Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN


DI RS JIWA dr. SOEHARTO HEERDJAN
JAKARTA BARAT

DISUSUN OLEH :
APRICILA FITRIA HASTUTI
1410.721.007

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA
2015

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU


KEKERASAN
I.

MASALAH UTAMA
Perilaku

kekerasan

merupakan

suatu

keadaan

dimana

seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun
orang lain (Yosep, 2009). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi
mengakibatkan seseorang stress berat, membuat orang marah bahkan
kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang disekitarnya,
membanting-banting barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan
membakar rumah.

II.

PROSES TERJADINYA MASALAH


A. FAKTOR PREDISPOSISI
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural
yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif:

sistem

limbik,

lobus

frontal

dan

hypothalamus.

Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau


menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka

individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,


perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi
dengan pusat agresif.
b. Biokomia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang
sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan
perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologis
a. Teori Psikoanalitik
Teori

ini

menjelaskan

tidak

terpenuhinya

kebutuhan

untuk

mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak


berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga
diri.
b. Teori Pembelajara

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,


biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai
meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang
dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara
umum

menerima

perilaku

kekerasan

sebagai

cara

untuk

menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada


perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
B. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1.

Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas


seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,

2.

perkelahian masal dan sebagainya.


Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial

3.

ekonomi.
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

4.

Ketidaksiapan

seorang

ibu

dalam

merawat

anaknya

dan

5.

ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.


Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.\Kematian anggota keluarga yang terpenting,
kehilangan pekerjaan, perubahan tahap

C. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah mekanisme pertahanan
ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi
formasi.
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di
mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
3. Represi f : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada

mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4


tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
6. Denial : Menyatakan

ketidaksetujuan

terhadap

realitas

dengan

mengingkari realitas tersebut.

D. RENTANG RESPON

Respon adaptif

Asertif

Respon Maladaptif

Frustasti

Pasif

Agresif

Kekerasan

Keterangan :
a. Asertif

: Individu dapat mengungkapkan marah tanpa

menyalahkan orang lain dan meberikan ketenangan.


b. Frustasi

: Individu gagal mencapai tujuan kepuasaan saat

marah dan tidak dapat menemukan alternative.


c. Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif

: Perilaku menyertai marah, terdapat dorongan

untuk menuntut teteapi masih terkontrol.


e. Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol.

III. A. POHON MASALAH

B. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL DAN


DATA YANG PERLU DIKAJI
1.

Masalah keperawatan
a.

Perilaku kekerasa

b.

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain


dan lingkungan

c.

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

2.

Data yang perlu dikaji


a.

Data subyektif
1) Klien mengancam
2) Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
3) Klien mengatakan dendam dan jengkel
4) Klien mengatakan ingin berkelahi
5) Klien menyalahkan dan menuntut
6) Klien meremehkan

b.

Data obyektif
1) Mata melotot/pandangan tajam
2) Tangan mengepal
3) Rahang mengatup
4) Wajah memerah dan tegang
5) Postur tubuh kaku
6) Suara keras

Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan,


antara lain sebagai berikut
1. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah

2. Stimulus lingkungan
3. Konflik interpersonal
4. Status mental
5. Putus obat
6. Penyalahgunaan narkoba/alcohol
IV.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku Kekerasan

DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan: Laporn Pendahuluan
Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Purba, dkk. 2008. Auhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial
Dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press
Yosep,Iyus.2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Reflika Aditama

Anda mungkin juga menyukai