Anda di halaman 1dari 36

1.

Nama Blok

: Reproductive System

2. Fasilitator

: dr. Elmeida Effendy, Sp. Kj

3. Data Pelaksanaan:
a. Tanggal Tutorial : 1 September 2009, 4 September 2009, dan 8 September 2009
b. Pemicu
:3
c. Pukul
: 10.30-13.00(1 September 2009)
07.00-09.30(4 September 2009)
10.30-13.00(8 September 2009)
d. Ruangan
: Ruang Diskusi Anatomi 4
4. Pemicu:
Ibu Mori, 38 tahun, P2Ab0, datang ke poliklinik tangal 16/8/2007, dengan keluhan
haid tidak berhenti sejak 15 hari yang lalu, warna merah segar, volume 5x ganti
doek/hari, haid selama 3 bulan terakhir menjadi lebih lama dari biasanya (7-10 hari)
dengan jumlah perdarahan juga lebih banyak dari biasanya. Nyeri perut tidak ada.
Riwayat haid :
teratur, lama haid 5-7 hari, siklus 28 hari, jumlah
perdarahan 2-3x ganti doek/hari,
Riwayat obstetrikus :
P2Ab0, anak plg kecil 6 thn
Riwayat KB:
selama 1 thn terakhir
Riwayat penyakit terdahulu : tidak ada
Apa yang terjadi pada Ny.Mori?
More Info 1:
Dari pemeriksaan tambahan didapatkan:
1.

Status Ginekologis:
Abdomen : teraba benjolan padat, setinggi 3 jari di atas simfisis
Inspeksi : di vagina tampak darah mengalir
Inspekulo : darah (+) mengalir di OUE
2. Hasil pemeriksaan darah:
Hb
: 10 gr%
Leukosit : 7.000 /mm3
Trombosit : 250.000 /mm3.
Bagaimana pendapat saudara sekarang mengenai keadaan
Ny.Mori?
More Info 2:
Pemeriksaan USG : terlihat masa padat berasal dari uterus
Bagaimana kesimpulan saudara mengenai keadaan Ny. Mori?

5. Tujuan Pembelajaran
a. Mengetahui fisiologi haid normal.
b. Mempelajari tentang gangguan pada haid, perdarahan bukan haid serta
manifestasi kliniknya.
c. Mempelajari semua tentang mioma uteri.
d. Mempelajari jenis-jenis kontrasepsi.
6. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat:
a. Bagaimanakah terjadinya haid pada wanita normal?
b. Jelaskan tentang AUB (Abnormal Uterine Bleeding)!
c. Jelaskan tentang DUB (Dysfunctional Uterine Bleeding)!
d. Bagaimana mekanisme manifestasi klinik pada DUB?
e. Jelaskan mengenai jenis-jenis kontrasepsi!
f. Apa pemeriksaan penunjang untuk kasus perdarahan pada uterus?
g. Apa diagnosa banding untuk mioma uteri?
h. Jelaskan mengenai mioma uteri (definisi, etiologi, klasifikasi, faktor resiko,
patofisiologi, diagnosa, penatalaksanaan)!

7. Pembahasan
a. Terjadinya Haid pada Wanita Normal
Pada haid, yang memegang peranan penting adalah hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium. Hipotalamus mengeluarkan GnRH (Gonadotropin Releasing
Hormone) yang merangsang pelepasan LH (Luterinizing Hormone) dan FSH
(Follicle Stimulating Hormone) dari hipofisis.
Siklus haid normal dapat dibagi atas 2 fase yaitu fase folikuler danfase luteal.
Perubahan kadar hormon disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback)
antara hormon steroid dan hormon gonadotropin. Kemudian estrogen
menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH, sedangkan terhadap LH
estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah, dan umpan
balik positif bila kadarnya tinggi. Tempat utama umpan balik terhadap
hormon gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus.
Tidak lama setelah haid dimulai, pada fase folikuler dini, beberapa folikel
berkembang karena produksi FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH
disebabkan oleh regresinya korpus luteum, sehingga hormon steroid berkurang
dan terjadi perangsangan untuk meningkatkan kadar hormon. Dengan
berkembangnya folikel maka akan diproduksi estrogen yang kadarnya akan
terus meningkat seiring dengan tumbuhnya folikel dan ini akan memberikan
umpan balik pada produksi FSH sehingga produksinya akan berkurang.
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, estrogen dalam kadar yang
tinggi akan merangsang produksi LH sehingga akan terjadi LH-surge pada
pertengahan siklus. Ini lah yang akan memicu terjadinya ovulasi pada wanita.
LH surge akan bertahan selama kurang lebih 24 jam dan menurun pada fase
berikutnya, fase luteal. Mekanisme mengapa terjadi penurunan LH masih
belum jelas kemungkinan disebabkan oleh karena kadar estrogen yang
menurun pada saat yang sama.
Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulosa akan membesar, membentuk
vakuola dan bertumpuk pigmen kungin (lutein). Kemudian folikel akan
menjadi korpus luteum. Selain itu, akan terjadi peningkatan vaskularisasi pada hari ke-8 atau 9 setelah ovulasi. Korpus luteum akan mensekresikan
banyak hormon estrogen dan progesteron (yang membuat tebalnya dinding
endometrium). Setelah 10-12 hari setelah ovulasi, korpus luteum akan
mengalami regresi menjadi korpus albicans disertai berkurangnya kapiler dan
diikuti dengan menurunnya sekresi hormon progestron dan estrogen
(terjadinya peluruhan endometrium).

Perubahan Histologik pada Endometrium dalam Siklus Haid


Perubahan siklik endometrium dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu:
1. Fase menstruasi atau deskuamasi
Dalam fase iniendometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai
perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah haid
mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam
hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel, dan stroma yang mengalami
disintegrasi, juga terdapat sekret dari uterus, serviks, dan kelenjar-kelenjar
pada vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari.
2. Fase pascahaid atau fase regenerasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar
berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru
yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal
endometrium sekitar 0,5 mm. Fase ini telah mulai sejak fase menstruasi
dan berlangsung kurang lebih 4 hari.
3. Fase intermenstruum atau fase proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal sekitar 3,5 mm. Fase
ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid. Fase
proliferasi dapat dibagi atgas 3 subfase, yaitu:
a. Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke-4 sampai hari
ke-7. Fase ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis
dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar.
Kelenjar-kelenjar kebanyakan lurus, pendek, dan sempit.
Bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas fase proliferasi, sel-sel
kelenjar mengalami mitosis.
b. Fase proliferasi madya
Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase
ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel
permukaan yang berbentuk toraks tinggi. Kelenjar berkelukkeluk dan bervariasi. Sejumlah stroma mengalami edema.
Tampak banyak mitosis dengan inti berbentuk telanjang (naked
nucleus).
5

c. Fase proliferasi akhir


Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase
ini dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan
dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk
pseudostraifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan padat.
4. Fase Prahaid atau fase sekresi
Fase ini dimulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai
hari ke-28. Pada fase ini, endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi
bentuk kelenjarnya berubah menjadi panjang, berkeluk-keluk, dan
mengeluarkan getah, yang makin lama makin nyata, Dalam endometrium
telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai
makanan untuk telur yang dibuahi. Fase ini dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Fase sekresi dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya
karena kehilangan cairan. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa
lapisan, yakni:
Stratum basale
Lapisan endometrium bagian dalam yang berbatasan dengan
lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif kecuali mitosis
pada kelenjar.
Stratum spongiosum
Lapisan tengah berbentuk anyaman seperti spons. Ini
disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang melebar dan
berkeluk-keluk dan hanya sedikit stroma di antaranya.
Stratum kompaktum
Lapisan atas yang padat. Saluran-saluran kelenjar sempit,
lumennya berisi sekret, dan stromanya edema
5. Fase sekresi lanjut
Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. Dalam fase ini terdapat
peningkatan dari fase sekresi dini, dengan endometrium sangat banyak
mengandung pembuluh darah yang berkeluk-keluk dan kaya dengan
glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum.
Sitoplasma sel-sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua jika
terjadi kehamilan.

b. Abnormal Uterine Bleeding (AUB)


Abnormal Uterine Bleeding merupakan gangguan perdarahan pada haid atau
pun siklusnya. AUB dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
Hipermenorea (menoragia)
Hipermenorea ialah perdarahan yang terjadi pada interval normal
(hari ke-21 sampai ke-35) tetapi dalam jumlah yang banyak (>80ml)
atau lebih dari 8 hari. Sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam
uterus, misalnya danya mioa uteri dengan permukaan endometrium
lebih luas dari biasa dan dengan kontrakstilitas yang terganggu, polip
endometrium, gangguan pelepasan endometrium pada waktu haid
(irregular endometrial shedding) dan sebagainya. Pada gangguan
6

pelepasan endometrium biasanya terdapat juga gangguan dalam


pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan gangguan
pelepasannya pada waktu haid.

Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan/atau
lebih kurang dari biasa. Sebab-sebabnya dapat terletak pada
konstitusi penderita, pada uterus (misalnya sesudah miomektomi),
pada gangguan endokrin, dan lain-lain kecuali jika ditemukan sebab
yang nyata, terapi terdiri atas menenangkan penderita. Adanya
hipomenorea tidak mengganggu fertilitas.

Polimenorea
Pada polimenorea, siklus lebih pendek dari biasa (kurang dari 21
hari). Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid
biasa. Polimenorea disebujt juga epimenoragia. Polimenorea dapat
disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan
ovulasi, atau menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain ialah
kongesti ovarium karena perandangan, endometriosis, dan
sebagainya.

Oligomenorea
Di sini siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Apabila
panjangnya siklus lebih dari 3 bulan, hal itu sudah mulai dinamakan
amenorea. Perdaraha pada oligomenorea biasanya berkurang.
Oligomenorea dan amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama,
perbedaannya terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus
oligomenorea, kesehatan wanita tidak terganggu dan fertilitas cukup
baik. Siklus haid biasanya juga ovulatoar dengan masa proliferasi
lebih panjang dari biasanya.

Amenorea
Amenorea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan
berturut-turut. Dikatakan amenorea primer apabila seorang wanita
berumnur 18 tahun ke atas tidak pernah mendapat haid, sedang pada
amenorea sekunder, penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian
tidak mendapat haid lagi. Amenorea primer biasanya mempunyai
sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti
kelainan-kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Adanya
amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul
kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan
metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain.
Sedangkan kriptomenorea adalah keadaan di mana tidak tampak
adanya haid karena darah tidak keluar misalnya pada ginatresia
himenalis, penutupan kanalis servikalis, dan lain-lain.
Etiologi:
1. Gangguan organik pusat
2. Gangguan kejiwaan
- Syok emosional
7

- Psikosis
- Anoreksia nervosa
- Pseudodiesis
3. Gangguan poros hipothalamus-hipofisis
- Sindrom Amenorea-galaktorea
- Sindrom Stein Leventhal
- Amenorea Hipothalamik
4. Gangguan Hipofisis
- Sindrom Sheehan dan Penyakit simmonds
- tumor (adenoma)
1. Adenoma kromofob (Sindrom Forbes-Albright)
2. Adenoma basofil
3. Adenoma asidofil (akromegali, gigantisme)
5. Gangguan gonad
a. Kelainan kongenital
- Disgenesis ovarii (Sindrom Turner)
- Sindrom testicular feminization
b. Menopause prematur (dibawah 40 tahun)
c. The insensitive ovary syndrome
d. Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang, dsb.
e. Tumor ovarium
6. Gangguan suprarenalis
a. Sindrom adrogenital
b. Cushing syndrome
7. Hipotiroid
8. Gangguan pankreas (DM)
9. Gangguan uterus dan vagina
Aplasia dan hipoplasia uteri
Sindrom asherman
Histerektomi
Aplasia vagina
10. Penyakit-penyakit umum lain: gangguan gizi, dll

Menometroragia
Perdarahan yang terjadi secara irregular, pada interval di luar siklus
dengan perdarahan hebat (>80ml) atau lebih dari 7 hari.

Metroragia atau perdarahan intermenstrual


Perdarahan yang irregular antara siklus ovulasi. Penyebabnya bisa
karena adanya penyakit pada serviks, IUD (IntraUterine Device),
endometritis, polyps, submucous myomas, hiperplasia dari
endometrium, dan kanker.

Midcycle Spotting
Bercak yang terjadi sebelum ovulasi, biasanya karena penurunan
kadar hormon estrogen.

Perdarahan postmenopause

Perdarahan yang terjadi pada wanita menopause setelah 1 tahun siklus


haidnya berhenti.

Acute Emergent Abnormal Uterine Bleeding


Perdarahan yang ditandai dengan adanya kehilangan darah yang
signifikan yang mengakibatkan hipovolemia (hipotensi atau
takikardia) atau syok.

Mittelschmerz
Terjadi karena folikel yang pecah pada saat ovulasi terisi darah.
Folikel ini membentuk korpus hemoragikum dan akan terjadi
perdarahan ringan dari folikel ke rongga abdomen. Ini akan
menyebabkan iritasi peritoneum dan nyeri abdomen.

c. Perdarahan Uterus Disfungsional/PUD (Dysfunctional Uterine


Bleeding/DUB)
Perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 siklus haid yang bukan
disebabkan oleh sebab organik. Sebab organik yang dimaksud bisa disebabkan
oleh kelainan pada:
1. Serviks uteri, seperti pada polipus servisis uteri, erosio
porsionis uteri, ulkus pada porsio uteri, karsinoma servisis
uteri.
2. Korpus uteri, seperti pada polip endometrium, abortus iminens,
abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma,
subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri,
mioma uteri.
3. Tuba falopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba,
tumor tuba.
4. Ovarium seperti radang ovarium, tumor ovarium.
Perdarahan yang terjadi pada perdarahan uterin disfungsional bisa berupa
menoragia, metroragia, ataupun menometroragia. Diagnosa diferensial untuk
perdarahan genital abnormal yaitu kehamilan, kanker, infeksi (endometritis,
servisitis), Perubahan anatomis seperti pada fibroids, polips, perdarahan dari
tempat lain (anus, saluran kencing), ataupun karena perubahan sistemik seperti
pada kelainan pada tiroid, pemakaian obat-obatan, hormon,dll.
Perdarahan uterus disfungsional umum pada remaja yang mens untuk 2 tahun
pertama. Ini disebabkan karena fungsi yang kurang matur dari aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium. Pada wanita perimenopause, ini juga
merupakan hal yang wajar karena kegagalan pada ovarium. Pada wanita
dengan usia antara 20 sampai 40 tahun, yang menderita PCOS(Polycystic
Ovarian Syndrome) dapat juga ditemukan obesitas, hirsutisme, kista pada
ovarium, infertilitas, dan haid yang tidak teratur.
Gambaran Klinik Perdarahan Uterus Disfungsional
Perdarahan ovulatoar

Untuk perdarahan ovulatoar, yaitu perdarahan yang terjadi karena beberapa


etiologi antara lain:
a. Korpus luteum persistens
Merupakan perdarahan yang terjadinya karena tidak beregresinya korpus
luteum. Dapat dijumpai ovarium dalam keadaan membesar. Sindrom ini
harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak persamaan antara
keduanya. Korpus luteum persistens dapat pula menyebabkan lepasnya
endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosis irregular
shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut
Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan, Pada waktu ini dujumpai
endometrium dalam tipe sekresiu disamping tipe nonsekresi.
b. Insufisiensi korpus luteum
Kelainan ini dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau
polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan
oleh gangguan LH releasing factor (GnRh). Diagnosa dibuat, apabila
hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran
endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
c. Apopleksia uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah
dalam uterus.
d. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.
Perdarahan anovulatoar
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan
menurunnya kadar estrogen di bawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang
kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dengan jumlah folikel yang
pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen
sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru.
Endometrium di bawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari
endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat
hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh
dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat
anovulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam
kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat
pada masa pubertas dan pada masa pramenopause. Pada masa pubertas
sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau
terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus yang mengakibatkan bahwa
pembuatan Releasing Factor dan hormon gonadotropin yang tidak sempurna.

10

Perdarahan disfungsional dapat dijumpai juga pada penderita dengan penyakit


metabolik, endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumortumor ovarium, dan sebagainya.
Yang diperiksa untuk perdarahan uterus disfungsional:
a. Serviks
Apakah adanya erosi, lesi, polip atau infeksi
b. Uterus
Untuk menilai bagaimanakah ukuran, bentuk, dan kontur dari uterus
c. Adnexa
Untuk menilai ukuran
d. Tiroid
Untuk melihat apakah ada pembesaran.
Diagnosa Perdarahan Uterus Disfungsional
Diagnosa dapat dilakukan dengan anamnesa yang menanyakan pola
perdarahan yang terjadi, durasi dari perdarahan, berapa lama perdarahan yang
terjadi dalam sebulan, keteraturan perdarahan, dan jumlah tampon yang
digunakan pada perdarahan yang paling banyak. Pemeriksaan untuk infeksi
dan pap smear untuk mengetahui kanker serviks harus dilakukan, begitu juga
dengan hematokrit.

Tabel Perbedaan antara Perdarahan Disfungsional Anovulatoar dan Ovulatoar


Anovulatoar
Terjadi pada usia reproduksi yang ekstrim
Perdarahan tidak teratur dan tidak dapat
diprediksi, kadang-kadang bisa berlebihan
Bisa disebabkan karena:
Stimulasi estrogen yang terus
menerus
Kurangnya progesteron
Banyaknya prostaglandin yang
bertindak sebagai vasodilator

Ovulatoar
Terjadi pada puncak usia reproduksi
Perdarahan dapat diprediksi tetapi banyak
dan diperpanjang
Perdarahan karena produksi berlebihan dari
progesteron atau ketidakseimbangan
prostaglandin (tidak cukupnya prostaglandin
yang berperan sebagai vasokonstrikstor).

d. Mekanisme Manifestasi Klinik Perdarahan Uterus Disfungsional


1.
Perdarahan Uterus Disfungsional Anovulatoar
Pada prinsipnya perdarahan uterus disfungsional anovulatoar
disebabkan oleh disfungsi dari hypothalamic-pituitary-ovarian axis.
Ini akan menyebabkan kurangnya sekresi hormon FSH sehingga tidak
akan terjadi ovulasi. Dengan tidak adanya ovulasi, korpus luteum
tidak akan terbentuk. Apabila korpus luteum tidak terbentuk maka
tubuh tidak akan memproduksi progesteron karena yang bertugas
memproduksi progesteron adalah korpus luteum. Pada saat ini
berlangsung, hanya akan terjadi hiperplasia dari endometrium (efek
estrogen) tanpa adanya vaskularisasi dan penunjang endometrium
(efek progesteron), juga akan terjadi fase proliferatif dari
11

endometrium tanpa diikuti fase sekretori yang apabila terus berlanjut


akan terjadi:
Stromal breakdown (Lisisnya jaringan stroma
endometrium).
Berkurangnya kepadatan arteri spiralis.
Kapiler-kapiler akan menjadi tidak stabil dan vasodilatasi
Produksi asam arakhidonat akan menurun.
2.

Perdarahan Uterus Disfungsional Ovulatoar


Korpus Luteum Persistens
Keadaan di mana korpus luteum tidak beregresi pada waktu
yang lama. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan
estrogen dan progesteron dalam waktu yang lama juga.
Salah satu fungsi progesteron adalah mengubah estradiol
menjadi estron (estrogen yang kurang poten) sehingga
semakin lama akan terjadi penurunan estrogen yang
konstan. Ini akan menyebabkan Irregular shedding. Selain
itu, progesteron juga dapat menyebabkan tonus otot dari
miometrium berkurang, sehingga akan terjadi perdarahan
tiga kali lebih banyak dari normal. Ini disebabkan karena
otot miometrium mempunyai fungsi untuk menjepit arteri
spiralis. Apabila terjadi rusaknya dinding arteri spiralis, ini
akan menyebabkan perdarahan dan akan dihentikan oleh
penutupan pembuluh darah oleh miometrium. Pada kasus
ini, miometrium tidak dapat menjepit pembuluh darah,
sehingga akan terjadi perdarahan yang banyak.
Gangguan fungsi LH releasing factor
Gangguan sekresi dari LH releasing factor akan
menyebabkan korpus luteum untuk matur secara normal
atau terjadi regresi dari korpus luteum secara prematur. Ini
akan menyebabkan progesteron diproduksi dalam jumlah
yang sedikit sehingga akan menyebabkan luruhnya
endometrium.

Apopleksi uteri
Terjadi pecahnya pembuluh darah pada uterus pada wanita
dengan hipertensi sehingga akan memicu perdarahan yang
hebat.

Kelainan darah
Pada ITP (Idiopathic Thrombositopenia Purpura) atau
seperti pada gangguan mekanisme pembekuan darah terjadi
penurunan jumlah trombosit, yang akan memicu terjadinya
perdarahan juga akan terjadinya perdarahan hebat apabila
haid karena tidak dapat membekukan darah.

e. Jenis-jenis Kontrasepsi
12

Kontrasepsi adalah usaha untuk mencegah kehamilan. Dapat bersifat


sementara maupun permanen. Syarat kontrasepsi ideal:
Dapat dipercaya.
Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan.
Daya kerja dapat diatur sesuai kebutuhan.
Tidak menimbulkan gangguan saat koitus.
Tidak memerlukan motivasi terus menerus
Mudah pelaksanaannya
Murah
Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan.
Jenis-jenis kontrasepsi:

Kontrasepsi tanpa menggunakan obat


Kontrasepsi mekanis
Kontrasepsi dengan spermatisida
Kontrasepsi hormonal
Kontrasepsi susuk / norplant
Kontrasepsi dengan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Sterilisasi

Kontrasepsi Tanpa Menggunakan Alat atau Obat

Senggama terputus (Coitus interuptus)


Penarikan penis dari vagina sebelum terjadi ejakulasi.

Pembilasan pasca sanggama(post coital douce)


Pembilasan vagina dengan air atau air yang ditambahkan cuka atau obat
segera setelah koitus

Perpanjangan masa menyusui (prolonged lactation)


Memperpanjang masa laktasi karena prolaktin dapat menekan terjadinya
ovulasi.

Pantang berkala (rhytm method)


Menentukan masa subur dan tidak subur wanit untuk mengetahui waktu
aman untuk melakukan koitus.

Kontrasepsi Mekanis
Kontrasepsi Mekanis untuk Wanita

Diafragma vaginal
Merupakan alat kontrasepsi yang terdiri dari kantong karet yang
berbentuk mangkuk dengan per pada pinggirnya. Ukuran bervariasi,
dengan diameter 35 100 mm. Cara penggunaaannya dimasukkan ke
dalam vagina sebelum koitus dengan tujuan agar sperma tidak dapat
masuk ke dalam uterus. Pada diafragma vaginal, spermatisida
13

dimasukkan ke mangkuk dan dioleskan ke pinggirnya. Alat ini diganti


setiap 1 tahun sekali. Sering dianjurkan pemakaiannya dalam hal-hal
seperti:
a. Keadaan di mana tidak tersedia cara yang lebih baik.
b. Jika frekuensi koitus tidak seberapa tinggi, sehingga tidak
dibutuhkan perlindungan terus menerus.
c. Jika pemakaian pil AKDR, atau cara lain harus dihentikan untuk
sementara waktu oleh karena suatu sebab.
Keuntungan pemakaian diafragma:
o Hampir tidak ada efek samping.
o Dengan motivasi yang baik dan pemakaian yang betul hasilnya
cukup memuaskan.
o Dapat dipakai sebagai pengganti pil atau AKDR pada wanitawanita yang tidak boleh mempergunakan pil atau AKDR oleh
karena suatu sebab.
Kekurangan pemakaian diafragma:
o Diperlukan motivasi yang cukup kuat
o Umumnya hanya cocok untuk wanita yang terpelajar dan tidak
untuk dipergunakan secara massal
o Pemakian yang tidak teratur dapat menimbulkan kegagalan

Cervical Cap
Alat ini tidak digunakan lagi. Terbuat dari karet atau plastik. Cervical
cap mempunyai bentuk mangkuk yang dalam dan pinggirannya terbuat
dari karet yang tebal. Ukurannya 22 33 mm, dipasang ke porsio
servisis uteri seperti memasang topi.

Kontrasepsi Mekanis untuk Pria

Kondom
Kondom terbuat dari karet dengan tebal 0,05 mm, kegunaannya
sebagai perisai penis. Ujungnya digunakan sebagai tempat penampung
sperma dengan diameter ujungnya 31 -36,5 mm dan panjang 19 mm.
Kondom biasanya dilapisi pelicin yang bersifat sebagai spermatisida
(nonoxynol). Efek samping kondom tidak ada, kecuali jika ada alergi
terhadap alat pembuat karet.

Kontrasepsi dengan Spermatisida


Spermatisida terdiri atas 2 komponen yaitu zat kimiawi untuk mematikan
spermatozoa dan vehikulum non aktif untuk membuat krim, jelly atau tablet.
Cara kontrasepsi dengan obat spermatisida biasanya digunakan bersama-sama
dengan obat lain. Kini di pasaran terdapat banyak obat-obatan
spermatisida,antara lain:
Supositorium: lorofin supositoria

14

Supositorium dimasukkan sejauh mungkin ke dalam vagina sebelum


koitus. Obat ini baru mulai aktif selama 5 menit. Lama kerjanya kurang
lebih 20 menit sampai 1 jam.

Jelly atau crme (contoh: perseptin vag jelly, delfen vaginal crme)
Jelly lebih encer dari pada creme. Obat ini disemprotkan ke dalam vagina
dengan menggunakan suatu alat. Lama kerjanya kurang lebih 20 menit
sampai 1 jam.

Tablet busa(contoh: sampoon,volpar)


Sebelum digunakan, tablet terlebih dahulu dicelupkan ke dalam air,
kemudian baru dimasukkan ke dalam vagina sejauh mungkin. Lama
kerjanya 30 sampai 60 menit. Cara kerjanya, tablet ini akan membentuk
busa pada serviks sehingga akan menutup ostium uteri eksternum.

C film
Merupakan benda yang tipis, dapat dilipat, dan larut dalam air. Dalam
vagina obat ini merupakan gel dengan tingkat dispersi yang tinggi dan
menyebar pada porsio uteri dan vagina . Obat mulai efektif setelah 30
menit.

Kontrasepsi Hormonal
Penelitian menunjukkan bahwa estrogen dan progesteron dapat mencegah
terjadinya ovulasi. Biasanya berasal dari hormon sintetik (lebih kuat tetapi
efek samping lebih banyak)dan terdiri dari progesteron dan estrogen.
Progesteron yang berasal dari 19 nor testosterone dan 17 alfa asetoksi
progesterone, sedangkan estrogen yg banyak adalah etinil estradiol dan
mestranol.
Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal
Komponen estrogen dalam pil dapat menekan sekresi FSH menghalangi
maturasi folikel dan ovarium. Karena tidak adanya estrogen dari ovarium,
maka tidak terdapat pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi.
Komponen progestagen juga memperkuat daya estrogen untuk mencegah
ovulasi. Pada kadar yang tinggi progestagen sendiri dapat menghambat
ovulasi, tetapi tidak dalam kadar yang rendah. Efek progestagen:

Lendir serviks uteri menjadi lebih kental sehingga menghalangi


penetrasi sperma untuk masuk dalam uterus.
Kapasitasi sperma yang perlu untuk memasuki ovum terganggu.
Beberapa progestagen tertentu, seperti noretinodrel mempunyai efek
antiestrogenik terhadap endometrium, sehingga menyulitkan implantasi
ovum yang telah dibuahi.

Efek kelebihan estrogen:

Mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada mammae.


Hipertensi
Pembesaran mioma uteri
15

Kadang menyebabkan hiperplasia endometrium

Dalam dosis kecil, estrogen juga dapat menyebabkan bercak dan breakthrough
bleeding dalam masa intermenstruum.
Efek kelebihan progestagen

Perdarahan tidak teratur.


Nafsu makan bertambah.
Acne.
Hipomenorea.
Mammae mengecil.
Tromboemboli.

Kontra indikasi mutlak penggunaan pil kontrasepsi:

Tumor estrogen dependent.


Penyakit hati aktif.
Pernah trombo phlebitis.
Diabetes mellitus.

Kontra indikasi relatif

Depresi.
Migraine.
Mioma.
Hipertensi.
Oligomenorea atau amenorea.

Kelebihan pil kontrasepsi


Efektifitas teoritis 100%.
Daya guna pemakaian 85% 95%.
Waktu koitus tak perlu diatur .
Siklus haid jadi teratur.
Keluhan dismenorea berkurang.
Kekurangan pil kontrasepsi
Harus minum tiap hari
Motivasi harus kuat
Ada efek samping
Dapat timbul amenorea paska pemakaian pil
Harga masih mahal
Obat suntik (Depo Provera)
Merupakan obat suntik dengan isi 6 alfa medroksi progesterone, bekerja
dengan cara menekan releasing hormon di hipotalamus, mengentalkan lendir
serviks, mengganggu implantasi dan endometrium, dan mengubah kecepatan
transport tuba.
16

Keuntungan:

Efektifitas tinggi
Pemakaian sederhana
Disuntik per 3 bulan
Reversibel
Untuk ibu menyusui

Kerugian dari obat suntik adalah sering terjadi bercak dan dapat terjadi
amenorea.
Norplant / KB susuk
Suatu alat yang mengandung levonorgestrel yang dibungkus dalam kapsul
silastic silicone dan disusukkan di bawah kulit. Jumlah kapsul yang
dimasukkan sebanyak 6 kapsul, masing-masing 34 mm dan berisi 36 mg
levonorgestrel (progestin), dapat digunakan untuk jangka panjang (5 tahun)
dengan tingkat keberhasilan cukup tinggi. Digunakan oleh wanita yang tidak
bisa memakai pil estrogen, tekanan darah tidak naik, perdarahan lebih ringan
dan kemungkinan kehamilan ektopik lebih kecil dibandingkan AKDR.
Norplant dapat mengentalkan lendir serviks yang membuat sperma sulit
penetrasi, menimbulkan perubahan endometrium sehingga menimbulkan
lingkungan yang tidak cocok untuk implantasi, dan dapat menghalangi
terjadinya ovulasi. Akan tetapi, norplant juga mempunyai beberapa efek
samping seperti timbulnya spotting, metroragia, amenorea, mual, sakit kepala,
anoreksia, dan acne. Karena dosis yang digunakan sedikit, maka efek samping
pada norplant tidak sebanyak pada penggunaan pil KB.
Kontrasepsi dengan AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim)
Mekanisme kerja untuk AKDR sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Akan tetapi, kemungkinan berhubungan dengan sel-sel makrofag yang sering
dijumpai dan mengandung sperma. Selain itu, mungkin mekanisme kerja
AKDR berhubungan dengan adanya kontraksi uterus pada pemakaian AKDR
yang dapat menghalangi nidasi.
Jenis-jenis AKDR:

Bentuk terbuka atau linear: Lippes Loop, saf-T. Coll, multi load 250,
CU-7, dll..
Bentuk tertutup dan dasar bentuk cincin. Contohnya: ota ring,
antigon F, cincin gravenberg, dll.

Adapun keuntungan AKDR antara lain:

Hanya memerlukan satu kali pemasangan


Tidak menimbulkan efek sistemis
Efektivitas cukup tinggi
Ekonomis
17

Akan tetapi, AKDR juga memiliki beberapa kekurangan yaitu efek


samping yang dapat berupa:

Perdarahan
Keluhan perdarahan yang paling sering dilaporkan adalah
menoragia ataupun spotting metroragia. Jika terjadi perdarahan
banyak, sebaiknya AKDR dikeluarkan dan diganti dengan AKDR
yang mempunyai ukuran yang lebih kecil. Jika perdarahan sedikit
dapat diatasi dengan pengobatan konservatif. Akan tetapi, jika
perdarahan tidak berhenti, sebaiknya AKDR diangkat dan diganti
dengan kontrasepsi lain.

Rasa nyeri dan kejang di perut


Dialami setelah pemasangan AKDR, rasa nyeri dapat dikurangi atau
dihilangkan dengan pemberian analgetika.

Gangguan pada suami


Kadang-kadang suami dapat merasakan adanya benang-benang
AKDR sewaktu bersenggama. Ini disebabkan oleh benang-benang
AKDR yang keluar dari porsio uteri terlalu pendek atau panjang.

Komplikasi yang timbul pada pemasangan AKDR dapat berupa infeksi,


perforasi, dan kehamilan.

Kontraindikasi pemasangan AKDR


Kontraindikasi relatif:

Mioma uteri dengan adanya perubahan bentuk rongga uterus.


Kelainan yang jinak serviks uteri, seperti erosio porsiones uteri.

Kontraindikasi mutlak:

Kehamilan
Adanya infeksi yang aktif pada traktus genitalis
Adanya tumor ganas pada trakstus genitalis
Adanya metroragia yang belum disembuhkan.

Pemasangan AKDR

Sewaktu haid sedang berlangsung


Keuntungan pemasangan lebih mudah karena serviks lebih terbuka
dan lembek, rasa nyeri tidak terlalu terasa, dan perdarahan yang
timbul tidak akan begitu terasa.
Sewaktu postpartum
Pemasangan sewaktu postpartum dapat dilakukan:
o Secara dini yaitu dipasang pada wanita yang melahirkan
sebelum dipulangkan ke rumah.
18

o Secara langsung: AKDR dipasang dalam masa 3 bulan


setelah partus
o Secara tidak langsung : AKDR dipasang setelah 3 bulan post
partum. Pemasangan AKDR dilakukan pada saat yang tidak
ada hubungannya sama sekali dengan partus.
Sewaktu postabortum
Dari segi fisiologi dan psikologi waktu ini adalah yang paling ideal.
Tetapi dapat terjadi komplikasi berupa septik abortion.
Beberapa hari setelah haid
Wanita tersebut dilarang melakukan koitus sebelum AKDR
dipasang. Terlebih dahulu tentukan panjang rongga uterus dan
semua alat-alat harus disucihamkan terlebih dahulu.

Teknik Pemasangan AKDR

Setelah kandung kemih dikosongkan, calon pengguna dibaringkan


di atas meja ginekologi dalam posisi litotomi.
Kemudian dilakukan pemeriksaan bimanual untuk mengetahui letak,
bentuk, dan besar uterus.
Spekulum dimasukkan ke dalam vagina. Kemudian serviks dan
uteri dibersihkan dengan larutan antiseptik.
AKDR dimasukkan ke dalam uterus melalui ostium uteri eksternum
sambil mengadakan tarikan ringan pada cunam serviks.

Cara pengeluaran AKDR dengan menarik benang AKDR yang keluar dari
ostium uteri eksternum dengan dua jari, dengan pinset, atau dengan cunam.
Kadang-kadang benang AKDR tidak tampak pada di ostium uteri
eksternum.
Sterilisasi/Kontrasepsi Mantap (Tubektomi dan Vasektomi)
Tubektomi adalah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba fallopi wanita
sedangkan vasektomi adalah tindakan yang dilakukan pada vas deferens
pria yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menyebabkan
kehamilan lagi.
Keuntungan:

Motivasi hanya dilakukan sekali saja


Efektivitas hampir 100%
Tidak mempengaruhi libido seksual
Kegagalan dari pihak pasien tidak ada.

Indikasi metode operasi:

Umur antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih.


Umur antara 30-35 tahun dengan 2 anak atau lebih.
Umur antara 35-40 tahun dengan 1 anak atau lebih.

19

Tindakan pendahuluan guna penutupan tuba:

Laparotomi
Laparotomi postpartum
Minilaparotomi
Laparoskopi
Kuldoskopi

Cara penutupan Tuba:

Cara Madler
Cara Pomeroy
Cara Irving
Cara Aldridge
Cara Uchida
Cara Kroener

Cara Pomeroy

20

Vasektomi pada Pria


Merupakan suatu operasi kecil dan dapat dilakukan oleh seorang yang telah mendapat latihan
khusus. Indikasi untuk vasektomi adalah pasangan suami istri yang tidak lagi menghendaki
kehamilan dan pihak suami bersedia menerima tindakan kontrasepsi pada dirinya.
Kontraindikasi vasektomi adalah apabila ada kelainan lokal atau umum yang dapat
mengganggu sembuhnya luka operasi, kelainan itu harus disembuhkan terlebih dahulu.
Selain itu, keuntungan vasektomi adalah tidak menimbulkan kelainan fisik maupun mental,
tidak mengganggu libido, dapat dikerjakan oleh poliklinis

21

Berikut merupakan perbandingan efektivitas dari tiap metode kontrasepsi

f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang untuk Abnormal Uterine Bleeding:
1. Medical History
a. Informasi secara detail tentang pattern menstruasi.
b. Penggunaan obat, sexual history, gejala infeksi, pembedahan,
kecederaan.
c. Penurunan berat badan, adanya eating disorder, stress, olahraga yang
berlebihan.
2. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pelvik
a. Memeriksa tiroid, payudara, liver, lesi pada kulit dan ada tidaknya
hirsutisme.
b. Pemeriksaan pelvik juga berguna untuk menilai organ internal dan
eksternal, untuk mengetahui tahap pendarahan yang telah dialami.
c. Juga berguna untuk mengetahui bentuk uterus dan mendeteksi adanya
abnormalitas.
3. Laboratory test
a. Pregnancy test dgn hCG bagi wanita yang mungkin hamil.
b. Complete blood count.
c. Paps smear
Paps smear merupakan satu prosedur di mana sampel sel dari
serviks dikumpul dan disebarkan atas slide mikroskop. Sampel
tersebut akan diperiksa dengan mikroskop untuk mendeteksi sel
pre-malignant atau sel malignant.
22

Pap smear dapat dilakukan secara ringkas, cepat dan tidak


menimbulkan rasa sakit juga sangat berguna untuk menegakkan
diagnosa kanker serviks.

d. Prolactin test.
Digunakan untuk:
- Memeriksa adanya galactorrhea
- Memeriksa adanya sakit kepala dan pandangan yang kabur (karena
hiperprolaktinemia dapat menekan pusat visus di dekat
hipotalamus).
- Masalah kesuburan pada wanita.
- Mendiagnosa prolaktinoma.
- Mengevaluasi fungsi pituitari anterior.
- Monitor prolaktinoma dan kemungkinannya terjadi relaps.
4. Imaging test
a. Beberapa wanita memerlukan pelvic atau transvaginal ultrasound.
Memudahkan diagnosa.
b. Teknik sonohysterography. Larutan saline digunakan, di mana
larutan ini bertindak sebagai medium contrast, memudahkan massa
abnormal untuk dilihat, dan dapat membuka uterus dan
memisahkan dinding uterus.

c. Hysteroscopy. Instrumen telescopic akan dimasukkan ke dalam


uterus melalui servik. Dari alat ini dapat dilihat adanya kelainan
pada uterus.
5. D & C (Dilatation and Curretage).
23

a. Dilatasi akan dilakukan pada servik.


b. Dinding uterus akan dikuret untuk mendapatkan sampel jaringan.
c. Proses kira kira selama satu jam dan memerlukan anastesi.
Pemeriksaan Penunjang untuk Perdarahan Uterus Disfungsional
Pemeriksaan Lab:
1. Complete Blood Count (CBC)
Untuk mengetahui apakah adanya anemia, infeksi, atau pun
trombositopenia
2. Prothrombin Time (PT), activated Partial Prothrombin Time
(aPTT), dan Bleeding Time (BT)
Untuk memeriksa kelainan perdarahan
3. Pregnancy Test
4. Kultur pada dinding serviks
Untuk mengetahui apakah terdapat chlamydia sp. dan Neisseria
gonorrhea.
Pemeriksaan Imaging

Ultrasonography (USG)
Merupakan metode pilihan untuk evaluasi pelvis wanita.
Berguna untuk melihat kelainan struktural uterus dan neoplasma
ovarium.
MRI
MRI mempunyai resolusi yang cukup dan sedikit lebih baik dari
USG tetapi lebih mahal.
CT scan

Pemeriksaan lainnya

Kuret uterus
Jarang diindikasikan untuk dewasa muda dengan PUD.
Prosedur ini biasanya dilakukan pada wanita dengan perdarahan
yang lama dan signifikan, serta tidak respon terhadap terapi
medis.
Histeroskopi
Digunakan untuk melihat kelainan struktur sebagai penyebab
dari PUD.
Sonohisterografi
Kurang invasif, tetapi kurang akurat untuk mengevaluasi rongga
uterus. Prosedur dimulai dengan menginjeksi cairan ke dalam
uterus di bawah penglihatan ultrasonografi.

g. Diagnosa Banding Mioma Uteri


Untuk mengetahui diagnosa banding dari mioma uteri, dapat dilakukan
pemeriksaan pelvis terlebih dahulu. Untuk pemeriksaan pelvis, kemungkinan
yang akan mengalami kelainan adalah ovaril, vagina, uterus, ataupun organ
lain.
24

Tumor jinak yang pada:

Ektoserviks bisa berupa hemangioma, papiloma.

Endoserviks bisa berupa polip

Pada Folikel dapat berupa kista nabothi

Endometrium: polip, adenoma, mioma uteri.


Tumor ganas:

Karsinoma serviks uteri


Kanker yang timbul di squamocolumnar junction serviks rahim

Sarkoma uteri
Neoplasma yang terjadi pada otot polos myometrium, stroma
myometrium pada jaringan ikat yang ubiquitous.

Endometrial cancer
Kanker pada jaringan endometrium

Khoriokarsinoma
Timbul akibat khorion embrional.

Penyebab perdarahan pada kelompok umur dan frekuensi tertentu.


Prepubertas
Vulvovaginitis
Vaginal Foreign
Body
Pubertas prekok
(pubertas
sebelum
waktunya)
Tumor

Adolescent

Wanita dengan Perimenopausal Postmenopausal


usia subur
Penggunaan
Penggunaan
Anovulatoar
Penggunaan
hormon eksogen hormon eksogen
hormon eksogen
Anovulatoar
Anovulatoar
Disfungsi tiroid Lesi
endometrium,
termasuk kanker
Kehamilan
Kehamilan
Polip pada
Vaginitis
serviks dan
endometrium
Koagulopati

Fibroid

Fibroid

Tumor lain
seperti vulva,
vagina, serviks

Polip pada
serviks dan
endometrium
h. Mioma Uteri
Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
sehingga dalam kepustakaan disebut sebagai leiomioma atau fibrimioma.
25

Etiologi Mioma Uteri


Etiologi mioma uteri belum jelas sepenuhnya. Akan tetapi, sekitar 40%
penderita mioma uteri memiliki kromosom yang abnormal yaitu adanya
translokasi antara kromosom 12 dan 14, translokasi/delesi kromosom 7, dan
trisomi dari kromosom 12. Pada kelainan kromosom 12, ekspresi dari
kelainan kromosom ini membutuhkan estrogen.
Faktor Resiko Mioma Uteri
Usia penderita
Mioma uteri banyak ditemukan pada usia reproduktif. Ini disebabkan
karena tingginya hormon estrogen pada wanita yang masih aktif secara
reproduktif.

Berkulit hitam
Mioma uteri lebih banyak ditemukan pada wanita berkulit hitam dari
pada wanit yang berkulit putih.

Penggunaan pil KB
Pil KB berisi estrogen dan estrogen akan memicu terbentuknya mioma.
Akan tetapi, pada wanita menopause penggunaan pil KB akan
menurunkan ukuran mioma.

Nullipara/kurang subur
Untuk faktor resiko nulipara, masih kurang jelas apakah nullipara yang
menyebabkan mioma atau apakah mioma yang menyebabkan
infertilitas.

Zat-zat yang bersifat karsinogenik seperti:


o Metilxantin : pada kopi, teh, coklat
o Tiramin
: pada keju, bir, jamur
o Nikotin
: pada tembakau

Hormon
o HPL (Human Placenta Lactogen)
Pada kehamilan, hormon GH akan berkurang jumlahnya dalam
darah. Akan tetapi, fungsi dari GH akan digantikan oleh HPL.
Karena HPL berfungsi seperti GH, maka hormon ini apabila
kadarnya tinggi dalam darah akan merangsang pertumbuhan
sel. Dalam kasus ini, hormon HPL membantu pertumbuhan
dari sel tumor.
o Estrogen
Estrogen dapat mengakibatkan proliferasi dari beberapa
reseptor, seperti reseptor estrogen pada sel tersebut,
progesteron, Faktor Pertumbuhan (Growth Factor) contohnya
VEGF dan PDGF (Vascular Endothelial Growth Factor dan
Platelet Derived Growth Factor), sel Ki-67. Sel Ki-67
merupakan inhibitor apoptosis. Dari fungsi estrogen yang telah
26

disebutkan, jelas bahwa estrogen dapat memicu pertumbuhan


sel tumor.
o Progesteron
Progesteron memicu perubahan estradiol menjadi estron
(estrogen yang kurang poten) sehingga akan mengakibatkan
fungsi estrogen menurun. Akan tetapi, progesteron juga dapat
meningkatkan ekspresi dari BCL-2. BCL-2 adalah inhibitor
apoptosis.

Obesitas
Pada wanita dengan obesitas atau BMI yang tinggi dapat dijumpai
jumlah sel adiposa yang banyak mengandung lemak. Sel adiposa ini
mampu menghasilkan estrogen perifer yang dihasilkan dari konversi
androgen dengan bantuan enxim aromatase sehingga kadar estrogen
akan tinggi dan memicu terjadinya mioma.

Kehamilan
Pada kehamilan, kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena
tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya
vaskularisasi ke uterus. Kedua keadaan ini dapat mempercepat
pembesaran mioma uteri.

Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma
uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita
mioma mempunyai dua kali lipat ekspresi VEGF (Vascular
Endothelial Growth Factor) dibandingkan dengan penderita mioma
yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri.

Patofisiologi Mioma Uteri


Mioma uterus banyak ditemukan pada usia reproduktif dan kejadiannya
rendah pada usia menopause, maka estrogen paling banyak diduga sebagai
penyebab timbulnya mioma uterus.
Di dalam jaringan mioma itu sendiri dijumpai penurunan secara significant
konversi estradiol menjadi estron dan terlihat adanya peningkatan aktivitas
enzim aromatase, yang merubah androgen menjadi estron, dan selanjutnya
oleh enzim 17 a-hidroksisteroid dehidrogenase tipe I, estron diubah menjadi
estradiol. Oleh enzim 17 a hidroksisteroid dehidrogenase tipe II. Estradiol
diubah lagi menjadi estron. Estradiol merupakan estrogen kuat dan estron
merupakan estrogen lemah.
Peningkatan aktivitas enzim aromatase dan 17 a-hidroksisteroid dehidrogenase
tipe I menyebabkan mioma uterus bertambah besar, dan defisiensi enzin 17 ahidroksisteroid dehidrogenase tipe II juga menyebabkan pertumbuhan mioma
uterus. Pada mioma uterus sendiri ditemukan kadar reseptor estrogen yang
lebih tinggi dibandingkan di dalam miometrium.
27

Awal mula pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel
miometrium. Mutasi ini mencakupi rentetan perubahan kromosombaik secara
parsial maupun secara keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 2350% dari mioma yang diperiksa, dan yang terbanyak (35,6%) ditemukan pada
kromosom 7 (del(7)(q21)/q21 q32). Keberhasilan pengobatan medikamentosa
tergantung apakah telah terjadi perubahan pada kromosom ini atau tidak.
Klasifikasi Mioma Uteri
Berdasarkan letaknya, mioma uteri dapat dibagi menjadi:
Mioma submukosum
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.
Jenis ini sering memberikan gangguan pendarahan.mioma dari pada
jenis lain. Meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan
pendarahan, tetapi mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari
tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal
sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat
diketahui posisi tangkai tumor.

Mioma intramural atau interstitial


Berada di bawah dinding uterus di antara serabut miometrium. Jenis
mioma ini paling sering ditemukan. Pada mioma intramural, tumor,
jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang
mengelilingi tumor.bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak
mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol
dengan konsistensi yg padat.mioma yg terletak pd dinding depan
uterus,dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung
kemih ke atas,sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi
Mioma Subserosum
Tumbuh keluar dari dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus, diliputi oleh lapisan serosa.
Mioma geburt
Mioma yang membentuk tangkai seperti polip dan tampak pada serviks
Mioma intraligamenter
Mioma subserosum yang tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum
latum (susah dibedakan dengan tumor ovarium).

28

Klasifikasi berdasarkan Penampakan Histologi


1. Leiomioma
Pada penampakan lebih lembut dan mioma berasal dari otot polos
miometrium.
2. Rhabdomioma
Mioma berasal dari otot rangka miometrium
3. Fibromioma
Pada penampakan terlihat kasar. Mioma berasal dari jaringan ikat.
Gejala klinik pada mioma uteri biasanya asimptomatik. Gejala klinik hanya
muncul pada 10 40 % wanita dengan mioma uteri.
Gejala Klinik yang biasa muncul pada wanita:
Abnormal Uterine Bleeding
Peradarahan uterus abnormal pada mioma dapat berupa menoragia
(biasanya disebabkan oleh mioma intramural), atau pun metroragia
(disebabkan oleh mioma submukosa).
Perdarahan karena mioma disebabkan oleh permukaan endometrium lebih
luas dari pada biasanya (karena adanya mioma) yang diikuti oleh
hiperplasia karena peningkatan kadar estrogen. Kemudian akan terjadi
atropi endometrium yang ada di atas mioma submukosa karena semakin
membesarnya mioma dan akhirnya terjadi nekrosis sehingga endometrium
akan luruh yang akan menimbulkan perdarahan. Normalnya, luruhnya
endometrium akan membuat arteri spiralis terbuka dan dijepit oleh otot
miometrium sehingga perdarahan berhenti. Akan tetapi, pada mioma,
miometrium tidak dapat berkontraksi secara maksimal karena adanya
29

mioma di antara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit


pembuluh darah.

Nyeri (dismenorea)
Nyeri merupakan gejala klinis yang jarang pada mioma. Ini dapat terjadi
karena gangguan sirkulasi darah pada mioma disertai dengan nekrosis dan
peradangan. Selain itu, mioma dapat juga menjepit kanalis servikalis yang
dapat menimbulkan nyeri. Pada mioma intramural, juga terjadi
dismenorea sekunder. Rasa sakit berupa tekanan pada abdomen bagian
bawah dan pevis dapat terjadi jika uterus yang bermioma berinkarserasi di
dalam pelvis. Rasa sakit juga dapat diakibatkan oleh gangguan sirkulasi
akut pada mioma dengan tangkai yang terjadi torsi. Ini dapat
menimbulkan nekrosis dan menimbulkan sindrom abdomen akut.

Tanda penekanan
Tergantung besar dan tempat mioma. Dapat berupa:
a. Penekanan pada kandung kemih dapat mengakibatkan poliuria dan
meningkatnya frekuensi miksi.
b. Penekanan pada uretra dapat mengakibatkan retensi urin,
hidroureter, atau pun hidronefrosis.
c. Penekanan pada pembuluh darah dan limfe dapat menyebabkan
nyeri pada panggul, edema, hemoroid, dan dispareunia.
d. Penekanan pada saraf akan menimbulkan nyeri.

Infertilitas
Tertutupnya pars interstitial tuba karena mioma atau bisa disebabkan juga
karena perdarahan yang berkelanjutan dengan mioma submukosa sehingga
akan menghalangi implantasi dari blastokista.

Gangguan kehamilan
Pertumbuhan mioma yang tidak dapat diramalkan dapat mengakibatkan
blastokista berimplantasi pada mioma sehingga akan terjadi abortus,
persalinan preterm atau pun PPH (PostPartum Hemorrhage). Sedangkan
apabila ditemukan mioma multipel, maka dapat terjadi malposisi janin dan
persalinan prematur.
Diagnosa Mioma Uteri
1. Anamnesa
Untuk mengetahui apakah timbul benjolan di bagian bawah perut
dalam waktu yang relatif lama, apakah terjadi gangguan haid, buang
air kecil, dan buang air besar, serta apakah terdapat nyeri pada perut
2. Pemeriksaan fisik
Palpasi pada abdomen untuk meraba adanya nodul yang ireguler dan
tetap, area pelunakan yang menunjukkan adanya perubahan
degeneratif. Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan bimanual.
Pada pemeriksaan pelvik, biasanya ditemukan normal. Namun pada
mioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviks
dan terlihat pada osteum servikalis
30

3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia, leukositosis akibat
infeksi atau degenerasi, peningkatan Laju Endap Darah, atau pun kadar
eritropoietin.
4. Biopsi endometrium
Pada pasien dengan perdarahan uterus abnormal yang didiagnosa
anovulatoar atau yang beresiko terkena kanker endometrium
5. X-ray
Akan tampak mioma sebagai jaringan lunak yang bermasa, dan dapat
terlihat kalsifikasi pada mioma.
6. Hysterosalpingography
Pada pasien dengan mioma uterus dan infertilitas atau keguguran
berulang dapat terlihat mioma submukus yang memenuhi rongga
uterus.
7. Histeroskopi
Untuk memeriksa pemindahan mioma submukosa yang bertangkai
8. MRI atau CT scan (jarang dan mahal)
Untuk mendeeksi jumlah, ukuran, dan lokasi mioma
9. Urografi (Intravena)
Untuk mengetahui kompresi ureter dan mengetahui adanya anomali
pada sistem urinari.
10. USG
11. Laparoskopi (untuk menilai benjolan)
12. BNO,IVP (Bolk Nier Oversidth, Intravena Pielography)
Untuk menilai massa pada rongga pelvis, fungsi ginjal, dan ureter.
Penatalaksanaan Mioma Uteri
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi
dan ukuran tumor. Penanganan mioma uteri dibagi menjadi 2 yaitu
penanganan konservatif dan penanganan operatif. Penanganan konservatif
dilakukan apabila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause tanpa
gejala

Penanganan Konservatif

Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.

Bila anemia (Hb < 8gr/dl) transfusi PRC (Packed Red Cell).

Pemberian zat besi.


31

Pemberian agonis hormon pelepas gonadotropin (GnRHa)


Leuprolid asetat 3,75 mg intramuscular pada hari 1-3 menstruasi setiap
minggu sebanyak 3 kali. Cara kerja GnRH agonis adalah dengan menekan
sekresi GnRH tubuh sehingga akan menimbulkan keadaan di mana FSH
tidak akan terbentuk yang pada akhirnya akan membentuk keadaan
hipoestrogen dan ini akan menyebabkan ukuran mioma mengecil. Cara
penggunaan obat secara intranasal.
Indikasi
a)
b)
c)
d)

Induksi ovulasi bagi GnRH deficiency.


Endometriosis.
Sex-hormone-dependent cancers.
Prostate cancer.

Efek samping : Gejala seperti pada wanita menopause


Penanganan Operatif
Indikasi
Ada pendarahan uterus yang menyebabkan penderita anemia
Nyeri pelvis yang hebat
Mioma berukuran > kehamilan 12 minggu
Gangguan BAK (retensio urine)
Pertumbuhan mioma setelah menopause
Infertilitas
Pertumbuhan mioma cepat
Jenis-jenis Penanganan Operatif:
Jenis penanganan operatif ditentukan berdasarkan:
a. Keinginan untuk kehamilan di masa depan
Pasien muda dan menginginkan kehamilan lagi disarankan untuk
dilakukan miomektomi. Sedangkan untuk pasien tua dengan tidak ada lagi
keinginan untuk mempunyai anak disarankan untuk dilakukan
histerektomi.
b. Letak mioma
Apabila mioma yang ditemui merupakan mioma subserosa atau
submukosa maka dilakukan miomektomi.
1. Miomektomi
Dilakukan dengan indikasi apabila ukuran tumor lebih besar dari ukuran
uterus pada kehamilan 12 minggu, pertumbuhan tumor cepat, mioma
subserosa bertangkai dan torsi, adanya penyulit kehamilan, hipermenorea,
dan penekanan organ sekitar. Miomektomi dibagi menjadi 3:
A. Laparotomic
Untuk mioma intramural, submukosa, subseroa atau mioma yang
bertangkai (pedunculated).
32

B. Hysteroscopic resection
Jika ditemui mioma submukosa
C. Laparoscopy
Jika ditemukan mioma subserosa yang bertangkai
D. Enucleation
Jika ditemukan mioma submukosa yang menonjol pada serviks.

2. Histerektomi
Kuret pada rongga endometrium diperlukan sebelum histerektomi
dilakukan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah adanya keganasan
pada endometrium. Ovarium harus dipertahankan pada wanita yang lebih
muda dari 40 45 tahun.
Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists
(ACOG) untuk histerektomi adalah:
a. Terdapat satu sampai tiga mioma asimptomatik atau yang dapat teraba
dari luar dan dikeluhkan oleh pasien
b. Perdarahan uterus berlebihan.
c. Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat
dan akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang
kronis dan penekanan pada vesika urinaria mengakibatkan frekuensi
miksi bertambah.
3. Cara terbaru untuk terapi mioma
Embolisasi dari pembuluh darah yang mendukung mioma. Pada cara ini
digunakan PVA (PolyVinyl Alcohol) yang berfungsi untuk mengembolisasi
pembuluh darah mioma sehingga akan terjadi iskemia dan nekrosis.

33

4. Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil


Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring,
analgesia, dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konsertvatif
selalu lebih disukai apabila janin imatur. Namun, pada torsi akut atau
perdarahan intra abdomen memerlukan interfensi pembedahan. Seksio
sesarea merupakan indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri
menimbulkan kelainan letak janin, inertia uteri atau obstruksi mekanik.

8. Ulasan
Pada kasus ini, ditemukan bahwa adanya perbedaan antara buku Williams
Gynecology dengan referensi referensi lainnya. Pada buku Williams Gynecology
disebutkan bahwa salah satu faktor yang dapat menurunkan faktor resiko atau
mengecilkan ukuran mioma uteri adalah merokok. Ini disebabkan pada rokok
terdapat nikotin yang dapat menurunkan kadar estrogen pada seseorang dengan cara
menghambat enzim aromatase yang mengkonversi androgen menjadi estrogen.
Berbeda dengan referensi lainnya yang mengatakan bahwa nikotin merupakan zat
karsinogenik yang dapat memicu terjadinya tumor.

34

Setelah mendengar penjelasan pada pleno pakar tanggal 12 September 2009,


diketahui bahwa pernyataan yang benar adalah nikotin merupakan zat karsinogenik
yang dapat memicu terjadinya tumor.
Ditemukan perbedaan antara buku histologi junquiera dengan buku ilmu kandungan
Sarwono yaitu pada histologi junquiera pembagian lapisan endometrium hanya dibagi
atas dua yaitu lapisan basalis dan lapisan fungsional sedangkan pada buku ilmu
kandungan Sarwono, endometrium dibagi atas tiga lapisan yaitu stratum kompaktum,
stratum spinosum, dan stratum basalis. Dan setelah membaca buku buku lainnya
ditemukan bahwa kedua buku tersebut benar, karena stratum kompaktum dan
stratum spinosum adalah lapisan fungsional.

9. Kesimpulan
Nyonya Mori menderita perdarahan uterus abnormal berupa menoragia yang
diakibatkan oleh adanya mioma uteri.

DAFTAR PUSTAKA
Baziad, Ali, Djamaloeddin, Erdjan Akbar, Handaya dkk. Haid dan Siklusnya,
Gangguan Haid dan Siklusnya. Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin dan
Trijatmo Rachimhadhi.Ilmu Kandungan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.2007; 104 114, 203 206, 223 227, 233.
William F Ganong. Kelenjar Tiroid. dr. H. M. Djauhari Widjajakusumah(eds). Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran(Review of Medical Physiology). Jakarta: EGC.2002; 419
35

Perkins, James A.The Female Genital System and Breast. Anirban Maitra. Kumar
Vinnay, dkk (eds). Robins and Cortran Pathologic Basic of Disease 8thedition.
Philadelphia: Elsevier Saunders.2004; 724 725.
Junqueira,Luiz Carlos dan Jose Carneiro.Sistem Reproduksi Wanita.dr.Frans
Dany(eds).Histologi Dasar Teks dan Atlas edisi 10.Jakarta: EGC.2007.432-450.
Chan, Paul D. Abnormal Vaginal Bleeding. Johnson Susan M. Gynecology and
Obstetrics Outline 2004 edition. California: Current Clinical Publishing.2004. 39
Huh, Julie dan Wylan, Joseph. Abnormal Uterine Bleeding. Brandon J MD, Amy E,
dkk (eds). The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics 2nd ed 2002.
Maryland: Lippincott Williams & Wilkins.2002. 42.
Ashfag Raheela, dkk. Section 1 Benign General Gynecology Chapter 9 Pelvic Mass.
Schorge John O, Schaffer Joseph I, dkk (eds). Williams Gynecology. United States:
McGraw-Hill Companies.2008.

36

Anda mungkin juga menyukai