Anda di halaman 1dari 13

1

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN MIND MAPPING


TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FISIKA SISWA KELAS X
SMA N 1 BANJAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Oleh
Komang Suardika, NIM. 0913021034
Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas MIPA UNDIKSHA Singaraja
Email: komangdika34@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan kemampuan pemecahan masalah
fisika antara siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran mind mapping (SPMM) dengan
siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran konvensional (SPK). Jenis penelitian ini adalah
eksperimental semu dengan desain penelitian pretest-posttest nonequivalent control group design.
Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Banjar Tahun Pelajaran
2012/2013. Sampel penelitian adalah 2 kelas yang ditetapkan berdasarkan teknik group random
sampling. Data pengetahuan awal siswa dikumpulkan dengan 15 butir tes diagnostik pengetahuan
umum fisika. Data kemampuan pemecahan masalah dikumpulkan dengan 10 butir tes kemampuan
pemecahan masalah. Data dianalisis secara deskriptif dan statistik ANAKOVA dengan skor
pengetahuan awal sebagai kovariat. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 5%.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika antara
kelompok SPMM dengan kelompok SPK (F=36,757; p<0,05). Kemampuan pemecahan masalah
fisika kelompok SPMM berada pada kualifikasi cukup (M=68; SD=5,4) dan kelompok SPK juga
berada pada kualifikasi cukup (M=59; SD=6,8). Kemampuan pemecahan masalah siswa pada
17,848
kelompok SPMM lebih baik dibandingkan kelompok SPK (LSD=5,755;
).
Kata kunci: strategi pembelajaran mind mapping, strategi pembelajaran konvensional,
kemampuan pemecahan masalah.
Abstract
This study aimed at describe different of the problem solving ability in physics are learned
by mind mapping learning strategy (MMLS) and students studying with the conventional learning
strategy (CLS). This study is quasi-experimental with nonequivalent pretest-posttest control group
design. The population in this study is class X students of SMA Negeri 1 Banjar school in the
academic year 2012/2013. The sample were chose of two classes by group random sampling
technique. The prior knowledge data were collected by 15 items of general knowledge diagnostic
test of physics. The problem solving ability were collected by 10 items of problem solving ability
test. To analyse the data, the descriptive and the ANCOVA statistics were used where the prior
knowledge score were utilyzed as a covariat. To test the hypothesis, the 5% significance level was
used. The results showed there were different of the problem solving ability between the MMLS
and the CLS groups (F=36,757; p<0,05). Problem solving ability at MMLS groups are enough
qualifications (M=68; SD=5,4) and CLS groups are also enough qualifications (M=59; SD=6,8).
17,848
Problem solving ability at MMLS groups better than CLS groups (LSD=5,755;
).
Key words: mind mapping learning strategy, conventional learning strategy, problem solving
ability.

2
PENDAHULUAN
Kehidupan era globalisasi menuntut
umat manusia untuk mengembangkan
pengetahuan
yang
dimilikinya
guna
memajukan suatu bangsa. Oleh karena itu,
pendidikan merupakan suatu hal yang sangat
penting untuk meningkatkan sumber daya
manusia. Indonesia sebagai suatu negara
yang menjunjung tinggi pendidikan memiliki
tujuan pendidikan nasional yang dituangkan
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
Pasal 3. Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan
kemampuan
dan
membentuk watak serta peradaban bangsa
yang
bermartabat
dalam
rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) menyatakan Pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasila bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin,
bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,
mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat
jasmani dan rohani. Lembaga UNESCO
(United Nations, Educational, Scientific, and
Cultural Organization) juga mencanangkan
empat pilar pendidikan baik untuk masa
sekarang maupun masa depan, yakni:
(1) learning to know, (2) learning to do (3)
learning to be, dan (4) learning to live
together.
Tujuan pendidikan tersebut jelas
menyatakan pendidikan sangat berperan
penting bagi kemajuan suatu bangsa.
Pemerintah pun berharap agar pendidikan di

Indonesia mengalami peningkatan kualitas


dan bisa bersaing dengan Negara-negara lain.
Pemerintah telah melaksanakan berbagai
upaya
untuk
meningkatkan
kualitas
pendidikan di Indonesia. Upaya-upaya
tersebut
yaitu:
(a)
penyempurnaan
kurikulum, (b) peningkatan kualifikasi guru
melalui kegiatan sertifikasi guru, seminar
pendidikan, musyawarah guru mata pelajaran
(MGMP), pengadaan buku elektronik,
pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG),
uji kompetensi guru (UKG), dan (c)
pemerataan pendidikan melalui program
Sarjana Mendidik di daerah Terdepan,
Terluar dan Tertinggal (SM-3T).
Kurikulum Tingkat Satuan Pelajar
(KTSP) menuntut siswa untuk berpotensi
dalam hal memecahkan suatu permasalahan.
Siswa diharapkan mampu memecahkan
permasalahan yang sifatnya tidak hanya
matematis, tetapi juga bersifat kontekstual.
Kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan
pemerintah, seharusnya dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah.
Meskipun
pemerintah
telah
melakukan berbagai upaya tersebut, namun
kenyataannya
kemampuan
pemecahan
masalah siswa di Indonesia masih tergolong
rendah. Data hasil penilaian IPA pada level
internasional tahun 2009 pada Program for
International Student Assesment (PISA) yang
merangkum tentang kemampuan siswa dalam
membaca, matematika, dan IPA. Indonesia
berada pada peringkat 62 dari 65 negara
dalam hal kemampuan sains dengan skor
rata-rata 383 yang berada pada rentang skor
335 sampai 409, sehingga tergolong negara
lowest performance (OECD, 2010). Rata-rata
Kemampuan fisika siswa di Indonesia pada
domain kognitif pemikiran (33,01) paling
rendah dibandingkan domain penerapan
(36,96) dan pengetahuan (40,37) (Efendi,
2010).

Di tahun 2013 ini, Indonesia juga ikut


serta dalam kegiatan Olimpiade fisika dunia
atau World Physics Olympiad (WoPhO) ke-2
di Tangerang, Banten, yang digelar pada
tanggal 28 Desember 2012 s/d 3 Januari
2013.
Hasil
kegiatan
olimpiade
menempatkan Indonesia pada peringkat ke34 dari 72 peserta yang berasal dari berbagai
negara. Hal ini berarti bahwa prestasi
Indonesia kian meredup di kancah olimpiade
sains dan matematika tingkat dunia karena
pada tahun 2010 Indonesia meraih peringkat
ke-2.
Kualitas pendidikan di Indonesia yang
tergolong rendah, tentu menyebabkan terjadi
kesenjangan antara tujuan yang telah
ditentukan dengan kenyataan yang ada di
lapangan. Marwanti (2010) menyatakan
penyebab rendahnya kemampuan pemecahan
masalah siswa karena kesulitan siswa dalam
memahami konsep-konsep IPA (fisika). Hal
ini sangat berkaitan dengan proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang
cenderung
menggunakan
pendekatan
lama/konvensional, sehingga mengakibatkan
proses pembelajaran berpusat pada guru.
Rencana pelaksanaan pembelajaan di sekolah
yang digunakan saat ini sudah mengacu pada
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, akan
tetapi penerapannya masih guru menjadi
pusat pembelajaran, sehingga guru yang lebih
berperan aktif. Hal ini didukung dalam
penelitian
Sadia
(2007)
yang
mengungkapkan metode pembelajaran yang
dominan digunakan guru adalah metode
ceramah (70%), metode eksprimen (10%),
metode demonstrasi (10%), dan metode
diskusi (10%).
Pembelajaran yang berpusat pada guru
kurang
efektif
diterapkan
untuk
meningkatkan
kemampuan
pemecahan
masalah. Hal ini dikarenakan pembelajaran
tersebut
menyebabkan
siswa
kurang
menyenangi
proses
pembelajaran.
Implikasinya adalah siswa menjadi pasif
yang berdampak pada rendahnya kemampuan
siswa dalam hal pemecahan masalah. Hal
inilah menjadi tugas guru untuk

membuat
siswa
menyenangkan
dalam pembelajaran.
Peningkatan kemampuan pemecahan
masalah fisika siswa dapat dilakukan dengan
melakukan perubahan-perubahan dalam
pembelajaran. Dalam hal ini, pembelajaran
hendaknya dirancang untuk membiasakan
siswa menkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan
kemampuan
pemecahan
masalah fisika siswa adalah dengan
melaksanakan strategi pembelajaran yang
relevan untuk diterapkan oleh guru.
Strategi pembelajaran relevan
yang dimaksud adalah strategi
pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
mengkontruksi
pengetahuannya
sendiri serta terlibat secara aktif
dalam
proses
pembelajaran
sehingga siswa lebih mudah untuk
memecahkan
permasalahan.
Strategi
pembelajaran
yang
dimaksud
adalah
strategi
pembelajaran mind mapping.
Strategi
pembelajaran
mind
mapping adalah strategi pembelajaran yang
dapat menguatkan siswa untuk
menghadapi
persoalan
dengan
langkah
penyelesaian
yang
sistematis,
yaitu:
memahami
masalah,
menyusun
rencana,
melaksanakan
rencana,
dan
memeriksa
kembali,
sehingga
persoalan yang dihadapi dapat
diatasi
(Kurniawati,
2010).
Penyelesaian
masalah
secara
sistematis
ini
tentu
dapat
meningkatkan
kemampuan
pemecahan masalah fisika siswa.
Pemilihan strategi pembelajaran ini
karena dapat membuat siswa aktif dan
merasa senang dalam mengikuti proses
pembelajaran, sehingga siswa lebih mudah
untuk memahami. Imaduddin dan Utomo
(2012) menyatakan mind map adalah
strategi
pembelajaran
yang
melibatkan otak kanan, sehingga

proses
pembuatannya
menyenangkan, dan mind map
merupakan cara paling efektif dan
efisien
untuk
memasukkan,
menyimpan, dan mengeluarkan data
dari otak kita.
Mata pelajaran fisika selalu
dikaitkan
dengan
suatu
permasalahan
untuk
memancing
kreativitas siswa dalam memecahkan
masalah. Mind map adalah adalah
salah satu strategi yang dapat
digunakan
untuk
memecahkan
masalah. Hal ini didukung oleh Frey
(2010) yang menyatakan mind map
merupakan alat yang tepat untuk menjelajahi
masalah secara detail. Ia juga menjelaskan
dengan mind mapping dapat memecahkan
masalah menjadi beberapa bagian sehingga
lebih mudah memahami dan tindakan
diagram visual dapat mencarikan satu atau
lebih solusi. Lebih lanjut, Qomi dan
Malkhalifeh (2012) menyatakan skema yang
membangun dan mengatur dengan baik dapat
meningkatkan kapasitas pemecahan masalah.
Buzan (2010) menyatakan keuntungan
menggunakan
mind
mapping
untuk
memecahkan masalah yaitu: (1) mind
mapping memprioritaskan aspek penting dari
masalah, sehingga kita fokus pada masalah,
(2) penggunaan warna dan gambar dapat
merangsang otak yang berarti kita siap untuk
memecahkan masalah, dan (3) penggunaan
pemikiran yang terpusat menghasilkan
banyak ide-ide untuk berbagai permasalahan.
Olivia (dalam Rahayu et al., 2012) mind
mapping memiliki kelebihan-kelebihan yaitu:
(1) membantu peserta didik untuk berkonsentrasi (memusatkan perhatian) dan lebih
baik dalam mengingat, (2) meningkatkan
kecerdasan
visual
dan
keterampilan
observasi, (3) melatih kemampuan berpikir
kritis dan komunikasi, (4) meningkatkan
kreativitas dan daya cipta, (5) melatih
inisiatif dan rasa ingin tahu, (6)
meningkatkan kecepatan berpikir dan
mandiri, dan (7) Merangsang pengungkapan
pikiran.

Naim (2009) menyebutkan sembilan


manfaat yang didapat dengan pembelajaran
mind mapping yaitu: (1) mengaktifkan
seluruh otak, (2) membersihkan pikiran dari
kekacauan mental, (3) memusatkan perhatian
pada subjek, (4) mengembangkan cara
pengaturan pikiran secara terperinci sekaligus
menunjukkan
gambaran
umum,
(5)
menunjukkan hubungan antar bagian
informasi yang nampak saling terpisah, (6)
memberikan gambaran grafis tentang subjek,
(7) mengelompokkan dan menata ulang
kelompok-kelompok
konsep
serta
mendorong perbandingan, (8) membuat
pikiran tetap aktif dan memudahkan
menyelesaikan masalah, dan (9) membantu
kita untuk menanggapi segala arah dan
menangkap pikiran dari segala sudut.
Beberapa penelitian mengemukakan
strategi
pembelajaran
mind mapping
memberikan hasil yang positif untuk
dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.
Penelitian yang dilakukan oleh Riswanto dan
Putra (2012) yang berjudul The Use of Mind
Mapping Strategy in The Teaching of Writing
at SMA N 3 Bengkulu, Indonesia. Hasil
penelitian ini menunjukkan terdapat
perbedaan yang signifikan dalam hal
prestasi menulis siswa antara yang
belajar dengan strategi mind mapping
(M=68,12) dengan siswa yang belajar
dengan
strategi
konvensional
(M=62,77).
Penelitian yang dilakukan oleh
Marlina et al (2011) yang berjudul
Penggunaan mind map dalam meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah fungsi
komposisi Siswa kelas XI IPA SMA Kusuma
Bangsa Palembang. Hasil penelitian ini
menunjukkan penggunaan mind map dapat
meningkatkan
kemampuan
pemecahan
masalah matematika siswa. Hal ini terlihat
dari kentuntasan belajar siswa mengalami
peningkatan dari 87,097% (siklus I) menjadi
93,548% (siklus II).
Penelitian yang dilakukan oleh
Wicaksana (2011) yang berjudul
Penerapan Pembelajaran IPA dengan Strategi

Mind Mapping (peta pikiran) terhadap Hasil


Belajar Siswa pada Materi Ekosistem Kelas
VII SMP Negeri 3 Madiun. Hasil penelitian
ini menunjukkan strategi mind mapping
dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa
dilihat dari persentase
tertinggi
berada pada nilai rentang 80-100
yaitu dengan persentase sebesar
87,1%.
Penelitian yang dilakukan oleh
Imaduddin dan Utomo (2012) yang berjudul
Efektifitas Metode Mind Mapping untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika pada
Siswa Kelas VIII. Hasil penelitian ini
menunjukkan
terdapat
perbedaan
prestasi belajar fisika yang signifikan
antara
kelompok
eksperimen
(M=7,55) dan kelompok kontrol
(M=6,62).
Adapun tujuan dalam penelitian ini
yaitu
mendeskripsikan
perbedaan
kemampuan pemecahan masalah fisika antara
siswa yang belajar dengan strategi
pembelajaran mind mapping dengan siswa
yang belajar dengan strategi pembelajaran
konvensional.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kuasi eksperimen (quasi exsperiment) dengan
rancangan pre-test post-test nonequivalen
control group design. Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kelas
X SMA N 1 Banjar yang terdiri diri dari 5
kelas yaitu kelas X3, X4, X5, X6, dan X7.
Secara keseluruhan jumlah sumber populasi
adalah 166 siswa. Sampel dipilih dengan
teknik group random sampling yaitu kelas
X3 dengan jumlah 33 sebagai kelas
eksperimen yang difasilitasi dengan strategi
pembelajaran mind mapping (SPMM) dan
kelas X5 dengan jumlah 34 sebagai kelas
kontrol yang difasilitasi dengan strategi
pembelajaran konvensional (SPK). Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah


kemampuan pemecahan masalah. Variabel
bebas terdiri dari SPMM pada kelompok
eksperimen dan SPK pada kelompok kontrol.
Pada
penelitian
ini
menggunakan
pengetahuan awal sebagai variabel kovariat.
Data
dalam
penelitian
ini
dikumpulkan dengan teknik tes. Data nilai
pengetahuan awal siswa dikumpulkan dengan
menggunakan 15 butir tes diagnostik
pengetahuan umum fisika yang berbentuk
pilihan ganda diperluas. Data nilai pra
kemampuan pemecahan masalah dan nilai
kemampuan
pemecahan
masalah
dikumpulkan dengan menggunakan tes
kemampuan pemecahan masalah sebanyak
10 butir soal tentang materi suhu dan kalor.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini
dianalisis dengan teknik statistik deskriptif
dan ANAKOVA satu jalur. Statistik deskriptif
digunakan untuk mendeskripsikan mean dan
simpangan baku kemampuan pemecahan
masalah fisika siswa. ANAKOVA satu jalur
digunakan untuk menguji perbedaan rerata
kemampuan pemecahan masalah fisika siswa
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Sebelum pengujian hipotesis dilakukan uji
normalitas sebaran data ,uji homogenitas
varians antar kelompok, dan uji linearitas.
Uji komparasi skor rata-rata menggunakan
least
significant
difference
(LSD)
(Montgomery, 2001). Semua pengujian
hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi
0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1) Deskripsi Umum Hasil Penelitian
Nilai rata-rata (M) dan standar deviasi
(SD) pengetahuan awal siswa, pra
kemampuan pemecahan masalah, dan

kemampuan pemecahan masalah untuk


kelompok SPMM dan kelompok SPK dapat
disajikan pada Tabel 1.
2) Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian normalitas data yang
menggunakan statistik kolmogiorov-smirnov
dan shapiro-wilk menunjukkan bahwa nilainilai statistik yang diperoleh memiliki angka
signifikansi lebih besar dari 0.05. Oleh sebab
itu, maka sebaran data pengetahuan awal dan

kemampuan pemecahan masalah adalah


berdistribusi normal. Hasil pengujian
homogenitas varians yang mengunakan
levenes test of equality of error variances
untuk kelompok strategi pembelajaran
menunjukkan
angka-angka
signifikansi
statistik levene lebih besar dari 0,05. Hal
menunjukkan bahwa varian antar strategi
pembelajaran adalah homogen.

6
Tabel 1
Deskripsi Umum Data Penelitian
Kelompok

SD

Kategori

SPMM

45

9,8

Kurang

SPK

41

8,4

Kurang

Pra Kemampuan
Pemecahan
Masalah

SPMM

22

5,7

Sangat Kurang

SPK

19

4,6

Sangat Kurang

Kemampuan
Pemecahan
Masalah

SPMM

68

5,4

Cukup

SPK

59

6,8

Cukup

Unit Analisis
Pengetahuan Awal

Uji linearitars menunjukkan statistik f


deviation from linearity adalah 0,795 dengan
angka signifikansi 0,700. Angka signifikansi
tersebut lebih besar dari 0,05, sehingga
hubungan antara pengetahuan awal dengan
kemampuan pemecahan masalah adalah
linear untuk masing-masing kelompok
belajar. Nilai statistik F pada lajur linearity
adalah 10,704. Angka signifikansi pada lajur
liniearity adalah 0,002. Angka signifikansi
yang diperoleh lebih kecil dari 0,05. Hal ini

berarti hubungan antara pengetahuan awal


dan kemampuan pemecahan masalah adalah
berarti untuk masing-masing kelompok
belajar. Oleh karena asumsi-asumsi bahwa
data berdistribusi normal, varians semua data
adalah homogen, dan hubungan antara
pemahaman konsep awal dengan pemahaman
konsep siswa adalah linear, maka analisis
dilanjutkan dengan analisis kovarian satu
jalur data pemahaman konsep. Hasil analisis
disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Ringkasan Hasil Analisis Kovarian Satu Jalur

Source

Type III Sum


of Squares

df

Mean Square

Corrected Model
7542,701a
2
Intercept
31690,532
1
Pengetahuan Awal
1106,061
1
Strategi
5095,987
1
Error
8872,970
64
Total
1090718,000
67
Corrected Total
16415,672
66
a. R Squared = .459 (Adjusted R Squared = .443)
Berdasarkan pada Tabel 4.13 dapat
ditarik
interpretasi-interpretasi
sebagai
berikut.

3771,351
31690,532
1106,061
5095,987
138,640

Sig.

27,202
228,581
7,978
36,757

0,000
0,000
0,006
0,000

Pertama, sumber pengaruh


kovariat (pengetahuan awal) terhadap
variabel dependent (kemampuan

7
pemecahan masalah) tampak nilai
statistik F = 7,978 dengan angka
signifikansi 0,006. Angka signifikansi
lebih kecil dari 0,05. Hal ini
menunjukkan terdapat pengaruh yang
signifikan pengetahuan awal terhadap
kemampuan pemecahan masalah.
Jadi, kemampuan pemecahan masalah
secara signifikan dipengaruhi oleh
pengetahuan awal. Hal ini juga berarti
terdapat
perbedaan
kemampuan
pemecahan masalah untuk berbagai
tingkatan pengetahuan awal siswa.
Akan tetapi, pengaruh kovariat
tersebut sudah dieliminir dengan
menggunakan analisis kovarian,
sehingga apabila terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah
antara kelompok SPMM dan SPK
maka dapat dianalisis apakah
perbedaan
tersebut
benar-benar
disebabkan
oleh
perbedaan
perlakukan yang diberikan.
Kedua, dari sumber pengaruh
variabel
strategi
pembelajaran
terhadap variabel terikat kemampuan
pemecahan masalah diperoleh nilai
statistik F = 36,757 dengan angka
signifikansi 0,000. Angka signifikansi
tersebut lebih kecil dari 0,05. Jadi, H0
ditolak. Hal ini berarti terdapat
perbedaan kemampuan pemecahan
masalah fisika antara siswa yang
belajar dengan strategi pembelajaran
mind mapping (SPMM) dengan siswa
yang
belajar
dengan
strategi
pembelajaran konvensional (SPK).
Sebagai tindak lanjut pengujian
hipotesis dilakukan analisis signifikansi
perbedaan skor rata-rata kemampuan
pemecahan masalah fisika siswa kelompo
SPMM dan kelompok SPK dengan
menggunakan uji LSD. Jumlah sampel
kelompok SPMM dan SPK masing-masing
n1=33 dan n2=34, mean square error
MSE 138,640
, jumlah sampel total N=67,
jumlah kelompok strategi pembelajaran

0,05

a2

, untuk taraf signifikansi


diperoleh nilai statistik ttabel=t(0,025;65)=2,000.
Hasil uji LSD menunjukkan Kemampuan
pemecahan masalah siswa yang belajar
dengan strategi pembelajaran mind mapping
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
belajar dengan strategi pembelajaran
17,848
konvensional (LSD = 5,755;
).
Pembahasan
Deskripsi umum hasil analisis
data
menyatakan
terdapat
peningkatan kemampuan pemecahan
masalah fisika sebelum perlakukan
dengan sesudah diberi perlakuan
antara kedua kelompok. Kelompok
siswa yang belajar menggunakan
SPMM memiliki nilai rata-rata
pengetahuan awal sebesar 45 dengan
standar deviasi sebesar 9,8 yang
berkualifikasi kurang. Kelompok
siswa yang belajar menggunakan
SPK
memiliki
nilai
rata-rata
pengetahuan awal sebesar 41 dengan
standar deviasi sebesar 8,4 yang
berkualifikasi kurang.
Nilai rata-rata pra kemampuan
pemecahan masalah untuk kelompok
yang belajar menggunakan SPMM
adalah 22 dengan standar deviasi
sebesar 5,7 yang berkualifikasi sangat
kurang.
Nilai
rata-rata
pra
kemampuan pemecahan masalah
untuk kelompok yang belajar
menggunakan SPK adalah 19 dengan
standar deviasi sebesar 4,6 yang
berkualifikasi sangat kurang.
Nilai rata-rata kemampuan
pemecahan masalah untuk kelompok
yang belajar menggunakan SPMM
adalah 68 dengan standar deviasi
sebesar 5,4 yang berkualifikasi cukup.
Nilai
rata-rata
kemampuan
pemecahan masalah untuk kelompok
yang belajar menggunakan SPK

adalah 59 dengan standar deviasi 6,8


yang berkualifikasi cukup.
Hasil uji ANAKOVA terhadap
hipotesis penelitian yang diajukan
menunjukkan terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah
antara kelompok siswa yang belajar
menggunakan
SPMM
dengan
kelompok siswa yang belajar
menggunakan SPK. Hal tersebut
terlihat berdasarkan hasil analisis
yang dilakukan, pengaruh strategi
pembelajaran terhadap kemampuan
pemecahan masalah memiliki nilai
statistik F = 36,757 dengan
signifikansi 0,000. Angka signifikansi
yang diperoleh lebih kecil dari taraf
signifikansi 0,05.
Uji
lebih
lanjut
yang
dilakukan adalah analisis signifikansi
perbedaan nilai rata-rata kemampuan
pemecahan masalah pasangan SPMM
dan SPK dengan menggunakan
metode Leas Significant Difference
(LSD). Hasil analisis menunjukkan
skor rata-rata kemampuan pemecahan
masalah kelompok SPMM secara
statistik lebih tinggi dibandingkan
skor rata-rata kemampuan pemecahan
masalah kelompok SPK. Hal ini
berarti terdapat perbedaan skor ratarata kemampuan pemecahan masalah
yang signifikan antara kelompok
siswa yang belajar dengan SPMM
dengan siswa yang belajar dengan
SPK.
Berdasarkan seluruh temuan
yang diperoleh melalui analisis
deskriptif dan analisis kovarian satu
jalur dapat diberikan kesimpulan
bahwa strategi pembelajaran mind
mapping
(SPMM)
memberikan
pengaruh yang lebih baik daripada
strategi pembelajaran konvensional
(SPK) dalam hal meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah.
Perbedaan
kemampuan
pemecahan masalah fisika siswa yang

diperoleh antara strategi pembelajaran


mind
mapping
dan
strategi
pembelajaran
konvensional
disebabkan
karena
perbedaan
perlakuan yang diberikan di masingmasing kelompok belajar. Secara
teoritis perbedaan hasil tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Strategi pembelajaran mind
mapping
menganut
pandangan
konstruktivistik yang cenderung
membuat siswa aktif dalam proses
pembelajaran
serta
melibatkan
belahan otak kanan, sehingga siswa
dapat berfikir kreatif dan merasa
senang dalam pembelajaran. Rasa
senang tersebut membuat siswa
termotivasi
untuk
memecahkan
permasalahan yang diberikan oleh
pengajar. Strategi pembelajaran mind
mapping dapat menguatkan siswa
untuk menghadapi persoalan dengan
langkah penyelesaian yang sistematis,
yaitu: memahami masalah, menyusun
rencana, melaksanakan rencana, dan
memeriksa
kembali,
sehingga
persoalan yang dihadapi dapat diatasi
(Kurniawati, 2010). Penyelesaian
masalah yang sistematis tersebut
selaras
dengan
kemampuan
pemecahan masalah yang diajukan
oleh Polya, sehingga siswa akan lebih
mudah dalam memecahkan masalah
dengan mind mapping. Lebih lanjut,
Frey (2010) menyatakan bahwa mind
map merupakan alat yang tepat untuk
menjelajahi masalah secara detail,
memecahkan
masalah
menjadi
beberapa bagian sehingga lebih
mudah memahami, dan tindakan
diagram visual dapat mencarikan satu
atau lebih solusi.
Strategi
pembelajaran
konvensional cenderung membatasi
aktivitas
siswa
dalam
proses
pembelajaran yang menyebabkan
siswa kurang berpartisipasi aktif
mengikuti proses pembelajaran. Hal

ini disebabkan karena guru masih


mendominasi proses pembelajaran,
sehingga
kesempatan
siswa
mengkontruksi
pengetahuannya
semakin terbatas. Dampak dari proses
pembelajaran ini adalah siswa lebih
cenderung untuk menghafal konsepkonsep atau formula yang diberikan
tanpa memahaminya lebih dulu,
sehingga menyebabkan lemahnya
kemampuan
siswa
dalam
memecahkan permasalahan.
Hasil yang diperoleh pada
penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Marlina yang menunjukkan
penggunaan
mind
map
dapat
meningkatkan
kemampuan
pemecahan masalah matematika
siswa. Hasil penelitian Wicaksana
juga menunjukkan strategi mind
mapping dapat meningkatkan hasil
belajar IPA siswa. Hasil penelitian
yang ditemukan oleh Imaduddin dan
Utomo
juga
menunjukkan
pembelajaran
mind
mapping
berpengaruh positif terhadap prestasi
belajar fisika.
Dari uraian diatas, secara
teoritis
dan
emperis
strategi
pembelajaran mind mapping lebih
baik daripada strategi pembelajaran
konvensional dalam hal pencapaian
kemampuan pemecahan masalah
fisika.
Meskipun
strategi
pembelajaran mind mapping dapat
menyebabkan perbedaan kemampuan
pemecahan masalah fisika siswa,
akan tetapi belum secara optimal
dapat meningkatkan nilai rata-rata
siswa yang masih berada pada
kualifikasi cukup. Disamping itu,
belum
keseluruhan
komponen
kemampuan pemecahan masalah
memiliki ketuntasan diatas 75%.
Komponen kemampuan pemecahan
masalah yang memiliki ketuntasan
diatas
75%
hanya
komponen
memahami
masalah,
sedangkan

komponen membuat rencana solusi,


melaksanakan
rencana,
dan
melakukan
pengecekan
masih
memiliki ketuntasan dibawah 75%.
Peningkatan
komponenkomponen kemampuan pemecahan
masalah
yang
belum
optimal
disebabkan oleh faktor-faktor yaitu:
pertama, siswa masih belum mampu
menyesuaikan diri dengan strategi
pembelajaran mind mapping, karena
siswa masih terbiasa dengan strategi
pembelajaran yang selama ini
diterapkan. Hal ini berdampak pada
kurangnya kepercayaan siswa untuk
mengemukakan pendapat. Disamping
itu, masih terdapat pula siswa yang
masih menunggu penjelasan dari
guru,
sehingga
menyebabkan
kurangnya kemamandirian siswa
dalam memecahkan permasalahan
yang diberikan. Kedua, siswa belum
terbiasa dengan LKS yang diberikan.
LKS yang biasa digunakan siswa
hanya menyajikan permasalahan yang
akan dipecahkan begitu saja, sehingga
siswa
akan
cenderung
untuk
menghafal rumus-rumus. LKS yang
diberikan pada penelitian ini adalah
LKS yang berisikan permasalahan
yang akan dipecahkan oleh siswa
dengan menggunakan mind mapping.
LKS ini akan menuntut siswa untuk
memecahkan
masalah
secara
sistematis dari memahami masalah
dengan mencari informasi yang
diketahui dan yang harus diketahui,
merencanakan solusi yang digunakan
dengan mengaplikasikan konsepkonsep yang dipelajari, melaksanakan
solusi, serta melakukan pengecekan
dan evaluasi dengan membuat suatu
kesimpulan.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan dapat dikemukakan

10

kesimpulan bahwa pengetahuan awal


siswa
secara
signifikan
mempengaruhi
kemampuan
pemecahan masalah dan terdapat
perbedaan kemampuan pemecahan
masalah yang signifikan antara siswa
yang
belajar
dengan
strategi
pembelajaran mind mapping dengan
siswa yang belajar dengan strategi
pembelajaran
konvensional.
Kemampuan pemecahan masalah
siswa yang belajar dengan strategi
pembelajaran mind mapping (SPMM)
lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang
belajar
dengan
strategi
pembelajaran konvensional (SPK)
pada pokok bahasan suhu dan kalor.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, R. 2013. Mengapa prestasi indonesia redup
di olimpiade fisika?. Tersedia pada
http://edukasi.kompas.com. Diakses pada
tanggal 5 Januari 2013.
Diyah. 2007. Keefektifan pembelajaran
matematika realistik (PMR) pada
kemampuan
pemecahan
masalah
matematika siswa kelas VII SMP.
Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas
Negeri Malang.
Buzan, T. & Buzan, B. 1993. The mind map
book: How to us radiant thingking to
maximise your brains untapped
potential. London: BBC Books.
Buzan, T. 2010. How to use mind maps for
problem solving. Tersedia pada
http://www.thinkbuzan.com.
Diakses
pada tanggal 2 Oktober 2012.
Efendi, R. 2010. Kemampuan fisika siswa
indonesia dalam timss (Trend of
International on Mathematics and
Science Study). Prosiding Seminar
Nasional Fisika. Tersedia pada
http://www.fi.itb.ac.id.
Frey, C. 2010. Power tips and strategies for
mind mapping software: Supercharge

your visual mapping skills with these


tips, tricks and best practices. Third
Edition.
Tersedia
pada
http://mindmappingsoftwareblog.com/
wp-content/ v3wmp /mind-mappingebook-v3.pdf. Diakses pada tanggal 5
Januari 2013.
Imaduddin, M. C. & Utomo, U. H. N. 2012.
Efektifitas metode mind mapping untuk
meningkatkan prestasi belajar fisika
pada siswa kelas VIII. Jurnal Psikologi
Indonesia. 9(1). 63-75. Tersedia pada
http://journal.uad.ac.id. Diakses pada
tanggal 29 Februari 2012.
Kurniawati, D. D. 2010. Pengaruh metode
mind mapping dan keaktifan belajar
siswa terhadap prestasi belajar ilmu
pengetahuan sosial pada siswa kelas
VIII sekolah menengah pertama
muhammadiyah 5 Surakarta Tahun
Pelajaran 2009/2010. Skripsi (tidak
diterbitkan).
Universitas
Muhamamadiyah Surakarta.
Marlina, Darmawijoyo, & Basir, D. 2011.
Penggunaan
mind
map
dalam
meningkatkan
kemampuan
memecahkan masalah fungsi komposisi
Siswa kelas XI IPA SMA Kusuma
Bangsa Palembang. Jurnal Edukasi
Matematika. 2(4). 207-220.
Marwanti, N. L. P. N. 2010. Pengaruh model
problem based learning terhadap
kemampuan pemecahan masalah sains
siswa kelas VIII semester genap SMP N
1 Kediri Tahun Pelajaran 2009/2010.
Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas
Pendidikan Ganesha.
Montgomery, D. C. 2001. Design and
analysis of experiment. Fifth edition.
New York: John Wiley & Sons.
OECD. 2010. PISA 2009 results: What
students know and can do student
performance in reading, mathematics,
and
science.
Tersedia
pada
http://www.OECD.org. Diakses pada
tanggal 17 Januari 2013.
Qomi, M. & Malkhalifeh, R. M. 2012. Role
of summon of schemas on increasing

new ideas in mathematical problem


solving.
International
Research
Journals. 3(1). 040-044. Tersedia pada
http://www.interesjournals.org/ER.
Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.
Rahayu, R., Sugiharti, E., & Suyitno, A.
2012.
Keefektifan
pembelajaran
kooperatif model mind mapping
berbantuan CD pembelajaran terhadap
hasil belajar. Unnes Journal of
Mathematics Education. 1(1). 46-51.
Tersedia pada http://journal.unnes.ac.id.
Diakses pada tanggal 29 September
2012.
Riswanto & Putra, P. P. 2012. The use of
mind mapping strategy in the teaching
of writing at SMA N 3 Bengkulu,
Indonesia. International Journal of
Humanities and Social Science. 2(21).

60-68. Tersedia pada http://www.


ijhssnet.com. Diakses pada tanggal 23
November 2012.
Sadia, I W., Subagia, W., & Natajaya, I N.
2007. Pengembangan model dan
perangkat
pembelajaran
untuk
meningkatkan keterampilan berfikir
kritis (critical thinking skills) siswa
sekolah menengah pertama (SMP) dan
sekolah menengah atas (SMA).
Laporan
Penelitian.
Universitas
Pendidikan Ganesha.
Wicaksana, R. B. 2011. Penerapan
pembelajaran IPA dengan strategi mind
mapping (peta pikiran) terhadap hasil
belajar siswa pada materi ekosistem
kelas VII SMP Negeri 3 Madiun.
Unesa.
Tersedia
pada
http://ejournal.unesa.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai