengan penyakit paru. Emboli paru juga
ada dalam manifestasi gagal jantung, tetapi hemoptisis,nyeri dada pleuritik,
angkatan ventrikel kiri dan karakteristik yang tidak cocok antara
ventilasi dan perfusi harus mengarah ke diagnosis ini. Edema pergelangan kaki
mungkin disebabkan oleh vena varikosa, edema siklik atau efek gravitasi
tetapi pada pasien ini tidak ada hipertensi vena jugularis saat istirahat atau dengan
penekanan di atas abdomen.
Edema sekunder terhadap penyakit ginjal biasa dapat dikenal dengan
tes fungsi ginjal yang sesuai dan urinalisis, serta jarang berkaitan
dengan peningkatan tekanan vena jugularis. Pembesaran hati dan asites
terjadi dalam p a s i e n d e n g a n s i r o s i s h e p a t i t i s d a n j u g a d a p a t
d i b e d a k a n d a r i g a g a l j a n t u n g d e n g a n tekanan vena jugularis yang
normal dan tidak adanya refluks abdominojugularis yang p o s i t i f .
Diagnosis
berikut :
1. Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)
2. Trauma Akut
3. Altitude sickness
4. Asma
5. Syok kardiogenik
6. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
7. Overdosis Obatan
8. Infark miokard
9. Pneumonia
10. Fibrosis Pulmonal
11. Respiratory failure
12. Sepsis
I. Komplikasi
Pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya
mengalami gangguan pertumbuhan. Umumya, berat badan akan mengalami
hambatan yang lebih berat dari pada tinggi badan.
Pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel kiri
dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan
hipertrofi ventrikel kanan akibat dari pada kompensasi jantung dan selanjutnya
menimbulkan dispnea. Pada gagal jantung kanan dapat terjadinya hepatomegaly,
asites, bendungan pada vena perifer dan gangguan gastrointestinal. Menurut
Brunner & Suddarth, potensial komplikasi mencakup syok kardiogenik, episode
tromboemboli, efusi pericardium dan tamponade pericardium.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penderita gagal jantung kiri akan mengalami sesak nafas, peningkatan
denyut nadi,dispnu atau takhipnea, kulit dingin dan pucat, distensi vena jugularis,
saat diauskultasisuara paru crackles. Mekanisme kompensasi jantung dalam
merespon keadaan yangmenyebabkan kegagalan jantung dengan mekanisme
Frank-Starling, aktivasineurohomonal, dan dengan hipertrofi otot jantung, untuk
mempertahankancardiac output dan dalam memenuhi suplai oksigen.
Penatalaksanaan
komplikasi
yang
perlu
lebih
diberikan
parah
sedini
seperti
gagal
mungkinagar
tidak
jantung
kongestif
terjadi
atau
DAFTAR PUSTAKA
1. Burndside, JW., McGlynn, TJ. 1995. Diagnosis Fisik. Alih Bahasa :
Lumanto, Henny.Jakarta : EGC.
2. Brosche Theresa Ann Middleton. 2011. Buku Saku EKG. Alih Bahasa :
Leo Rendy. Jakarta. EKG
3. Davis,M.K., 2010.ABCgagal
jantungkongestifdicommunitytrends
jantung: gagal
dalam
insiden
dankelangsungan