Anda di halaman 1dari 10

Reumatoid artritis

Nama : Muhamad Agung Restu maulana


Nim : H1A013037

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram


2015

PENDAHULUAN
Rheumatoid Arhritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronis yang
belum diketahui pasti sebabnya yang ditandai dengan poliarthritis simetris
dan perifer. Hal itu merupakan akibat dari inflamasi arthritis kronis dan
sering menimbulkan kerusakan sendi dan kelemahan fisik. Karena RA
merupakan
manifestasi

penyakit
dari

sistemik,

RA dapat

ekstraartikulasi,

menimbulkan

termasuk

kelemahan,

berbagai
nodul

subcutaneous, pericarditis, neuropati perifer, vasculitis, dan abnormal


hematologi.1

A. Definisi
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronik yang
tidak diketahui pasti penyebabnya yang ditandai dengan poliarthritis
perifer dan simetris. Keduanya pada umumnya merupakan akibat dari
inflamasi arthritis dan kerusakan sendi, serta gangguan fisik. Karena RA
merupakan penyakit sistemik, RA menimbulkan berbagai manifestasi
ekstraarticular, termasuk kelelahan, nodul pada lapisan subcutaneous, lung
involvement, pericarditis, neuropati perifer, vaskulitis, dan keabnormalan
dari hematologi.1,2
B. Etiologi
1. Faktor Genetik
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis (RA) belum
diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan penting
terhadap kejadian RA, dengan angka kepekaan dan ekspresi
penyakit sebesar 60%. Hubungan HLA class II histocompatibility
antigen, DRB1-9 beta chain (HLA-DRB1) dengan kejadian RA
telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA
juga berhubungan dengan RA seperti daerah 18q21 dari gen
TNFRSR11A yang mengkode aktivator reseptor nuclear factor
kappa B (NF-B).7
Gen ini berperan penting dalam resorpsi tulang pada RA.
Faktor genetik juga berperanan penting dalam terapi RA karena
aktivitas enzim seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan
thiopurine methyltransferase untuk metabolisme methoraxate dan
azathioprine ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar
monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya
RA lebih dari 30% dan pada orang kulit putih dengan RA yang
mengekspresikan HLA-DL1 atau HLA-DR4 mempunyai angka
kesesuain sebesar 80%.7
2. Faktor Infeksi
Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab.
Organisme diduga menginfeksi sel induksi sel (host) dan merubah
3

reaktivitas atau respon sel T sehingga mencetuskan timbulnya


penyakit. Walaupun belum ditemukan agen infeksi yang secara
nyata terbukti sebagai penyakit.7

Tabel Agen Infeksi yang Diduga sebagai Penyebab RA


Agen infeksi
Mycoplasma

Mekanisme patogenik
Infeksi sinovial langsung,

Parvovirus B19
Retrovirus
Enteric bacteria
Mycobacteria
Epstein-Barr Virus
Bacterial Cell Walls

superantigen
Infeksi sinovial langsung
Infeksi sinovial langsung
Kemiripan molekul
Kemiripan molekul
Kemiripan molekul
Aktivasi mikrofag

C. Epidemiologi
Di Cina, Indonesia dan Filipina prevalensinya kurang dari 0,4% baik
didaerah urban ataupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah
mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah
urban. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malang pada penduduk berusai
diatas 40 tahun mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,5% didaerah kotamadya
dan 0,6% didaerah kabupaten. Di poliklinik reumatologi RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta, kasus baru RA 11 merupakan 4,1% dari seluruh kasus
baru pada tahun 2000 dan pada periode januari s/d juni 2007 didapatkan sebanyak
203 kasus RA dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 12.346 orang (15,1%).
Prevalensi RA lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan
laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan
angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan kelima7,8
D. Patogenesis
Arthritis rheumatoid adalah penyakit peradangan kronik yang menyebabkan
degenerasi jaringan ikat. Peradangan (inflamasi) pada AR terjadi secara terusmenerus terutama pada organ sinovium dan menyebar ke struktur sendi di

sekitarnya seperti tulang rawan, kapsul fibrosa sendi, ligamen dan tendon.
Inflamasi ditandai dengan penimbunan sel darah putih, pengaktifan komplemen,
fagositosis ekstensif dan pembentukan jaringan granular. Inflamasi kronik
menyebabkan hipertropi dan penebalan pada membran sinovium, terjadi hambatan
aliran darah dan nekrosis sel dan inflamasi berlanjut 2,4
Inflamasi menyebabkan pelepasan berbagai protein sitokin. Sitokin memiliki
fungsi antara lain memelihara keseimbangan tubuh selama terjadi respon imun,
infeksi, kerusakan, perbaikan jaringan, membersihkan jaringan mati, darah yang
membeku dan proses penyembuhan. Jika produksi sitokin meningkat, kelebihan
sitokin dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada sendi saat inflamasi AR.
Sitokin yang berperan penting pada AR antara lain adalah IL-1, IL-6, TNF- dan
NO. Nitrit oksida, diketahui dapat menyebabkan kerusakan sendi dan berbagai
manifestasi sistemik.8
Leukosit adalah bagian sistem imun tubuh yang secara normal dibawa ke
sinovium dan menyebabkan reaksi inflamasi atau sinoviositis saat antigen
berkenalan dengan sistem imun. Elemen-elemen sistem imun (gambar 1) dibawa
ke tempat antigen, melalui peningkatan suplai darah (hiperemi) dan permeabilias
kapiler endotel, sehingga aliran darah yang menuju ke lokasi antigen lebih banyak
membawa makrofag dan sel imun lain.3,4

Saat inflamasi leukosit berfungsi menstimulasi produksi molekul leukotriens,


prostaglandin (membuka pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah) dan NO
(gas yang berperan dalam fleksibilitas dan dilatasi pembuluh darah, dalam jumlah
yang tinggi merupakan substansi yang berperan besar pada berbagai kerusakan
AR)5
E. Penegakan Diagnosis
Gold Standart Diagnosis atau Kriteria Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dapat berdasarkan kriteria
ARA (American Rheumatism Association), yaitu5

a. Kaku pagi hari di sendi dan sekitarnya, sekurangnya selama


1 jam sebelum perbaikan maksimal.
b. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) 3
daerah sendi atau lebih secara bersamaan yang diobservasi
oleh dokter.
c. Artritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi
satu pembengkakan persendian tangan yaitu PIP (proximal
interphalangeal),

MCP

(metacarpophalangeal),

atau

pergelangan tangan.
d. Artritis simetris, keterlibatan sendi yang sama pada kedua
belah sisi misalnya PIP (proximal interphalangeal), MCP
(metacarpophalangeal), atau MTP (metatarsophalangeal).
e. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan
tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta
artikuler yang diobservasi dokter.
f. Faktor rheumatoid serum positif, terdapat titer abnormal
faktor rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang
membrikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol
yang diperiksa.
g. Perubahan gambaran radiologis, perubahan gambaran
radiologis yang khas pada AR pada pemeriksaan sinar X
tangan posterior atau pergelangan tangan yang harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang
berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan sendi.
Diagnosa AR, jika sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria
di atas dan kriteria 1 sampai 4 harus ada minimal 6 minggu.
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
a. Aspirin dan semua golongan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid
(OAINS)
Tujuan : terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan.8
b. Glukokortikoid
Steroid dengan prednisone dengan dosis kurang 10 mg/hari.

Mekanisme kerja : untuk meredakan gejala dan memperlambat


kerusakan

sendi.

Pemberian

glukokortikoid

harus

disertai

pemberian kalsium 1500 mg dan vitamin D 400-800 IU/hari.7


c. DMARD (Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs)
Pemberian DMARD harus mempertimbangkan aspek :
1) Kepatuhan pasien
2) Beratnya penyakit
3) Pengalaman dokter
4) Adanya penyakit penyerta
Table 2. DMARD yang paling banyak digunakan.7
DMARD

Mekanisme

Dosis

kerja

Waktu

Efek

timbulnya

samping

respon
Hidroksiklor

Menghambat

200-400

2-6 bulan

Mual,

-okuin

sekresi sitokin,

mg p.o.

sakit

(Plaquenil),

enzim lisosomal,

per hari

kepala,

klorokuin

dan fungsi

fosfat

makrofag

sakit

250 mg

perut,

p.o. per

myopati,

hari

toksisitas
pada
retina

Methorexate

Inhibitor

7,5-25

(MTX)

dihidrofolat

mg p.o,

diare,

reduktase,

IM atau

kelemahan

hambat

SC per

, ulkus

kemotaksis, efek

minggu

mulut,

anti inflamasi

1-2 bulan

Mual,

gangguan
fungsi
hati, dll

sulfasalazin

Menhambat

2-3 gr

1-3 bulan

respon sel B dan

p.o. per

diare,

hambat

hari

leukopeni,

angiogenesis

Mual,

gangguan
fungsi
hati, dll

Azathioprin

Mengahambat

50-150

2-3 bulan

Mual,

e(Imuran)

sintesis DNA

mg p.o.

leukopeni,

per hari

sepsis,
limfoma

cyclosporine

Menghambat

2,5-5

2-4 bulan

Mual,

sintesis IL-2 dan

mg/kgBB

parestesia,

sitokin sel T

p.o. per

gangguan

lainnya

hari

ginjal,
hipertensi,
sepsis, dll

PENUTUP
1. Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronik yang
tidak diketahui pasti penyebabnya yang ditandai dengan poliarthritis
perifer dan simetris.
2. Beberapa faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi dari
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah faktor genetik, hormon seks, faktor
infeksi, serta Protein heat shock (HSP).
3. Pada pasien penderita reumatoid artritis, membran sinovial telah
mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan infiltrasi dari
sel-sel pemicu inflamasi, terutama sel T CD4 +. Untuk menegakkan
diagnosis dapat berdasarkan kriteria ARA (American Rheumatism
Association), diagnosa AR ditegakkan

jika sekurang-kurangnya

memenuhi 4 dari 7 kriteria dan kriteria 1 sampai 4 harus ada minimal


6 minggu.
4. Penatalaksanaan untuk penyakit Rheumatoid Arthritis (RA) dapat
berupa tatalaksana non- farmakologis dan farmakologis
a. Non-farmakologis
: pendidikan, istirahat, latihan-latihan
fisik, alat-alat pembantu dan adaptif serta terapi-terapi yang
lain.
b. Farmakologis

Obat

obatan

antiinflamasi

nonsteroid, glukokortikoid, DMARD, Terapi kombinasi, emas


serta tatalaksana bedah.
5. Komplikasi dari Rheumatoid Arthritis (RA) dapat berupa osteoporosis
dan Carpal Tunnel Sydrome (CTS). Prognosis penyakit ini buruk
dengan beberapa faktor menjadi penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Braunwald, Eugene, et.al. 18th Edition Harrisons Principles of Internal
Medicine. United States of America: The McGraw-Hill Companies.2012

2. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.2005


3. Kasper LK, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL.
Harrisons Principles of Internal Medicine. Ed 16. New York: McGrawHill.2005.
4. Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit. Jakarta : EGC.2005.
5. Schoellnast H et al. Psoriatic Arthritis and Rheumatoid Arthritis: Findings in
Contrast-Enhanced MRI. American Journal of Roentgenology.2006 Agustus. Vol
187 No. 2351-357.
6. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: FKUI.2009.
7. Suarjana IN. Artritis Reumatoid. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3.
Ed 5. Jakarta: Interna Publishing.2009.
8. Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L.,. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi 7.
Jakarta : EGC.2007.

10

Anda mungkin juga menyukai