Anda di halaman 1dari 15

BAB 3

METODE PENELITIAN
1. Alat
Pengaduk magnetik (IKA, Jerman),

homogenizer (Omni-Multimix Inc.,

Malaysia), timbangan analitik tipe 210-LC (Adam, Amerika Serikat), spektrofotometer


UV-Vis 1601 (Shimadzu, Jepang), FT-IR (Shimadzu, Jepang), zetasizer (DelsaTM Nano
& Malvern, Amerika Serikat), mikroskop transmisi elektron JEM-1400 (JEOL Ltd.,
Jepang), freeze dryer, sentrifugator (Kubota 5100, Jepang), particle size analyzer
(DelsaTM Nano, Amerika Serikat), scanning electron microscope JSM-5310 LV (JEOL
Ltd., Jepang), pH meter tipe 510 (Eutech Instrument, Singapura), dan peralatan
laboratorium lain.
2. Bahan
Bahan yang di gunakan pada penelitian ini adalah Bahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah

kitosan (sumber cangkang udang, derajat deasetilasi >75%,

Sigma), natriumtripolifosfat (Sigma) dan asam asetat glasial (Merck). Air yang
digunakan pada penelitian adalah air deionisasi. Madu yang digunakan adalah madu
dengan merk Madu Perhutani. HPMC berasal dari LOBA Chemie Pvt.Ltd Mumbai.
3. Cara Penelitian
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis pre experimental design dengan jenis one-shit case
study yang meliputi beberapa tahap yaitu preformulasi, formulasi, pembuatan kitosan
nano partikel dengan menggunakan metode gelasi ionik, pengujian dan analisi sifat
karakteristik nano kitosan, pencetakan tablet hisap buah kiwi, evaluasi kualitas
tablet hisap buah kiwi dan analisis data.
3.1.1. Varibel Penelitian

Variable dalam penelitian ini terdiri dari variable bebas dan variable terikat.
Variable bebas pada penelitian ini adalah perbedaan metode optimasi kitosan
nanopartikel gelasi ionik dimana terdapat empat metode optimasi yaitu metode 1a,
metode 1b, metode 2 dan metode 3. sedangkan variable terikat pada penelitian ini
adalah kualitas patch nanopartikel yang dihasilakan dengan parameter penelitian
meliputi data evaluasi karakteristik Kitosan nanopartikel.
3.1.2. Definisi operasional
Tablet hisap yang dibuat harus memiliki penampilan fisik yang sempurna
yang ditandai dengan tidak adanya mottling, tidak adanya retakan pada tablet,
bobot dan ukuran tablet yang seragam, kekerasan tablet yang tidak terlalu keras
dan tablet tidak terlalu rapuh, dan waktu hancur yang dibutuhkan untuk hancur
tidak terlalu lama serta rasa yang enak.
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura pada bulan Juli-Oktober 2015.
4. Cara Analisi Hasil
4.1. Kitosan nano partikel tanpa zat aktif
4.1.1. Penentuan Konsentrasi larutan Kitosan 0,1%, 0,2%, 0,3% sebanyak 50
mL
Kitosan dilarutkan dalam asam asetat, yang memiliki bentuk gel lunak
berantai panjang lurus, diambil sebanyak 50 ml. Setelah itu, dilakukan
pembuatan nanopartikel kitosan dengan gelasi ionik dan perlakuan
pengecilan ukuran (sizing) dengan metode magnetic stirer, metode
homogenizer ultrasonik dan metode sonikasi 60 menit. Kemudian
ditambahkan 25 ml emulsifier (Tween 80) 0,2 % yang dapat memisahkan
gel antara gel satu dengan gel lainnya. Surfaktan (Tween 80) diberikan
dengan cara tetes demi tetes ke dalam kitosan yang telah mengalami

pemotongan, dan didiamkan memutar selama 30 menit. Setelah itu,


ditambahkan 10 ml tripoliphospat 0,1 % yang bertujuan agar ukuran partikel
yang dihasilkan tetap stabil. Kemudian didiamkan selama 30 menit.
4.1.2. Analisis Sifat karakteristik nano Kitosan
Sampai tahap ini kemudian dilakukan analisis karakterisasi nanopartikel
yang dihasilkan dengan SEM untuk mengetahui karakteristik, ukturan dan
morfologi nanopartikel kitosan serta keadaan missel yang memiliki
Kitosan
dilarutkan dalam asam asetat
stabilitas yang
konstan

Larutan Kitosan dimixer selama 60 menit dengan 3 metode

ultrasonik
Metode
magnetic
Metode
Diagaram
alir stirer
pengujian stabilitas nanopartikel
kitosanhomogenzer
dengan metode
gelasi ionik dapat dilihat pada gambar ????

Ditambahakan emulsifier (tween 80) 0,2% secara tetes demi tetes

Didiamkan selama 30 menit

Ditambahakan tripoliphospat 0,1%

Didiamkan selama 30 menit

Larutan Nano kitosan

Dikeringkan dengan spray dryer


Uji SEM
Nano Kitosan yang stabil

Uji FTIR

4.1.3. Analisis Fisik dan Kimia Sampel


Analisis yang dilakukan untuk kitosan pada penelitian ini antara lain yaitu
analisis fisik dan kimia. Analisis fisik pada kitosan dilakukan perhitungan
rendemen kitosan dan nilai derajat deasetilasi. Analisis kimia yang dilakukan
yaitu analisa proksimat meliputi analisis kadar air, lemak, protein, abu, dan
karbohidrat (by difference).
4.1.3.1.
Analisis Proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui
komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat yang
dilakukan meliputi:
a. Analisis kadar air (AOAC 1995)
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam.
Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan
dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang
kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke
dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC
selama 5 jam, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin
dan selanjutnya ditimbang kembali

Keterangan:
B = berat sampel (gram)
B1 = berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan
B 2 = berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan
b. Analisis kadar abu (AOAC 1995)
Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 600 oC,
kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang
hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan
ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak
berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu
600 oC selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang
konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

a. Analisis kadar lemak (AOAC 1995)


Contoh seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada
kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya
sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah
ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung Soxhlet.
Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet
dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana), kemudian dilakukan refluks

selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga
semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung
di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam
labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105
oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan
(W3 ).
Keterangan : W1 = Berat sampel (gram)
W 2 = Berat labu lemak kosong (gram)
W 3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
b. Analisis kadar protein (AOAC 1995)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap,
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan
dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram,
kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan
satu butir kjeltab dan 3 ml H 2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410
oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan.
Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20
ml NaOH 40 %, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu
destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml
yang berisi campuran 10 ml asam borat (H 3BO3) 2 % dan 2 tetes indicator
bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah
volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses

destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan
blanko dianalisis seperti contoh.
Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan : Fp = Faktor pengenceran , fk = 6,25


c. Analisis kadar karbohidrat (AOAC 1995)
Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan
dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak,
sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini
karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis
karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
% Karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)
d. Derajat Deasetilasi (Domsay 1985)
Kitosan sebanyak 0,2 gram digerus dengan KBr dalam mortar agate sampai
homogen, kemudian dimasukkan dalam cetakan pelet, dicetak dengan
dipadatkan dan divakum sampai optimum, selanjutnya pelet ditempatkan
dalam sel dan dimasukkan ke dalam tempat sel pada spektrofotometer
inframerah IR- 408 yang sudah dinyalakan dan stabil, Kemudian tombol
pendeteksian ditekan, akan muncul histogram FTIR pada rekorder yang
memunculkankan puncak-puncak dari gugus fungsi yang terdapat pada sampel
kitosan. Histogram yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis kualitatif
dan kuantitatif misalnya analisis kuantitatif derajat deasetilasi dari kitosan.
Pengukuran derajat deasetilasi berdasarkan kurva yang tergambar oleh
spektrofotometer. Puncak tertinggi (P0) dan puncak terendah (P) dicatat dan
diukur dengan garis dasar yang dipilih. Nisbah absorbansi dihitung dengan
rumus:

Keterangan:
P0 = Jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua puncak tertinggi
dengan panjang gelombang 1.655cm -1 atau 3.450 cm-1 .
P = Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah dengan panjang
gelombang 1.655cm-1 atau 3.450 cm-1 .
Perbandingan absorbansi pada 1.655cm

-1

dengan absorbansi 3.450 cm-1

digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan (1,33). Dengan mengukuran


absorbansi pada puncak yang berhubungan, nilai persen N-deasetilasi dapat
dihitung dengan rumus:

Keterangan: A1.655 = Absorbansi pada panjang gelombang 1.655 cm-1 .


A
= Absorbansi pada panjang gelombang 3.450 cm-1
3.450

1,33 = konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna.

4.2.

Nanopartikel Kitosan dengan Madu


4.2.1. Preparasi Larutan Kitosan
Kitosan sebanyak 200 mg dilarutkan dalam 100 mL larutan asam asetat 1%
dengan Menggunakan pengaduk magnetik. Cara pembuatan asam asetat 1%
adalah dengan mencampurkan 10,0 mL asam asetat glasial dalam aquadest
hingga 1000,0 mL.
4.2.2. Preparasi Larutan Natrium Tripolifosfat

Natrium tripolifosfat sebanyak 40 mg dilarutkan dalam 40 mL aqua


demineralisata dengan menggunakan pengaduk magnetik.
4.2.3. Optimasi Pembuatan Nanopartikel Metode Gelasi Ionik
4.2.3.1.
Metode 1a
Madu ditimbang sebanyak 3 gram kemudian dilarutkan dalam larutan kitosan
dengan menggunakan pengaduk magnetik. Selanjutnya larutan natrium
tripolifosfat diteteskan tetes demi tetes dengan kecepatan tetap (0,75 mL/
menit) ke dalam larutan campuran tersebut secara terus menerus di bawah
putaran pengaduk magetik dengan kecepatan 400 rpm pada temperature kamar
(25C) hingga semua larutan natrium tripolifosfat habis dan terbentuk suspensi
nanopartikel.
4.2.3.2.

Metode 1b

Madu ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dilarutkan dalam larutan kitosan


dengan menggunakan pengaduk magnetik. Selanjutnya larutan natrium
tripolifosfat diteteskan tetes demi tetes dengan kecepatan tetap (0,75 mL/menit)
ke dalam larutan campuran tersebut secara terus menerus di bawah putaran
pengaduk magnetik dengan kecepatan 400 rpm pada temperatur kamar (25C)
hingga semua larutan natrium tripolifosfat habis dan terbentuk suspensi
nanopartikel.
4.2.3.3.

Metode 2

Madu ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dilarutkan dalam larutan kitosan


dengan menggunakan pengaduk magnetik. Selanjutnya larutan natrium

tripolifosfat diteteskan tetes demi tetes dengan kecepatan tetap (0,75 mL/menit)
ke dalam larutan campuran tersebut secara terus menerus di bawah putaran
pengaduk magnetik dengan kecepatan 400 rpm pada temperatur kamar (25C)
hingga semua larutan natrium tripolifosfat habis dan terbentuk suspensi
nanopartikel. Selanjutnya suspensi nanopartikel yang terbentuk diaduk dengan
homogenizer kecepatan 3000 rpm selama 30 menit.
4.2.3.4.

Metode 3

Madu ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dilarutkan dalam larutan kitosan


dengan menggunakan pengaduk magnetik. Selanjutnya larutan natrium
tripolifosfat 40 mL dituang langsung ke dalam larutan campuran tersebut pada
temperatur kamar (25C) di bawah putaran homogenizer dengan kecepatan
3000 rpm selama 30 menit hingga terbentuk suspensi nanopartikel.
Tabel 3.1 Formula Nanopatikel Sambung Silang Multi Ion
Formula
A
B
C
D

Madu
3 gr
5 gr
5 gr
5 gr

Kitosan

Natrium

Metode

200 mg/100 mL
200 mg/100 mL
200 mg/100 mL
200 mg/100 mL

tripolifosfat
40 mg/40 mL
40 mg/40 mL
40 mg/40 mL
40 g/40

1a
1b
2
3

mL
4.2.4. Pembuatan Kurva Kalibrasi Madu dalam Pelarut Aqua Demineralisata
dengan Metode Spektrofotometri
Madu ditimbang seksama sebanyak 100,0 mg, kemudian dilarutkan dalam aqua
demineralisata pada labu tentukur sampai 100,0 mL. Didapat larutan dengan konsentrasi
1000 ppm. Larutan tersebut, dipipet 25,0 mL, dan diencerkan dengan aqua
demineralisata dan dicukupkan volumenya sampai 250,0 mL sehingga didapatkan

larutan dengan konsentrasi 100 ppm. Dari larutan 100 ppm, dipipet masing-masing 20,0
mL; 25,0 mL; 30,0 mL; 35,0 mL; 40,0 mL, dan 45,0 mL kemudian diencerkan dalam
aqua demineralisata masing-masing dalam labu tentukur sampai 100,0 mL, sehingga
didapat larutan dengan konsentrasi 20 ppm, 25 ppm, 30 ppm, 35 ppm, 40 ppm, dan 45
ppm. Pada larutan dengan konsentrasi 25 ppm diamati dengan menggunakan
spektofotometer UV-VIS, dan ditentukan panjang gelombang maksimumnya. Panjang
gelombang maksimum Madu dalam aqua demineralisata, ditentukan dengan melakukan
scanning pada panjang gelombang antara 500-800 nm. Serapan larutan-larutan tersebut
diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum, kemudian
dihitung persamaan regresi linearnya.
4.3 Evaluasi Karakterisasi Nanopartikel Madu
4.3.1.

Pengukuran

Persen

Efisiensi

Penjerapan

Madu

dalam

Suspensi

Nanopartikel Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis


5,0 mL suspensi ditambahkan 5,0 mL dapar alkali borat pH 9,7. Selanjutnya
disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit, supernatan diambil 1,0 mL
dan diencerkan dalam labu tentukur dengan menggunakan aqua demineralisata hingga
25,0 mL, kemudian 1,0 mL dari larutan sebelumnya diencerkan kembali dengan aqua
demineralisata

hingga

25,0

mL.

Serapan

larutan

tersebut

diukur

dengan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum dan dihitung kadarnya


dengan menggunakan persamaan kurva kalibrasi. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali.
Hasil dihitung sebagai Madu bebas.
Efisiensi penjerapan=

total obat obat bebas dalam supernatan


x 100
total obat

3.2.2 Penetapan Distribusi Ukuran Partikel dan Potensial Zeta


Penentuan ukuran partikel, potensial zeta, dan indeks polidispersitas dilakukan
dengan cara mendispersikan nanopartikel dengan aquadest pada suhu 25 C pada
perbandingan 1/100 (v/v). Ketiga pengukuran tersebut dilakukan dengan menggunakan
alat Zetasizer.
3.2.3 Mikroskop Transmisi Elektron (Transmission Electron Microscope)

Mikroskop transmisi elektron digunakan untuk menguji morfologi nanopartikel


dan ukuran partikel yang dihasilkan (Avadi, 2010).
3.2.4 Pengeringan Nanopartikel yang Dihasilkan
Nanopartikel yang didapatkan dibekukan dengan nitrogen cair dan diliofilisasi
selama 12 jam untuk mendapatkan nanopartikel kitosan-natrium tripolifosfat kering
dengan menggunakan alat freeze dryer.
3.2.5 Morfologi permukaan serbuk nanopartikel dengan SEM
Scanning electron microscopy digunakan untuk mempelajari morfologi permukaan
serbuk nanopartikel yang mengandung Madu dengan eksipien kitosan-tripolifosfat.
3.2.6 Analisis FT-IR (Fourier Transform Infra Red)
Spektrum FT-IR dari kitosan dan nanopartikel kitosan-natrium tripolifosfat
dilakukan pada daerah 4000-400 cm-1. Spektrum FT-IR digunakan untuk menentukan
keberadaan dari natrium tripolifosfat dan kitosan dalam nanopartikel kering. Serbuk
disiapkan menggunakan KBr dibentuk pellet (M.R. de Moura et al., 2009).
4.3. Penetapan Nanopartikel Madu Terpilih
Hasil karakterisasi dari keempat formula (A, B, C, dan D) dibandingkan
untuk menetapkan nanopartikel terpilih guna dijadikan sebagai nanopartikel pada
tahap selanjutnya (pembuatan sediaan gel nanopartikel). Karakter dari nanopartikel
terpilih adalah memiliki ukuran partikel yang terkecil (berukuran nano), memiliki
potensial zeta yang terbesar, memiliki efisiensi penjerapan yang tinggi, memiliki
morfologi yang baik, dan dapat diterima pada konfirmasi dengan FT-IR.
4.4. Sediaan Patch Nanopartikel Madu
4.4.1. Pembuatan Sediaan Nano Patch
Teknik pembuatan sediaan nanopatch dilakukan dengan teknik penuangan.
Larutan nanoparikel kitosan yang dibuat dengan melarutkan polimer di 1,0%

b/v larutan asam asetat dan HPMC dibuat dengan melarutkan dalam campuran
air dan etanol (8: 2) masing-masing. Di atas larutan polimer, ditambahkan
gliserol. Gliserol digunakan sebagai plasticizer dalam persiapan film. 5 mg
Madu ditambahkan dan diaduk selama 30 menit. Obat yang mengandung
larutan polimer 10 ml yang dituangkan ke dalam Petri dengan diameter 15,19
cm2, dan dikeringkan didalam oven pada suhu 40 oC untuk. Film-film kering
dipindahkan dari cawan Petri dan disimpan dalam desikator untuk digunakan
pada percobaan berikutnya.
Table formulasi sediaan Nanopatch Madu
Formula

Suspensi

Serbuk

HPMC

Gliserol %

Larutan Aqua

nanopartikel

Kitosan

% b/v

b/b

demineralisat

Madu (mL)

% b/v

a : As. Asetat
1%

Nanopartikel
Nanopartikel

X
X

25
25

1,5
1,5

20
30

Ad 10 ml
Ad 10ml

Keterangan : X adalah banyaknya suspensi nanopartikel Madu yang akan


ditambahkan sesuai dengan dosis dari Madu untuk sediaan transdermal, mengacu pada
penjerapan Nano yang dikandung dalam suspensi nanopartikel yang dibuat
4.5. Evaluasi karakteristik Nanopatch
4.5.1. Uji ketebalan sediaan Patch
Ketebalan patch diukur dengan menggunakan Screw Gauge dalam satuan mm.
Keseragaman ketebalan sediaan patch mempengaruhi kemudahan dalam
penggunaan patch. Menurut Nurwaini (2009) dalam penelitian Mathiowitz

menyatakan bahwa ukuran ketebalan patch sebaiknya antara 0,5-1,0 mm,


apabila lebih kecil akan menyulitkan dalam pemakaiannya.
4.5.2. Uji Kemampuan Mengembang
Uji kemampuan mengembang diukur secara manual untuk lapisan film yang
sudah disiapkan. Potongan film dipotong merata dan dilipat ditempat yang
sama sampai lepas. Daya kemampuan mengembang dapat dihitung dari jumlah
waktu dimana film bisa dilipat pada tempat yang sama tanpa lepas.
Kemampuan mengembang suatu patch merupakan salah satu syarat dari suatu
sediaan patch. Mengembangnya patch berkaitan dengan kemampuan matriks
dalam melepaskan obat dan keefektifan patch melekat pada mukosa (Nurwaini,
et al, 2009).
4.5.3. Uji kelembapan yang terserap
Uji stabilitas fisik film juga dapat diperiksa dengan kondisi kelembaban.
Keakuratan film dapat menggunakan alat yaitu desikator dengan menggunakan
larutan jenuh aluminium klorida (79,5% RH) selama tiga hari. Setelah tiga hari,
maka film tersebut ditimbang dan dihitung Persentase kelembaban dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu massa molekul primer, waktu kontak antara polimer
dan mukosa, rata-rata indeks pengembangan polimer dan membran biologi
yang digunakan (Patel et alI., 2007).
4.5.4. Uji kehilangan kelembapan

Untuk memeriksa persentase tingkat kehilangan kelembaban dapat dihitung


dengan menyiapkan film yang ditempatkan dalam desikator yang telah berisi
kalsium klorida anhidrat. Uji ini dilakukan selama 72 jam. Setelah 72 jam, film
ini ditimbang dan dihitung persentase kehilangan kelembaban dengan cara:
4.5.5. Uji Keseragaman kandungan obat
Keseragaman kandungan obat pada patch dapat dilakukan dengan dengan cara
patch dipotong-potong dan dimasukkan kedalam 100 mL media difusi. Uji ini
harus diaduk dengan menggunakan pengaduk mekanik dan data yang diambil
yaitu pada tiga jam terakhir selama pengujian. Kadar obat dapat ditentukan
dengan menggunakan spektrofotometri pada 400-500 nm.

Anda mungkin juga menyukai