Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
2.1 KONSEP DASAR MEDIK
A. DEFINISI
Fistula anal adalah saluran tipis, tubuler, fibrosa yang meluas kedalam
saluran anal dari lubang yang terletak di samping anus. Fistula biasanya akibat
infeksi. (Brunner and Suddart, hlm 1137, ed 2, thn 2002)
Fistula anal adalah suatu keadaan abnormal yang melalui saluran anal ke
perianal kulit yang diakibatkan oleh anorectal abses (bisul) yang disebabkan
oleh penekanan atau obstruksi pada kelenjar anal. (Icnatavicius, hlm 1362,ed 2,
thn 2006)
Fistula anal merupakan alur granulomatosa kronis yang berjalan dari anus
hingga bagian luar kulit anus atau dari suatu abses hingga anus atau daerah
perianal, sering didahului oleh pembentukan abses. ( Sylvia and Price, hlm 468,
vol 1, 2006)
Fisura anus merupakan luka epitel sejajar sumbu anus. (IMB,hlm 915, vol
1,thn 1997)
Fisura anal adalah robekan atau ulserasi longitudinal dalam kanal analis.
(Brunner and Suddart, hlm 1138, ed 2, thn 2002)
Fisura anal merupakan retakan pada dinding anus yang disebabkan oleh
peregangan akibat lewatnya feses yang keras. ( Sylvia and Price, hlm 468, vol
1, 2006)
B. ANATOMI FISIOLOGI

Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum


mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os
koksigis. Mukosa longitudinal membentuk lipatan-lipatan memanjang yang
disebut kolumna rektalis morgagni. Di daerah ini terdapat banyak vena. Pada
bagian bawah rektum dan pada saluran anus lapisan dalam muskularis menebal,
membentuk sfingter ani internum. Mengelilingi anus terdapat berkas otot
rangka yang membentuk sfingter ani eksternum.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar ( udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat
oleh 3 sfingter.
1. Sfingter Ani Internus ( sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak
2. Sfingter Lefator Ani, bekerja tidak menurut kehendak
3. Sfingter Ani Eksternus ( sebelah bawah), Bekerja menurut kehendak
Anus dan kanalis anal terletak diantara tepi atas sfingter internal setinggi
insersi levator ani daerah puborektalis (di sebut cincin anorektalis) dan meluas
kebawah di antara akhir terminal sfingter interna dan eksterna, panjangnya 30
sampai 40 mm. Bagian proksimal kanalis di lapisi oleh kelenjar mukosa tipe
rektal, bagian distal di lapisi oleh epitel gepeng (skuamosa) nonkreatinin. Tepi
proksimal bagian skuamosa di batasi oleh garis peptinat atau dentat. Sebelah
proksimal adalah daerah penyempitan mukosa transisional terdiri atas epitel
koronal dengan sel basal kecil berlapis-lapis yang menjadi satu dengan mukosa
tipe rektal pada segmen bagian atas.
Saraf sensori kanalis anal dan otot sfingter sangat penting dalam
pengendalian defekasi.
C. ETIOLOGI
FISTULA:
a.

Trauma

b.

Infeksi anal

c.

Hemoroid

d.

Fisura

e.

Edema lokal

f.

Penyakit Crohn
FISURA:

a.

Trauma akibat pasase feses yang besar dan keras

b.

Konstipasi

c.

Penggunaan laksatif yag berlebihan

d.

Diare
D. PATOFISIOLOGI
Rectum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang sering ditemukan
pada manusia. Penyebab konstipasi adalah kegagalan pengosongan rectum saat terjadi
peristaltic massa. Bila defekasi tidak sempurna, rectum menjadi relaks dan keinginan
defekasi menghilang. Air tetap terus di absorbsi dari massa feses, sehingga feses
menjadi keras dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya sehingga
menyebabkan tejadinya fisura. Fisura ani merupakan retakan pada dinding anus yang
disebabkan oleh peregangan akibat lewatnya feses yang keras. Oleh karena itu sering
disebabkan oleh konstipasi. Diare dan trauma saat lahir juga dapat menyebabkan
timbulnya fisura ani. Gejala yang yang paling mencolok adalah nyeri terbakar hebat
setelah defekasi, dan gerakan usus biasanya diikuti oleh darah merah cerah.
Bila massa feses yang keras ini terkumpul di satu tempat dan tidak dapat
dikeluarkan, maka disebut sebagai impaksi feses. Tekanan pada feses yang berlebihan
menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis yang merupakan penyebab
hemoroid yang akan menyebabkan terjadinya fistula.
Daerah anorectal sering merupakan tempat terjadinya fistula. Bila terjadi
peradangan kronis akan menyebabkan penyempitan lumen, dapat terjadi obstruksi
parsial kronis yang menimbulkan gejala konstipasi, feses keras, diare intermitan dan
peregangan abdomen. Gambaran akhir obstruksi dapat dipercepat oleh serangan akut,
menyebabkan terjadinya abses perikolon yang menyempitkan lumen yang sudah
menyempit. Fistula dapat juga terbentuk sebagai penyulit abses perikolon. Jenis yang
paling sering terjadi adalah fistula vesikosigmoid.

Fisura rektal disebabkan oleh rdang akibat infeksi gambaran klinik berupa
nyeri timbul bila abses terletak sejitar anus atau perianal. Abses perianal ditandai
dengan pembengkakan yang mungkin biru nyeri dan akhirnya berfluktuasi. Penderita
mengalami demam. Komplikasi terdiri dari perluasan ke ruang lain dan perforasi ke
dalam, ke anorektum atau keluar melalui kulit perianal.

E. TANDA DAN GEJALA


a. Nyeri hebat dan rasa terbakar setelah defekasi
b. Konstipasi
c. Darah segar di permukaan tinja atau feses
d. Fisura ani sering disertai skin tag hemoroid eksterna
e. Adanya abses
f. Nyeri dari abses karena tekanan pada saraf somatik di daerah perianal
g. Edema lokal
h. Eritema
i. Pruritus
j. Drainage purulent

F. TEST DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan darah rutin : leukosit, hemoglobin
b. Colok dubur dapat dilakukan dengan menekan sisi di sebarang fisura selah
pemberian anastesi topik
c. Pemberian proktoscopy anastesy topik dan tekanan pada sisi kontralateral
d. Pemeriksaan feses lengkap
e. Kultur Pus

G. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. FISTULA ANI: Insisi dan drainase abses, serta eksisi fistula yamg berhubungan
Pembedahan tidak selalu di anjurkan karena beberapa penderita dapat sembuh
secara spontan.
Fistuletomi ( eksisi saluran fistula adalah prosedur bedah yang dianjurkan. Usus
bawah di evakuasi secara saksama dengan enema yang di programkan.
Selama pembedahan, saluran sinus diidentiikasi dengan memasaang alat
kedalamnya atau dengan menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula
didiseksi keluar atau di biarkan terbuka, dan insisi lubang rectalnya mengarah ke
luar. Luka diberi tampon dengan kasa.
Teknik Operasi
- Posisi pasien litotomi atau knee chest :
1. Dilakukan anestesi regional atau
general
2. Sebelum melakukan operasi sangat
penting untuk meraba adanya jaringan
fibrotik saluran fistel di daerah perianal
maupun dekat linea dentate, sehingga dapat ditentukan asal dari fistel
3. Dengan tuntunan rektoskopi dicari internal opening dengan cara memasukkan
methilen blue yang dapat dicampuri perhidrol
4. Bila internal opening belum terlihat dilakukan sondage secara perlahan dengan
penggunaan sonde tumpul yang tidak kaku kedalam fistula dan ujung sonde diraba
dengan jari tangan operator yang ditempatkan dalam rektum
5. Bila internal opening telah ditemukan, dengan tuntunan sonde, dapat dilakukan
fistulatomi yaitu dengan cara insisi fistula searah panjang fistula dan dinding fistula

dilakukan curettage untuk pemeriksaan patologi. Hati-hati jangan sampai


memotong sfingter eksterna.
6. Luka operasi ditutup dengan tampon
b. FISURA ANI
- Farmakoterapi yaitu pemberian obat pencahar untuk mencegah konstipasi,
supositoria.
- Kombinasi supositoria anastetik dengan kortikostiroid membantu menghilangkan
ketidaknyamanan
- Apabila fisura tidak berespon terhadap tindakan konservatif maka pembedahan di
lakukan
H. KOMPLIKASI
a. Komplikasi yang dapat timbul berupa perdarahan, inkontinensia fecal, retensio
urine, infeksi, serta komplikasi akibat anesthesia.
b. Infeksi sistemik
c. Gangguan fungsi reproduksi
d. Gangguan defekasi
2.2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- kebiasaan atau aktivitas sehari-hari
- kebersihan lingkungan khususnya toilet
- Penyakit yang pernah diderita hemoroid
- Penggunaan obat-obat yang berlebihan khususnya laksatif
2. Pola Nutrisi metabolik

- Jenis, frekuansi, dan jumlah makanan dala, sehari


- Jumlah minum dalam sehari
- Perut kembung
- Demam
- ada abses
- makanan berserat
3. Pola Eliminasi
- konstipasi
- Diare
- Pola BAB, frekuensi, kakteristik, ketidaknyamanan, masalah pengontrolan,
- penggonaan laxative
- tidak bisa defekasi, mengejan
- feses bercampur darah
- perdarahan pada anus, seberapa banyak, seberapa sering
4. Pola aktivitas dan latihan
- aktivitas terganggu karena abses dan lesi pada anus
- duduk dan berdiri terlalu lama
5. Pola tidur dan istirahat
- gangguan pola tidur karena posisi tidur, nyeri
6. Pola persepsi kognitif
- rasa gatal pada anus
- rasa terbakar
- nyeri dan karakteristiknya pada saat defekasi

- nyeri abdomen
7. Pola persepsi dan konsep diri
-pandangan klien tentang dirinya terkait dengan gangguan anrektal
- kecemasan
- rasa malu atau rendah diri
8. Pola peran dan hubungan dengan sesama
- pendapat keluarga tentang penyakit yang diderita klien
- merasa terisolir
9. Pola reproduksi seksual
- gangguan seksual akibat penyakit anorektal
10. Pola mekanisme kopong dan toleransi terhadap stres
- depresi dan penanganannya
11. Pola sisitem nilai dan kepercayaan
- terganggunya kebutuhan spiritual

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan lesi, abses ditandai dengan
konstipasi
2. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses
pembedahan
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan pola defekasi, adanya abses.
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi.


C. Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan lesi, abses ditandai dengan
konstipasi
HYD : klien tidak mengalami konstpasi dalam waktu 2x 24 jam, ditandai dengan
bising usus dalam batas normal 5-35x/ menit, konsisten feses lunak,
pasien dapat devekasi tanpa ada paksaan, tidak ada nyeri saat defekasi
Intervensi :
1. Observasi bising usus.
R/ Mengetahui toleransi usus.
2. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan berserat seperti sayur dan
buah, serta perbanyak minum.
R/ untuk memperlancar BAB
3. Kaji konstipasi abdomen
R/ untuk mengetahui rasa begah
4. Kolaborasi medik untuk :
-

Pasien dipuasakan
R/ Mengurangi distensi abdomen.

Pasang NGT
R/ Mengurangi kembung.

Tindakan operasi
R/ Memperbaiki aliran intestinal.

2. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi


HYD : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1. Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas
R/ Nyeri sebelum defekasi sering terjadi pada KU dengan tiba-tiba, dimana
dapat berat dan terus-menerus

2. Catat petunjuk non-verbal, mis.gelisah, menolak untuk bergerak, berhati-hati


dengan abdomen.

R/ Dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi


luas/ beratnya masalah
3. Kaji ulang faktor-faktor yang meningkatkan/ menghilangkan nyeri
R/ Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat
4. Bersihkan area rektal dengan sabun ringan dan air/lap setelah defekasi dan
berikan perawatan kulit
R/ Melindungi kulit dari asam usus, mencegah ekskoriasi.
5. Observasi/ catat distensi abdomen, peningkatan suhu, penurunan TD 1.
Mencoba untuk mentoleransi nyeri tanpa analgesik.
R/ Dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema, dan
jaringan parut.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh,


proses pembedahan
HYD : Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
R/ Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah
karakteristik infeksi
2. Obeservasi penyatuan luka, adanya inflamasi
R/ Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan.
3. Pantau pernapasan, bunyi napas. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 35-45
derajat, bantu pasien untuk membalik, batuk, dan napas dalam.
R/ Infeksi pulmonal dapat terjadi karena depresi pernapasan, ketidakefektifan
batuk, dan distensi abdomen.

4. Observasi terhadap tanda/ gejala peritonitis, mis, demam, peningkatan nyeri,


distensi abdomen.
R/ Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan, peritonitis dapat
terjadi bila usus terganggu, mis, ruptur praoperasi, kebocoran anastomosis.
5. Pertahankan perawatan luka aspetik. Pertahankan balutan kering.
R/ Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan.
Balutan basah bertindak sebagai retrograd, menyerap kontaminan eksternal

6. Berikan obat antibiotik sesuai indikasi. 1. Suhu malam hari memuncak yang
kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
R/ Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.

4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan pola defekasi,


adanya abses
HYD: Terjadi peningkatan rasa harga diri
Intervensi:
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganannya
R/ Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga dalam
menghadapi perubahan dalam hidup
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga
R/ Mengindentifikasi penguatan dan dukungan terhadap pasien.
3. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga
R/ Pola koping yang efektif diasa lalu mungkin potensial destruktif ketika
memandang pembatasan yang ditetapkan
5. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit
dan penanganannya.
R/ Pasien dapat mengindentifikasi masalah dan langkah-langkah yang
diperlukan untuk menghadapinya

5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


HYD : Kecemasan berkurang atau teratasi
Intervensi:
1. Catat petunjuk perilaku mis, gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak
mata, perilaku menarik perhatian.
R/ Stres dapat terjadi sebagai akibat gejala fisik kondisi, juga reaksi lain
2. Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik
R/ membuka hubungan terapeutik. Membantu dalam meng-indentifikasi
masalah yang menyebabkan stres.

3. Akui bahwa ansietas dan masalah mirip yang diekspresikan orang lain.
Tingkatkan perhatian mendengar pasien.
R/ Validasi bahwa perasaan normal dapat membantu menurunkan stres
4, Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan
R/ Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol
dan membantu menurunkan ansietas.
5. Berikan lingkungan tenang dan istirahat.
R/ Meningkatkan relaksasi, membantu menurunkan ansietas
6. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.
R/ tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stres berkurang.
7. Bantu pasien belajar mekanisme koping baru, mis teknik mengatasi stres.
R/ meningkatkan kontrol penyakit.

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan


interpretasi.
HYD : Klien/ keluarga menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
pengobatan.
Intervensi :
1. Tentukan persepsi pasien/ keluarga tentang proses penyakit.

R/ Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kebutuhan belajar individu.


2. Kaji ulang proses penyakit, penyebab/ efek hubungan faktor yang
menimbulkan faktor pendukung
R/ Pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan pasien untuk
membuat keputusan informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol
penyakit.
3. Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosis, dan kemungkinan efek samping.
R/ Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam
program.
4. Tekankan pentingnya perawatan kulit, mis, teknik cuci tangan dengan baik dan
perawatan perineal yang baik.
R/ menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit/kerusakan, infeksi.
5. Penuhi kebutuhan evaluasi jangka panjang dan evaluasi periodik
R/ Pasien dengan inflamasi beresiko untuk kanker dan evaluasi diagnostik
teratur dapat diperlukan.
D. Discharge Planning
1. Jelaskan teknik pemberian obat, dosis, cara pemberian, efek samping, dan
waktu pemberian
2. Anjurkan kilien untuk menjaga kebersihan perianal
3. Anjurkan klien untuk tidak mengejan tidak berlebihan
4. Anjurkan klien mengkonsumsi makanan yang tinggi serat
5. Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup
6. Anjurkan klien untuk banyak minum
7. Anjurkan klien kontrol ke Rumah Sakit jika mengalami susah BAB dan
mengalami nyeri yang hebat di anus.

BAB III
KESIMPULAN

Fistula anal adalah suatu keadaan abnormal yang melalui saluran anal ke perianal
kulit yang diakibatkan oleh anorectal abses (bisul) yang disebabkan oleh penekanan
atau obstruksi pada kelenjar anal.
Fisura anal adalah robekan atau ulserasi longitudinal dalam kanal analis. Fisura ani
merupakan retakan pada dinding anus yang disebabkan oleh peregangan akibat
lewatnya feses yang keras.
Ditandai dengan nyeri hebat dan rasa terbakar setelah defekasi, konstipasi, darah segar
di permukaan tinja atau feses, fisura ani sering disertai skin tag hemoroid eksterna,
adanya abses. Maka dari itu masyarakat di butuhkan untuk merubah pola hidup yang
baik,salah satunya dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat sehingga tidak
terjadi konstipasi yang mengakibatkan terjadinya fistula dan fisura. Menjaga hiegine
anal.
Dalam hal ini, perawat memegang peranan penting dalam membantu menangani
Fistula,Fisura, dengan cara memberikan asuhan keperawatan secara optimal melalui
pendekatan

proses

keperawatan,

memberikan

informasi

berupa

penyuluhan

Fistula,fisura dan cara penanggulangannya untuk mengurangi angka kesakitan


penderita Fistula,Fisura.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marlin E, Mary france, Alice C. Geister, Mary F. Jeffries. 1989. Nursing
Care Planning Guidelence For Planing Patien Care . Philadelphia ; FA Davis
Company.
Ignatavicius, Dona D. & Workman, M. Linda. 2006. Medical Surgical Nursing Critical
Thinking for Colaborative Care. Edisi 5, volume 1. Philadelphia: Elsevier Saunder.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6, volume 2
Jakarta: EGC
Robin, Gayle, Charlene, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Sheerwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2001. Brunner & suddarth Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi 8, vulome 1. Jakarta: EGC
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4, jilid 2. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai