Anda di halaman 1dari 36

BAB II

KONSEP DASAR

I.

Konsep Keluarga
A. Definisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat di
bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen
kesehatan RI. 1988).
Pengertian asuhan keperawatan kesehatan keluarga adalah tingkat
perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan / dipusatkan pada
keluarga sebagai unit / kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuan
melalui perawatan sebagai saran atau penyalur (Nasrul Effendi , 1997).
B. Tipe / bentuk keluarga (Murwani, 2007)
1.

Keluarga inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak-anak.

2.

Keluarga Besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah


dengan satu saudara, misalnva nenek, kakek, keponakan, saudara
sepupu, parnan, bibi, dan sebagainya.

3.

Keluarga bcrantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari


wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu
keluarga inti

4.

Keluarga duda /janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadi


kerena perceraian atau kematian.

5.

Keluarga

berkomposisi

(Composite

Family),

adalah

keluarga

perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.


6.

Keluarga kabitas (Cahabitation Family), adalah dua orang menjadi


satu tanpa pernikahan tetapi membentuk satu keluarga

C. Tugas Keluarga
Tugas keluarga menurut (Friedman ,1998)
1.

Menurut Friedman (1998) ada lima tugas keluarga dalam bidang


kesehatan yaitu sebgai berikut:
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.
c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit dan
yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau
usianya yang terlalu muda.
d. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan
perkembangan kepribadian anggota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan sosial balik antara keluarga dan
lembaga kesehatan yang ada.
Pada dasarnya tugas keluarga ada 8 tugas pokok sebagai berikut:
a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
b. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

c. Pembagian masing-masing anggota sesuai dengan kedudukannya


masing-masing.
d. Sosialisasi antar anggota keluarga.
e. Pengatur jumlah anggota keluarga.
f. Pemelihara ketertiban anggota keluarga.
g. Penempatan anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
h. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
D. Peran keluarga
Menurut (Friedman, 1998).
a. Peran formal
1) Peran parental dan perkawinan.
Nye dan Gecas (1976) mengidentifikasi 8 peran dasar yang
membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu.
a) Peran sebagai provider (penyedia)
b) Peran sebagai pengatur rumah tangga.
c) Peran perawat anak
d) Peran sosialisasi anak.
e) Peran rekreasi.
f) Peran persaudaraan (kinship) atau memelihara hubungan
keluarga paternal dan maternal.
g) Peran terapeutik (memenuhi kebutuhan efektif pasangan).
h) Peran seksual.

2) Peran perkawinaan.
Minuchin (1974) menekankan pentingnya hubungan peran
suami atau istri yaitu kebutuhan bagi pasangan untuk memelihara
suatu hubungan perkawinan kokoh. Anak-anak terutama dapat
mempengaruhi hubungan perkawinan, menciptakan situasi dimana
suami dan istri membentuk suatu koalisi dengan anak. Memelihara
suatu hubungan perkawinan yang memuaskan merupakan salah
satu tugas perkembangan yang vital dari keluarga.
b. Peran informal
1) Pengharmonis : menengahi perbedaan yang terdapat diantara para
anggota, menghibur dan menyatukan kembali perbedaan pendapat.
2) Inisiator kontributor : mengemukakan dan mengajukan ide-ide
baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan
kelompok.
3) Pendamai (compromiser) : merupakan salah satu bagian dari konflik
dan ketidaksepakatan, pendamai menyatakan kesalahan posisi dan
mengakui kesalahannya, atau menawarkan penyelesaian "setengah
jalan".
4) Perawat keluarga : orang yang terpanggil untuk merawat dan
mengasuh anggota keluarga lain yang membutuhkannya.
5) Koordinator keluarga : mengorganisasi dan merencanakan kegiatankegiatan keluarga, berfungsi - mengangkat keterikatan / keakraban

10

E. Fungsi Keluarga (Effendi, 1998)


1.

Fungsi biologis
a) Untuk meneruskan keturunan.
b) Memelihara dan membesarkan anak.
c) Memenuhi kebutuhan grzi keluarga.
d) Memelihara dan merawat anggota keluarga.

2.

Fungsi Psikologis
a) Memberikan kasih sayang dan rasa aman.
b) Mcmberikan perhatian diantara anggota keluarga.
c) Memelihara dan merawat anggota keluarga.
d) Memberikan identitas keluarga.

3.

Fungsi Sosialisasi
a) Membina sosialisasi pada anak.
b) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
c) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

4.

Fungsi Ekonomi
a) Mencari

sumber-sumber

pcnghasilan

untuk

pemenuhan

kebutuhan keluarga.
b) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk mernenuhi
kebutuhan keluarga.
c) Menabung untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang
misalnya pendidikan anak, jaminan hari tua dan sebagainya.

11

5.

Fungsi pendidikan
a) Menyekolahkan

anak

untuk

memberikan

pengetahuan,

keterampilan, dan membentuk prilaku anak sesuai dengan bakat


dan minat yang dimilikinya.
b) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
c) Mendidik anak sesuai dengan tingkat - tingkat perkembangannya.
6.

Fungsi perlindungan
Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa
terlindung dan merasa aman.

7.

Fungsi perasaan
Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif,
merasakan perasaan anak dan anggota keluarga sehingga saling
pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam
keluarga.

8.

Fungsi religius
Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan
beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan
bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada
kehidupan lain setelah didunia ini.

12

9.

Fungsi rekreatif
Tugas keluarga dalam fungsi rekreatif ini tidak selalu harus pergi
ketempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan
suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat mencapai
keseimbangan kepribadian masing - masing anggotanya.

F. Keperawatan kesehatan keluarga


1.

Definisi
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan
masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit
atau kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui
perawatan sebagai saran / penyalur (Bailon dan Maglaya,1978).

2.

Alasan Keluarga sebagai unit pelayanan.


a) Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga
yang menyangkut kehidupan masyarakat.
b) Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah,
mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan
dalam kelompoknya.
c) Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, dan
apabila salah satu anggota keluarga mempunyai masalah
kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
d) Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu
(Pasien), keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan
dalam memelihara kesehatan para anggotanya.

13

e) Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk


berbagai upaya kesehatan masyarakat.
G. Proses Keperawatan Keluarga
Proses keperawatan keluarga adalah metode ilmiah yang digunakan
secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan

keluarga,

merencanakan

asuhan

keperawatan

dan

melaksanakan intervensi keperawatan terhadap keluarga sesuai dengan


rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu yang telah
dilaksanakan terhadap keluarga (Friedman, 1998).
1.

Pengkajian Keluarga
Friedman (1998) membagi proses pengkajian keperawatan
keluarga ke dalam tahap tahap meliputi identifikasi data, tahap dan
riwayat perkembangan, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi
keluarga dan koping keluarga.

2.

Mengidentifikasi Data
Data-data dasar yang digunakan oleh perawat untuk mengukur
keadaan pasien dengan memakai norma kesehatan keluarga maupun
sosial yang merupakan sistem integrasi dan kesanggupan untuk
mengatasinya (Friedman, 1998).
Pengumpulan data pada keluarga dengan Thypoid difokuskan
pada komponen komponen yang berkaitan dengan Thypoid.

14

3.

Data Identitas
a) Usia
Usia sangat berkaitan dengan kejadian thypoid yaitu pada
usia 3 19 tahun. Dan thypoid juga lebih sering menyerang anakanak usia sekolah dasar, ini dikarenakan mereka lebih suka jajan
yang belum tentu bersih dalam pengolahan bahan makanan, dari
pada makan dirumah. Anak usia sekolah rata rata tidak tahu
penyebab dari penyakit thypoid abdominalis, ini diperburuk
dengan para orang tua tidak memperhatikan pola jajan dari anak
anak mereka.
b) Jenis Kelamin
Pada pria lebih bresiko terkena penyakit thypoid ataupun
terpapar dengan kuman salmonella typhi dibandingkan wanita
karena aktivitas di luar rumah lebih banyak pria dari pada wanita.
(Artikel mahasiswa Fak.kedokteran, 2008).
c) Lingkungan
Penyakit thypoid merebak didaerah yang kebersihan
lingkungannya kurang diperhatikan, misalnya saja didaerah yang
kumuh atau kotor dan banyak lalat. Banyaknya lalat didaerah
yang kumuh akan menjadi perantara pindahnya kuman ke
manusia, dimana penyebaran salmonella thypi ini melalui
muntahan, urine, dan kotoran dari penderita yang kemudian
terbawa oleh lalat, lalat itu megontaminasi makanan, minuman,

15

sayuran maupun buah-buahan yang terbuka, sehingga orang yang


mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi dengan kuman
salmonella thypi akan beresiko terkena penyakit thypoid (Artikel
mahasiswa Fak.kedokteran UH, 2005, 6, google.com, diakses
tanggal 10 Mei 2008).
d) Pekerjaan
Orang yang bekerja pada lingkungan yang kumuh dan
kotor lebih beresiko terkena penyakit thypoid, misalnya
pemulung.
e) Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi fungsi kognitif karena
dengan pendidikan yang rendah, daya ingat klien, afektif dan
psikomotorik dalam pengelolaan penderita thypoid mereka tidak
mengenal tentang thypoid dan akibat serta pentingnya fasilitas
kesehatan.
f)

Hubungan (genogram).
Dalam anggota keluarga penularan kuman salmonella
thypi melalui 2 sumber yaitu adanya anggota keluarga yang saat
itu sedang menderita penyakit thypoid dan adanya anggota
keluarga dengan carier (orang yang sembuh dari penyakit thypoid
dan terus mengeksresi salmonella thypi, tinja dan air kemih
selama lebih dari satu tahun. (Artikel mahasiswa Fakultas

16

Kedokteran UH, 2005, 8, google.com, diakses tanggal 10 mei


2008).
g) Kebiasaan.
Kebiasaan yang paling berpengaruh pada proses terjadinya
penyakit thypoid yaitu hygiene personal yang kurang. Kebiasaan
tidak mencuci tangan sebelum makan ataupun kebiasaan
memelihara kuku yang panjang akan mempermudah masuknya
kuman kedalam tubuh (Artikel mahasiswa Fak.kedokteran UH,
2005, 10, google.com, diakses tanggal 10 mei 2008).
H. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1.

Tahap Perkembangan Keluarga


Tahap perkembangan keluarga yang beresiko mengalami
masalah thypoid adalah tahap perkembangan keluarga dengan anak
usia sekolah, karena pada fase ini umumnya keluarga mencapai
jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk
dan kurang memperhatikan pola jajan dari anak mereka.Dimana dalam
pengolahan bahan makanan tersebut belum tentu bersih dari pada
makan dirumah. Anak usia sekolah rata-rata tidak tahu penyebab dari
penyakit thypoid.

2.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Thypoid tidak ada kaitannya dengan penyakit yang lain
misalnya penyakit hipertensi, DM, dan lain lain, karena penyakit
thypoid kaitannya adalah dengan lingkungan (lingkungan yang kotor

17

dan kumuh) meskipun thypoid adalah penyakit menular, namun


penularan penyakit thypoid yaitu melalui carier atau orang yang
sembuh dari penyakit thypoid dan masih mengekskresi salmonella
thypii dalam kemih selama lebih dari satu tahun.
I. Data Lingkungan
1.

Kondisi Rumah atau Karakteristik Rumah


Penataan perabot rumah yang kurang diperhatikan atau tidak
teratur seperti tempat makanan dan tempat sampah yang dibiarkan
terbuka akan meningkatkan resiko terjadinya penyakit thypoid, karena
penyakit thypoid sering terjadi pada daerah yang kebersihan
lingkungannya kurang diperhatikan misalnya saja dilingkungan yang
kumuh dan kotor serta banyak lalat.

2.

Karakteristik Lingkungan dan Komunitas, menjelaskan tentang


karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat
a) Perkumpulan

keluarga

dan

interaksi

dengan

masyarakat

menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk


berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana
keluarga berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.
b) Sistem pendukung
Pengelolaan pasien post opname thypoid dikeluarga sangat
membutuhkan peran aktif seluruh anggota keluarga dan petugas
dari pelayanan kesehatan yang ada dimasyarakat. Semuanya
berperan dalam pemberian edukasi, motivasi dan mengontrol

18

perkembangan kesehatan anggota keluarga yang habis menderita


penyakit thypoid.
3.

Struktur Keluarga
a) Pola Komunikasi
Adanya komunikasi yang terbuka antara keluarga sangat
berpengaruh terhadap kesembuhan penyakitnya, karena dengan
komunikasi yang terbuka dapat mengetahui masalah kesehatan
keluarga secara dini.
b) Struktur Pengambilan Keputusan
Kekuasaan

dalam

keluarga

sangat

berpengaruh

terhadap

pengambilan keputusan yang tepat untuk merawat anggota


keluarga yang sakit, karena pengambilan keputusan yang tepat
dapat mencegah komplikasi yang lebih lanjut.
c) Peran
Peran kepala keluarga sangat berpengaruh terhadap kesehatan
keluarga terutama dalam penyediaan kebutuhan anggota keluarga
yang meliputi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
d) Nilai atau Norma
Nilai atau norma yang dianut oleh keluarga sangat berpengaruh
terhadap cara perawatan anggota keluarga yang sakit.

19

4.

Fungsi Keluarga
a) Fungsi Afektif
Kekurangan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang
sakit mengakibatkan penderita thypoid tidak mendapatkan
perawatan dan pengobatan yang dibutuhkan, sehingga dapat
menimbulkan terjadinya komplikasi lebih lanjut.
b) Fungsi Sosial
Untuk memperoleh informasi yang tepat tentang thypoid dan cara
penanggulangannya.

J. Fungsi Perawatan Keluarga


Pendidikan ataupun pengetahuan yang kurang mempunyai
kecenderungan lebih tinggi untuk menderita thypoid (Friedman, 1998).
1.

Mengenal Masalah Kesehatan


Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah thypoid adalah salah
satu faktor penyebab karena apabila keluarga tidak mampu mengenal
masalah thypoid, penyakit tersebut akan mengakibatkan komplikasi.

2.

Merawat Anggota Keluarga yang Sakit


Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
sakit thypoid dikarenakan oleh ketidaktahuan tentang penyakit,
misalnya penyebab, gejala, perawatan, pencegahan, komplikasi, serta
diit thypoid.

20

3.

Memodifikasi Lingkungan
Ketidakmampuan keluarga memelihara dan memodifikasi lingkungan
dapat beresiko untuk dilihat dari kebiasaan Nn. A yang tidak sehat
yaitu menjalankan diit yang salah dan memelihara kuku yang panjang
serta keadaan tempat sampah yang terbuka.

4.

Fungsi Reproduksi
Dalam keluarga penyakit thypoid merupakan penyakit yang dapat
ditularkan kepada anggota keluarga yang lain.

5.

Fungsi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang rendah menyebabkan penyakit thypoid tidak
diperhatikan perawatan ataupun pengobatannya, sementara penyakit
thypoid juga sering diderita oleh kalangan ekonomi menengah
kebawah.

K. Pengkajian Fokus
1.

Biodata Keluarga
Fokus pengkajian untuk Biodata keluarga berkaitan dengan umur,
jenis kelamin, dan jumlah anggota keluarga yang ada pada keluarga.
Umur sangat berkaitan dengan kejadian thypoid yaitu pada usia 3 19
tahun. Dan thypoid juga lebih sering menyerang anak anak usia
sekolah dasar, ini dikarenakan mereka lebih suka jajan yang belum
tentu bersih dalam pengolahan bahan makanan, dari pada makan
dirumah. Anak usia sekolah rata rata tidak tahu penyebab dari

21

penyakit thypoid abdominalis, ini diperburuk dengan para orang tua


tidak memperhatikan pola jajan dari anak anak mereka.
2.

Riwayat Keluarga
Thypoid bisa disebabkan karena adanya riwayat keluarga yang pernah
menderita penyakit thypoid. Mengingat penularan salmonella thypi
salah satunya adalah pasien dengan carier orang yang sembuh dari
demam thypoid dan terus mengekspres salmnella thypi dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari satu tahun.

3.

Karakteristik Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap penyebab terjadinya
Thypoid, yaitu lingkungan yang kotor akan beresiko tinggi untuk
terkena penyakit thypoid.

4.

Fungsi Perawatan Kesehatan


Pada keluarga yang pernah menderita thypoid perawatan kesehatan
perlu dilakukan seperti mengatur diit nya yaitu jangan makan yang
keras keras, pedas dan masam. Pada keluarga Tn.L jika sakit selalu
periksa ke Puskesmas atau ke pelayanan kesehatan terdekat

II. Konsep Penyakit


A. Pengertian
Tifus abdominalis (atau demam tifoid, enteric fever) ialah
penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan
dengan gejala dimana lebih dari satu minggu, ganguan pada saluran

22

pencernaan dan gangguan kesadaran. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan


Anak, 2002).
Demam typhoid / enterik atau typus abdominalis adalah sindrom
klinissistemik yang dihasilkan oleh organisme salmonella typhi dan
demam paratiroid yang disebabkan oleh Salmonella Typhi A, Salmonella
Schott Mulleri, salmonella hissch feldii. (Richard E Behrman, 1999).
Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus,
disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan dan minuman dan air
yang tercemar dan sering timbul dalam wabah (Markum, 1991).
Jadi tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang
disebabkan oleh kuman salmonella typhi dan terdapat pada saluran
pencernaan yang disertai dengan demam lebih dari satu minggu,dan
gangguan kesadaran.
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman salmonella typhosa,
eberthella typhosa yang merupakan basil gram (-), bergerak dengan
rambut getar, tidak berspora, kuman ini dapat hidup pada suhu 70 derajat
maupun oleh anti septik. Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini
hanya menyerang manusia.
Salmonella typhosa memiliki tiga macam antigen: antigen O
(Onhe Houch) merupakan somatik antigen atau tidak menyebar terletak
dimembran luar yang terdiri dari komponen protein dan lipid. Antigen H
(Houch) =flagela=menyebar, antigen ini mempunyai kemampuan untuk

23

menahan mekanisme pembersih dari gerakan peristaltik usus dan


menunjang proses penetrasi serta penempelan pada mukosa usus halus,
yang ketiga adalah Vi (kapsul) merupakan kapsul yang meliputi tubuh
kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis. Ketiga jenis
antigen di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan 3
macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
C. Patofisiologi
Kuman salmonella typhi masuk kedalam mulut melalui makanan
dan minuman yang tercemar basil masuk dan diserap diusus halus
melalui pembuluh limfe masuk kedalam peredaran darah (Bakterimia)
merangsang leukosit pada jaringan yang meradang untuk melepaskan zat
pirogen. Zat pirogen inilah yang mempengaruhi pusat termoregulator di
hipotalamus sehingga timbul gejala demam.
Melalui pembuluh limfe juga basil masuk pembuluh darah sampai
diorgan-organ terutama hati dan linpa. Basil yang tidak dihancurkan
berkembang biak dalam hati dan limpa sehigga organ-organ tersebut
akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk
kembali kedalam darah (bakterimia) dan mengadakan multiplikasi di
usus halus, yang menimbulkan tukak pada mukosa diatas plak payeri.
Tukak tersebut dapat mengakibatka peradangan pada usus dan bila parah
bisa terjadi perdarahan dan perforasi usus.

24

D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik demam typoid pada anak biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas: 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari
jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman
yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodmoral, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala., pusing
dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang. Menyusul manifestasi klinik
yang biasa ditemukan ialah :
1.

Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris
remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu
tubuh berangsur - angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam; pada
minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu ketiga.

2.

Gangguan pada saluran pencernaan


Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah. Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue),
ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa
membesar disertai nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi
tetapi juga dapat diare atau normal.

25

3.

Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walapun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen, jarang sopora koma atau gelisah
(kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan ).
Disamping gejala gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya.
Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu
bintik bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit
yang dapat ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak
besar ( Ngastiyah, 1997 ).

E. Komplikasi
Dapat terjadi :
1.

Pada usus halus


a) Pendarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat
disertai nyeri perut dengan tanda tanda ranjatan.
b) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritontis
hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga
peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara
diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang
dibuat dalam mengadakan tegak.

26

c) Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut, nyeri perut yang hebat,
dinding abdomen tegang (defense muscular) dan nyeri tekan.
2.

Di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia),
yaitu meningitis, kolesistitis, ensefolopati. Terjadi karena infeksi
sekunder yaitu bronkopneumonia (Ngastiyah, 1997).

F. Penatalaksanaan
Pengobatan demam thypoid terdiri atas 3 bagian yaitu:
1.

Perawatan
Pasien demam thypoid perlu dirawat di rumah sakit untuk
isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut
sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14
hari.
Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadi
komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien
dilakuakan secara

bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan

pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya
harus di ubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari
komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

27

Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena


kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih
2.

Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi
protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila
kesadaran menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung.
Jika kesadaran dan nafsu makan baik dapat juga di berikan makanan
lunak.
Beberapa penelitian manunjukan bahwa pemberian makanan
padat dini, yaitu nasi dengan lauk- pauk rendah selulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat di berikan dengan aman.

3.

Obat
Obat obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah:
a) Kloramfenikol
Belum ada obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam
lebih cepat dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk
orang dewasa 4x.500 mg sehari oral atau intravena sampai 7 hari
bebas demam. Dengan penggunan kloramfenikol, demam pada
demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari.
b) Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam thypid sama
dengan kloramfenikol komplikasi pada hematologis pada

28

penggunan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol.


Dengan tiamfemikol demam pada demam tifoid turun setelah
rata-rata 5-6 hari.
c) Ko-trimoksazol (kombinasi dan sulfamitoksasol)
Dosis itu orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai
7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimitropin
dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kontrimoksazol demam
pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari.
d) Ampicillin dan Amoksisilin
Indikasi mutlak pengunaannya adalah pasien demam thypid
dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas
demam. Dengan ampicillin dan amoksisilin demam pada demam
tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari.
e) Sefalosforin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukan sefalosporin generasi ketiga
antara lain sefiperazon, seftriakson dan cefotaksim efektif untuk
demam thypoid, tatapi dan lama pemberian yang oktimal belum
diketahui dengan pasti.
f)

Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk untuk demam thypoid, tetapi dosis
dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.

29

Obat-obat Simtomatik:
a) Antipiretika
Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien
demam thypoid, karena tidak dapat berguna.
b) Kortikosteroid
pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau
parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap (Tapering
off) selama

5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan,

kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu badan cepat turun


sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan
tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal
dan relaps.
G. Pemeriksaan Penunjang
1.

Pemeriksaan SGOT dan SPGT


Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya
demam thypoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
pembatasan pengobatan.

2.

Pemeriksaan Leukosit
Pada demam thypod terdapat Leukopenia dan Limfositosis relatif ,
tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada dalam batas normal, malahan kadang-kadang

30

terjadi leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi


sekunder.
Leukositosis : Peningkatan jumlah Leukosit
Leukopenia : Penurunan jumlah Leukosit
Nilai normal Leukosit :
Dewasa : Total :4500-10000 L
Anak usia 2 tahun : 6000-17000 L
Bayi baru lahir : 9000-30000 L (Kee, 1997)
3.

Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam thypoid tetapi biakan darah
negatif tidak menunjukan demam thypoid. Hal ini disebabkan karena
hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor :
a.

Teknik Pemeriksaan Laboratorium


Hasil pemeriksaan laboratorium satu dengan yang lain berbeda.
Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan tehnik dan media
biakan yang digunakan karena jumlah kuman yang berada
dalam darah hanya sedikit, yaitu kurang dari 10 kuman/ml darah
(dewasa 5-10 ml, anak 2-5 ml ) dan darah tersebut harus segera
ditanam dalam media biakan sewaktu berada di sisi pasien dan
langsung dikirim ke laboratorium. Waktu pengambilan darah
paling baik adalah saat demam tinggi pada waktu bakteriemia
berlangsung

31

b.

Saat Pemeriksaan Selama Perjalanan Penyakit


Pada demam tifoid biakan darah terhadap Salmonella thypi
terutama positif pada minggu pertama penyakit dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya, pada waktu kambuh biakan
dapat positif lagi.

c.

Vaksinasi dimasa Lampau


Vaksinasi pada masa lampau menimbulkan antibody dalam
darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteriemia, hingga
biakan darah mungkin negative.

d.

Pengobatan dengan obat antimikrobia


Bila pasien sebelum biakan darah sudah mendapat obat
antimikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat
dan hasil biakan mungkin negative

e.

Kepekaan Salmonella typhi terhadap obat antimikrobia


Penelitian di laboratorium kesehatan perum

bio farma

menunjukaan bahwa selama 1984 1990 Salmonella.typhi dan


Salmonella. paratyphi A masih 100% sensitive terhadap
Kloramfeniol 83,3%-100% sensitive terhadap ampisilin dan
97%- 100% sensitive terhadap kotrimoksasol.
4.

Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibobodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella
terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang

32

pernah tertular salmonella dan pada orang yang pernah difaksinasi


terhadap demam thypid. Maksud uji widal adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita
thypoid. Akibat infeksi Salmonella typhi pasien membuat antibody
(aglutinin), yaitu :
a.

Aglutinin O , yang dibuat Karena rangsang antigen O (berasal


dari tubuh kuman)

b.

Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagella


kuman)

c.

Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai


kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya agglutinin 0 dan H yang

ditemukan titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin


besar kemungkinan pasien menderita demam thypoid. Pada infeksi
yang aktif, titer uji widal akan meningkat. Pada pemeriksaan ulang
yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari.
Perlu diketahui bahwa ada jenis dari demam thypoid yang
mempunyai gejala hampir sama, hanya bedanya demam biasanya
tidak terlalu tinggi (lebih ringan) ialah yang terdapat pada paratifoid
A, B, C, untuk menemukan kuman penyebab perlu pemeriksaan
darah seperti pasien thypoid.

33

Interpretasi Uji Widal


Tidak ada konsensus baku mengenai tingginya titer uji widal
yang mempunyai nilai diagnostik yang pasti untuk demam thypoid.
Biakan darah positif memastikan demam thypoid, tetapi biakan
darah negatif tidak menyingkirkan demam tifoid. Peningkatan titer
uji widal selama 2 sampai 3 minggu, memastikan diagnosis demam
thypoid. Reaksi widal tunggal dengan titer antibody O 1/320 atau
titer antibody H 1/640 menyokong diagnosis demam thypoid pada
pasien dengan gambaran klinis yang sama.

34

Air dan makanan yang mengandung kuman Salmonela typhosa


Mulut

H. Pahway
Saluran pencernaan
Limfoid plague payeri
Di ileum terminalis

Usus
Proses infeksi

Perdarahan dan perforasi


intestinal

Merangsang
peristaltik usus

Lamina propia

Perasaan tidak enak diperut,


mual, muntah, anoreksia

Diare

Intake tidak adekuat

Diet rendah serat

Kuman masuk aliran limfe


mesentrial
Menuju limfe dan hati

Penurunan absorbsi pada usus

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan

Kuman berkembangbiak

Konstipasi
Keterbatasan aktifitas

Kelemahan fisik

Jaringan tubuh

Peradangan usus

Peradangan

Nyeri tekan

Tirah baring lama


Pelepasan zat pytogen
Intoleransi aktifitas

Gangguan rasa
nyaman nyeri

Proses termoregulasi tubuh


Demam

(Sumber : Mansjoer, 2000)


Peningkatan suhu tubuh

Hipermetabolisme
Output berlebihan

Defisit volume cairan

I. Diagnosa Keperawatan
1.

Resiko kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan


absorbsi nutrient, status hipermetabolik, secara medik masukan
dibatasi, takut makan dapat menyebabkan diare ditandai dengan
penurunan berat badan, penurunan lemak, subkutan/ massa otot,
tonus otot buruk, bunyi usus hiperaktif, konjungtiva dan membrane
mukosa pucat.

2.

Hipertermi

b/d

peningkatan

tingkat

metabolisme,

penyakit,

dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus,


perubahan pada regulasi temperature ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal, kulit kemerahan,
hangat waktu disentuh, peningkatan pernapasan, takhikardi.
3.

Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d hiperperistaltik, diare lama, iritasi


kulit/ jaringan, ekskoriasi fisura perirektal, fistula.ditandai dengan
laporan nyeri abdomen kolik/ kram/ nyeri menyebar, perilaku
berhati-hati, gelisah, nyeri wajah, perhatian diri sendiri.

J. Fokus Intervensi dan Rasional


1.

Diagnosa Keperawatan 1
Resiko kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan
absorbsi nutrient, status hipermetabolik, secara medik masukan
dibatasi, takut makan dapat menyebabkan diare ditandai dengan
penurunan berat badan, penurunan lemak, subkutan/ massa otot,
tonus otot buruk, bunyi usus hiperaktif, konjungtiva dan membrane
mukosa pucat.

35

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan


nutrisi terpenuhi

Intervensi

a) Timbang berat badan setiap hari


Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet /
keefektifan terapi
b) Dorong tirah baring dan atau pembatasan aktivitas selama fase
sakit akut
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolic untuk mencegah
penurunan kalori dan simpanan energi.
c) Anjurkan istirahat sebelum makan.
Rasional : Menenangkan peristaltik, dan meningkatkan rasa
makanan.
d) Berikan kebersihan oral
Rasional : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa
makanan.
e) Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan
menyenangkan, dengan situasi tidak terburu-buru, temani.
Rasional : Lingkungan yang menyenangkan menurunkan
stress dan lebih kondusif untuk makan.
f)

Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus.


Rasional : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.

36

g) Catat masukan dan perubahan simtomatologi


Rasional : Memberikan

rasa

kesempatan
diinginkan

untuk
/

kontrol

pada

memilih

dinikmati,

pasien

makanan

dapat

dan
yang

meningkatkan

masukan.
h) Dorong pasien untuk menyatakan perasaan masalah mulai
makan diet.
Rasional : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan
oleh takut makanan akan menyebabkan eksaserbasi
gejala.
i)

Pertahankan puasa sesuai indikasi.


Rasional : Istirahat usus menurunkan peristaltik dan diare
dimana

menyebabkan

malabsorsi/kehilangan

nutrient.
j)

Kolaborasi nutrisi pareneral total, terapi IV sesuai indikasi.


Rasional : Program

inii

mengistirahatkan

saluran

GI

sementara memberikan nutisi penuh.


2.

Diagnosa Keperawatan 2
Hipertermi

b/d

peningkatan

tingkat

metabolisme,

penyakit,

dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus,


perubahan pada regulasi temperature ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal, kulit kemerahan,
hangat waktu disentuh, peningkatan pernapasan, takhikardi.

37

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh


dalam batas normal.

Intervensi

a) Pantau suhu pasien (derajat dan pola) perhatikan menggigil.


Rasional : Suhu 38,9-41,10 C menunjukan proses penyakit
infeksius akat. Poa demam dapat membantu dalam
diagnosis, misal kurva demam lanjut berakhir lebih
dari 24 jam menunjukkan pneumonia pnemokokal,
demam scarlet atau tipoid.
b) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambah linen temat tidur, sesuai
indikasi.
Rasional : Suhu lingkungan / jumlah selimut harus diubah
untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
c) Berikan kompres mandi hangat , hindari penggunaan alkohol
Rasional : Dapat

membantu

(penggunaan

alcohol

mengurangi
/

air

demam.

es

mungkin

menyebabkan, peningkatan suhu secara actual.


Selain itu, alkohol dapat mengeringkan kulit.
d) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam untuk aksi
sentralnya pada hipotalamus. Meskipun demam
mungkin

dapat

pertumbuhan

berguna

organisme,

dalam
dan

membatasi

meningkatkan

autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.

38

e) Berikan selimut dingin


Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam umumnya
lebih besar dari 39,5-400 C pada waktu terjadi
kerusakan / gangguan pada otak.
3.

Diagnosa keperawatan 3
Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d hiperperistaltik, diare lama, iritasi
kulit/ jaringan, ekskoriasi fisura perirektal, fistula.ditandai dengan
laporan nyeri abdomen kolik/ kram/ nyeri menyebar, perilaku
berhati-hati, gelisah, nyeri wajah, perhatian diri sendiri.
Tujuan

: Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

rasa

nyaman terpenuhi
Intervensi

a) Dorong pasien untuk melaporkan nyeri


Rasional : Mencoba untuk mentoleransi nyeri, dari pada
meminta analgetik.
b) Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya,
intensitas (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan
karakteristik nyeri.
Rasional : Nyeri kolik hilang timbul pada penyakit crohn.
Nyeri sebelum defekasi sering terjadi pada KU
dengan tiba-tiba, dimana dapat berat dan terusmenerus.perubahan pada karakteristik nyeri dapat
menunjukan penyebaran penyakit / terjadinya
komplikasi.

39

c) Catat petunjuk non verbal, gelisah, menolak untuk bergerak,


berhati-hati engan abdomen, menarik diri, dan depresi. Selidiki
perbedaan petunjuk verbal dan non verbal.
Rasional : Bahasa tubuh / petunjuk non verbal dapat secara
psikologis
pada

dan fisiologis dan dapat digunakan

hubungan

petunjuk

verbal

untuk

mengidentifikasi luas / beratnya masalah.


d) Kaji

ulang

faktor-faktor

yang

meningkatkan

atau

menghilangkan nyeri.
Rasional : Dapat menunjukan dengan tepat pencetus dan
faktor pemberat seperti stress, tidak toleran
terhadap makanan atau mengidentifikasi terjadinya
komplikasi.
e) Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman, mis, lutut
fleksi
Rasional : Menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan
rasa kontrol.
f)

Berikan tindakan nyaman (misal, pijatan punggung, ubah posisi)


dan aktivitas senggang.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali
perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.

40

g) Bersihkan area rectal dengan sabun ringan dan air/lap setelah


defekasi dan memberikan perawatan kulit, misalnya salep, jel /
jeli minyak.
Rasional : Supaya tidak terjadi lecet pada area rektal dan
membuat klien nyaman

41

Anda mungkin juga menyukai