Anda di halaman 1dari 11

Implikasi Bantuan Amerika Serikat terhadap Transisi Ekonomi Politik di Mesir

A. Abstract
Egypt is one of the major countries in Africa are included in the Middle East region.
Egyptian political world often characterized by a military coup against the leader of his country.
One of them is, of President Hosni Mubarak who suffered a coup in 2011 due to his
administration and longstanding authoritarian for 30 years. After the decline of forced President
Hosni Mubarak made a political economic system in Egypt becomes unstable. Foreign aid
comes to Egypt one of them from the United States. The United States provides assistance as a
form of promotion of democracy to Egypt that the Egyptian people to live in peace.
Keywords: Egypt, Foreign aid, United States, Promotion of democracy, Peace
B. Pendahuluan
I.
Latar Belakang
Negara melalui pemerintah yang tidak dapat menjalankan peranan sebagaimana mestinya
akan menjadi salah satu potensi sumber utama konflik internal. Pemerintahan yang cenderung
tidak aspiratif, marginalisasi hak-hak politik rakyat, kesejahteraan yang cenderung menurun,
serta pengekangan terhadap kebebasan berekspresi menjadi alasan-alasan pemicu instabilitas
politik dalam negeri. Kondisi instabilitas yang terus-menerus terjadi dapat membawa negara
dalam kondisi krisis hingga terjadi pergolakan politik.
Selama 3 tahun terakhir sejak tahun 2010 hingga tahun 2012, dunia dikejutkan oleh
fenomena gelombang aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa negara Timur
Tengah dan di Afrika Utara. Fenomena ini muncul pertama kali di negara Tunisia pada tanggal
18 Desember 2010, masyarakat menuntut mundurnya presiden Tunisia pada saat itu yang

menjabat melalui kudeta yaitu Zine El Abidin Ben Ali yang sudah menjabat hampir 25 tahun,
dibawah kekuasaannya yang diktator, berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan masalahmasalah lainnya terjadi di negara ini seperti kekerasan fisik, pembungkaman media pers,
tingginya angka pengangguran, kemiskinan, kebebasan berpendapat dan kebebasan berpolitik.
Yang membuat masyarakat Tunisia melakukan gelombang aksi turun ke jalan dalam skala besar
dan juga demonstransi karena ketidakpuasan dan kemarahan mereka akan kepemimpinan Ben
Ali, membuat Ben Ali diturunkan secara paksa oleh rakyat Tunisia.
Kemudian peristiwa seperti ini menjalar ke negara berikutnya Libya, pada tanggal 15
Februari 2011 aksi protes anti-pemerintah menuntut pemunduran paksa diktator Libya Moammar
Kaddafi yang menjabat melalui kudeta militer, dan memimpin Libya selama 30 tahun. Konflik
pun tidak terhindarkan antara pasukan oposisi dan juga pasukan pemerintah, mengakibatkan
pecahnya perang saudara. Kekerasan dan penyiksaan terjadi di negara ini, yang membuat
Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan intervensi militer hingga berakhir pada bulan Oktober
yang berujung pada pembunuhan Kaddafi. Kemudian peristiwa gelombang revolusi seperti ini
terus menerus berlanjut ke berbagai negara di Timur Tengah dan Afrika Utara seperti Yaman,
Suriah, Bahrain, Iraq, Kuwait, Yordania, Lebanon, Maroko, Oman, Arab Saudi, dan Sudan.1
Fenomena ini menjadi inspirasi bagi masyarakat di negara lain yaitu Mesir, yang dipimpin oleh
presiden Husni Mubarak selama hampir 30 tahun lamanya untuk melakukan penurunan paksa
terhadap kekuasaaan diktator Mubarak pada tanggal 25 Oktober 2011, revolusi ini terjadi selama
18 hari penuh dengan kekerasan dan konflik antara rakyat dengan pasukan pemerintahan
Mubarak, aksi demontrasi selama 18 hari ini dengan jumlah massa yang semakin banyak dan
1 Apriadi Tamburak, 2011, Revolusi Timur Tengah Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-Negara
Timur Tengah, Yogyakarta, NARASI, hal. 10

terjadi diberbagai kota-kota besar Mesir seperti Alexandria dan Suez akhirnya memperoleh hasil
sesuai harapan rakyat. Presiden Hosni Mubarak menyatakan pengunduran dirinya yang
disampaikan melalui wakil Presiden Omar Sulaiman dan kemudian menyerahkan kekuasaan
kepada Dewan Militer Mesir dibawah pimpinan Mohammed Husain Tantawi untuk memegang
kendali terhadap Mesir selama proses transisi politik berlangsung.2
Tinjauan hubungan sebab akibat, kemarahan rakyat Mesir yang menjatuhkan kepemimpinan
Hosni Mubarak disebabkan oleh beberapa faktor. Mesir mencatat peningkatan angka
pengangguran serta minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia, kasus dugaan korupsi, dan
sistem politik otokrasi yang didominasi oleh sebuah keluarga dalam hal ini keluarga Mubarak
dan para aliansi elit politik selama 30 tahun.3 Selain itu, peningkatan tensi politik terjadi
didorong semakin kuatnya konflik dalam pemilihan parlemen, konflik antara Kristen Koptik dan
Muslim, serta semakin meluasnya publikasi terhadap penyalahgunaan wewenang oleh aparat
negara.
Mundurnya Hosni Mubarak secara resmi yang dilatarbelakangi oleh permasalahanpermasalah diatas, yang mana melalui revolusi rakyat Mesir merupakan langkah awal dari
perubahan Mesir. Pasca pemerintahan Hosni Mubarak, Mesir harus sesegera mungkin
mengambil kebijakan-kebijakan yang tepat untuk membangun kembali stabilitas negaranya
terutama dalam proses transisi politik yang lebih terbuka dan demokratis serta upaya
menyelamatkan perekonomian yang semakin terpuruk pasca revolusi.

2 David D. Kirkpatrick, 2011, Egypts Erupts in Jubilation as Mubarak Steps Down, diakses melalui
http://www.nytimes.com/2011/02/12/world/middleeast/12egypt.html pada tanggal 14 Juni 2015
3 Jeremy M. Sharp, Januari 2011, Egypt: Background and U.S. Relations, Congressional Research
Services, hal. 3

Mengingat dari kejadian ini, pihak yang tersingkir hanyalah Mubarak dan keluarganya,
elit bisnis yang berada dekat dengan penguasa, pimpinan pemerintahan, dan para pimpinan
militer yang tunduk pada Hosni Mubarak. Basis struktur pemerintahan sepeninggalan Hosni
Mubarak merupakan peninggalan yang harus segera diubah dimana Dewan Militer dan bentukan
birokrasi negara masih berjalan dan posisinya berpotensi untuk mendikte jalannya transisi politik
yang stagnan. Sekitar 6 juta orang masih menduduki posisi dalam pemerintahan yang diduga
merupakan orang-orang yang masih menuruti perintah penguasa sebelumnya.4
Mesir yang secara historis merupakan negara yang kuat dengan kapabilitasnya di mata dunia
internasional mengalami serangkaian proses revolusi. Revolusi dengan massa terbesar sepanjang
sejarah revolusi Mesir menunjukkan keinginan dan semangat rakyat yang ingin merubah suasana
politik yang lebih terbuka dan akses ekonomi yang lebih mudah. Menarik melihat upaya-upaya
akomodasi aspirasi dari pemegang kekuasaan selama proses transisi dalam upaya
menyelamatkan kondisi krisis pasca revolusi.
Keterbukaan politik dan ekonomi Mesir pasca terjadinya transisi politik menyebabkan
banyaknya bantuan yang datang dari pihak luar terutama, Amerika Serikat. Ekonomi Mesir
tumbuh pesat berkat bantuan dari Amerika Serikat sebagai godfather-nya terutama bantuan
Amerika Serikat mengenai belanja militer demi meningkatkan kulitas dan kuantitas kekuatan
bersenjata Mesir. Hal tersebut menjadi latar belakang penulis dalam penulisan esai mengenai
Implikasi Bantuan Amerika Serikat terhadap Transisi Ekonomi Politik di Mesir.
II.

Rumusan Masalah

4 Dina Shehata, 2011, The Fall of The Pharaoh. How Hosni Mubarak s Reign Came to an End, dalam
Lisa Anderson dkk., The New Arab Revolt, Foreign Affairs, Vol. 90, No. 3, h. 32

Dimensi permasalahan yang melingkupi Mesir saat ini bisa dikatakan sangat kompleks.
Rezim Hosni Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun telah membentuk sebuah sistem
politik dan pemerintahan otokrasi yang olehnya didengungkan sebagai jalan demokrasi. Namun
pada kenyataannya apa yang telah dilakukan ternyata tidak membawa dampak positif terhadap
rakyat Mesir secara keseluruhan. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang politik, peningkatan
angka korupsi dan kegagalan terhadap kebijakan-kebijakan reformasi ekonomi, serta
pembungkaman terhadap kebebasan berekpresi dan pers/media massa. Setelah itu, kebijakan
politik luar negeri Mesir akan sangat berpengaruh terhadap proses perekonomian di Mesir,
sehingga penulis juga akan membahas aspek penting ini mengingat Mesir memiliki peran yang
strategis dalam konstelasi politik internasional dikawasan terutama di mata negara-negara Barat.
Datangnya bantuan dari Amerika Serikat turut serta memiliki implikasi pada proses
keberlangsungan ekonomi dan politik di Mesir.
III.

Pertanyaan Esai

Bagaimana implikasi bantuan Amerika serikat terhadap transisi ekonomi politik diMesir?
C. Kerangka Konseptual
Sistem internasional yang anarki menciptakan kebebasan otonomis diantara negaranegara. Hal tersebut membuat sebuah sistem internasional yang terdesentralisasi dimana setiap
Negara adalah berdaulat, menggunakan power mereka diatas sebuah defined territory, a
population and a government, saat terlibat pada hubungan/permainan power politik dengan
Negara lainnya.5

5 George Srensen, 2004 The Transformation of the State: Beyond the Myth of Retreat, Hampshire and
New York: Palgrave Macmillan.

Morgenthau sebagai salah satu tokoh sentral realism, dalam artikelnya yang berjudul A Political
Theory of Foreign Aid coba mengembangkan tipologi dari bantuan internasional. Ia
mengidentifikasi lima tujuan kebijakan bantuan luar negeri, yaitu: military, prestige,
humanitarian, economic, dan subsistence.6 Tipologi ini di angkat untuk mengorganisasikan
kompleksitas kebijakan yang di labeli dengan nama foreign aid. Berdasarkan hal ini maka ada
dua tipe strategi yang di gunakan untuk mendapatkan pengaruh: propaganda dan suap
(propaganda and bribes). Sebagian besar tipe bantuan internasional yang di identifikasi bersifat
politis, hanya sedikit yang sifatnya humanitarian foreign aid. Artinya, hal yang seharusnya
bersifat non politis kemudian bersifat sangat politis ketika di letakkan dalam konteks politik.
Pada esai kali ini saya berpegang pada teori Foreign Aid. Teori ini saya gunakan demi melihat
implikasi Amerika Serikat yang memberikan bantuan kepada Mesir yang pada saat itu tengah
mengalami goncangan dalam bidang ekonomi dan politik negaranya.
D. Pembahasan
Data dari World Bank menunjukkan bahwa Selama Mubarak berkuasa memang terjadi
pertumbuhan ekonomi, tingkat FDI juga naik, dan GDP pun demikian. 7 Toby Dodge dalam
tulisannya,Conclusion: the Middle East After the Arab Spring 8 menuliskan jika pertumbuhan
tersebut

tidak

dirasakan

oleh

keseluruhan

rakyat

sehingga

masih

menunjukkan

6 Hans Morgenthau, 1962 A Political Theory of Foreign Aid. The American Political Science Review,
LVI(2), 301-309
7 World Bank, EgyptOverview (daring), http://www.worldbank.org/en/country/egypt/overview, diakses
pada 15 Juni 2015.
8 Tony Dodge, Conclusion: the Middle East After the Arab Spring, LSE Research Online,
http://eprints.lse.ac.uk/43469/1/After%20the%20Arab%20Spring_conclusion(lsero).pdf, diakses pada 15
Juni 2015.

kesenjangan.Sebelum terjadinya revolusi, World Bank menunjukkan adanya peningkatan


pengangguran. Pada periode 2008-2009 tercatat 21,6% yang lalu meningkat menjadi 25,2% pada
periode 2009-2010 dan kecenderungannya pada saat itu menunjukkan peningkatan pada periode
setelahnya. Kesenjangan dan kemiskinan juga semakin memperparah keadaan sebelum revolusi.
Sebagai tambahan, mulai tahun 2008, Mesir sebenarnya sudah mengalami economic slowdown.
Revolusi Mesir yang terjadi pada 2011 dengan tuntutan agar Presiden Hosni Mubarak dapat
segera mengundurkan diri dari jabatan kepemimpinannya di Mesir. Dalam rentan waktu yang
cukup lama setelah revolusi yang terakhir kali terjadi pada tahun 1952, akhirnya rakyat bersatu
dan kembali berani bangkit melawan pemerintah. Revolusi ini merupakan revolusi terbesar
sepanjang catatan sejarah Negara Mesir yang dikenal dengan Revolusi 25 Januari.
Hosni Mubarak dalam masa kekuasaannya tidak hanya bersikap otoriter namun juga
terindikasi adanya upaya membangun sebuah politik dinasti dalam sebuah negara. Politik dinasti
atau juga biasa disebut dynastic republicanism, merupakan cara dari rezim penguasa untuk
melanggenggkan kekuasaannya melalui pembentukan sosok generasi atau suksesor dalam
lingkar keluarga dan kelompok elit yang akan terus melanjutkan kepemimpinan kekuasaannya.
Pada dasarnya dalam konstitusi Mesir saat itu tidak mengatur tentang pembatasan periodik untuk
seseorang terpilih kembali menjadi seorang presiden, bahkan terkait tentang kesehatan seorang
calon presiden sekalipun sehingga banyak yang mempercayai bahwa Mubarak akan tetap
mencalonkan diri dalam setiap pemilu presiden sesuai pernyataannya serve until thel last breath
in my lungs, and the last beat of my heart.9

9 Jeremy M. Sharp, Op. Cit., hal. 7

Rangkaian kebijakan otoriter serta penerapan politik dinasti oleh rezim Mubarak tersebut
dianggap oleh rakyat sebagai sebuah penyangkalan dari sistem politik demokrasi yang dianut
negara tersebut. Tidak terealisasinya mekanisme aspirasi dalam demokrasi negara membuat
rakyat tidak puas terhadap kinerja pemerintahan.
Upaya menentang rezim Mubarak oleh kelompok-kelompok oposisi pada dasarnya telah
dilakukan sejak lama. Namun, tindakan pembatasan politik dan represi yang keras oleh aparat,
berhasil menggagalkan oposisi menggalang kekuatan massa yg lebih besar sehingga hanya
terbatas pada pelajar, kaum intelektual muda, dan kelompok professional kelas menengah. Selain
itu kelompokkelompok oposisi juga mengalami masalah internal dalam upaya penyatuan
kekuatan seperti perbedaan pandangan dan strategi demokratisasi jangka panjang dalam internal,
kapasitas organisasi yang minim, sumberdaya minim, dan yang penting adalah terbatasnya
konstituen mereka.
Kelompok Islamis khususnya Ikhwanul Muslimin yang merupakan kekuatan oposisi
yang memiliki massa pendukung besar bahkan memilih tidak menentang rezim secara konstan
untuk perubahan politik yang diharapkan. Sebaliknya Ikhwanul Muslimin lebih memilih menarik
sebagian besar pendukungnya terutama untuk mengambil alih tugas memberikan pelayanan
sosial terhadap masyarakat setelah pemerintah tidak melakukan fungsinya di wilayah tersebut
secara maksimal pada pertangahan tahun 1980-an hingga 1990-an. Disamping itu kemenangan
yang signifikan oleh Ikhwanul Muslimin dalam pemilu parlemen 2005, mendorong rezim
Mubarak untuk berusaha mengeliminir gerakan ini dari panggung politik Mesir dengan
meningkatkan pengusikan, penahanan terhadap pemimpin gerakan, bahkan penyitaan terhadap

aset finansial organisasi terutama beberapa tahun terakhir, sehingga pada akhirnya mereka
memilih untuk meminimalisir konfrontasi dengan rezim pemerintahan.10
Kebijakan reformasi ekonomi menjadi salah satu upaya Mubarak dalam mengkonsolidasikan dan
merestrukturisasi sistem kekuasaan rezimnya. Pertengahan tahun 1980-an, Mesir menghadapi
persoalan krisis ekonomi serta masalah utang luar negeri yang serius. Mengatasi krisis tersebut,
tahun 1991 Mesir berkomitmen mereformasi kebijakan ekonomi berorientasi terhadap pasar
setelah menandatangani sebuah kesepakatan bantuan dari IMF dan World Bank.11 Pada akhirnya
reformasi kebijakan ekonomi tidak hanya sebagai upaya untuk menyelamatkan ekonomi dalam
negeri tetapi sekaligus untuk mengkonsolidasi kekuatan rezim dan mempertahankankan stabilitas
kekuasaannya.
Perekonomian Mesir pasca revolusi sangat terpuruk. Arus masuk investasi asing ke Mesir
mencapai titik nol. Devisa dari sektor pariwisata anjlok hingga 80% dan Mesir merugi USD 40
juta setiap hari akibat terhentinya aktifitas pariwisata. Tingkat kemiskinan Mesir naik tajam
hingga 70% dimana 48% warga Mesir hidup dibawah garis kemiskinan, bahkan jumlah tersebut
semakin meningkat. Utang luar negeri dan domestik mencapai USD 180 miliar atau 90% dari
pendapatan domestik nasional Mesir. Pemasukan negara juga susut akibat produksi terhenti, baik
akibat revolusi maupun unjuk rasa buruh menuntut kenaikan upah. Pada Mei 2011, sektor
industri Mesir merugi mencapai USD 3,2 miliar. Cadangan devisa Mesir anjlok dari USD 36
miliar pada Desember 2010 menjadi USD 16 miliar pada April 2012. Pemerintah Mesir

10 Maria Cristina Paciello, 2011. Egypt: Changes and Challenges of Political Transition. MEDPRO
Technical Report No. 4/May 2011, hal 3
11 Ibid

mengklaim rugi USD 1 miliar per bulan sejak 25 Januari. Pertumbuhan ekonomi anjlok hanya
2,5% pada tahun 2011 dan hanya naik hingga 4% pada tahun 2012.12
Pada saat Mesir mengalami transisi ekonomi dan politik pasca penggulingan Presiden Hosni
Mubarak, Amerika Serikat sebagai negara yang sering melakukan hubungan kerja sama dengan
Mesir memberikan bantuan dalam bidang militer sebagai bentuk pertahanan negara. Amerika
Serikat juga membantu Mesir dalam pendanaan setelah pergantian kepemimpinan.
Bantuan luar negeri dari Negara Amerika Serikat ini guna untuk mensosialisasikan tata
pemerintahan yang baik dengan sistem demokrasi kepada Negara Mesir dan negara-negara di
kawasan Timur Tengah. Tidak hanya sistem demoknasi, tetapi juga mempromosikan hal-hal
tentang perdamaian pemberdayaan perempuan serta reformasi ekonomi yang ada pada negara
sehingga memiliki perekonomian yang lebih baik.13
Amerika Serikat dibawah pemerintahan George Bush dan Barak Obama secara rutin telah
menganggarkan bantuan yang disetujui oleh kongres dari Economic Support Fund untuk
mendukung NGO yang ada di Mesir. Terpisah dengan program bantuan yang lain, Amerika
serikat menganggarkan sekitar USD 25 juta pada tahun 2010, 10% dari total bantuan ekonomi.14
Proses promosi demokrasi oleh Amerika Serikat ini dilakukan dengan dua cara yakni secara
langsung dan tidak langsung, cara langsung seperti mengajak perwakilan negara untuk berunding

12 Mursi Vs Shafik, Citra IM Kontra NDP, 2012, diakses melalui


http://m.kompas.com/news/read/2012/05/27/03333571/mursi.vs.shafik..citra.im.kontra.ndp
13 Sheila Carapico, 2002,Foreign Aid for Promoting Democracy in the Arab World, Middle East Journal
Volume 5 No 3 Summer hal 10
14 Jeremy M. Sharp, Op. Cit., hal. 26

mengenai sistem demokrasi dan bagaimana sistem demokrasi ini memberikan keuntungan bagi
negara. Kemudian, dengan cara tidak langsung melalui pemberian bantuan baik dalam bentuk
ekonomi, militer, dsb kepada negara yang sedang berkonflik 15. Dalam kasus ini yakni Mesir,
pergantian kekuasaan di Mesir tak elak membawa perubahan pada kebijakan politik dan ekonomi
di Mesir, dengan pemberian bantuan ini Mesir diharapkan benar-benar berfokus dalam
mekanisme demokrasi agar tidak terjadi lagi pergolakan internal rakyat Mesir akibat
pemerintahan yang cenderung otoriter dan membatasi aspirasi masyarakat. Serta keterbukaan
ekonomi Mesir juga diharapkan untuk dirasakan oleh semua kalangan agar kelompok minoritas
dan para pedagang kecil di Mesir tidak merasa dirugikan.

15 James M. Scott and Carie A. Steele,Sponsoring Democracy: The United States and Democracy Aid to
the Developing World, 19882001, Oklahoma State University hal 52

Anda mungkin juga menyukai