Anda di halaman 1dari 20

1

Sejarah Pemikiran Khawarij:


Dari Politik ke Teologi:

Oleh Dr. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag.1

Makalah ini akan menfokuskan pembahasan pada aliran Khawarij, yang


tercatat dalam sejarah memiliki pandangan-pandangan politik dan teologi
yang ekstrem. Pertanyaan yang ingin penulis teliti jawabannya adalah latar
belakang apa yang menyebabkan Khawarij tidak saja mempunyai
pandangan-pandangan politik dan teologi yang ekstrem tapi juga berperilaku
keras bahkan cenderung kejam. Mereka, kata Abu Zahra, suka menyabung
nyawa dalam bahaya meskipun tidak ada pendorong untuk berbuat itu. 2
Ironisnya mereka sangat kejam dan sama sekali tidak toleran dengan
perbedaan pendapat sesama Muslim, tapi sangat toleran dengan Ahlul Kitab.
Tapi sebelum menganalisis masalah di atas penulis akan deskripsikan
terlebih dahulu asal usul dan perkembangan Khawarij, dengan tekanan pada
asal usul, untuk dapat melihat secara jelas bagaimana persoalan politk diberi
legitimasi teologi di samping alasan teknis terbatasnya halaman untuk
berbicara panjang lebar tentang perkembangan Khawarij masa-masa
selanjutnya. Sedangkan mengenai doktrin pemikiran politik dan teologi
Khawarij itu sendiri tidak penulis bicarakan secara khusus, tetapi hanya
beberapa doktrin diungkapkan dalam perjalanan bahasan kesejarahan
tentang perkembangan pemikiran itu sendiri. Sikap itu diambil karena
makalah ini memakai pendekatan historis, bukan doktriner.
Kata kunci: doktrin, teologi, pemikiran Islam, khawarij

this working paper will concentrate discussion in sect of khawarij, wich


recorded in history wich has policies opinions and extreme theology. The
question that will be answered is what causes khawarij not even has policies
opinions and extreme wich theology but also berperila hard even inclined
cruel. they? ash word zahra? like to fight cocks soul in danger although there
is no organizer to make that. ironically they are very cruel and bot at all
tolerant with moslem fellow different idea? but very tolerant with ahlul
book. ? but before analyze problem above author description beforehand
1

Penulis adalah staf pengajar tetap Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
2
M. Abu Zahra, Sejarah Alran-aliran dalam Islam Bidang Politik dan Aqidah, diterjemahkan dari
bahasa Arab oleh Shobahussurur (Gontor : PSIA, 1991) hal 77.

2
genesis and development khawarij? with pressure in genesis? to can see
clearly how problem politk given theology legitimization beside technical
reason the limited yard to speaks detailed about development khawarij times
furthermore. while hit policies thinking doctrine and theology khawarij itself
not author talks peculiarly? but only several doctrines is unfolded on the way
criticism kesejarahan about itself thinking development. that attitude is taken
because this working paper wears to approach historic? not doktriner. ?
This working paper will focus the discussion in sect of Khawarij, which is
recorded in history wich has the political view and exstreem theology.
Question which wish the accurate writer of its answer is what any background
causing Khawarij not only has the extreme political view and theology but
also hard behaviour even tend to cruel. They, Dusty word [of] Zahra, like to
risk life in danger though [there] no impeller to do that. Ironically they very
cruel and lenient [is] not at all with the different idea of Moslem humanity,
but very lenient by Ahlul [is] Buku.
But before analysing problem [of] above writer of deskripsikan beforehand
genesis and growth Khawarij, with the pressure [of] [at] genesis, to be able to
see clearly how problem politk given [by] the legitimasi theology beside
technical reason the limited page;yard to converse elaborate about growth
Khawarij [of] a period of/to hereinafter. While hitting political idea doctrine
and theology of Khawarij of writer itself [do] not discuss peculiarly, but only
some doctrine laid open on the way history discussion [of] about growth of
itself idea. That attitude [is] taken [by] because this handing out hence
historical approach, non doktriner.

Pendahuluan
Kematian khalifah Utsman ibn Affan secara tragis melalui tangan para
perusuh tahun 35 H telah menyebabkan terjadinya beberapa peristiwa yang
mengguncang tubuh umat Islam. Salah satu di antaranya adalah perang
Shiffien, 2 tahun setelah
menggantikan Utsman.

Ali ibn Abi Thalib dibaiat jadi khalifah

3
Perang besar antara kubu Ali dengan kubu Muawiyah ibn Abi Sufyan
itu, tidak hanya mengoyak umat Islam menjadi dua kubu besar secara politis,
tetapi juga melahirkan dua aliran pemikiran yang secara ekstrem selalu
bertentangan yaitu Al-Khawarij3 dan Syiah. Misalnya Khawarij mengkafirkan
dan menghalalkan darah Ali setelah peristiwa , sementara Syiah belakangan
mengkultuskan Ali demikian rupa sehingga seolah-olah Ali adalah manusia
tanpa cacat.4 Sekalipun semula kedua aliran tersebut bersifat politik tapi
kemudian untuk mendukung pandangan dan pendirian politik masing-masing,
mereka memasuki kawasan pemikiran agama (baca: teologi)
Makalah ini tidak akan membahas kedua aliran ekstrem tersebut, tapi
menfokuskan pembahasan pada aliran Khawarij, yang tercatat dalam sejarah
memiliki pandangan-pandangan politik dan teologi yang ekstrem. Pertanyaan
yang ingin penulis teliti jawabannya adalah latar belakang apa yang
menyebabkan Khawarij tidak saja mempunyai pandangan-pandangan politik
dan teologi yang ekstrem tapi juga berperilaku keras bahkan cenderung
kejam. Mereka, kata Abu Zahra, suka menyabung nyawa dalam bahaya
meskipun tidak ada pendorong untuk berbuat itu. 5 Ironisnya mereka sangat
kejam dan sama sekali tidak toleran dengan perbedaan pendapat sesama
Muslim, tapi sangat toleran dengan Ahlul Kitab.
Tapi sebelum menganalisis masalah di atas penulis akan deskripsikan
terlebih dahulu asal usul dan perkembangan Khawarij, dengan tekanan pada
asal usul, untuk dapat melihat secara jelas bagaimana persoalan politk diberi
3

Selanjutnya disebut Khawarij, tanpa alif lam (al)


Lebih lanjut tentang bagaimana berhadap-hadapannya pemikiran Khawarij dan Syiah baik
dalam politik maupun agama, baca Nourouzzaman Shiddiqi, Syiah dan Khawarij dalam Perspektif
Sejarah (Yogyakarta: PLP2M, 1985) terutama bagian penutup hal. 84 93.
5
M. Abu Zahra, Sejarah Alran-aliran dalam Islam Bidang Politik dan Aqidah, diterjemahkan dari
bahasa Arab oleh Shobahussurur (Gontor : PSIA, 1991) hal 77.
4

4
legitimasi teologi di samping alasan teknis terbatasnya halaman untuk
berbicara

panjang

lebar

tentang

perkembangan

Khawarij

masa-masa

selanjutnya. Sedangkan mengenai doktrin pemikiran politik dan teologi


Khawarij itu sendiri tidak penulis bicarakan secara khusus, tetapi hanya
beberapa doktrin diungkapkan dalam perjalanan bahasan kesejarahan
tentang perkembangan pemikiran itu sendiri. Sikap itu diambil karena
makalah ini memakai pendekatan historis, bukan doktriner.
Asal-Usul dan Perkembangan Khawarij
Pada tahun 37 H Muawiyah, Gubernur Syria memberontak terhadap
Amir al-Muminin Ali ibn Abi Thalib. Pemberontakan itu meletus karena dalam
suasana berkabung dan emosi yang meletup-letup karena pembunuhan
Utsman, Ali mengeluarkan keputusan yang tidak strategis sebagai seorang
kepala negara, yaitu pemecatan Muawiyah dari jabatan Gubernur Syria.
Dengan pemecatan itu Muawiyah punya dua alasan untuk melawan Ali.
Tidak jelas mana yang lebih dominan, apakah karena ingin menuntut balas
atas kematian Ustman atau ingin mempertahankan jabatannya sebagai
Gubernur.
Sebelum peperangan meletus, Ali sudah mengirim Jarir ibn Abdillah alBajuli untuk berunding dengan Muawiyah. 6 Tapi perundingan tidak berhasil
mencegah peperangan karena tuntutan Muawiyah yang terlalu berat untuk
dipenuhi oleh Ali. Muawiyah menuntut dua hal: (1) ekstradisi dan
penghukuman terhadap para pelaku pembunuhan Amir al Muminin Utsman

Mahayuddin Haji Yahaya, Sejarah Awal Perpecahan Umat Islam (11 78 H/632 698 M)
(Kualalumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka, 1986) hal. 108.

5
ibn Afan; dan (2) pengunduran diri Ali dari jabatan Imam (khalifah) dan
dibentuk sebuah Syura untuk memilih khalifah baru. 7
Berbeda dengan Muawiyah yang secara pribadi punya alasan untuk
menuntut balas atas kematian Utsman, penduduk Syria yang mendukungnya
memerangi Ali tidaklah dapat dikatakan juga punya motivasi yang sama.
Kalau memang mereka siap mati membela darah Utsman, hal itu tentu telah
mereka lakukan sejak awal-awal begitu Utsman dibunuh. Tetapi setelah Ali
mencapai kemenangan dalam perang Jamal, penduduk Syria melibatkan diri
dalam menentang Ali karena mereka menghawatirkan campur tangan Ali
dalam urusan dalam negeri mereka sediri di Syria. Demi untuk melemahkan
kedudukan Ali penduduk Syria menjadikan pembelaan terhadap Utsman
sebagai lambang perjuangan menentang Ali. 8
Sekali lagi sebelum peperangan benar-benar meletus Ali mengirim
kembali juru runding yang terdiri dari Syabats ibn Aibi al-Yarbui at-Tamimi,
Ali ibn Hatim at-Thai, Yazid ibn Qais al-Arhabi, dan Ziyad ibn Khasafah atTaimi at-Tamimi, untuk merunding dengan Muawiyah. Tapi perundingan
inipun juga berakhir dengan kegagalan. 9
Makalah ini tidak akan menguraikan tentang perang Shiffien secara
rinci, yang penting diungkap di sini dalam kaitannya dengan kelahiran aliran
Khawarij adalah ide Amru ibn Ash dari pihak Muawiyah untuk memecah
belah pasukan Ali dengan mengangkat lembaran mushhaf Al-Quran dengan
7

Shiddiqi, Syiah dan Khawarij, Hal. 36.


Yahaya, Sejarah Awal, hal. 110 -111. Sementara itu Shaban menganalisis bahwa Syria
menentang Ali karena tidak ingin kehilangan hak istimewa yang mereka dapatkan pada zaman Umar dan
Utsman yaitu pembebasan Syria dari gelombang imigrasi sebagaimana yang melanda Iraq. Menurut Ali,
Syria tidak perlu mendapatkan hak istimewa seperti itu. Memang lucu, Iraq dilanda imigrasi yang tidak
terkendalikan, sementara Syria tidak dapat dimasuki. Baca M.A. Shaban, Sejarah Islam (Penafsiran Baru)
600 750, diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Machnun Husein (Jakarta : Rajawali Pers, 1993) hal 106.
9
Ibid, Hal. 112
8

6
ujung tombak sebagai isyarat mohon perdamaian dengan bertahkim kepada
Kitab Suci Al-Quran. Tiga Sejarawan Muslim besar, At-Thabari, Ibnu al-Atsir
dan Ibnu Katsir menyebutkan peristiwa itu dalam kitab mereka masingmasing.10 Menurut Amru, tawaran bertahkim kepada Al-Quran itu akan
diterima oleh sebagian pengikut Ali dan akan ditolak oleh yang lain. Dengan
demikian mereka pecah. Jika sekiranya mereka sepakat toh juga tidak ada
ruginya bagi Muawiyah karena paling kurang sampai waktu tertentu
peperangan dapat berhenti.11
Benar saja, segera saja sebagian pengikut Ali menyerukan untuk
menerima tawaran Muawiyah. Ali sendiri menolaknya, karena menurut dia
itu

hanyalah

bagian

dari

taktik

perang

Muawiyah.

Ali

megatakan;

Ibdallah, teruslah berada dalam kebenaran dan keyakinan kalian. Teruslah


memerangi musuh, karena Muawiyah, Amru, Ibn Abi Muith, Habib, Ibn Abi
Sarah dan Dhahhak bukanlah Asshb ad-dn dan bukan pula Ashhb AlQuran. Saya lebih mengenal mereka dibandingkan kalian. Saya telah bergaul
dengan mereka sejak kecil sampai dewasa, mereka adalah anak-anak dan
laki-laki dewasa yang jelek. Mereka minta bertahkim kapada kitab Allah, pada
hal, demi Allah, mereka mengangkat mushhaf itu hanyalah untuk tipu
muslihat belaka. Mendengar seruan Ali mereka menjawab: Mereka
mengajak kita kembali kepada Kitabullah, kenapa kita tidak menerimanya?
Ali kembali menjawab: Saya memerangi mereka supaya mereka tunduk
kepada hukum kitab Allah; karena mereka telah menentang perintah Allah
dan melupakan janji mereka dengan Allah, serta mengabaikan kitab suci itu.
10

Muhammad ibn Jarir Ath-Tahabari, Trkh al-Umam wa al-Muluk (Beirut : Darul Fikir : 1979),
III/6: 27 ; Ibn Al-Atsr, a-Kmil fi t-Trikh (Beirut : Dar as-Shadr, 1965) III: 316; Ibn Katsir, Al-Bidyah
wa an Nihyah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt) VII/7: 284.
11
Ibn al-Katsir, Al-Kmil fi t-Trkh, hal. 316.

7
Kemudian Misar ibn Fadki at-Tamimi, Zaid ibn Hushain ath-Thai dan beberapa
tokoh lain dari kelompok Al-Qura-- salah satu unsur koalisi pasukan Ali-mendesak, bahkan mengancam akan memperlakukan Ali seperti apa yang
telah mereka lakukan terhadap Utsman. 12
Setelah Ali terpaksa mengikuti kehendak mereka, Al-Asyasts ibn Qais
menawarkan diri untuk menemui Muawiyah dan menanyakan apa yang
diinginkannya dengan mengangkat mushhaf seperti itu. Ali menyetujuinya.
Muawiyah mengatakan: Mari kita kembali kepada apa yang diperintahkan
Allah di dalam Al-Quran. Kalian utuslah seseorang yang kalian sukai dan
kami pun akan mengutus seseorang yang kami sukai. Biarkan mereka berdua
berunding berdasarkan Kitabullah, kemudian kita ikuti apa yang mereka
sepakati. Dengan segera usulan Muawiyah itu disetujui sepenuhnya oleh
pasukannya sendiri dan mereka sepakat mengutus Amru ibn Ash sebagai
juru runding. Sementara dari pihak Ali sekali lagi kelompok yang tadi
memaksa Ali menerima perundingan memaksakan kehendak mereka kepada
Ali. Mereka menunjuk Abu Musa al-Aysari, sementara Ali menginginkan
Abdullah ibn Abbas atau Malik al-Asytar. Sekali lagi Ali terpaksa mengalah
kepada keinginan mereka.13
Abu Musa adalah tokoh yang sudah terlibat dalam fase-fase pertama
penaklukkan Iraq baik sebagai jenderal pasukan maupun gubernur Kufah dan
Bashrah. Dia juga pernah menentang kebijakan Utsman dan dipilih oleh
kelompok

sebagai gubernur Kufah ketika mengusir gubernur tunjukan

Utsman, Said ibn Ash. Menurut Shaban, Abu Musa punya hubungan politik

12
13

Ibid, hal. 317


Ibid, hal. 318

8
yang lama tidak tergoyahkan dengan kelompok .14 Sebaliknya Ali meragukan
loyalitas Abu Musa karena Ali pernah memecat Abu Musa dari jabatannya
karena kurang aktf dan loyal kepadanya. 15 Perlu dicatat bahwa pada waktu itu
Abu Musa tidak ada dalam pasukan, karena dia memencilkan diri ke tanah
Hijaz. Waktu utusan memberi tahu bahwa dia telah dipilih sepakai Hakam,
Abu Musa berkomentar: Inn lillahi wa inn illaihi rjiun.16 Tidak jelas
bagaimana menafsirkan komentar Abu Musa seperti itu. Yang jelas baik Abu
Musa maupun Amru adalah dua tokoh yang sangat mengenal daerah
masing-masing. Abu Musa sangat kenal daerah Iraq dan Amru sangat kenal
dengan Syiria.
Perundingan di Daumah al-Jandal, Azruh itu berjalan cukup lama,
sekitar enam bulan, mulai Shafar sampai Ramadhan tahun 37 H. tidak
banyak yang dapat diketahui tentang apa saja yang dibicarakan dalam
perundingan sehingga memerlukan waktu yang lama. Kalaupun ada masalah
yang alot dibicarakan juga tidak jelas masalah apa itu. Di antara yang
terungkap

adalah

keberhasilan

Amru

meyakinkan

Abu

Musa

bahwa

Muawiyah sebagai wali Utsman paling berhak dibanding siapapun untuk


menuntut balas atas kematian Utsman. Waktu Amru membicarakan
keterlibatan Ali dalam pembunuhan Utsman, Abu Musa tidak mau melayani.
Dia mengajak Amru membicarakan hal yang bisa menyatukan umat
Muhammad. Kata Abu Musa : Anda tahu, penduduk Iraq sama sekali tidak
menyukai Muawiyah, dan penduduk Syiria tidak menyukai Ali. Bukankah
lebih baik kita copot keduanya dan kita angkat Abdullah ibn Umar?. Amru

14

M. A. Shaban, Sejarah Islam, hal. 108.


Shiddiqi, Syiah dan Khawarij, hal. 38
16
Ibnu Katsir, Al-Bidyah wa an Nihyah, IV/7: 287.
15

9
segera menyetujui pendapat Abu Musa dan mengusulkan beberapa nama,
tapi Abu Musa hanya menyetujui Ibnu Umar. Karena tidak tercapai
kesepakatan siapa yang akan diangkat menjadi Khaifah, akhirnya disepakati
menyerahkannya kepada permusyawaratan kaum Muslim.17
Beberapa sumber kemudian menyebutkan kedua juru runding itu
mengumumkan hasil kesepakatan mereka. Yang duluan bicara adalah Abu
Musa, baru kemudian Amru. Tapi kemudian Amru menghianati Abu Musa
dengan secara sepihak mengukuhkan Muawiyah menjadi Khalifah tanpa
menurunkannya terlebih dahulu seperti yang disepakati. Harun Nasution
yang terkenal berpikiri kritis juga meyakini kelicikan bahkan kecurangan
Amru tersebut. Tulisnya : Tradisi menyebut bahwa Abu Musa al-Asyari,
sebagai yang tertua, terlebih dahulu berdiri mengumumkan kepada orang
ramai putusan menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan itu. Berlainan
dengan apa yang telah disetujui, Amru ibn Ash mengumumkan hanya
menyetujui penjatuhan Ali yang telah diumumkan al-Asyari, tetapi menolak
penjatuhan Muawiyah.18
Dalam hal ini penulis sepakat dengan Hasan Ibrahim Hasan yang
meragukan kebenaran kisah tersebut. Menurut dia, mengutip Al-Masudi,
kedua juru runding tersebut tidak pernah berpidato menyampaikan hasil
perundingan mereka. Mereka memang sepakat mencopot Ali dan Muawiyah
dan menyerahkan kepada permusyawaratan kaum Muslimin untuk memilih
Khalifah baru. Bahkan Hasan menyetakan para sejarawan telah menzalimi
Abu Musa dengan menuduh kalah cerdik dari Amru. Kemungkinan besar
17

Hasan Ibrahim Hasan, Trkh al-Islm, as-Siysy wa ad dny wa ats-Tsaqaiy wal-Ijtimiy


(Cairo : Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyah, 1957) hal. 373.
18
Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran, Sejarah,Analisa Perbandingan (Jakarta : UI
Press, 1986) hal.5.

10
pelecehan terhadap kemampuan diplomasi Abu Musa itu, menurut Hasan,
karena pendapat Abu Musa dalam perundingan itu tidak sejalan dengan
pendapat Ali dan Bani Hasyim walaupun sejalan dengan pendapat sebagian
besar kaum Muslimin waktu itu.19
Kenapa kemudian kedudukan Muawiyah semakin kokoh di Syiria,
bukan karena Amru telah membaiahnya, tapi karena memangAli tidak lagi
punya kekuatan yang cukup untuk menggempur Muawiyah karena kemudian
pasukan koalisinya menjadi lemah sesudah perang Shiffien, apalagi nanti
setelah kelompok besar memisahkan diri yang kemudian dikenal dangan
kelompok Khawarij. Sementara pendukung Muawiyah semakin solid, apalagi
Muawiyah sudah mejadi Gubernur Syria semenjak zaman Umar. 20
Sekarang kita kembali pada kelompok Qurr. Setelah perundingan
selesai mereka berbalik menentang Tahkm, padahal tadinya mereka juga
mendesak Ali menerima Tahkm. Sekarang mereka kemukakan alasan-alasan
yang bersifat teologis, untuk mendukung pandangan dan sikap polotik
mereka. Menurut mereka, Tahkm salah karena hukum Allah tentang
pertikaian mereka sudah jelas. Mereka yakin kubu Ali lah (dalam konflik
dengan kubu Muawiyah) yang berada di pihak yang benar. Kubu Ali yang
beriman. Tahkm berarti meragukan kebenaran masing-masing pihak. Hal itu
bertentangan dengan Al-Quran. Mereka teriakkan L hukma illa lillah (tidak
ada hukum kecuali hukum Allah). Mereka meminta Ali mengaku salah,
bahkan megakui bahwa dia telah kafir kerena menerima Tahkm. Mereka
desak Ali supaya membatalkan hasil kesepakatan Tahkm. Kalau tuntutan
mereka dipenuhi mereka akan kembali berperang di pihak Ali. Tentu saja Ali
19
20

Hasan, Tarikh al-Islam, hal. 374 375.


Ibid, hal. 375

11
menolak. Kesepakatan tidak boleh dilanggar. Agama memerintahkan kita
untuk menepati janji. Kalau Ali mungkir janji koalisinya akan semakin pecah.
Lagipula bagaimana mungkin dia mau mengakui dirinya telah kafir, padahal
dia tidak pernah berbuat musyrik semenjak beriman. 21
Karena

tuntutan

mereka

tidak

dipenuhi

Ali,

akhirnya

mereka

meninggalkan kamp Ali di Kufah pergi ke luar kota menuju desa Harura yang
tidak seberapa jauh dari Kufah. Dari nama desa Harura inilah, maka untuk
pertama kali mereka itu dikenal dengan nama golongan Al-Harriyah. Di
Harura inilah mereka membentuk organisasi sediri dan memilih Abdullah ibn
Wahab ar-Rasibi dari Banu Azd sebagai pemimpin mereka. 22 Karena mereka
keluar dari kubu Ali itulah kemudian mereka dikenal dengan al-Khawrij,
bentuk jama dari Khriji (yang keluar).
Menurut Syahrastani, yang disebut Khrij, adalah siapa saja yang
keluar dari (barisan) imam yang hak yang telah disepakati oleh jamaah, baik
ia keluar pada masa sahabat di bawah pimpinan al-Aimmah ar-Rsyiddn atau
pada masa tabiin atau pada masa imam mana pun di setiap masa. 23 Secara
etimologis Syahrastani benar, tapi secara terminologi apalagi secara historis
nama Khawarij hanya diberikan kepada kelompok yang keluar dari kubu Ali
seperti yang disebut di atas, dan disebut juga al-Harriyah karena mereka
pergi memisahkan diri ke Harura. Tapi dibanding dengan nama-nama lain 24
21

Ahmad Amin, Fajr al-Islm (Cairo : Dar al-Kutub, 1975) hal. 256.
Shiddiqi, Syiah dan Khawarij, hal. 39.
23
Muhammad Abd al-Karim asy-Syahrastani, Al-Milal wan Nihal (Beirut: Dar al-Fikr, tt) hal. 144.
24
Di samping Al-Khawarij dan Al-Haruriyah, mereka juga dikenal dengan nama-nama : AsySyurah (karena mengatakan kami telah menjual diri untuk taat kepada Allah, tampaknya mereka ambilkan
dari Q.S.2:207: Ada manusia yang menjual dirinya untuk memperoleh keridhaan Allah, Al-Mariqah
(karena mereka lepas dari agama seperti lepasnya anak panah dari busurnya, tapi mereka menolak nama ini
karena menurut mereka, merekalah orang-orang yang beriman, sedangkan para penentangnya lah yang
kafir dan musyrik) dan Al-Muhakkimah (karena mereka bersemboyankan La hukma illa lillah). Ali
Mushthafa Al-Ghazaly, Trkh al-Firaq al-Islamiyah wa Nasyah Ilmi l-Kalm inda al-Muslimn (Cairo:
Maktabah Muhammad Ali Shabij wa Aulduh, 1958) hal. 246 265.
22

12
yang dipanggilkan kepada mereka maka nama Khawarij lah yang paling
umum bisa dipakaikan untuk semua kelompok pecahan Khawarij, sebab
dalam perkembangan sekanjutnya kita akan lihat kelompok ini paling mudah
memisahkan diri dari kelompok awalnya karena perbedaan pendapat yang
kadang-kadang tidak prinsip. Khurj sudah merupakan dustr mereka.25
Dalam bahasa Inggris Khawarij ditulis Kharijites dan dialihbahasakan menjadi
Seceders, Rebels.26
Semakin lama kelompok yang meisahkan diri ke Harura semakin
membesar, hingga bulan Ramadhan atau Syawal tahun 37 H jumlah mereka
sudah mencapai 12.000 orang. Dan kamp mereka kemudian pindah ke Jukha,
sebuah desa yang terletak di tepi barat sungai Tigris. Ali berusaha berunding
dengan mereka tapi tidak membuahkan hasil. Secara diam-diam sebagian
mereka pergi meninggalkan Jukha, berencana pindah ke-Al-Madain tapi
ditolak oleh Gubernur setempat. Akhirnya mereka pergi ke Nahrawan. Jumlah
mereka berkumpul di Nahrawan mencapai 4000 orang di bawah pimpinan
Abbdullah ibn Wahab ar-Rasibi. Semula Ali tidak menanggapi secara serius
gerakan-gerakan orang Khawarij ini, sampai dia mendengar berita tentang
kekejaman mereka terhadap orang-orang Islam yang tidak mendukung
pendapat mereka. Di antara yang menjadi korban adalah Abdullah ibn
Khabbab, salah seorang putera sahabat Nabi. Abu Zahra mengutip kisah
kematian putera Khabbab dari buku Al-Kmil karya Al-Mubarrad sebagai
berikut :
Sekelompok Khawarij berjumpa pada suatu saat dengan seorang
Muslim dan seorang Nasrani. Mereka membunuh si Muslim tetapi berpesan
kepada si Nasrani agar melakukan kebaikan sambil berseru: Jagalah janji
25

Ibid, hal 265.


G.E. Von Grunebaum, Cassical Islam, A History 600 A.D.-1258 A.D., diterjemahkan dari bahasa
Jerman ke bahasa Inggris oleh Katherine Watson (Chicago : Aldine Publising Compay, 1970) hal. 60.
26

13
Nabi kalian! Kemudian ketika itu Abdullah ibn Khabab sedang membawa
mushaf di pundaknya bersama isterinya yang sdang hamil, berjalan
menjumpai mereka. Lentas mereka menegur Adullah, dengan mengatakan,
Sesungguhnya apa yang kamu bawa di pundakmu itu menyuruh kami untuk
membunuhmu Bagaimana menurut pendapatmu mengenai Abu Bakar dan
Umar? tanya mereka. Abdullah menjawab, Aku memuji kedua beliau itu.
Mereka bertanya pula, Bagaimana pendapatmu mengenai Ali sebelum
Tahkm dan mengenai Utsman dalam kekhalifahannya selama enam tahun?
Abdullah menjawab, Aku juga memuji kedua beliau itu Lalu mereka masih
bertanya, Bagaimana pendapatmu mengenai Tahkm? Abdullah menjawab,
Sesungguhnya Ali itu lebih tahu tentang Kitab Allah dari pada kalian semua,
lebih taqwa dari kalian dalam beragama, dan beliau lebih mengena
pandangannya daripada kalian semua. Maka mereka mengatakan, Kamu ini
tidak mengikuti hidayah, tapi kamu hanya mengikuti mereka atas nama
mereka. Akhirnya mereka menyeret Abdullah ketepi sungai dan
menyembelihnya di sana. Setelah itu mereka tawar menawar dengan orang
laki-laki Nasrani tentangn pohon kurma. Orang Nasrani itu megatakan, Ambil
saja, pohon kurma itu milik kalian! Mereka menjawab, Demi Tuhan, kami
tidak mau membawa kurma ini kecuali dengan harga. Orang Nasrani itu lalu
berkata dengan keheranan, Ini benar-benar aneh, kalian berani membunuh
orang seperti Abdullah ibn Khabab, tetapi kalian tidak mau menerima kurma
kami ini kecuali dengan harga.27
Ali kemudian mengirim utusan membujuk dan menyadarkan mereka.
Ali menawarkan kepada mereka untuk kembali bergabung dengannya
bersama-sama menuju Syria, atau pulang ke kampung masig-masing.
Sebagian memenuhi anjuran Ali; ada yang bergabung kembali dan ada yang
pulang kampung serta ada yang menyingkir ke daerah lain. Namun ada
sekitar 1800 orang yang tetap membangkang. Mereka menyerang pasukan
Ali pada tanggal 9 Shafar 38 H yang dikenal dengan pertempuran Nahrawan
yang mengenaskan itu. Hampir semua mereka mati terbunuh. Hanya delapan
orang saja yang selamat.28
Sejak peristiwa Nahrawan itu lah kelompok Khawarij yang terpencar di
beberapa daerah semakin radikal dan kejam. Ali sendiri kemudian menjadi
korban dibunuh oleh Abdurrahman ibn Muljam Al-Murdi, yang anggota
keluarganya terbunuh di Nahrawan. Memang karena peristiwa Nahrawan ini,
27
28

Abu Zahra, Sejarah Aliran-aliran, hal. 78.


Baca Shiddiqi, Syiah dan Khawarij, hal. 39 41.

14
walaupun dari segi fisik Ali dapat menumpas habis semua Khawarij yang
berada di situ, telah mengakibatkan Ali tidak pernah bisa berangkat ke Syria.
Antara tahun 39 dan 40 H berulangkali orang-orang Khawarij membuat
kegaduhan yang menguras Ali untuk menghadapinya. Muawiyah pun, yang
setelah Ali wafat menjabat kedudukan Amirul Muminin dan terkenal hilm
(lemah lembut dan arif), selama pemerintahannya yang 20 tahun itu tidak
mampu membujuk apalagi menumpas habis Khawarij. 29
Karena keterbatasan halaman makalah ini tidak akan medeskripsikan
lebih jauh perkembangan Khawarij sampai masa-masa selanjutnya. Cuma
yang perlu dicatat adalah bahwa dalam perkembangan selanjutnya Khawarij
terpecah menjadi beberapa kelompok, karena, seperti sudah diungkap di
atas, sudah menjadi dustr mereka kalau berbeda pendapat segera
memisahkan diri membentuk kelompok sendiri. Para sejarawan berbeda
pendapat tentang jumlah kelompok-kelompok pecahan Khawarij, tapi mereka
sepakat jumlahnya tidak kurang dari dua puluh kelompok, sebagian ushl
dan yang lain fur. Yang termasuk ushl

menurut Abu Hasan Al-Asyary

adalah : Al-Azariqah, al-Ibadiyah, an-Najdiyah dan ash-Shufriyah. Sementara


menurut Syahrastani yang masuk ushl

adalah al-Muhakkimah al-Ula, al-

Azariqah, an-Najdat, al-Baihasiyah, al-Ajaridah, ats-TsaAlibah, al-Ibadhiyah


dan ash-Shufriyah. Yang termasuk fur banyak sekali, tidak relevan kita
sebutkan semuanya dalam makalah ini, di antaranya adalah al-Athawiyah,
al-Fadikiyah dan al-Ajaridah.30
Latar Belakang Ekstremitas Khawarij.

29
30

Shiddiqi, Syiah dan Khawarij, hal. 41.


Mushthafa Al-Ghazaly, Trkh al-Firaq, hal.266 271.

15
Seperti yang sudah diungkap di atas, Khawarij memiliki pemikiran dan
sikap yag ekstrem, keras, radikal dan cederung kejam. Misalnya mereka
menilai Ali ibn Abi Thalib salah karena menyetujui

dan kesalahan itu

membuat Ali menjadi kafir. Mereka memaksa Ali mengakui kesalahan dan
kekufurannya untuk kemudian bertaubat. Begitu Ali menolak pandangan
mereka

walaupun

menyatakkan
pemberontakan

keluar
dan

dengan
dari

mengemukakan
pasukan

Ali

argumentasi,

dan

kekejaman-kekejaman.

kemudian

Yang

mereka

melakukan

menjadi

sasaran

pengkafiran tidak hanya Ali bi Abi Thalib sendiri, tapi juga Muawiyah ibn Abi
Sufyan, Amru ibn Ash, Abu Musa al-Asyari dan lain-lain yang mendukung
mereka. Dalam perkembangan selanjutnya mereka perdebatkan apakah Ali
hanya kafir atau musyrik.31
Untuk mendukung pandangan mereka baik dalam aspek politik
maupun teologi, mereka menggunakan ayat-ayat Al-Quran. Misalnya ;
kelompok

al-Azariqah,

tidak

hanya

menyatakan

Ali

kafir,

tapi

juga

mengatakan ayat; Wa min an-nsi man yujibuka qauluhu fi al-hayh addunya wa yusyhidullah ala m fi qalbihi wa huwa aladdu al-khshm)
diturunkan Allah mengenai Ali sedangkan tentang Abdurrahman ibn Muljam
yang membunuh Ali Allah menurunkan ayat (wa minannsi man yasyri
nafsahu ibtigha mardhtillah).32 Mereka gampang sekali menggunakan ayatayat Al Quran untuk menguatkan pendapat-pendapat mereka.

31

Menurut Abu al-Hasan al-Asyary Khawarij sepakat mengkafirkan Ali tapi


berbeda pendapat tentang kemusyrikannya. Lihat Abu Al-Hasan Al-Asyary, Maqlat
al-Islamiyn wa Ikhtilf al-Mushalln, (Cairo : Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyah,
1969) I : 167.
32

Mushtafa Al-Ghazaly, Trikh al-Firaq, hal. 37.

16
Yang menarik kita teliti adalah, latar belakang apa yang menyebabkan
mereka memiliki pandangan seperti itu. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut kita perlu melakukan analisis terhadap pengertian istilah Qurr atau
Ahl al-- Qurr, sebutan mereka sebelum menjadi Khawarij. Apakakah istilah
itu berarti para penghafal Al-Quran atau orang orang kampung. Kalau
sekiranya yang benar adalah yang pertama maka persoalannya adalah
persoalan teologis murni (persoalan intepretasi yang sempit dan picik), tapi
kalau yang benar adalah yang kedua persoalannya adalah persoalan sosial
politik. Penulis kira inilah kata kunci yang dapat membantu kita memahami
latar belakang ekstremitas Khawarij.
Melihat pemahaman Khawarij yang dangkal dan literer terhadap ayatayat Al-Quran yang mereka jadikan dalil membenarkan pandangan dan sikap
politik mereka, maka penulis lebih cenderung mengartikan istilah Qurr
bukan

sebagai

Nourouzzaman

para

penghafal

Shiddiqi,

Al-Quran,

sejarawan

Muslim

tetapi
dari

orang-orang

IAIN

Sunan

desa.

Kalijaga

Yogyakarta yang pernah menulis paper tenang Khawarij waktu studi di McGill
University, Canada menyatakan bahwa Ahlu al-Qurr lebih tepat diartikan
sebagai para penetap walaupun Ahl al-Qurr bisa juga berarti para
penghafal Al-Quran.33
Uraian yang panjang lebar dan agak memuaskan tentang pengertian
istilah al-Qurr ditulis oleh Mahayadin Haji Yahaya dalam bukunya Sejarah
Awal Perpecahan Umat Islam (11-78 H/632-698 M) yang berasal dari disertasi
doktor yang bersangkutan di Exterter University, England dengan judul
bahasa Inggris The Origins of The Khawarij. Menurut Yahaya para sejarawan
seperti Sayf, at-Thabary dan Ibn Atsam cenderung menafsirkan al-Qurr
33

Shiddiqi, Syiah dan Khawarij, hal. 37.

17
sebagai

para

penghafal

Al-Quran.34

Kekeliruan

itu

mungkin

muncul

terpegaruh dengan ucapan Saidi ibn Ash dalam sebuah khutbah di Masjid
besar

di

Kufah

yang

megatakan;

Ahabbukum

ilayya

akramukum

li

kitbillah.35
Istilah-istilah lain yang dipakai oleh para sejarawan menunjukkan
kelompok yang sama yang melakukan pemberontakan di Kufah waktu itu
adalah asyrf, wujh, sufah, rijl min qur ahli al-kufah, khyar ahli al-kufah,
jamaah ahli al kufah dan lain-lain yang tidak satu pun yang menunjukkan
makna penghafal-penghafal Al-Quran. Tetapi yang jelas ialah bahwa alQurra itu ialah golongan manusia di Kufah, atau sebagian dari golongan
asyrf, orang-orang kenamaan dan pemimpin-pemimpin Kufah yang tinggal
atau menguasai kampung-kampung di Irak dan disifatkan sebagai orangorang yang bodoh. Sebagian dari mereka ini telah disingkirkan dari jabatanjabatan penting dalam masa pemerintahan Khalifah Utsman. 36
Sejalan dengan itu Harun Nasution menulis bahwa kaum Khawarij pada
umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi. Hidup di padang pasir yang
tandus

membuat

mereka

bersifat

sederhana

dalam

cara

hidup

dan

pemikiran, tetapi keras hati serta berani, dan bersikap merdeka, mereka
tetap bersikap bengis, suka kekerasan dan tak gentar mati. Sebagai orang
Badawi mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran-ajaran Islam
sebagaimana terdapat dalam Al-Quran dan Hadits, mereka artikan menurut
lafaznya dan haus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan
paham mereka merupakan iman dan paham orang sederhana dalam

34

Yahaya, Sejarah Awa, hal. 66.


Ibid.
36
Ibid.
35

18
pemikiran lagi sempit akal serta fanatik. Iman yang tebal, tetapi sempit,
ditambah lagi dengan sikap fanatik ini membuat mereka tidak bisa mentolelir
penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut paham mereka, walau pun
penyimpangan

dalam

bentuk

kecil.

Di

sinilah

letak

penjelasannya,

bagaimana mudahnya kaum Khawarij terpecah belah menjadi golongangolongan kecil serta dapat pula dimengerti tentang sikap mereka yang terus
menerus mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa Islam dan
umat Islam yang ada di zaman mereka. 37
Khawarij tidak hanya mengkafirkan Ali bn Abi Thalib tapi juga Kalifah
Utsman ibn Affan mulai tahun ketujuh pemerintahannya. Pengkafiran
terhadap

Utsman

(masalah

teologis)

juga

berlatar

belakang

politik

(kepentingan), tepatnya masalah tanah-tanah Sawad yang luas di wilayah


Sasaniyah yang ditinggalkan oleh para pemiliknya. Di sekitar tanah yang
ditinggalkannya itu, tulis Shaban, konflik itu terpusatkan. Tanah-tanah itu
tidak dibagi-bagi, tetapi dikelola oleh kelompok Qurr, dan penghasilannya
dibagi-bagi antara para veteran perang penaklukan terhadap wilayah
tersebut. Kelompok Qurr itu menganggap diri mereka sendiri hampir-hampir
seperti pemilik sah atas kekayaan-kekayaan yang sangat besar ini. Utsman
tidak berani menentang hak yang dirampas ini secara terbuka, tetapi
menggunakan pendekatan secara berangsur-angsur. Antara lain Utsman
menyatakan bahwa para veteran yang telah kembali ke Mekah dan Madinah
tidak lantas kehilangan hak-hakya atas tanah-tanah Sawad ini. Kelompok
Qurr dalam jawabannya menegaskan bahwa tanpa kehadiran mereka
secara berkesinambungan di Iraq kekayaan-kekayaan ini sama sekali tidak
akan pernah terkumpulkan, dengan demikian membuktikan bahwa para
37

Harun Nasution, Teologi Islam, hal. 13.

19
veteran Kufah tidak memiliki hak lebih besar atas tanah ini. Akibat dari
pelaksanaan kebijaksanaan Utsman itu kelompok

Qurr belakangan

mengetahui bahwa landasan kekuatan ekonomi mereka sedang dihancurkan


karena tanah-tanah mereka dibagi-bagi, tanpa mempertimbangkan hak-hak
mereka. Sebagai manifestasi perlawanan mereka pada Utsman kelompok ini
menghalang-halangi kedatangan Said ibn Ash- Gubernur yang ditunjuk oleh
Utsman--memasuki Kufah. Mereka memilih Abu Musa al-Asyary sebagai
Gubernur dan memaksa Utsman mengakui tindakan kekerasan ini. 38
Penutup
Dari uraian di atas penulis dapat megambil kesimpulan bahwa
pemikiran politik dan teologi serta sikap ekstrem Khawarij lahir terutama
disebabkan oleh latar belakang sosio-kultural mereka sebagai orang-orang
Arab Badawi yang punya watak keras, kasar dan berani sehingga mereka
tidak gentar mati walaupun untuk hal-hal yang tidak perlu. Sebutan Qurr
bagi mereka sebelum dikenal dengan nama Khawarij tidaklah menunjukkan
arti para penghafal Al-Quran, tapi menunjukkan arti mereka sebagai orangorang desa.
Dari sejarah Khawarij itu kita dapat mengambil pelajaran bahwa
persoalan-persoalan sosial politik kalau dibungkus dengan agama bisa
mendatangkan bahaya yang lebih besar, apalagi kalau dilakukan oleh orangorang yang pemahaman dan penguasaannya terhadap ajaran Islam sangat
terbatas bahkan sangat sempit. Wawasan yang sangat sempit dan tertutup
dapat melahirkan ekstremitas tidak hanya pemikiran tapi juga sikap dan
tindakan.
38

Shaban, Sejarah Islam, hal. 96 -97.

20

KEPUSTAKAAN
Amin, Ahmad, Fajrul Islam, Cairo : Dar al-Kutub, cet. XI, 1975.
Al-Asyari, Abu Al-Hasan Ali ibn Ismail, Maqalt al-Islamiyn wa Ikhtilfu alMushalln, Cairo : Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyah, cet. II, 1969.
Abu Zahrah, M, Sejarah Aliran-aliran dalam Islam Bidang Politik dan Aqidah,
terjemah Shobahussurur, Gontor : PSIA, cet.I, 1991.
Ghazaly, Ali Musthafa, Trkh al-Firaq al-Islamiyah wa Nasyah Ilmi al-Kalm
Inda al-Muslimn, Cairo, Maktabah Muhammad Ali Shabij wa Auladih,
cet. III. 1958.
Grunebaum, G. E. von, Clasical Islam A History 600 A.D.-1258 A.D., Chicago:
Aldine Publising Company, cet. I, 1970.
Hasan, Ibrahim Hasan, Trkh al-Islm as-Siysi wa ad-diny wa ats-Tsaqafi wa
al- Ijtimiy, Cairo: Maktababah an-Nahdhah al-Misriyah, cet. IV, tahun
1957.
Ibnu Al-Atsir, Al-Kmil fi at- Trkh , jilid III, Beirut: Darus Sader, 1965.
Ibnu Katsir, Al-Bidyah wan Nihyah, juz VII, Lebanon : Darul Kutub
al-Ilmiyah. Tt.
Nasution, Harun, Teologi Islam, Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan,
Jakarta: Jakarta, UI Press, cet.V, 1986.
Shaban, M.A., Sejarah Islam (Penafsiran Baru) 600-750, terjemahan Machnun
Husein, Jakarta: Rajawali Pers, 1993.
Shiddiqi, Nouruzzaman, Syiah dan Khawarij dalam Perspektif Sejarah,
Yogyakarta, PLP2M, cet, I, 1985.
Asy-Syahrastani, Muhammad Abdul Karim, Al-Milal wan-Nihal, Beirut: Darul
Fikr, tt.
Ath-Thabari, Muhammad ibn Jarir, Trkh al-Umam wal-Mulk, juz V, Lebanon:
Darul Fikr, 1979.
Yahya, Mahayudi Haji, Sejarah Awal Perpecahan Umat Islam (11- 78 H/632
698 M), Kualalumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, cet. II, 1986.

Anda mungkin juga menyukai