Anda di halaman 1dari 31

HUBUNGAN ANTARA DEFISIENSI VITAMIN A PADA IBU HAMIL DAN KEJADIAN

DISABILITAS PENDENGARAN PADA BAYINYA DI NEGARA BERKEMBANG


Penemuan baru yang telah disampaikan dalam Gestasional vitamin A deficiency:
A novel cause of sensorineural hearing loss in the developing world?

SEMINAR AKHIR DEPARTEMEN

Untuk memenuhi tugas Departemen Maternitas yang dibimbing oleh


Ns. Fransiska Imavike, S.Kep. MN dan Ns. Ike Luvia, S.Kep

Disusun oleh:
KELOMPOK 6
1. Hendra Dwi Cahyono

(NIM.105070201111016)

2. Moh. Choirul Anam

(NIM.105070200111046)

3. Arinta Novia Hapsari

(NIM.105070207111005)

4. Monika Sinta Dewi

(NIM.105070200111030)

5. Stefani Yulita Sari

(NIM.105070201111012)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

HUBUNGAN ANTARA DEFISIENSI VITAMIN A PADA IBU HAMIL DAN KEJADIAN


DISABILITAS PENDENGARAN PADA BAYINYA DI NEGARA BERKEMBANG
Penemuan baru yang telah disampaikan dalam Gestasional vitamin A deficiency:
A novel cause of sensorineural hearing loss in the developing world?

SEMINAR AKHIR DEPARTEMEN

Untuk memenuhi tugas Departemen Maternitas yang dibimbing oleh


Ns. Fransiska Imavike, S.Kep. MN dan Ns. Ike Luvia S.Kep.
Disusun oleh:
KELOMPOK 6
1. Hendra Dwi Cahyono

(NIM.105070201111016)

2. Moh. Choirul Anam

(NIM.105070200111046)

3. Arinta Novia Hapsari

(NIM.105070207111005)

4. Monika Sinta Dewi

(NIM.105070200111030)

5. Stefani Yulita Sari

(NIM.105070201111012)

Malang, 12 Mei 2015


Mengetahui,
Pembimbing Akademik

(Ns. Fransiska Imavike, S.Kep. MN)

Pembimbing Klinik

(Ns. Ike Luvia S.Kep)

BAB 1
PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Kehilangan pendengaran atau yang sering disebut dengan tuli merupakan masalah

kesehatan masyarakat substantial di era perkembangan ekonomi dan sosial yang cukup
pesat. WHO memperkerikan bahwa sekitar 360 juta orang di dunia mengalami gangguan
pendengaran, dan 80% dari mereka merupakan golongan dari masyarakat berpendapatan
menengah ke bawah. Kehilangan pendengaran meruapakn kontributor teritinggi nomor 12
terhadap terjadinya penyakit global yang menyebabkan kecacatan di setiap tahunnya
(Emmet dan Jr, 2014).
Disabilitas pendengaran dapat menimbulkan stigma kecacatan sehingga dapat
mempengaruhi aktivitas kerja seseorang dan dapat menyebabkan isolasi sosial. Selain itu,
gangguan pendengaran juga dapat menyebabkan ketidaklancaran bahasa, komunikasi, dan
keterlambatan

kognitif.

Telah

dilakukan

peneilitian

epidemiologi

bahwa

gangguan

pendengaran berkaitan dengan kemiskinan yang mana berhubungan dengan status sosial
dan status ekonomi. Anomali kongenital dapat disebabkan oleh malnutrisi gestasional di
mana pembentukan organ-organ pada tubuh janin dipengaruhi oleh keadekuatan nutrisi ibu
hamil. Salah satu contohnya, pada pembentukan telinga janin, status vitamin A pada ibu
hamil memegang peran yang paling penting (Emmet dan Jr, 2014).
Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan merupakan vitamin yang
esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup manusia (Almatsier, 2003).
Vitamin A dalam bentuk aktifnya akan membentuk asam retinoid (RA) yang mana RA
tersebut dapat berfungsi pada penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan organ,
reproduksi, serta kekebalan pada tubuh. (Emmet dan Jr, 2014).
Hasil studi in vivo pada hewan coba menunjukkan bahwa defisiensi vitamin A pada
masa kehamilan, khususnya pada tahap awal trimester pertama, dapat menyebabkan
gangguan perkembangan janin terutama pada pembentukan telinga yaitu malformasi telinga
dalam dan hillangnya sensori pendengaran. Hal ini karena vitamin A dalam proses
metabolismenya akan berperan aktif dalam pembentukan vesikula otic, yang mana vesikula
otic ini pada tahap akhir akan membentuk ductus coclearis (Emmet dan Jr, 2014).
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa vitamin A ternyata memegang
peran dalam mencegah terjadinya gangguan pendengaran (Emmet dan Jr, 2014).
1.2

Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara defisiensi vitamin A pada ibu hamil dan kejadian

disabilitas pendengaran pada bayinya di negara berkembang?

1.3

Tujuan
Untuk mengetahui hubungan antara defisiensi vitamin a pada ibu hamil dan kejadian

disabilitas pendengaran pada bayinya di negara berkembang.


1.4.1

Manfaat

1.4.1

Manfaat Teori
-

Dapat digunakan sebagai acuan untuk memberikan asuhan keperawatan pada


ibu hamil yang komprehensif.

1.4.2

Dapat digunakan sebagai acuan dasar penelitian lebih lanjut.

Manfaat Praktis
-

Dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk upaya preventif dan promotif
dalam pelayanan kesehatan pada ibu hamil dan janinnya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pertumbuhan Janin
Kehidupan janin di dalam rahim ibu (intra uterus) dibagi menjadi tiga fase

pertumbuhan yaitu fase germinal, embrional, dan fetus (janin) (Wu et al., 2010).
1. Fase Germinal
Berlangsung pada waktu 10-14 hari setelah pembuahan. Zigot (hasil pembuahan)
berkembang cepat 72 jam setelah pembuahan, membelah diri menjadi 32 sel dan
sehari kemudian sudah 72 sel. Pembelahan ini berlangsung terus sampai menjadi
800 milyar sel atau lebih, dan dari sinilah manusia tumbuh berkembang. Dalam fase
germinal ini terbentuklah saluran yang menempel pada uterus dicapai selama 3-4
hari, kemudian berubah bentuk menjadi blastocyst yang terapung bebas dalam
uterus selama satu atau dua hari. Beberapa sel sekitar pinggiran blastocyst
membentuk piringan embrionik (embryonic disk) yang merupakan massa sel yang
tebal dan dari sinilah bayi akan tumbuh. Massa ini mengalami deferensiasi menjadi
tiga lapisan, bagian atas yaitu ektoderm, bagian bawah (endoderm), dan lapisan
tengah (mesoderm) (Wu et al., 2010).
a. Ektoderm
Lapisan ini nantinya akan membentuk lapisan kulit luar, kuku, rambut gigi, organ
perasa dan system syaraf termasuk otak dan sumsum tulang belakang (Wu et
al., 2010).
b. Endoderm
Lapisan bagian bawah ini akan membentuk sistem pencernaan, hati, pancreas,
kelenjar ludah, dan sistem pernafasan (Wu et al., 2010).
c. Mesoderm
Lapisan tengah (mesoderm) merupakan lapisan yang akan berkembang dan
berdeferensiasi menjadi lapisan kulit bagian dalam, urat daging, kerangka,
sistem ekskresi, dan sistem sirkulasi (Wu et al., 2010).
Bagian lain dari blastocyst tumbuh menjadi plasenta, tali pusat, dan kantong
empedu. Pada masa ini pula yaitu pada usia embrio 4 minggu, embrio mengeluarkan
hormon yang menyebabkan berhentinya siklus haid ibu (Wu et al., 2010).
2. Fase Embrional
Berkembang mulai pada 2 8 minggu setelah pembuahan. Selama fase ini sistem
pernafasan, pencernaan, saraf dan tubuh tumbuh dan berkembang cepat. Pada
periode

pertumbuhan

embrional

ini

sangatlah

peka

terhadap

pengaruh

lingkungannya. Keadaan tidak normal atau cacat pada waktu lahir dapat terjadi

karena adanya gangguan pada masa kandungan tiga bulan pertama. Selama
periode pertumbuhan embrio terjadi pembelahan sel, dan relatif lebih cepat dari
periode lainnya. Pertumbuhan embrio yang cepat tersebut menunjukkan kebutuhan
oksigen dan zat gizi tinggi untuk setiap unit massaembrio. Hal ini menyebabkan
embrio sensitif terhadap perubahan suplai gizi dan oksigen. Pada saat ketersediaan
oksigen menurun atau kekurangan zat gizi tertentu dapat menyebabkan hambatan
pertumbuhan yang permanen (Wu et al., 2010).
3. Fase Fetus (Janin)
Berkembang delapan minggu setelah pembuahan. Sel tulang pertama mulai tumbuh
dan embrio menjadi janin. Dari periode ini sampai saat kelahiran bentuk tubuh makin
sempurna, bagian-bagian tubuh tumbuh dengan laju yang berbeda-beda dan janin
sendiri tumbuh memanjang sampai kira-kira 20 kalinya. Selama janin tumbuh dan
berkembang, total cairan tubuh menurun dari 92 menjadi 72 persen. Perubahan ini
diikuti oleh peningkatan

protein dan lemak terutama selama dua bulan terkahir

kehamilan, dimana peningkatan protein lebih banyak dari pada lemak. Selain itu
pada janin terjadi pula pertambahan yang nyata pada natrium, kalsium, dan besi.
Natrium terutama terdapat dalam cairan ekstraseluler dan dalam tulang, sedangkan
kalium terdapat dalam cairan intraseluler berkaitan dengan massa sel. Kegiatan janin
selama dalam kandungan selain menghisap zat gizi dan bernafas, janin juga
bergerak aktif seperti menyepak, berputar, melengkung dan menggenggam. Selain
itu janin mampu melakukan respon terhadap rangsangan suara atau getaran. Janin
juga peka terhadap kondisi kejiwaan ibunya, misalnya ibu yang mengandung merasa
takut, sedih atau cemas maka janin akan melakukan gerakan-gerakan yang lebih
cepat. Demikian pula apabila si ibu kelelahan. Respon tersebut diduga karena
adanya perubahan sekresi kelenjar yang terjadi dalam tubuh ibunya (Wu et al.,
2010).
Pertumbuhan dan perkembangan janin dapat dibagi berdasarkan trimester (Wu et
al., 2010).
a. Trimester pertama
Pada trimester pertama atau tiga bulan pertama masa kehamilan merupakan
masa dimana sistem organ prenatal dibentuk dan mulai berfungsi. Pada minggu
ke 3 sel-sel mulai membentuk organ-organ spesifik dan bagian-bagian tubuh.
Minggu ke 13, jantung telah lengkap dibentuk dan mulai berdenyut, sebagian
besar organ telah dibentuk,dan janin mulai dapat bergerak.Bagi wanita hamil
tentu saja masa trimester pertama ini merupakan masa penyesuaiannya baik
secara fisik maupun emosi dengan segala perubahan yang terjadi dalam
rahimnya. Pada trimester pertama ini ibu sering mengalami mual atau, ingin

muntah, tidak selera makan yang sering dikenal dengan morning sickness,
yang dapat menyebabkan berkurangnya asupan makanan ibu. Defisiensi gizi
dan pengaruh-pengaruh lain yang membahayakan janin seperti penggunaan
obat, vitamin A dosisi tinggi, radiasi atau trauma dapat merusak atau
menghambat perkembangan janin selanjutnya. Sebagian besar keguguran
terjadi pada masa ini, bahkan sekitar sepertiga dari kejadian keguguran terjadi
karena wanita tidak menyadari bahwa dia sedang benar-benar hamil. Masa
trimester pertama merupakan masa yang kritis, sehingga harus dihindari hal-hal
yang memungkinkan kegagalan pertumbuhan dan perkembanganjanin (Wu et
al., 2010).

Gambar 2.1 Perkembangan Janin


b. Trimester kedua
Pada awal trimester kedua, berat

janin sudah sekitar 100 g. Gerakan-gerakan

janin sudah mulai dapat dirasakan ibu. Tangan, kaki, dan jari sudah terbentuk,
janin sudah dapat mendengar dan mulai terbentuk gusi dan tulang rahang.
Organ-organ tersebut terus tumbuh menjadi bentuk yang sempurna dan pada
saat ini denyut jantung janin sudah dapat dideteksi dengan stetoskop. Bentuk
tubuh janin saat ini sudah menyerupai bayi (Wu et al., 2010).
c. Trimester ketiga
Memasuki trimester ketiga, berat janin sekitar 1-1,5 kg. Pada periode ini uterus
semakin membesar sampai berada di bawah tulang susu. Uterus menekan ke

atas ke arah diafragma dan tulang panggul. Hal ini sering membuat ibu hamil
merasa jantung sesak dan kesulitan pencernaan. Seringkali ibu juga mengalami
varises pada pembuluh darah sekitar

kaki, wasir, dan lutut kram karena

meningkatnya tekanan kepada perut, rendahnya laju darah balik dari limbs, dan
efek dari progesterone, yang menyebabkan kendurnya saluran darah. Setelah
usia kehamilan mencapai

sekitar 2830 minggu, bayi yang lahir disebut

prematur (sebelum minggu ke 37 kehamilan), mempunyai kesempatan untuk


hidup baik bila dirawat dalam suatu perawatan bayi baru lahir risiko tinggi.
Namun, mineral dan cadangan lemak pada bayi tidak normal, yang seharusnya
dibentu pada bulan terakhir kehamilan. Masalah medis lain pada bayi prematur
adalah masih belum mampu mengisap dan menelan dengan baik, sehingga
perawatan bayi ini sangat sulit (Wu et al., 2010).
2.2

Telinga Dalam

2.2.1

Embriologi Telinga Dalam


Telinga pada manusia terdiri atas tiga daerah yaitu telinga luar, telinga tengah, dan

telinga dalam. Telinga luar pada dasarnya merupakan corong pengumpul suara yang terdiri
atas pinna dan saluran pendengaran luar. Telinga tengah adalah bagian yang menyalurkan
suara dari telinga luar ke telinga dalam dan telinga dalam yang mengubah suara menjadi
rangsangan saraf (Wu et al., 2010).
Telinga dalam adalah organ pertama dari tubuh yang dalam perkembangannya telah
terbentuk secara sempurna baik dalam ukuran maupun konfigurasinya yaitu pada kehamilan
trimester kedua. Perkembangan

telinga dalam dimulai pada awal minggu ketiga yaitu

perkembangan intrauterin yang ditandai dengan tampaknya plakode ektoderm pada


setingkat miensefalon. Plakode auditori berinvaginasi membentuk lubang (pit) auditori
sepanjang

minggu

ke-4

yang

kemudian

menjadi

vesikula

auditori.

Pada

tahap

perkembangan selanjutnya vesikula otik (vesikula auditori) bagian ventral membentuk


sakulus dan koklearis sedangkan bagian dorsal membentuk utrikulus, kanalis semisirkularis
dan duktus endolimfatikus (Wu et al., 2010).
Pembentukan saluran-saluran tersebut disebabkan adanya bagian-bagian tertentu
dari daerah tersebut yang berdegenerasi. Duktus koklearis yang sedang tumbuh menembus
mesenkim di sekitarnya dan berpilin seperti membentuk spiral.Selanjutnya duktus koklearis
tetap berhubungan dengan sakulus melalui duktus reunien. Duktus semisirkularis, duktus
utrikulus, duktus sakulus dan duktus koklearis kemudian diisi dengan cairan endolimfe
sehingga semua struktur membran dari saluran tersebut dinamakan membran labirin.
Dinding sel membran labirin sangat tipis dan terdiri atas sel-sel epitel tunggal yang ditutupi
oleh lapisan serabut jaringan ikat yang dibentuk dari mesenkim di sekitarnya. Beberapa dari

sel epitel tersebut dimodifikasi menjadi sel-sel rambut (sel neuroepitel dan beberapa sel
pendukung). Dasar dari sel-sel neuroepitel dikelilingi oleh ujung serabut saraf yang datang
dari ganglion spinal dan ganglion vestibular. Ganglion-ganglion tersebut berhubungan
dengan otak melalui serabut saraf yang dibentuk oleh tulang yang disebut tulang labirin.
Ruang diantara membran labirin dan tulang labirin tersebut berisi cairan perilimfe (Wu et al.,
2010).
2.2.2

Anatomi Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari serangkaian rongga tulang yang disebut labirin tulang serta

duktus dan sakulus membran yang disebut labirin membran. Labirin tulang terdiri dari
vestibulum, kanalis semisirkularis, dan koklea. Rongga tulang ini dibatasi dengan
peritoneum dan mengandung cairan jernih disebut cairan perilimfe. Berbatasan dengan
perilimfe tetapi tidak mengisi seluruh ruangan labirin tulang terdapat labirin membranosa
yang terdiri dari duktus semisirkularis, duktus koklearis, utrikulus, dan sakulus. Ruang labirin
membranosa ini diisi dengan cairan endolimfe. Struktur dari telinga dalam membantu
penyampaian informasi ke otak tentang keseimbangan dan pendengaran yaitu duktus
koklear sebagai organ pendengaran dan duktus semisirkularis, utrikulus, dan sakulus
sebagai organ keseimbangan .

(Wu et al., 2010)

1. Vestibulum
Vestibulum yang mengandung jendela oval pada dinding lateralnya adalah bagian
pusat dari labirin tulang. Vestibulum berhubungan dengan koklea di bagian anterior
dan dengan kanalis semisirkularis di bagian posterosuperior. Pada dinding lateral

vestibulum terdapat foramen oval yang ditutupi foot plate stapes beserta ligamentum
anulare. Dinding medial vestibulum menghadap ke meatus akustikus internus dan
ditembus oleh saraf. Pada dinding medial ini terdapat dua cekungan yaitu cekungan
sferis untuk sakulus dan cekungan elips untuk utrikulus. Pada dinding posterior
vestibulum terdapat lima lubang kanalis semisirkularis dan di dinding anterior
vestibulum terdapat dua lubang yang berbentuk elips ke skala vestibularis koklea
(Wu et al., 2010).
2. Kanalis Semisikularis
Terdapat tiga buah kanalis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior, dan lateral
yang terletak di atas dan belakang vestibulum. Ketiga kanalis semisirkularis
bermuara pada utrikulus. Bentuk kanalis seperti 2/3 lingkaran dengan panjangnya
hampir sama yaitu 0,8 mm. Pada salah satu ujung masing-masing kanalis ini
melebar disebut ampula dan mengandung sel-sel rambut krista yang berisi epitel
sensori vestibular dan terbuka ke vestibulum. Struktur reseptor ini disebut krista
ampularis terletak memanjang di ujung ampula pada tiap kanal membranosa. Setiap
krista terdiri dari sel rambut dan sel pendukung (sustenakular) yang dikelilingi oleh
bagian gelatinosa (kupula) yang menutupi ampula. Prosesus dari sel rambut melekat
pada kupula dan basis sel rambut berhubungan dekat dengan serabut aferen dari
bagian vestibular dari kranial ke nervus VII (Wu et al., 2010).
3. Koklea
Koklea terletak di depan vestibulum dan berbentuk seperti rumah siput yang
mengarah ke dasar dari kanalis auditorius interna dan sumbunya yang panjang
mengarah keluar dengan membentuk sudut 300. Di dasar koklea, skala vestibuli
berakhir pada jendela oval yang ditutupi oleh kaki tulang pendengaran (stapes).
Skala timpani berakhir pada jendela oval, sebuah foramen di dinding medial dari
telinga dalam yang ditutupi oleh membran timpani yang fleksibel. Skala media, ruang
tengah koklea, berlanjut ke labirin membraniosa dan tidak berhubungan dengan
kedua skala lainnya. Di sepanjang koklea, membran basilar dan membran Reissner
membagi koklea menjadi tiga ruang atau skala. Di atas terdapat skala vestibuli dan di
bawah skala vestibuli dan di bawah terdapat skala timpani yang mengandung cairan
perilimfe dan berhubungan satu sama lain di puncak koklea melalui sebuah lubang
terbuka yang disebut helikotrema (Wu et al., 2010).

(Wu et al., 2010)

4. Sakulus dan Utrikulus


Utrikulus

terletak

di

bagian

belakang

lekukan

dinding

atas

vestibulum,

sakulusbentuknya jauh lebih kecil tetapi strukturnya sama dan terletak di dalam
lekukan bagian bawah dan di depan utrikulus. Sakulus menyokong suatu struktur
makula pada dinding medialnya dalam suatu bidang vertikal yang meluas ke dinding
anterior. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus yang sempit
yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak
pada bidang tegak lurus terhadap macula sakulus, utrikulus dan sakulus seluruhnya
dikelilingi oleh perilimfe kecuali pada tempat masuknya saraf di daerah makula. Di
dalam setiap labirin membranosa, di lantai utrikulus terdapat organ otolit (makula).
Makula yang lain terletak pada dinding sakulus di posisi semivertikal. Makula
mengandung sel pendukung dan sel rambut dikelilingi oleh sebuah membran otolit
dimana melekat pada kristal kalsium karbonat yang disebut otolit. Otolit yang disebut
juga otokonia atau debu telinga berukuran 3-19 m pada manusia dan lebih padat
dari cairan endolimfe. Prosesus dari sel rambut melekat pada membran. Serabut
saraf dari sel rambut bergabung dengan krista dari bagian vestibular saraf kranial ke
VII (Wu et al., 2010).
5. Duktus Semisirkularis
Bagian ini terbuka ke bagian posterior dari utrikulus melalui lima lubang yang
terpisah dan letaknya tegak, ini merupakan tiga daratan pada ruang telinga dalam.
Masing-masing duktus pada semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya yang
membentuk ampula dan terletak pada saluran tulang yang melebar.Panjang sumbu
dari masing-masing ampula kira-kira 2 mm (Wu et al., 2010).

6. Duktus Koklearis
Duktus koklearis disebut juga skala media dan merupakan bagian labirin membran
koklea sedangkan bagian labirin tulang koklea disebut skala vestibuli dan skala
timpani. Bentuk duktus koklearis ini mengikuti bentuk labirin tulang koklea berupa
dua setengah sampai dua tiga perempat putaran spiral. Duktus koklearis meluas
mulai dari basis koklea sampai ke apek koklea kemudian akan berakhir sebagai
saluran buntu pada apeks yang disebut caecum cupulare. Skala vestibuli dan skala
timpani pada apeks koklea berhubungan satu sama lain terdapat helikotrema.
Sakulus, sebagian besar kanalis semisirkularis dan ujung basal koklea. Cabang
koklear memperdarahi ganglion spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen
spiralis. Arteri koklearis berjalan mengitari nervus akustikus di kanalis akustikus di
kanalis akustikus internus dan di dalam koklea mengitari modiolus.Vena dialirkan ke
vena

labirintin

yang

diteruskan

ke

sinus

petrosus

inferior

atau

sinus

sigmoideus.Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan koklearis ke sinus


petrosus superior dan inferior (Wu et al., 2010).
7. Persarafan Telinga Dalam
Nervus vestibulokoklearis (nervus akustikus) yang dibentuk oleh bagian koklear dan
vestibular di dalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral akar nervus
fasialis dan masuk ke batang otak antara pons dan medulla oblongata. Sel-sel
sensoris vestibularis dipersarafi nervus koklearis dengan ganglion vestibularis
(Scarpa) terletak di dasar meatus akustikus internus.Sel-sel sensoris pendengaran
dipersarafi nervus koklearis dengan ganglion spiralis Corti terletak di modiolus, pada
dasar meatus akustikus internus terletak ganglion vestibulare (Wu et al., 2010).
2.2.3

Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong (Wu et
al., 2010).
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga cairan perilimfe pada skala vestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong cairan endolimfe sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel
rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan

sel. Keadaan

ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai
ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Wu et al., 2010).

Gambar 2.4 Transmisi Suara (Wu et al., 2010)


2.3

Vitamin A

2.3.1

Definisi
Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak, dan merupakan vitamin yang

esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Vitamin A adalah suatu
zat gizi yang sangat penting bagi manusia, karena zat gizi ini tidak dibuat oleh tubuh, jadi
harus dipenuhi dari luar tubuh berupa makanan yang dikonsumsi. Vitamin A juga merupakan
vitamin yang berfungsi bagi pertumbuhan sel sel epitel, dan sebagai pengatur kepekaan
rangsang sinar pada saraf dan mata (Almatsier, 2003).
2.3.2

Manfaat Vitamin A

1. Penglihatan
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Bila kita dari
cahaya terang diluar kemudian memasuki ruangan yang remang-remang cahayanya,
maka kecepatan mata beradaptasi setelah terkena cahaya terang berhubungan
langsung dengan vitamin A yang tersedia didalam darah. Tanda pertama kekurangan
vitamin A adalah rabun senja. Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki
penglihatan yang kurang bila itu disebabkan karena kekurangan vitamin A (Almatsier,
2003).

2. Pertumbuhan dan Perkembangan


Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk
email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang
terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak anak yang kekurangan
vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhannya. Dimana vitamin A dalam hal ini
berperan sebagai asam retinoat (Almatsier, 2003).
3. Reproduksi
Pembentukan sperma pada hewan jantan serta pembentukan sel telur dan
perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan vitamin A dalam bentuk retinol.
Hewan betina dengan status vitamin A rendah mampu hamil akan tetapi mengalami
keguguran atau kesukaran dalam melahirkan. Kemampuan retinoid mempengaruhi
perkembangan sel epitel dan kemampuan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan
diduga berpengaruh dalam pencegahan kanker kulit, tenggorokan, paru-paru,
payudara dan kandung kemih (Almatsier, 2003).
4. Fungsi Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia. Dimana
kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibody yang bergantung pada
limfosit yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh seseorang (Almatsier, 2003).
2.3.2

Sumber-Sumber Vitamin A
Vitamin A yaitu karoten terdapat dalam berbagai macam makanan. Daging merah

hati, susu, full cream, keju, mentega merupakan makanan yang tinggi retinol. Sayur dan
buah-buahan berwarna hijau dan kuning seperti wortel, sayur hijau seperti daun singkong,
daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, tomat, jagung kuning, pepaya,
mangga, nangka masak, jeruk, buah peach, apricot dan minyak sayur, yaitu minyak kelapa
sawit yang berwarna merah merupakan makanan yang tinggi karoten (Almatsier, 2003).
2.3.3

Kebutuhan Vitamin A
Pemenuhan kebutuhan vitamin A sangat penting untuk pemeliharaan kelangsungan

hidup secara normal. Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk orang Indonesia telah dibahas
dan

ditetapkan

dalam

mempertimbangkan

Widyakarya

faktor-faktor

(Widyakaryanasional, 2007).

Nasional

khas

dari

pangan
kesehatan

dan

Gizi

tubuh

(2007)
orang

dengan
Indonesia

2.3.4

Tanda dan Gejala Kekurangan Vitamin A


Kekurangan vitamin A sering terjadi pada anak balita. Gangguan pada mata dapat

terjadi dalam beberapa tahap, tergantung berat ringannya defisiensi vitamin A,


terganggunya

kemampuan

untuk

beradaptasi

dan

melihat

dalam

kondisi

gelap,

xerophthalmia, hingga akhirnya mengalami kebutaan dapat terjadi (Almatsier, 2003).


Kornea mata terpengaruh secara dini oleh kekurangan vitamin A. kelenjar air mata
tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan pada selaput yang
menutupi kornea dengan tanda pemburaman. Pelapisan sel epitel kornea yang akhirnya
berakibat melunaknya dan bisa pecah yang menyebabkan kebutaan total (Almatsier, 2003).
Beberapa tanda dan gejala lain jika kekurangan vitamin A adalah kelelahan yang
sangat, anemia, kulit menjadi kering, gatal dan kasar. Pada rambut dapat terjadi kekeringan
dan gangguan pertumbuhan rambut dan kuku (Almatsier, 2003).
2.3.5

Dampak Kekurangan Vitamin A


Vitamin A juga berperan sebagai antioksidan yang mampu menyingkirkan radikal

bebas yang terdapat didalam membran lemak menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
Penyebab primer adalah kekurangan vitamin A dan pembentukan vitamin A dalam
pengaturan makanan sehari-hari. Penyebab sekundernya adalah terjadinya kegagalan
dalam penggunaan vitamin A. Penyakit yang timbul akibat kekurangan vitamin A adalah

Xeropthalmia yaitu keadaan selaput ikat mata yang kering akibat kekurangan vitamin A
(Almatsier, 2003).
2.3.6

Pencegahan dan Pengobatan


Kekurangan makan makanan bergizi yang berlarut-larut, selain membuat orang

menjadi kurus juga kekurangan vitamin-vitamin, termasuk kekurangan vitamin A. penyakit


usus yang menahun akan mengakibatkan penyerapan vitamin A dari usus terganggu
(Almatsier, 2003).
Untuk melakukan pengobatan harus berobat pada dokter dan biasanya dokter akan
memberikan suntikan vitamin A setiap hari sampai gejalanya hilang. Untuk mencegah
kekurangan vitamin A makanlah pepaya, wortel dan sayur-sayuran yang berwarna
(Almatsier, 2003).
Program nasional pemberian suplemen vitamin A adalah upaya penting untuk
mencegah kekurangan vitamin A di antara anak-anak Indonesia. Tujuan Program ini adalah
untuk mendistribusikan kapsul vitamin A pada semua anak di seluruh wilayah Indonesia dua
kali dalam satu tahun. Setiap Februari dan Agustus, kapsul vitamin A didistribusikan secara
gratis kepada semua anak yang mengunjungi Posyandu dan Puskesmas. Vitamin A yang
terdapat dalam kapsul tersebut cukup untuk membantu melindungi anak-anak dari timbulnya
beberapa penyakit yang pada gilirannya akan membantu menyelamatkan penglihatan dan
kehidupan mereka. Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu
sampai dua minggu. Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A ditegakkan maka berikan
vitamin A 200.000 IU peroral dan pada hari kesatu dan kedua. Belum ada perbaikan maka
diberikan obat yang sama pada hari ketiga. Biasanya diobati gangguan protein kalori mal
nutrisi dengan menambah vitamin A, sehingga perlu diberikan perbaikan gizi. Pencegahan
dan pengobatan di kutip berdasarkan keterangan dari brosur suplementasi vitamin A kapsul
yang terdiri dari :
1. Kapsul vitamin A berwarna biru (100.000 IU)
Tiap kapsul mengandung vitamin A palmitat 1,7 juta IU 64.7059 mg (setara dengan
vitamin A 100.000 IU) dengan dosis
a. Pencegahan bayi umur 6 bulan 11 bulan : 1 kapsul
b. Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia : - Saat ditemukan segera beri 1 kapsul
1) Hari berikutnya 1 kapsul
2) 4 minggu berikutnya 1 kapsul
c. Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi lainnya diberi 1
kapsul.

d. Kapsul vitamin A berwarna merah (200.000 IU) tiap kapsul vitamin A mengandung
palmitat 1,7 juta IU 129.5298 mg (setara dengan vitamin A 200.000 IU) dengan
dosis :
1) Pencegahan bayi umur 1 tahun 3 tahun : 1 kapsul
2) Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia :

Saat ditemukan segera beri 1 kapsul

Hari berikutnya 1 kapsul

4 minggu berikutnya 1 kapsul

3) Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi dan infeksi
lainnya diberi 1 kapsul.
(Almatsier, 2003)
2.3.7

Jadwal Pemberian Dosis Vitamin A


Anak-anak yang mengalami gizi kurang mempunyai resiko yang tinggi untuk

mengalami kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A, karena alasan ini vitamin A
dosis tinggi harus diberikan secara rutin untuk semua anak yang mengalami gizi kurang
pada hari pertama, kecuali bila dosis yang sama telah diberikan pada bulan yang lalu. Dosis
tersebut adalah sebagai berikut: 50.000 IU untuk bayi berusia < 6 bulan, 100.000 IU untuk
bayi berumur 6 - 12 bulan , dan 200.000 IU untuk anak berusia > 12 bulan. Jika terdapat
tanda klinis dari defisiensi vitamin A (seperti rabun senja, xerosis konjungtiva dengan bitots
spot, xerosis kornea atau ulceration, atau ketomalasia), maka dosis yang tinggi harus
diberikan untuk dua hari pertama, diikuti dosis ketiga sekurang-kurangnya 2 minggu
kemudian (Almatsier, 2003).
2.3.8

Efek Samping dari Penggunaan Vitamin A


Pemberian vitamin A dengan dosis yang terlalu tinggi dan terjadi dalam waktu yang

lama dapat menjadi toksin (racun) bagi tubuh. Hipervitaminosis A banyak dijumpai pada
anak-anak dengan tanda-tanda cengeng, bengkak disekitar tulang-tulang yang panjang,
kulit kering dan gatal (Almatsier, 2003).
Hipervitaminosis A dapat terjadi dalam 2 tingkat :
1. Hipervitaminosis A akut, yaitu jika anak usia 1 tahun 5 tahun mengkonsumsi lebih
tinggi (300.000 IU) dosis tunggal, mungkin akan menderita mual, sakit kepala dan
anoreksia (tidak nafsu makan). Penonjolan ubun-ubun juga dapat terjadi pada balita
< 1 tahun dan akan hilang dalam waktu 1 hari 2 hari.

a. Terjadi akibat pemberian dosis tunggal vitamin A yang sangat besar atau
pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih termasuk dosis
besar karena di konsumsi dalam periode 1 hari 2 hari.
b. Pengobatannya dilakukan dengan cara pemberian vitamin A dan pengobatan
simptomatis.
2. Hipervitaminosis A kronis, yaitu jika bayi dan balita mengkonsumsi > 25.000 IU tiap
hari selama > 3 bulan atau beberapa tahun baik yang berasal dari makanan maupun
dari pemberian vitamin A dosis tinggi. Biasanya hanya terjadi pada orang dewasa.
a. Pada anak usia muda dan bayi biasanya dapat menyebabkan anoreksia, kulit
kering, gatal-gatal serta kemerahan di kulit, peningkatan intracranial, bibir pecahpecah, tungkai dan lengan lemah dan bengkak.
b. Pengobatannya sama dengan hipervitaminosis A akut.
(Almatsier, 2003)
2.4

Vitamin A pada Kehamilan


Vitamin A meningkatkan penglihatan, reproduksi, ekspresi gen, perkembangan

embrio, pertumbuhan, system imun, pembentukan tulang.

Vitamin A terdiri dari

retinol vitamin A dari hewan, pro vitamin A carotenoid (precursor retinol) dari
tumbuhan.

Ada

lebih
Beta

dari
karoten

600

diserap

tubuh.

dengan

Pemurnian,

pemasaankan

trimester

pertama

mengakibatkan

karetenoid,

adalah
dan

yang

tetapi
paling

dipotong.

kelahiran

hanya
aktif,

yang

absorpsinya

Konsumsi

cacat.

sedikit

Vitamin

retinol

dapat

meningkat

tinggi

pada

dibutuhkan

lebih

banyak pada wanita menyusui dari pada wanita hamil. Asupan vitamin A pada
wanita hamil 800mcg Res / hari, dan 1100 mcg Res / hari pada wanita menyusui.
Sumber vitamin A pada sayur dan buah berwarna merah kuning dan orange, serta
pada sayur gelap dan hijau. Dan juga pada Susu dan minyak ikan (Almatsier, 2003).

BAB 3
ISI JURNAL
3.1 METODE PENELITIAN
3.1.1 SAMPEL
a. Jumlah Sampel
Dalam jurnal ini, peneliti menggunakan metode studi literatur dimana peneliti
mengumpulkan jurnal penelitian yang berkaitan dengan fungsi vitamin A terhadap
perkembangan pendengaran. Peneliti tidak menyebutkan banyaknya jurnal yang
dijadikan sebagai literatur dalam pembuatan jurnal ini.
b. Teknik Sampling
Dalam jurnal ini peneliti menggunakan teknik studi literatur, yakni dengan
mengumpulkan beberapa jurnal yang berkaitan dengan materi yang akan diteliti.
c. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pembuatan jurnal ini dilaksanakan di Universitas John Hopkins di USA pada
bulan september 2013.
d. Instrumen Penelitian
Peneliti menggunakan beberapa jurnal penelitian yang sudah dilakukan
sebagai dasar literatur dalam menuliiskan jurnal ini. Pengaruh Vitamin A terkait
fungsi pendengaran dibeberapa jurnal disebutkan terdapat pengaruh, akan tetapi
hal ini baru dilakukan pada objek penelitian hewan mamalia. Sedangkan untuk
objek manusia masih belum jelas proses patofisiologinya.
e. Prosedur Penelitian
Peneliti mengumpulkan beberapa jurnal terbaru terkait vitamin A dan
hubungannya dengan fungsi pendengaran. Dalam jurnal ini peneliti mengambil
beberapa literatur dari jurnal penelitian yang dilakukan pada hewan mamalia dan
pada manusia. Peneliti mengkritisi dan menggabungkan semua jurnal yang
diperoleh kemudian peneliti juga membandingkan antara hasil satu penelitian
dengan penelitian yang lainnya. Setelah itu peneliti menyimpulkan beberapa poin
terkait hasil dari beberapa penelitian yang digunakan.
3.1.2

HASIL PENELITIAN
Dari hasil studi penelitian vitamin A, dalam bentuk metabolit aktifnya Retinoic

Acid (RA), dianggap dan telah terbukti sangat diperlukan untuk pembentukan organ
pendengaran (telinga bagian dalam) pada mamalia. Dalam kondisi kekurangan vitamin

A pada antenatal dapat mempengaruhi pembentukkan organ pendengaran (telinga


bagian dalam) dan mengurangi risiko terjadinya kehilangan saraf pendengaran.
Retinaldehid dehidrogenase (Raldh) sintesis enzim yang ditemukan pada telinga
bagian dalam pada beberapa hewan dan enzim metabolisme, menunjukkan bahwa
enzim ini mengatur jumlah RA di telinga bagian dalam selama tahap perkembangan.
Raldh2 dan 3 yang diregulasi di telinga bagian dalam tikus selama perkembangan.
Bukti lebih lanjut ditemukan dalam embrio tikus, di mana abnormalitas dalam
pengaturan pembentukan vesikel otic disebabkan oleh defisiensi RA yang dapat
menyebabkan gangguan pada pembentukan otak belakang. Selain berpengaruh pada
otak belakang, molekul asam retinoat atau RA yang bekerja dengan Fgf3 dan Fgf10
dapat berpengaruh pada pembentukan telinga bagian dalam.
Kekurangan asam retinoat dapat bekerja sama melalui Fgf3 / 10 dan Dlx5 yang
menyebabkan

gangguan

dalam

pembangunan

telinga

bagian

dalam.

Dalam

menganalisis perkembangan struktur telinga bagian tertentu, yaitu organ pendengaran


atau koklea dan sistem vestibular penting untuk keseimbangan, RA ini memiliki peran
penting.
3.1.3

PEMBAHASAN

Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, kehilangan pendengaran


merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi di negara berkembang.
Organisasi kesehatan dunia WHO memperkirakan bahwa 360 juta orang hidup dengan
disabilitas pendengaran dan disabilitas pendengaran ini menduduki peringkat ke-12 dari
seluruh penyakit secara umum. Kondisi ini dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan
ekonomi para penyandangnya. Dari segi sosial, seseorang yang mengalami gangguan
pendengaran biasanya dihadapkan dengan stigma masyarakat akan disabilitas yang
disandangnya sehingga seseorang itu cenderung untuk membatasi diri dengan
lingkungan di sekitarnya. Dan dari segi ekonomi, penyandang disabilitas pendengaran
kebanyakan tidak bekerja dan kalau pun bekerja biasanya sebagai pegawai rendahan.
Pendapatan para penyandang disabilitas pada umumnya 40-45% lebih rendah dari
pendapatan masyarakat pada umumnya (Emmet dan Jr, 2014).
Anak-anak merupakan masa depan bangsa. Gangguan pendengaran pada anakanak merupakan salah satu masalah yang harus diperhatikan karena dampaknya
adalah untuk masa depan bangsa ini (Wu et al., 2010). Stimulasi auditori untuk anakanak sangat penting untuk perkembangan bicara dan bahasanya. Apabila seorang anak
lahir dengan disabilitas pendengaran, ke depannya kemampuan bicara, bahasa, dan
kognitifnya dapat mengalami keterlambatan. Oleh karena itu deteksi dini gangguan
pendengaran

pada

anak

perlu

dilakukan,

walaupun

kenyataannya

screening

pendengaran untuk bayi dan anak masih belum ada hingga saat ini (Emmet dan Jr,
2014).
Tren penyandang disabilitas di negara berkembang adalah golongan ekonomi
menengah ke bawah dan mereka jarang sekali mengikuti sekolah formal. Mereka lebih
cenderung untuk mendaftarkan diri bersama-sama teman sebayanya untuk sekolah
membaca yang levelnya lebih lambat dari sekolah formal sehingga ke depannya
berdampak pada disabilitas yang berlanjut dan ketidaksamarataan mereka dengan
manusia pada umumnya (Emmet dan Jr, 2014).
Baru-baru ini telah dilakukan penelitian akan hubungan defisiensi vitamin A dan
gangguan pendengaran pada anak melalui studi etiologi yang belum dideskripsikan
sebelumnya. Kekurangan vitamin A yang biasanya dikenal dapat menyebabkan
kebutaan pada anak, xeroftalmia, dan peningkatan infeksi ternyata memiliki hubungan
dengan disabilitas pendengaran (Emmet dan Jr, 2014). Hal-hal yang mendasari
penemuan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan mutasi dari gen-gen yang berpengaruh
terhadap perkembangan telinga dalam
Perkembangan telinga dalam pada mamalia sangatlah kompleks dan melibatkan
lebih dari 50 variasi gen dalam perkembangannya. Bentuk aktif dari vitamin A yang
berupa asam retinoid (RA) merupakan master differentiating factor dan sangat
diperlukan dalam perkembangan telinga dalam. Peran sintesis molekul asam retinoid
adalah dengan mempengaruhi perkembangan hindbrain (Emmet dan Jr, 2014).

Raldh2
RA diproduksi pada embrio mamalia oleh enzim retinaldehyde dehydrogenase-2
(Raldh2). Enzim ini diperlukan untuk survival dan morfogenesis dari embrio tikus.
Mutasi dari enzim ini, mutan homozygote Raldh2-/-, dari embrio akan mati pada
midgestasi dengan anomali multiple, termasuk prekusor dari telinga dalam, atau
otocyst, yang sangat hipoplastik dan terletak lebih jauh dari hindbrain
neuroepitelium jika dibandingkan dengan yang normal (Emmet dan Jr, 2014).

fgf3
Menurut Emmet dan Jr (2014) mutasi yang menyebabkan perubahan
pendengaran disebabkan oleh ekspresi gen pengatur RA di telinga, termasuk
fibroblast growth factor 3 (fgf3). fgf3 ini secara normal diekspresikan di
rhombomeres 5 dan 6 dan diketahui dapat menstimulasi perkembangan otocyst.
Sehingga apabila fgf3 ini mengalami mutasi, perkembangan otocyst pun juga
akan terganggu dan agenesis telinga dalam dan ketulian sensorineural dapat
terjadi. Ekspresi fgf3 pada mutan homozygote Raldh2-/- lebih sedikit dan

tersebar di area yang lebih luas dari yang diharapkan di rhombomeres posterior
dari hindbrain.

Dlx5 dan Dlx6


Adanya mutasi pada gen-gen yang diatur oleh RA merupakan salah bukti yang
ditemukan pada manusia bahwa defisiensi vitamin A dapat mengganggu
pendengaran. Bila gen Dlx5 dan Dlx6 yang mengalai mutasi maka malformasi
tangan atau kaki dapat terjadi dan hal ini mencakup ketulian sensorineural dan
malformasi system vestibular (Emmet dan Jr, 2014).

2. Penambahan

asam

retinoid

pada

ibu

hamil

dapat

memperbaiki

anomaly

pendengaran pada janin


Pada berbagai model hewan coba, enzim Raldh2 ini tersedia di telinga dalam dan
biasanya seimbang dengan enzim pemetabolit, dengan kata lain enzim ini bekerja
secara presisi untuk mengatur jumlah RA yang ada di dalam telinga dalam selama
tahap-tahap perkembangan. Penelitian pada tikus, Raldh2 dan 3 ditingkatkan selama
jendela perkembangan morfogenesis telinga dalam. Kemudian enzim metabolizer
cyp261A ditingkatkan pada akhir jendela perkembangan ini. Enzim penyintesis RA
yang lain yaitu retinol dehydrogenase-10 (Rdh10) ditemukan di telinga dalam tikus
selama perkembangan dan co-localized dengan Raldh2 dan 3. Analog dari enzim
penyintesis Raldh ditemukan di zebrafish dan ayam, ekspresi keduanya terletak di
perkembangan otocyst. Dan yang terpenting, fenotip dari mutan RaIdh2-/- pada
embrio sama dengan kerusakan yang tampak pada defisiensi vitamin A dan
anomalinya dapat ditolong secara parsial dengan penambahan asam retinoid pada
ibu hamil (Emmet dan Jr, 2014).
3. RA

mempengaruhi

perkembangan

telinga

dalam

melalui

pengaruh

pada

pembentukan hindbrain
RA juga mempengaruhi perkembangan telinga dalam melalui pengaruh pada
pembentukan hindbrain. Penelitian pada burung puyuh, defisiensi RA pada embrio
menunjukkan gangguan pada segmen posterior, atau rhombomeres, dari hindbrain,
dan perkembangan otic vesikula yang abnormal. Gangguan pada rhombomere
diterangkan dengan keberadaan retinoic acid response elements (RAREs) pada gengen Hox, dan membiarkan RA untuk mengatur ekspresi gen secara langsung yang
disebut sebagai rhombomeres dari hindbrain. Pola telinga dalam pada burung puyuh
mengalami gangguan saat kekurangan vitamin A. Namun, fenotip ini dapat ditolong
walaupun dengan penambahan RA sebelum 30 jam perkembangan (Emmet dan Jr,
2014).
Penelitian lain pada embrio mencit menunjukkan bahwa abnormalitas dari
pebentukan vesikula otik pada konteks kekurangan RA dihubungkan dengan defek di

pola posterior hindbrain. Semua embrio yang tidak memiliki segmentasi hindbrain di
luar tepi antara rhombomeres 3 dan 4 mempunyai otic vesikula yang yang imatur
atau bahkan tidak ada. Fenotip dari malformasi hindbrain dapat ditolong secara
lengkap dengan peningkatan suplementasi RA selama ibu mengandung bayinya.
Dengan studi ini akhirnya sang peneliti menyimpulkan bahwa RA penting untuk awal
pembentukan otic vesikula dan abnormalitas pada perkembangan otic vesikula
terjadi pada kelompok perlakuan dengan deplesi vitamin A (Emmet dan Jr, 2014).
Di dalam hindbrain terdapat suatu enzim yang disebut retinoid acid response
elements (RAREs) yang terletak di gen Hox. Apabila RAREs ini berikatan dengan
reseptornya, retinoid acid receptors (RARs), terjadilah dalam pembentukan telinga
dalam (Emmet dan Jr, 2014).
4. Mutasi fgf3 karena kekurangan vitamin A dapat menyebabkan penurunan ekspresi
gen Dlx5 dan Pax2 yang penting untuk perkembangan telinga dalam
Bukti lain yang menunjukkan bahwa vitamin A dapat mempengaruhi pertumbuhan
telinga dalam adalah banyaknya gen-gen pengontrol RA seperti fibroblast growth
factor (FGF), transforming gen factor (TGF), bone morphogenic protein (BMP), sonic
hedgehod (Shh), dan wingless (Wnts) families. Pada tikus keberadaan FGF3 dan 10
dibutuhkan untuk perkembangan telinga dalam, dan embrio dengan mutasi
keduanya menunjukkan hipoplastik otic vesikula dan menurunkan ekspresi atau
sama sekali tidak ada gen-gen yang penting untuk perkembangan telinga dalam
seperti Dlx5 dan Pax2 (Emmet dan Jr, 2014).
5. Kondisi kelebihan maupun kekurangan vitamin A dapat mengganggu perkembangan
telinga dalam
Inaktivasi gen Dlx5 menyebabkan defek telinga dalam seperti pada kondisi kelebihan
RA. Menurut Liu et al. (2008) kelebihan RA dapat mengganggu perkembangan
telinga dalam melalui penurunan ekspresi Fgf3/10, di mana kemudian akan
menurunkan Dlx5. Penurunan Dlx5 ini dapat diatasi dengan penambahan Fgf3 dan
10. Dapat disimpulkan bahwa baik pada kondisi kelebihan maupun kekurangan RA
dapat mengganggu perkembangan telinga dalam (Emmet dan Jr, 2014).
6. Kekurangan RA menyebabkan gangguan pembentukan koklear dan menurunkan
jumlah sel-sel rambut kolear
Pax2 penting untuk pembentukan telinga dalam dan keberadaannya tidak ada pada
tikus yang kekurangan RA, seperti pada mutan homozigot Raldh2. Kekurangan RA
menyebabkan gangguan pembentukan koklear dan menurunkan jumlah sel-sel
rambut kolear, yaitu suatu struktur yang penting untuk mengubah gelombang suara
menjadi energi listrik yang digunakan otak. Peran Dlx5 adalah pada pembentukan
struktur vestibular (Emmet dan Jr, 2014).

Berdasarkan bukti-bukti penelitian di atas, ternyata defisiensi vitamin A pada ibu


hamil memang memiliki hubungan dengan disabilitas pendengaran pada bayi yang
dikandungnya. Dengan adanya penelitian ini diharapkan pemberian secara rutin vitamin
A selama kehamilan dengan jumlah yang adekuat dapat membantu perkembangan
telinga bagian dalam dan menurunkan resiko hilangnya pendengaran sensorineural
yang disebabkan karena defisiensi gestasional vitamin A. Menurut Emmet dan Jr dosis
khusus vitamin A yang diperlukan untuk menjaga pendengaran agar tetap sehat belum
diketahui, namun dosis vitamin A yang aman dan efektif untuk mempertahankan
keadekuatan asupan vitamin A dari ibu ke fetus adalah 750-770 g/hari. Dosis ini juga
tidak boleh terlalu banyak karena penggunaan vitamin A 3000 ug/g ke atas dapat
menyebabkan efek samping berupa peningkatan enzim hepar dan cacat lahir (Emet dan
Jr, 2014).
3.1.4 KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
1. Terdapat hubungan sebab akibat antara defisiensi vitamin A dan disabilitas
pendengaran pada tikus, di mana pada tikus dengan pemberian vitamin A yang
cukup akan membuat RA yang baik sehingga pertumbuhan dan perkembangan
organ-organ dalam tubuh tikus tumbuh dan berkembang sempurna, sehingga
gangguan perkembangan telinga tidak terjadi.
2. Dalam jurnal ini penelitian pemberian vitamin A pada manusia dilakukan pada
anak prasekolah dapat mengurangi terjadinya gangguan fungsi pendengaran
akibat infeksi seperti otitis media. Dan pemberian vitamin untuk ibu hamil
didapatkan hasil dapat mengurangi mortalitas kelahiran sedangkan untuk
mengurangi gangguan fungsi pendengaran tidak didapatkan pada penelitian
ini. Akan tetapi pada penelitian yang menggunakan hewan (tikus, burung
puyuh, dll) sebagai objek penelitian ditemukan adanya hubungan antara
defisiensi vitamin A terhadap gangguan proses perkembangan dan fungsi dari
pendengaran janin. Vitamin A itu sendiri berfungsi untuk mensintesis RA
(Retinoid Acid) dan fgf3 yang mempengaruhi mutasi genetik yang berperan
dalam proses pembentukan dan perkembangan janin termasuk perkembangan
dari organ pendengaran. Dari hasil yang didapatkan, peneliti berpendapat
bahwa hal tersebut dapat diterapkan pada manusia, terkait perkembangan dan
fungsi pendengaran janin.

b. Saran
1.

Penelitian yang dilakukan oleh Emmet dan Jr (2014) ini masih terbatas pada
studi

etiologi

dari

penelitian-penelitian

sebelumnya

sehingga

untuk

penerapannya pada ibu hamil untuk mencegah disabilitas pendengaran pada


anak yang dikandungnya perlu dilakukan penelitian lanjutan.
2.

Sebelum ada hasil penelitian tindak lanjut mengenai fungsi vitamin A pada ibu
hamil untuk mencegah disabilitas pendengaran pada anak yang dikandungnya,
perlu dilakukan asuhan keperawatan secara holistik pada ibu hamil khususnya
pada segi asupan nutrisinya sehingga dengan pemberian asupan nutrisi yang
seimbang dan adekuat gangguan perkembangan janin dapat dicegah sejak
dini.

BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
1. Kelebihan jurnal :
a. Memberikan informasi tentang efektifitas pemberian vitamin A pada saat
kehamilan dalam mencegah terjadinya gangguan pendengaran.
b. Memberikan referensi bagi penelitian selanjutnya terlebih peneliti di Indonesia
agar mengembangkan penelitian tentang pencegahan terjadinya gangguan
pendengaran pada embrio saat ibu hamil. Dimana di Indonesia belum pernah
dilakukan penelitian tentang pengaruh vitamin A terhadap fungsi pendengaran
janin saat masih dalam kandungan.
2. Kekurangan jurnal
a. Jurnal ini merupakan jurnal pembahasan mengenai hasil penelitian-penelitian
terdahulu tentang pengaruh vitamin A terhadap pendengaran, yang kemudian di
jadikan suatu hipotesis. Sehingga pada isi jurnal tidak dijelaskan secara detail
mengenai metode penelitian seperti: jumlah sampel, ada tidaknya criteria inklusi
dan ekslusi pada hewan coba, serta prosedur penelitian.

Dimana metode

penelitian merupakan hal yang penting dan harus ada dalam jurnal penelitian.
b. Jurnal ini menjelaskan bahwa penelitian yang di lakukan secara in vivo yaitu
dengan hewan coba.
c. Pada isi jurnal kurang dijelaskan terkait hasil penelitian yang telah di lakukan,
hanya membandingkan tingkat pemberian vitamin A dengan dosis tertentu akan
mempengaruhi pendengaran embrio. Jurnal ini hanya menjelaskan bahwa
semakin banyak dosis vitamin A atau RA yang diberikan maka fungsi
pendengaran semakin baik/matur.
d. Pada jurnal tidak menampilkan data-data/tabel/angka-angka terkait hasil
penelitian sehingga pembaca sedikit kesulitan dalam menarik kesimpulan.
e. Jurnal ini tidak mengikutsertakan peran perawat dalam pemberian vitamin A
untuk menghindari disabilitas fetus saat dalam kandungan.

4.2 PERBANDINGAN JURNAL


No
1.

Judul Jurnal
Defisiensi vitamin
dihubungkan

Peneliti
Tahun
A Manning dan 2009

dengan Wright,

kejadian infeksi telinga

Chole,

Isi Jurnal
Infeksi karena kekurangan vitamin A

1992;

dihubungkan

1979;

infeksi

Elemraid et al.

dengan

telinga,

penelitian
hewan

di

yang
coba

mana

pada

dilakukan

pada

dan

epidemiologi
defisiensi

3.

vitamin

dapat

terjadinya

otitis

media.
Penelitian ini menunjukkan hasil

Vitamin

A Schmitz et al.

supplementation

in

bahwa suplementasi vitamin A pada

preschool children and

anak prasekolah di Nepal secara

risk of hearing loss as

periodik

dapat

adolescents and young

kehilangan

pendengaran

adults in rural Nepal


Bentuk metaboit aktif Niederreither

2012

penelitian
menunjukkan

meningkatkan
2.

kejadian

1999

menurunkan
karena

infeksi telinga.
Penelitian ini menunjukkan bahwa

vitamin A yang berupa et al.

pada pemberian asam retinoid pada

asam

retinoid

mencit

dihubungkan

dengan

mempunyai

efek

pembentukan

vesikula

pendengaran.

Pada

otik

dengan

berbagai

dosis

terhadap
pemberian

dosis 250 atau 125 ug/g asam


retinoid, 100% mencit mempunyai
vesikula

otic

yang

normal.

Sedangkan pemberian dosis 50


ug/g asam retinoid, 70% mencit
mempunyai perkembangan vesikula
otic yang imatur dan etopic. Dan
pada dosis 25 ug/g ke bawah,
100%

mencit

mempunyai

perkembangan otic vesikula yang


4

Kil S-H, Streit A, Brown

Sung Hee, Kil 2005

imatur dan etopic.


Penelitian ini menunjukkan bahwa

ST, et al. Distinct roles et al

kurangnya

for

mengakibatkan

hindbrain

and

vitamin

dapat

terganggunya

paraxial mesoderm in

pembentukan otak belakang serta

the

terganggunya pembentukan organ

induction

and

patterning of the inner

pendengaran bagian dalam yang

ear revealed by a study

memungkinkan

of

mengalami

vitamin-A-decient

quail.

Dev

Biol

funfsi

2005;285(1):25271.

objek

penelitian

gangguan

terhadap

pendengarannya.

Hal

ini

terjadi karena kurangnya sintesa


dari RA (Retinoid Acid) yang
berfungsi

5.

Retinoic Acid Signaling


Yael Raz
Is Necessary for the
Development of the
Organ of Corti

1999

untuk

proses

morfogenesis pada fase embrio.


Dari
analisa
penelitian
yang
dilakukan,

didaptkan

bahwa

reseptor dari RA ditemukan pada


proses

perkembangan

apabila

sintesa

mencukupi

dari

akan

koklea,
RA

tidak

mengakibatkan

terganggunya pembentukan koklea.


Selain

itu

juga

mengakibatkan

sedikitnya jumlah sel rambut kojlea


yang

berfungsi

mengubah

gelombang suara menjadi energy


listrik yangakan digunakan otak
untuk

menerjemahkan

suara

tersebut
4. 3 APLIKASI JURNAL DI INDONESIA
Di Indonesia pemberian suplementasi vitamin A dilakukan pada bulan Februari dan
Agustus dengan sasaran anak usia 6 59 bulan. Gambar menunjukkan kecenderungan
cakupan pemberian kapsul vitamin A pada anak 6-59 bulan menurut propinsi pada tahun
2007 dan 2013. Cakupan pemberian vitamin A meningkat dari 71,5 persen (2007)
menjadi 75,5 persen (2013). Namun demikian masih terdapat kesenjangan persentase
anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir,
tertinggi di Nusa Tenggara Barat (89,2%) dan terendah di Sumatera Utara (52,3%)
(Karnadi, 2014).

Gambar 3.1 Kecenderungan Cakupan Vitamin A pada Bayi dan Balita di Indonesia
tahun 2007 dan 2013 (Kamadi, 2014)
Indonesia telah aktif mengkampanyekan penanganan kondisi kekurangan
vitamin A, dengan program suplementasi vitamin A dua kali dalam satu tahun, sejak
tahun 1970-an sehingga saat ini permasalahan kekurangan vitamin A sudah tidak
menjadi permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini program pemberian
suplementasi vitamin A pada kelompok masyarakat yang rentan kekurangan vitamin
A masih terus dilakukan (Karnadi, 2014).

Gambar 3.2 Sasaran Suplementasi Vitamin A di Inonesia (Kamadi 2014)


Laporan Riskesdas Badan Litbangkes Indonesia tahun 2013 menunjukkan
angka disabilitas pendengaran sebesar 2,6%. Hal ini menunjukkan bahwa disabilitas
pendengaran perlu diperhatikan guna meningkatkan kualitas hidup para penyandang

dan mencegah agar angka tersebut tidak meningkat pada tahun-tahun selanjutnya.
Salah satu cara untuk memperhatikan masalah disabilitas pendengaran ini adalah
dengan melakukan pencegahan sejak dini. Hasil penelitian ini mungkin bisa
diaplikasikan di Indonesia yakni dengan memberikan suplementasi vitamin A pada
ibu hamil secara teratur yang mungkin bisa dimulai dari pemberian makanan yang
kaya akan vitamin A atau dengan menggunakan vitamin A sintesis (berbentuk obat).
Namun untuk menentukan dosis dan mengetahui efektivitasnya pada ibu hamil di
Indonesia masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut karena sejauh ini pemberian
vitamin A di Indonesia masih dilakukan pada anak-anak dan ibu nifas. Dan pada
penelitian yang dilakukan oleh Emmet dan Jr (2004) ini masih menggunakan metode
studi etiologi dari penelitian-penelitian sebelumnya sehingga untuk ke depannya
dapat dilakukan studi kasus atau studi klinik akan efektivitas pemberian vitamin A
secara teratur pada ibu hamil di Indonesia untuk mencegah disabilitas pada anak
yang dikandungnya.
Bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan komunikasi, informasi,
dan edukasi mengenai masalah atau gangguan kehamilan pada janinnya misalnya
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, penurunan sistem kekebalan tubuh
dan pembentukan tulang yang bisa di sebabkan karena defisiensi vitamin dan nutrisi
saat ibu hamil sehingga masyarakat mempunyai cara untuk menghindari dan
mencegah komplikasi kehamilan yang tidak di inginkan. Selain itu, tenaga kesehatan
juga harus menyarankan kepada pasien agar rutin melakukan kunjungan antenatal
serta selalu memeriksakan ke tenaga kesehatan ataupun pelayanan kesehatan
terdekat (Damarati, 2013).
Oleh karena itu, kita sebagai paramedis dapat mulai mengedukasikan tentang
konsumsi vitamin A pada ibu hamil untuk mencegah disabilitas pendegaran janin pada
ibu hamil karena relatif aman dan merupakan tindakan yang non-invasif serta efektif
dalam hal biaya. Informasi tentang terapi yang dilakukan kepada ibu hamil mutlak
diperlukan agar ibu hamil dapat ikut berperan aktif dalam menjaga kehamilannya.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, 2003. Pentingnya Vitamin A untuk Kesehatan. Jakarta: ECG.
Chole RA, 1979. Squamous metaplasia of the middle ear mucosa during vitamin A
deprivation. Otolaryngol Head Neck Surg. 87(6):837844.
Elemraid MA, Mackenzie IJ, Fraser WD, et al. 2009. Nutritional factors in the pathogenesis
of ear disease in children: a systematic review. Ann Trop Paediatr. 29(2):8599.
Emmet SD dan Jr KPW, 2014. Gestational vitamin A deficiency: A novel cause of
sensorineural hearing loss in the developing world? Medical Hypotheses. 82 (2014)
610.
Karnadi M, 2014. Bulan Vitamin A. Bandung: Cipta Sentosa.
Manning dan Wright, 1992; SC, Wright CG. Incidence of otitis media in vitamin A-deficient
guinea pigs. Otolaryngol Head Neck Surg. 107(5): 701706.
Niederreither et al. (1999) Niederreither K, Subbarayan V, Doll P, et al. Embryonic retinoic
acid synthesis is essential for early mouse post-implantation development. Nat
Genet. 21(4):444448.
Schmitz et al. (2012) Schmitz J, West KP, Khatry SK, et al. Vitamin A supplementation in
preschool children and risk of hearing loss as adolescents and young adults in rural
Nepal: randomised trial cohort follow-up study. BMJ. 344:d7962.
Widyakaryanasional, 2007. Sumber Vitamin A Terbaik. Medan: Sari Gemilang.
Wu SH, Kim LW, Tin Y, 2010. Embriologi Manusia. Jakarta: Cempaka Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai