METODE PENELITIAN
1. Alat
Pengaduk magnetik (IKA, Jerman),
Sigma), natriumtripolifosfat (Sigma) dan asam asetat glasial (Merck). Air yang
digunakan pada penelitian adalah air deionisasi. Madu yang digunakan adalah madu
dengan merk Madu Perhutani. HPMC berasal dari LOBA Chemie Pvt.Ltd Mumbai.
3. Cara Penelitian
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis pre experimental design dengan jenis one-shit case
study yang meliputi beberapa tahap yaitu preformulasi, formulasi, pembuatan kitosan
nano partikel dengan menggunakan metode gelasi ionik, pengujian dan analisi sifat
karakteristik nano kitosan, pencetakan tablet hisap buah kiwi, evaluasi kualitas
tablet hisap buah kiwi dan analisis data.
3.1.1. Varibel Penelitian
Variable dalam penelitian ini terdiri dari variable bebas dan variable terikat.
Variable bebas pada penelitian ini adalah perbedaan metode optimasi kitosan
nanopartikel gelasi ionik dimana terdapat empat metode optimasi yaitu metode 1a,
metode 1b, metode 2 dan metode 3. sedangkan variable terikat pada penelitian ini
adalah kualitas patch nanopartikel yang dihasilakan dengan parameter penelitian
meliputi data evaluasi karakteristik Kitosan nanopartikel.
3.1.2. Definisi operasional
Tablet hisap yang dibuat harus memiliki penampilan fisik yang sempurna
yang ditandai dengan tidak adanya mottling, tidak adanya retakan pada tablet,
bobot dan ukuran tablet yang seragam, kekerasan tablet yang tidak terlalu keras
dan tablet tidak terlalu rapuh, dan waktu hancur yang dibutuhkan untuk hancur
tidak terlalu lama serta rasa yang enak.
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura pada bulan Juli-Oktober 2015.
4. Cara Analisi Hasil
4.1. Kitosan nano partikel tanpa zat aktif
4.1.1. Penentuan Konsentrasi larutan Kitosan 0,1%, 0,2%, 0,3% sebanyak 50
mL
Kitosan dilarutkan dalam asam asetat, yang memiliki bentuk gel lunak
berantai panjang lurus, diambil sebanyak 50 ml. Setelah itu, dilakukan
pembuatan nanopartikel kitosan dengan gelasi ionik dan perlakuan
pengecilan ukuran (sizing) dengan metode magnetic stirer, metode
homogenizer ultrasonik dan metode sonikasi 60 menit. Kemudian
ditambahkan 25 ml emulsifier (Tween 80) 0,2 % yang dapat memisahkan
gel antara gel satu dengan gel lainnya. Surfaktan (Tween 80) diberikan
dengan cara tetes demi tetes ke dalam kitosan yang telah mengalami
ultrasonik
Metode
magnetic
Metode
Diagaram
alir stirer
pengujian stabilitas nanopartikel
kitosanhomogenzer
dengan metode
gelasi ionik dapat dilihat pada gambar ????
Uji FTIR
Keterangan:
B = berat sampel (gram)
B1 = berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan
B 2 = berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan
b. Analisis kadar abu (AOAC 1995)
Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 600 oC,
kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang
hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan
ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak
berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu
600 oC selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang
konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus:
selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga
semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung
di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam
labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105
oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan
(W3 ).
Keterangan : W1 = Berat sampel (gram)
W 2 = Berat labu lemak kosong (gram)
W 3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
b. Analisis kadar protein (AOAC 1995)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap,
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan
dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram,
kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan
satu butir kjeltab dan 3 ml H 2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410
oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan.
Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20
ml NaOH 40 %, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu
destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml
yang berisi campuran 10 ml asam borat (H 3BO3) 2 % dan 2 tetes indicator
bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah
volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses
destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan
blanko dianalisis seperti contoh.
Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
P0 = Jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua puncak tertinggi
dengan panjang gelombang 1.655cm -1 atau 3.450 cm-1 .
P = Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah dengan panjang
gelombang 1.655cm-1 atau 3.450 cm-1 .
Perbandingan absorbansi pada 1.655cm
-1
4.2.
Metode 1b
Metode 2
tripolifosfat diteteskan tetes demi tetes dengan kecepatan tetap (0,75 mL/menit)
ke dalam larutan campuran tersebut secara terus menerus di bawah putaran
pengaduk magnetik dengan kecepatan 400 rpm pada temperatur kamar (25C)
hingga semua larutan natrium tripolifosfat habis dan terbentuk suspensi
nanopartikel. Selanjutnya suspensi nanopartikel yang terbentuk diaduk dengan
homogenizer kecepatan 3000 rpm selama 30 menit.
4.2.3.4.
Metode 3
Madu
3 gr
5 gr
5 gr
5 gr
Kitosan
Natrium
Metode
200 mg/100 mL
200 mg/100 mL
200 mg/100 mL
200 mg/100 mL
tripolifosfat
40 mg/40 mL
40 mg/40 mL
40 mg/40 mL
40 g/40
1a
1b
2
3
mL
4.2.4. Pembuatan Kurva Kalibrasi Madu dalam Pelarut Aqua Demineralisata
dengan Metode Spektrofotometri
Madu ditimbang seksama sebanyak 100,0 mg, kemudian dilarutkan dalam aqua
demineralisata pada labu tentukur sampai 100,0 mL. Didapat larutan dengan konsentrasi
1000 ppm. Larutan tersebut, dipipet 25,0 mL, dan diencerkan dengan aqua
demineralisata dan dicukupkan volumenya sampai 250,0 mL sehingga didapatkan
larutan dengan konsentrasi 100 ppm. Dari larutan 100 ppm, dipipet masing-masing 20,0
mL; 25,0 mL; 30,0 mL; 35,0 mL; 40,0 mL, dan 45,0 mL kemudian diencerkan dalam
aqua demineralisata masing-masing dalam labu tentukur sampai 100,0 mL, sehingga
didapat larutan dengan konsentrasi 20 ppm, 25 ppm, 30 ppm, 35 ppm, 40 ppm, dan 45
ppm. Pada larutan dengan konsentrasi 25 ppm diamati dengan menggunakan
spektofotometer UV-VIS, dan ditentukan panjang gelombang maksimumnya. Panjang
gelombang maksimum Madu dalam aqua demineralisata, ditentukan dengan melakukan
scanning pada panjang gelombang antara 500-800 nm. Serapan larutan-larutan tersebut
diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum, kemudian
dihitung persamaan regresi linearnya.
4.3 Evaluasi Karakterisasi Nanopartikel Madu
4.3.1.
Pengukuran
Persen
Efisiensi
Penjerapan
Madu
dalam
Suspensi
hingga
25,0
mL.
Serapan
larutan
tersebut
diukur
dengan
b/v larutan asam asetat dan HPMC dibuat dengan melarutkan dalam campuran
air dan etanol (8: 2) masing-masing. Di atas larutan polimer, ditambahkan
gliserol. Gliserol digunakan sebagai plasticizer dalam persiapan film. 5 mg
Madu ditambahkan dan diaduk selama 30 menit. Obat yang mengandung
larutan polimer 10 ml yang dituangkan ke dalam Petri dengan diameter 15,19
cm2, dan dikeringkan didalam oven pada suhu 40 oC untuk. Film-film kering
dipindahkan dari cawan Petri dan disimpan dalam desikator untuk digunakan
pada percobaan berikutnya.
Table formulasi sediaan Nanopatch Madu
Formula
Suspensi
Serbuk
HPMC
Gliserol %
Larutan Aqua
nanopartikel
Kitosan
% b/v
b/b
demineralisat
Madu (mL)
% b/v
a : As. Asetat
1%
Nanopartikel
Nanopartikel
X
X
25
25
1,5
1,5
20
30
Ad 10 ml
Ad 10ml