Tak ada tujuan lagi selain pohon Durian ini, perjalanan kami
pulang melewati jalur lain yang tak biasanya kami lewati karena
agar lebih cepat sampai pemakaman umum tanpa harus melewati
sawah dan sungai. Tiba tiba salah satu teman kami melihat
sebuah batang pohon kecil yang mungkin sudah mati, tapi
dipenuhi serombongan Lebah madu bahkan dari jauhpun sudah
terlihat besarnya hampir sebesar pintu. Secara otomatis langkah
kaki kami pun menuju ke tempat tujuan tersebut. Saya kira
tempatnya dekat dan mudah untuk dilalui, ternyata oh ternyata
untuk mencapainya kami harus memanjat tebing kira kira
setinggi 20 meter dan melewati kebun bunga kertas yang banyak
durinya. Mata kami sudah dibutakan dengan Nikmatnya madu
lebah tersebut sehingga kami tak memperdulikan semua itu.
Sepuluh meter dari tempat lebah tersebut saya dan khoirul
anam membuat perapian agar lebah tak menggigit kami,
sedangkan yang lainya menuju lebah. Dengan peralatan
seadanya dan posisi tubuh tertutup semua, sahabat kami Uca
sudrajat berhasil secara perlahan menepis lebah yang sedang
menempel pada sarang madu tersebut, sedangkan posisi fajar
tepat berada disamping uca untuk memotong kecil kecil bagian
sarang madu tersebut, Dalam pikiran saya Dengan madu sebesar
itu semua santri pasti akan bisa merasakan nikmatnya madu
murni. Dalam beberapa menit setelah saya berfikir seperti itu,
sikap Jail dari salah satu sahabat saya yang bernama Edi itu
muncul dan mengacaukan semuanya, Ia memukul madu tersebut
Bak memukul pintu sehingga semua lebah bertaburan, sontak
saya dan khoirul anam langsung kaget dan lari pada ketinggian
20 meter dengan kemiringan tebing 45 derajat kami tidak bisa lari
begitu saja, ribuan Lebah langsung berhamburan dan mengejar
kami yang lari ketakutan, yang awalnya kami meiliki rute untuk
mencapai sarang lebah itu ternyata pas pulang kami hanya
mencari jalan seadanya saja, saya edi dan anam sudah pesimis
hidup pokoknya yang ada difikiran kami pun Mati,Mati dan Mati
mati terkena ribuan sengatan lebah atau mati jatuh dari tebing.