Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


II.1.1 Pengertian Sanitasi
Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan
lingkungan, yaitu perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup
bersih untuk mencegah manusia bersentuh langsung dengan kotoran
dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan harapan dapat menjaga
dan meningkatkan kesehatan manusia (Waseza, 2013).
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup
bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung
dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan
harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan
manusia (Andhayani, 2012).
Sanitasi air adalah upaya untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan air dari pembuangan limbah manusia untuk menjamin
terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan
(Artea, 2011).

Menurut Andhayani (2012), definisi sanitasi menurut beberapa


ahli, yaitu:
1. Menurut Dr.Azrul Azwar. MPH, sanitasi adalah cara pengawasan
masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap
berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat.
2. Menurut Hopkins,
sanitasi

adalah

cara

pengawasan

terhadap factor-faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh


terhadap lingkungan.

II-1

BAB II Tinjauan Pustaka


3. Menurut

Ehler

dan

Steel

(1958)

sanitasi

adalah

usaha

pencegahan Penyakit, dengan pemindahan penyakit.


4. Sedangkan batasan WHO, yang dimaksud dengan sanitasi
lingkungan adalah usaha pengawasan terhadap lingkungan fisik
manusia yang dapat atau mungkin dapat memberikan akibat
yang merugikan kesehatan jasmani, dan kelangsungan hidupya.
II.1.2. Jenis-jenis Sanitasi
Sanitasi sangat menentukan

keberhasilan

dari

paradigma

pembangunan kesehatan lingkungan lima tahun ke depan yang lebih


menekankan pada aspek pencegahan dari aspek pengobatan. Dengan
adanya upaya pencegahan yang baik, angka kejadian penyakit yang
terkait dengan kondisi lingkungan dapat di cegah. Selain itu anggaran
yang diperlukan untuk preventif juga relatif lebih terjangkau daripada
melakukan upaya pengobatan (Waseza, 2013).
Menurut Waseza (2013), macam-macam sanitasi:
1. Saniatsi Uap
Sanitasi uap menggunakan uap mengalir 76,7oC selama 15
menit atau 93,3oC selama 5 menit. Sanitasi uap dapat dilakukan
untuk

sanitasi

bahan

dan

peralatan

misalnya

dengan

menggunakan Autoklaf.
2. Sanitasi Air Panas
Sanitasi ini dilakukan dengan merendam alat atau bahan
dalam air panas (peralatan kecil seperti pisau, piring, wadah yang
berukuran kecil), dengan menggunakan suhu diatas 80 oC (bukan
dengan

cara

menuang

air

panas/membilas

karena

tidak

efektif). Efek yang ditimbulkan karena denaturasi molekul protein


sel mikroba.
3. Sanitasi Udara Panas

II-2

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


Sanitasi ini menggunakan suhu panas 82,2 oC selama 20
menit. Sanitasi ini biasanya digunakan untuk sterilisasi alat
(Sterilisasi kering) yaitu dengan menggunakan oven.
4. Sanitasi Radiasi
Sanitasi ini yaitu dengan pemanfaatan sinar UV atau
sinar dengan panjang gelombang 2500 A, dimana harus
berkontak dengan mikroba minimal 2 menit.
5. Sanitasi Kimia
Sanitasi kimia yaitu menggunakan bahan kimia untuk
membunuh

mikroba.

Umumnya

dikelompokkan

ke

dalam

golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu bahan kimia


yang mengandung gugus - COH; golongan alkohol, yaitu senyawa
kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau
senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen
atau yang mengandung gugus - X; golongan fenol, golongan
garam amonium, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida.
II.1.3 Manfaat Sanitasi
Sanitasi, sering dianggap sebagai salah satu bagian proses
cleaning. Seharusnya sanitasi dianggap sebagai bagian yang berbeda
dan terpisah dari proses cleaning. Apabila proses cleaning tidak efektif
untuk menghilangkan semua tumpukan kotoran, sangatlah tidak
mungkin larutan sanitasi yang digunakan dapat menjadi efektif
(Suwito, 2013).

Alasan utama penggunaan prosedur sanitasi yang efektif adalah


untuk membunuh semua organisme penyebab penyakit yang mungkin
ada pada peralatan atau perlengkapan setelah dibersihkan, dan dengan
demikian mencegah pemindahan organisme tersebut ke dalam
makanan yang sedang diproses dan selanjutnya pada konsumen. Selain

II-3

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


itu, prosedur sanitasi dapat mencegah kerusakan makanan (Suwito,
2013).

II.1.4 Proses Pengolahan Air Sanitasi


Seperti telah disebutkan didalam uraian terdahulu bahwa air
minum yang sehat harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu.
Sumber-sumber air minum pada umumnya dan di daerah pedesaan
khususnya tidak terlindung (protected) sehingga air tersebut tidak atau
kurang memenuhi persyaratan kesehatan. Untuk itu perlu pengolahan
terlebih dahulu (Waseza, 2013).
Menurut Waseza (2013), ada beberapa cara pengolahan air
sanitasi antara lain sebagai berikut :
1. Pengolahan Secara Alamiah
Pengolahan ini dilakukan dalam bentuk penyimpanan
(storage) dari air yang diperoleh dari berbagai macam sumber,
seperti air danau, air kali, air sumur dan sebagainya. Didalam
penyimpanan ini air dibiarkan untuk beberapa jam di tempatnya.
Kemudian akan terjadi koagulasi dari zat-zat yang terdapat
didalam air dan akhirnya terbentuk endapan.
Air akan menjadi jernih karena partikel-partikel yang ada
dalam air akan ikut mengendap.
2. Pengolahan Air dengan Menyaring
Penyaringan air secara sederhana dapat dilakukan dengan
kerikil, ijuk dan pasir. Lebih lanjut akan diuraikan kemudian.
Penyaringan pasir dengan teknologi tinggi dilakukan oleh PAM
(Perusahaan Air Minum) yang hasilnya dapat dikonsumsi umum.
3. Pengolahan Air dengan Menambahkan Zat Kimia

II-4

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


Zat kimia yang digunakan dapat berupa 2 macam yakni zat
kimia yang berfungsi untuk koagulasi dan akhirnya mempercepat
pengendapan (misalnya tawas). Zat kimia yang kedua adalah
berfungsi untuk menyucihamakan (membunuh bibit penyakit
yang ada didalam air, misalnya chlor).
4. Pengolahan Air dengan Mengalirkan Udara
Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan rasa serta
bau yang tidak enak, menghilangkan gas-gas yang tak
diperlukan, misalnya CO2 dan juga menaikkan derajat keasaman
air.

5. Pengolahan Air dengan Memanaskan Sampai Mendidih


Tujuannya untuk membunuh kuman-kuman yang terdapat
pada air. Pengolahan semacam ini lebih tepat hanya untuk
konsumsi kecil misalnya untuk kebutuhan rumah tangga.
Menurut Waseza (2013), dilihat dari konsumennya, pengolahan
air sanitasi pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi 2 yakni :
1. Pengolahan Air Minum untuk Umum
a. Penampungan Air Hujan
Air hujan dapat ditampung didalam suatu dam (danau
buatan) yang dibangun berdasarkan partisipasi masyarakat
setempat. Semua air hujan dialirkan ke danau tersebut
melalui alur-alur air. Kemudian disekitar danau tersebut
dibuat sumur pompa atau sumur gali untuk umum. Air hujan
juga dapat ditampung dengan bak-bak ferosemen dan
disekitarnya dibangun atap-atap untuk mengumpulkan air
hujan. Di sekitar bak tersebut dibuat saluran-saluran keluar
untuk pengambilan air untuk umum. Air hujan baik yang
II-5

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


berasal dari sumur (danau) dan bak penampungan tersebut
secara bakteriologik belum terjamin untuk itu maka
kewajiban keluarga-keluarga untuk memasaknya sendiri
misalnya dengan merebus air tersebut.
b. Pengolahan Air Sungai
Air sungai dialirkan ke dalam suatu bak penampung I
melalui saringan kasar yang dapat memisahkan benda-benda
padat dalam partikel besar. Bak penampung I tadi diberi
saringan yang terdiri dari ijuk, pasir, kerikil dan sebagainya.
Kemudian air dialirkan ke bak penampung II. Disini
dibubuhkan tawas dan chlor. Dari sini baru dialirkan ke
penduduk atau diambil penduduk sendiri langsung ke tempat
itu. Agar bebas dari bakteri bila air akan diminum masih
memerlukan direbus terlebih dahulu.

c. Pengolahan Mata Air


Mata air yang secara alamiah timbul di desa-desa perlu
dikelola dengan melindungi sumber mata air tersebut agar
tidak tercemar oleh kotoran. Dari sini air tersebut dapat
dialirkan ke rumah-rumah penduduk melalui pipa-pipa
bambu atau penduduk dapat langsung mengambilnya sendiri
ke sumber yang sudah terlindungi tersebut.
2. Pengolahan Air Untuk Rumah Tangga
a. Air Sumur
Air sumur pompa terutama air sumur pompa dalam
sudah cukup memenuhi persyaratan kesehatan. Tetapi
sumur pompa ini di daerah pedesaan masih mahal,
disamping itu teknologi masih dianggap tinggi untuk
II-6

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


masyarakat pedesaan. Yang lebih umum di daerah pedesaan
adalah sumur gali.
b. Air Hujan
Kebutuhan rumah tangga akan air dapat pula
dilakukan melalui penampungan air hujan. Tiap-tiap keluarga
dapat melakukan penampungan air hujan dari atapnya
masing-masing melalui aliran talang. Pada musim hujan hal
ini tidak menjadi masalah tetapi pada musim kemarau
mungkin menjadi masalah. Untuk mengatasi keluarga
memerlukan tempat penampungan air hujan yang lebih besar
agar mempunyai tandon (storage) untuk musim kemarau.

II.1.4.1 Parameter Kimia Analisa Air Sanitasi


1. pH
pH merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion hidrogen
(H+) di dalam air. Besarannya dinyatakan dalam minus logaritma
dari konsentrasi ion H. Sebagai contoh, kalau ada pernyataan pH 6,
itu artinya konsentrasi H dalam air tersebut adalah 0,000001 bagian
dari total larutan. Tidak semua makhluk bisa bertahan terhadap
perubahan nilai pH, untuk itu alam telah menyediakan mekanisma
yang unik agar perubaha tidah terjadi atau terjadi tetapi dengan cara
perlahan, sistem pertahanan ini dikenal sebagai kapasitas
pembufferan. Penanganan nilai pH akan lebih efektif apabila
alkalinitas ditanganai terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa cara
penanganan pH, yang kalau diperhatikan lebih jauh, cenderung
mengarah pada penanganan kesadahan atau alakalinitas
(Ramadhani, 2014).

2. Total Hardness
II-7

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


Total hardness adalah sejumlah ion kalsium dan magnesium
yang terlarut dalam air. Kalsium dan magnesium adalah komponen
yang membuat makeup water menjadi sadah (susah dicuci).
Materialmatterial hardness bereaksi dengan sabun sehingga
membutuhkan lebih banyak sabun untuk melakuknan pencucian.
Kesadahan air harus dimonitor karena material dalam larutan akan
membentuk deposit yang keras, terutama pada heat exchanger (alat
pemanas) (Ramadhani, 2014).
Kesadahan pada air menyebabkan air mengandung zat-zat
mineral dalam konsentrasi. Zat-zat mineral tersebut antara lain
kalsium, magnesium, dan logam seperti Fe dan Mn. Akibatnya,
apabila kita menggunakan air sadah untuk mencuci, sabun yang
kita gunakan tidak akan berbusa dan bila diendapkan akan
berbentuk endapan semacam kerak (Ramadhani, 2014).
Total Hardness dalam air dapat ditentukan dengan dua metode,
yakni metode titrasi penyabunan dan metode titrasi EDTA.
A

Hardness

= 1,0009 x B x 1000 x f

Dimana :
A
= volume titran EDTA yang digunakan (ml)
B
= volume sampel sebelum diencerkan (ml)
f
= faktor perbedaan antara kadar larutan EDTA 0,01 M
1,009

menurut standarisasi dengan CaCO3 (f 1)


= ekuivalensi antara 1 ml EDTA 0,01 M dan 1 mg kesadahan

sebagai CaCO3

(G. Alaerts, 1984)

3. Turbidity
Turbidity atau kekeruhan adalah adanya partikel koloid dan
supensi dari suatu bahan pencemar antara lain beberapa bahan
organik dan bahan anorgnik dari buangan industri, rumah tangga,

II-8

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


budidaya perikanan dan sebagainya yang terkandung dalam perairan
(Ramadhani, 2014).

Kekeruhan dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan


organik yang dihasilkan oleh buangan industri. Kekeruhan dapat
disebabkan bahan-bahan tersupensi yang yang bervariasi dari
ukuran koloidal sampai dispersi kasar, tergantung derajat
turbelensinya. Alat untuk mengukur kekeruhan pada suatu air
disebut turbidymeter (Ramadhani, 2014).
4. TDS (Total Disolve Solid)
Total disolve solid adalah benda padat yang terlarut yaitu
semua mineral, garam, logam, serta kation-anion yang terlarut di air.
Termasuk semua yang terlarut diluar molekul air murni (H2O).
Secara umum, konsentrasi benda-benda padat terlarut merupakan
jumlah antara kation dan anion didalam air. TDS terukur dalam
satuan Parts per Million (ppm) atau perbandingan rasio berat ion
terhadap air (Ramadhani, 2014).
Tabel II.3 Parameter Kimia Standar SNI 01-0220-1987
SNI

Parameter Analisa

II.1.4.1

01-0220-1987

pH

9,2

TDS

1500

Turbidity

25

P-Alkalinitas

M-Alkalinitas

Ca Hardness

10

Total Hardness

10

Parameter Kimia Analisa Air Sanitasi

II-9

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


Pengolahan secara fisika seperti saringan, pengendapan karena
beratnya (plain sedimentation) terutama sekali ditujukan untuk :
1. Memisahkan padatan yang kasar
Padatan yang kasar seperti pasir, lumpur, dapat
diendapkan tanpa penambahan koagulan misalkan dalam
bakyang berfungsi juga sebagai bak penampungsebelum di
pompa ke unit klarifikasi (Agung Subyakto,1997)..
2. Memisahkan padatan yang terapung
Padatan yang terapung, seperti plastik sering dijumpai
pada air permukaan terutama air permukaan yang melalui
pemukiman penduduk. Untuk memisahkan padatan yang
terapung, umumnya digunakan screen maupun bak penampung
dengan mengatur pengeluaran eflucat di bawah permukaan air
dan kotoran terapung dapat dipisahkan secara manual
(Agung Subyakto,1997)..

3. Memisahkan minyak dan lemak


Minyak dan lemak merupakan kontaminan yang sangat
mengganggu dalam penggunaan air dalam industri maupun pada
usaha penjernihan air secara kimia. Untuk memisahkan minyak
maupun yang bersifat terapung sering digunakan : skiming, CPI,
floatation (Agung Subyakto,1997).
4. Proses klarifikasi secara kimia

Pengolahan secara kimia atau klarifikasi meliputi proses


koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Ketiga proses tersebut pada
prinsipnya ditujukan untuk menghilangkan material-material
yang terlarut dengan pengendapan dengan menambahkan bahan
kimia yang bersifat sebagai koagulan / flokulan yang dinamakan
juga sebagai proses koagulasi flokulasi. Disini koagulasi dapat
II-10

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


didefinisikan sebagai suatu proses dimana bahan- bahan kimia
ditambahkan dalam air yang mengandung material- material
halus yang terdispersi yang mempunyai kecepatan pengendapan
lambat sekali agar menimbulkan gumpalan (flok) yang
mempunyai kecepatan pengendapan yang auh lebih cepat. Pada
proses pengendapan (sedimentasi) pengawasan harus dilakukan
terhadap flok agar jangan sampai pecah selama proses
pengendapan. Partikel flok dapat mengadsorpsi partikel- pertikel
lainnya seperti silika (Agung Subyakto,1997).
5. Filtrasi
Air yang keluar dari proses klarifikasi yang masih
mengandung flok- flok halus masih memerlukan penyaringan
melalui suatu medium yang berpori dimana flok atau zat padat
ditahan sedangkan air jernih diteruskan. Sesuai dengan ukuran
partikel yang halus sebenarnya pori- pori filter tidak dapat
menahannya, tetapi karena adanya lapisan berlendir yang
menutupi permukaan, filter dapat menahan partikel yang lebih
halus tersebut. Sampai berapa jauh zat padat menembus filter
tergantung dalam banyak hal, seperti : rate filtrasi, ukuran filter
medium, kesempurnaan proses klarifikasi, susun filter medium,
tinggi/ kedalaman (bed) filter (Agung Subyakto,1997).
6. Desinfektan
Proses desinfektan adalah proses yang bisa berdiri sendiri
tidak tergantung dari urutan proses pemurnian air seperti
diatas. Pada intinya proses desinfektan ini dimaksudkan untuk
membunuh kandungan makluk hidup di dalam air yang bisa
menimbulkan infeksi penyakit bagi manusia. Terutama untuk
pemanfaatan pengkonsumsian secara umum, dimana beberapa
II-11

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


kandungan makluk hidup mikro baik itu jamur, bakteri ataupun
virus dalam air bisa berbahaya bagi tubuh manusia, sedang
pilihan proses penyaringan fisik sampai tahap tertentu relatif
mahal (Agung Subyakto,1997).
Sebagai contoh misalnya untuk menghilangkan kandungan
virus dalam air, secara penyaringan fisik diperlukan proses
sampai dengan proses R.O yang relatif mahal. Pada konsep
desinfectan, tanpa sampai ke proses R.O, cukup diupayakan agar
virus tersebut mati. Sehingga secara fisik virus masih terkandung
di dalam air tetapi tidak dalam kondisi aktif sehingga
membahayakan tubuh (Agung Subyakto,1997).
Proses desinfektan sendiri banyak sekali macamnya,
diantaranya adalah :
a. Memasak air sampai mendidih
Ini adalah proses desinfektan yang paling sederhana,
yaitu memasak air sampai mendidih yaitu pada suhu seratus
derajat celcius. Pada suhu tersebut telah dibuktikan akan
memaktikan semua makluk hidup di dalam air yang dimasak
tersebut. Hanya saja masih terdapat beberapa jenis bakteri
yang masih di awal pertumbuhannya dalam bentuk spora
dapat melapis dirinya dengan perlindungan sehingga hanya
mati pada suhu seratus enam puluh derajat celsius. Ini
tentunya tidak mungkin karena air pada suhu tersebut telah
menjadi uap kecuali kita memasaknya pada tekanan diatas
satu atmosfer (Agung Subyakto,1997).
Sehingga yang perlu diperhatikan disini adalah
walaupun kita telah memasak air sampai mendidih,
kemudian kita masukkan dalam wadah yang kedap tidak ada
II-12

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


interaksi dengan udara luar. Saat ketika lebih dari dua hari
dimana kemungkinan spora telah tumbuh menjadi bakteri,
untuk amannya bila akan diminum sebaiknya direbus
kembali hingga mendidih (Agung Subyakto,1997).
b. Proses Desinfektan dengan cara Kimia
Yaitu dengan cara memberi larutan kimia ke dalam air
yang akan diproses desinfektan, dengan harapan akan
mematikan makluk hidup yang terkandung dalam air. Banyak
sekali jenis bahan kimia untuk membunuh kuman dan
bakteri dalam air ini (Agung Subyakto,1997).
c. Proses Ozonasi dan Ultraviolet
Proses Ozonasi adalah kandungan oksigen di udara,
diambil dan dilewatkan melalui loncatan arus listrik sehingga
secara alami akan berubah menjadi zat bernama ozon. Ozon
ini kemudian disemprotkan ke dalam air. Segala macam
makluk hidup mikro yang terkandung dalam air ini tiba- tiba
akan berada dalam lingkungan air yang penuh dengan ozon
(Agung Subyakto,1997).

Sehingga sel-sel mereka menjadi rusak dan mati. Daya


rusak ozon terhadap kandungan makluk hidup mikro dalam
air ini tentunya tergantung dari daya kelarutan ozon dalam
air tersebut, yang tentunya tergantung dari kandungan
oksigen dalam air tersebut karena pada dasarnya ozon hanya
menempati tempat-tempat kosong yang seharusnya diisi
oksigen. Karena ozon sendiri cukup berbahaya bagi tubuh
manusia bila masuk ke dalam tubuh, maka setelah
membunuh makluk hidup mikro, dilakukan proses
pemberian sinar ultra-violet kedalam air yang mengalir untuk
II-13

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


merusak ozon dan mengurainya menjadi oksigen kembali
yang terlarut dalam air. Ada juga beberapa proses desinfectan
hanya dengan cara pemberian sinar ultra-violet pada air yang
mengalir. Karena sinar ultra-violet ini bersifat membakar bagi
makluk hidup mikro yang terkandung dalam air
(Agung Subyakto,1997).

Hanya saja keefektifan proses desinfektan ini baik


proses ozonasi maupun proses penyinaran ultraviolet masih
banyak tergantung dari jumlah makluk hidup mikro sebelum
dilakukan desinfectan, lama waktu proses baik dengan
ozonasi maupun penyinaran ultra-violet, debit aliran alir,
kelarutan oksigen dalam air tersebut yang biasanya
tergantung dari temperatur udara sekitar dimana air berasal
(air dari pegunungan biasanya mengandung oksigen lebih
banyak dibanding air yang didapat dari sumur di daerah
dekat pantai) (Anonim 2013).

II.1.5 Biocide (Biosida)


Biosida adalah pestisida yang dihasilkan oleh makhluk hidup,
bukan buatan pabrik (sintetik). Biosida ini jauh lebih aman
dibandingkan pestisida karena tidak membahayakan makhluk hidup
lain dan tidak mencemari lingkungan. Contoh bakteri yang dikenal
sebagai penghasil biosida adalah Bacillus thuringiensis. Bakteri ini
sangat efektif dalam menanggulangi berbagai hama, misalnya hama
ulat kubis atau Plutella xylostela (Sundari, 2012).

II.1.5.1 Klasifikasi Biosida:


Menurut Sundari (2012), klasifikasi biosida diantaranya:
II-14

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


1. Berdasarkan bahan pembuatnya:
> anorganik (Kimia sintetis)
> organik :
- alami (Biologis/biopestisida: nikotin, pyretrum, rotenon,
ryania, sabadilla dll)
- sintetik (organofosfor, organoklorin, metil karbamat, piretroid,
fumigan, minyak mineral, ZPT dll)
2. Berdasar efek yang ditimbulkan:

Antifeedant

Anti-transpiran

Atractant

Repelent

Defolian

Desiccant

Feromon

Sinergis

Pemandul/sterilant

3. Berdasarkan cara kerja:

Racun perut (sistem pencernaan)

Racun kontak (sistem syaraf dan pernafasan)

Fumigan (sistem pernafasan)

Racun sistemik (jaringan vasculer)

Racun penyebab mati lemas (suffocation/penyumbatan)

Menurut Sundari (2012), secara teori biosida biasa kita gunakan


untuk melawan mikroorganisme dengan dua metode yaitu :
1 Menghentikan bakteri atau jamur yang menyebabkan penurunan
kualitas fisik dan visual polimer secara langsung, mengurangi
populasi mikroba baik didalam material polimer itu sendiri
maupun pada permukaannya. Pertumbuhan mikroorganisme
II-15

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


dapat mengakibatkan pada bau yang kurang menyenangkan,
degradasi pada permukaan maupun badan dari polimer itu
sendiri, pengurangan efek bau menjadi tujuan utama dari
aplikasi biosida ini baik pada pakaian, sepatu maupun tempat
sampah
2 Untuk mencegah penumpukan bakteri yang merugikan dan
mengakibatkan resiko kontaminasi ke manusia maka biosida
dapat bekerja secara bersamaan dengan teknik cleaning standar
yang sudah banyak diaplikasikan, yang juga simple dan berbiaya
rendah
Menurut Sundari (2012), biosida adalah yang paling umum
digunakan oleh produsen cat untuk mencegah timbulnya bakteri dan
mikroorganisme pada cat. Biosida dibagi menjadi 2 yaitu:
1. In-can biocidse, digunakan untuk mencegah kerusakan akibat
mikroorganisme selama penyimpanan yaitu mencegah kerusakan
cat tembok pada saat storage/penyimpanan. Disini digunakan incan biocidse yang dapat mencegah kerusakan cat water based,
sehingga tidak menjadi busuk dan berubah warna. Jenis yang
paling umum digunakan adalah tipe CMIT/MIT 1.5% yang
diproduksi dalam jumlah besar oleh banyak pabrikan baik di
dalam maupun dari luar negri. Untuk tipe yang lebih advance
bisa menggunakan BIT yang diketahui lebih aman dibanding
CMIT/MIT chemistry. Selain lebih aman, BIT juga memiliki
keunggulan rentang pH operasi yang luas dan juga tahan
terhadap pemanasan. CMIT/MIT hanya bekerja di rentang pH
basa, sehingga efektifitasnya bisa berubah pada saat yang
berbeda. Selain itu CMIT/MIT memiliki 15ppm Skin Sensitizer
ruling, yang artinya jika penggunaannya lebih dari 15 ppm dalam
II-16

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


formulasi, maka harus dilabel skin-sensitizer (bisa menyebabkan
kulit sensitif).
2. Paint film biocidse, digunakan untuk mencegah pertumbuhan
mikrooganisme pada lapisan cat setelah diaplikasikan.

II.1.6 Jenis-jenis Biocide (Biosida)


1. Kaporit (CA(OCl)2)
Kaporit atau Kalsium hipoklorit adalah senyawa kimia yang
memiliki rumus kimia Ca(ClO)2. Kaporit biasanya digunakan sebagai
zat disinfektan air. Kalsium hipoklorit berbentuk padatan putih yang
siap didekomposisi di dalam air untuk kemudian melepaskan oksigen
dan klorin. Kalsium hipoklorit memiliki aroma klorin yang kuat.
Senyawa ini tidak terdapat di lingkungan secara bebas
(Argiansyah, 2013).

Kalsium hipoklorit utamanya digunakan sebagai agen pemutih


atau disinfektan. Senyawa ini adalah komponen yang digunakan dalam
pemutih komersial, larutan pembersih, dan disinfektan untuk air
minum, sistem pemurnian air, dan kolam renang

(Argiansyah,

2013).

Cara kerja kaporit menggambarkan dua konsep kimia sekaligus,


yaitu konsep Reaksi Redoks (Reduksi Oksidasi), dan konsep Laju
Reaksi (Argiansyah, 2013).
Ditinjau dari konsep Reaksi Redoks, kaporit atau tawas
berperan sebagai oksidator kuat. Dalam proses penjernihan air,
oksidasi dari senyawa organik membuat air tampak kotor/keruh. Baik
bakteri ataupun senyawa organik itu akan teroksidasi oleh Kaporit
atau Ca(OCl)2 yang merupakan oksidator kuat. Apa yang terurai?
Sebagaimana kita tahu bahwa senyawa organik itu terdiri dari
II-17

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


rangkaian senyawa hidrokarbon. sehingga jika terurai akan
membentuk air dan gas CO2 (Argiansyah, 2013).
Ditinjau dari konsep laju reaksi, dalam proses penjernihan air
kolam, konsentrasi larutan kaporit yang digunakan sangat
menentukan kebersihan kolam renang tersebut. Apabila
konsentrasinya terlalu rendah maka larutan kaporit tersebut tidak
cukup kuat untuk mematikan kuman-kuman dalam kolam tersebut.
Sebaliknya, jika konsentrasi larutan kaporit cukup dan kuat, maka
larutan kaporit tersebut dapat mematikan kuman-kuman dalam
kolam tersebut (Argiansyah, 2013).
Kaporit ketika dilarutkan dalam air akan berubah menjadi asam
hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-) yang memiliki sifat
desinfektan. HOCl dan ion OCl- bersifat sangat reaktif terhadap
berbagai komponen sel bakteri. Selanjutnya HOCl dan ion OCldisebut sebagai klor aktif. Klor mampu melakukan reaksi hidrolisis
dan deaminasi dengan berbagai komponen kimia bakteri seperti
peptidoglikan, lipid, dan protein yang dapat menimbulkan
kerusakan fisiologis dan mempengaruhi mekanisme seluler . Klor aktif
juga bereaksi kuat dengan lipid dan peptidogikan pada membran
sel. Hal ini dapat mempengaruhi perbedaan konsentrasi yang sangat
tinggi antara lingkungan ekstrasel dan lingkungan intrasel, yang
berpotensi mengganggu tekanan osmotik di dalam sel dan dapat
mengancam terjadinya lisis/kehancuran sel (Argiansyah, 2013).
Adapun beberapa syarat mutu kaporit, terdapat pada tabel di
bawah ini:

II-18

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka

2. Natrium Hipoklorit (Na(OCl))


Natrium hipoklorit adalah salah satu bahan kimia yang dapat
berfungsi sebagai desifektan karena dapat melepaskan klorin yang
mampu membunuh mikroorganisme. Natrium hipoklorit termasuk
golongan halogen yang teroksigenasi. Larutan ini merupakan
desinfektan derajat tinggi karena sangat aktif pada bakteri, virus,
jamur, parasit, dan beberapa spora (Anonim, 2014).
Bentuk Kimia Natrium hipoklorit berupa larutan berwarna putih
agak kekuningan berbau khas dan sedikit menyengat.
Natrium hipoklorit dapat melepaskan klorin sehingga dapat
menjadi bahan antimikroba yang mampu membunuh mikroorganisme
(Anonim, 2014).

Natrium hipoklorit merupakan antimikroba yang efektif dengan


melapisi jaringan mikroorganisme tersebut (Anonim, 2014).
Natrium hipoklorit adalah salah satu zat aktif yang jika
dilarutkan dalam air akan menimbulkan efek bleaching karena dapat
melepaskan ion klorida ke dalam larutan dan juga efektif digunakan
untuk pemurnian permukaan, pemutih, penghilang bau dan
desinfektan air (Anonim, 2014).
Keberadaan soda kaustik dalam natrium hipoklorit
menyebabkan pH air meningkat. Ketika natrium hipoklorit larut dalam
II-19

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


air, dua zat akan terbentuk yaitu asam hipoklorit dan ion hipoklorit.
Asam hipoklorit kemudian terdegradasi membentuk asam klorida dan
oksigen. Oksigen merupakan oksidator yang sangat kuat, oleh karena
itu, natrium hipoklorit sering digunakan untuk membunuh bakteri,
virus, dan jamur (Anonim, 2014).
Manfaat dari larutan ini dikarenakan kemampuannya
mengoksidasi dan menghidrolisa sel dan secara osmosis mengalirkan
air keluar dari sel akibat sifatnya yang hipertonis. Natrium hipoklorit
mempunyai pH antara 11-12. Jaringan nekrotik dan pus dilarutkan
dan efek antimikrobanya mampu masuk lebih dalam dan
membersihkan area yang terinfeksi secara lebih baik. Secara komersial
natrium hipoklorit tersedia dalam konsentrasi 5-15 persen. Padatan
natrium hipoklorit terbentuk jika konsentrasi diatas 15 persen
(Anonim, 2014).

II-20

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka

II.2 Aplikasi Industri


HYGIENE SANITASI DAN JUMLAH COLIFORM AIR MINUM
Muhammad Navis Mirza
2014
II.2.1 Pendahuluan
Jumlah penyediaan air selalu meningkat sejalan dengan
kemajuan dan peningkatan taraf kehidupan. Tumbuhnya depot air
minum isi ulang tidak diimbangi dengan perijinan pembinaan
pengawasan dan peredarannya. Dampaknya adalah rendahnya
jaminan kualitas air minum yang berpotensi menimbulkan kerugian
bagi kesehatan. Masalah penelitian adalah bagaimana hubungan
hygiene sanitasi depot air minum isi ulang dengan jumlah Coliform air
minum.
II.2.2 Metodologi
Instrumen dalam penelitian ini adalah check list higiene sanitasi
depot air minum isi ulang dan untuk pemeriksaan jumlah coliform
dalam air minum menggunakan metode tabung ganda (Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman, 1993). Pelaksanaan observasi dilakukan
dengan check list berkelompok, dengan memasukkan beberapa variabel
ke dalam satu instrumen check list. Analisis data dilakukan
menggunakan teknik analisis univariat dan bivariat, dengan uji chisquare.

II-21

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

BAB II Tinjauan Pustaka


II.2.3 Kesimpulan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang
berhubungan dengan jumlah coliform dalam air minum adalah hygiene
operator (p=0.001) dan variabel yang tidak berhubungan dengan
jumlah coliform dalam air minum adalah sanitasi depot air minum isi
ulang (p=0.05). Serta dapat disimpulkan ada hubungan antara hygiene
operator dengan jumlah coliform dalam air minum.

II-22

Program Studi D3 Teknik Kimia


Labolatorium Pengolahan Air Industri
Kimia

Anda mungkin juga menyukai