PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
PERDESAAN (PPIP) DI KECAMATAN
MANDIRAJA, KABUPATEN BANJARNEGARA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
FITRIA DWI ARIESTA
NIM. 12020110120024
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun
: 12020110120024
Fakultas/Jurusan
Dosen Pembimbing
ii
Nama Mahasiswa
: 12020110120024
Fakultas/Jurusan
Judul Skripsi
Tim Penguji
1. Prof. Dra. Hj. Indah Susilowati, M.Sc., Ph.D (................)
2. Prof. Drs. H. Waridin, MS, Ph.D
(............)
(............)
Mengetahui,
Pembantu Dekan I,
iii
: 12020110120024
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul Membangun Desa Melalui
Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) di Kecamatan Mandiraja,
Kabupaten Banjarnegara adalah hasil karya saya sendiri dan tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi
dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang
lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di daftar
pustaka.
Saya mengakui bahwa karya Skripsi ini dapat dihasilkan berkat bimbingan
dan dukungan penuh dari Dosen Pembimbing saya yaitu Prof. Dra. Hj. Indah
Susilowati, M.Sc., Ph.D. Apabila di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak
sesuai dengan pernyataan saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Semarang, 19 Mei 2014
Yang membuat pernyataan,
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada Ayah dan Almarhumah Ibu tercinta, yang
telah mengorbankan segalanya, yang doanya tak pernah henti, yang keringatnya
selalu tercurah, yang kesabarannya selalu mengalir, yang ikhlas dilakukan demi
kebaikan dan kebahagiaan saya serta kakak dan adik saya, yang selalu
memberikan cinta, motivasi, semangat, dan kasih sayang.
ABSTRAK
Pengelolaan PPIP di Kabupaten Banjarnegara, masyarakat mendapatkan
kewenangan untuk mengelola semua kegiatan secara mandiri dan partisipatif
dengan ikut terlibat dalam setiap tahapan kegiatan mulai dari sosialisasi,
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan kegiatan. Selain
itu masyarakat mendapat pendampingan dari fasilitator, dukungan dari pemerintah
dan juga adanya kelembagaan PPIP berupa organisasi pengelolaan di tingkat desa
dan kecamatan yang anggotanya berasal dari masyarakat serta mendapat
pelatihan-pelatihan yang mendukung peningkatan kemampuan masyarakat
sebagai pelaku utama PPIP dan penerima manfaat hasil pembangunan. Salah
satunya pengelolaan PPIP di Kecamatan Mandiraja sebagai program
pembangunan partisipatif dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat
dimaksudkan untuk mendukung proses pengurangan ketimpangan wilayah dan
keterpurukan kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Mandiraja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pemberdayaan
masyarakat yang ada di Kecamatan Mandiraja. Hal tersebut dibuktikan melalui
analisis persepsi masyarakat, peran stakeholders, intensitas partisipasi masyarakat,
yang pada akhirnya untuk merumuskan strategi pemberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan PPIP untuk selanjutnya.
Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis kuantitatif dan
kualitatif. Untuk analisis persepsi masyarakat sebelum dan setelah PPIP serta
analisis peran stakeholders digunakan analisis penilaian mulai dari 1 sampai
dengan 10. Intensitas partisipasi masyarakat dalam pengelolaan PPIP di
Kecamatan Mandiraja digunakan analisis deskriptif. Snowballing sampling
diterapkan untuk memilih 100 responden masyarakat desa dan 13 responden keyperson.
Penelitian ini menemukan bahwa tingkat partisipasi dalam curah waktu,
swadaya, sosial, dan moral masyarakat yang tinggi. Penelitian ini menguraikan
strategi untuk memberdayakan masyarakat melalui peningkatan produktivitas para
responden serta menyediakan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan
manajemen pengelolaan PPIP.
Kata Kunci:
partisipasi, pengelolaan
pemberdayaan masyarakat
vi
PPIP,
pengembangan
masyarakat,
ABSTRACT
PPIP management in District of Banjarnegara, people get the authority to
manage all activities independently and participatory involved in every stage of
activities ranging from socialization, planning, organizing, implementing, and
controlling activities. In addition, people get assistance from facilitators, support
from the government and also the presence of a PPIP institutional management
organizations in the village and sub-district level whose members come from the
community and received training in favor of increasing the ability of people as the
main actors PPIP and beneficiaries of development.One of them is the
management of PPIP in Sub-district of Mandiraja as participatory development
programs with community empowerment approach is intended to support the
reduction of inequality and deterioration area socioeconomic conditions in the
Sub-district of Mandiraja.
This study purposed to determine the process of community empowerment
in the Sub-district of Mandiraja. This is evidenced through the analysis of public
perception, the role of stakeholders, the intensity of community participation,
which in turn formulate a strategy for community empowerment in the
management of PPIP to the next.
Methods this study used quantitative and qualitative analysis techniques.
For the analysis of public perceptions before and after the PPIP and analysis of
the role of stakeholders, assessment analysis was used ranging from 1 to 10.
Intensity of community participation in the management of PPIP in Sub-district of
Mandiraja used descriptive analysis. Snowballing sampling is applied to select
100 respondents 13 respondents villagers and key-person.
This study found that the level of participation in the bulk of time, self,
social, and moral high society. This study outlines a strategy to empower
communities through increased productivity of the respondents as well as
providing training to improve skills and management of PPIP.
Keywords:participation, community empowerment, management of PPIP,
community development
vii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, penulis telah
dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Membangun Desa Melalui
Program
Pembangunan
Infrastruktur
Perdesaan
(PPIP)
di
Kecamatan
Bapak Prof. Drs. H. Muhammad Nasir, M.Si, Akt., Ph.D selaku Dekan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
2.
Ibu Prof. Dra. Hj. Indah Susilowati M.Sc., Ph.D selaku Dosen Pembimbing,
yang senantiasa peduli dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3.
Bapak Prof. Waridin, M.Sc., Ph.D atas arahan dan dukungan yang diberikan
pada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
viii
4.
Bapak Ir. Taufik Kurniawan, M.M. sebagai anggota DPR Dapil Banjarnegara
(penggiat pelaksanaan program PPIP di Banjarnegara) atas ijin yang
diberikan kepada saya untuk menggunakan sebagian data penelitian evaluasi
pelaksanaan PPIP di Kabupaten Banjarnegara.
5.
Ibu Mayanggita Kirana,S.E., M.Si atas arahan, dukungan dan bimbingan yang
diberikan pada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
6.
Ibu Alfa Farah, S.E., M.Sc. selaku Dosen Wali atas bimbingan dan
pengarahannya.
7.
Kedua orang tua, kakak, dan adik serta keluarga besar atas kasih sayangnya
dan tak hentinya memberi doa, nasehat, semangat, dan dukungan untuk
menyelesaikan studi.
8.
9.
Sahabat di Inkubator Bisnis FEB Undip dengan brand Citireng yaitu Nanik
(Akuntansi 2010) dan Nisa (IESP 2010) yang telah menjalani suka dan duka
bersama baik dari dalam maupun luar bisnis.
10. Tim KKN II Undip tahun 2013 Desa Pacar, Kecamatan Tirto, Kabupaten
Pekalongan (Tea, Shintia, Dessy, Ninin, Rina, Dhista, Wildan, Mas Arsyad,
dan Mas Farhan) yang telah bersama 35 hari dan telah memberikan dukungan
serta menemani dalam suka dan duka baik saat proses KKN maupun setelah
KKN usai masih tetap kompak.
ix
11. Sahabat sejak SD (Zesarria, Adinda, Ajeng dan Ibnul) serta sahabat sejak
SMP (Anissa dan Yanita) hingga sekarang yang masih memberikan motivasi
untuk menjadi lebih baik untuk masa depan kita.
12. Kakak-kakak IESP 2008 dan 2009 serta adik kelas dari IESP 2011 dan 2012
semua yang telah memberikan semangat untuk menjalani kehidupan ini.
13. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan dan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
14. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Banjarnegara (Pak Dedy), fasilitator
pemberdayaan (Pak Sumarno), fasilitator teknik (Mas Tri), dan Bappeda
Kabupaten Banjarnegara (Pak Poedjo) yang telah meluangkan waktunya
untuk diwawancarai penulis.
15. Masyarakat desa baik Kepala Desa, Kelompok Pemelihara dan Pemanfaat
(KPP), pebisnis maupun warga di Desa Mandiraja Wetan, Mandiraja Kulon,
dan Glempang yang bersedia membantu penulis dalam menjawab pertanyaan
dari pemberian kuesioner dan berpartisipasi menjadi responden.
16. Semua pihak-pihak lain yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang
telah memberikan dorongan, motivasi dan bantuan baik secara langsung
maupun tidak langsung atas kelancaran penyusunan tugas penelitian ini.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
PERSETUJUAN SKRIPSI ..................................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN................................................................ iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 11
1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ............................................... 12
1.4 Sistematika Penulisan ................................................................................. 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 14
2.1 Landasan Teori ............................................................................................ 14
2.1.2 Pemberdayaan Masyarakat ............................................................... 17
2.1.2.8 Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Wilayah ......... 32
2.1.3 Pengertian Program Infrastruktur Perdesaan .................................... 36
2.1.4 Kebijakan dan Program Nasional Pembangunan Infrastruktur
Perdesaan ......................................................................................... 42
2.1.5 Jenis-Jenis Infrastruktur ................................................................... 47
2.1.6 Pengembangan Wilayah dan Pengelolaan Pembangunan ................ 47
2.1.9 Pendekatan Co-Management ........................................................... 53
2.1.10 Analisis Institusional ...................................................................... 58
2.1.11 Peran Kelembagaan Partisipatif .................................................... 60
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................................... 63
2.3 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 65
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 66
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel .............................. 66
3.2 Populasi dan Sampel ................................................................................... 67
3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................................ 68
3.4 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 69
3.5 Metode Analisis .......................................................................................... 71
3.5.1 Analisis Persepsi Masyarakat ........................................................... 71
3.5.2 Analisis Peran Stakeholders ............................................................. 72
3.5.3 Intensitas Partisipasi Masyarakat ..................................................... 73
3.5.4 Strategi Adaptasi dan Mitigasi Masyarakat ..................................... 74
BAB IV HASIL DAN ANALISIS ........................................................................ 75
4.1 Deskripsi Objek Penelitian.......................................................................... 75
xii
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 PDRB Kabupaten Banjarnegara Menurut Lapangan Usaha atas dasar
Harga Berlaku Tahun 2008 2012 (Ribuan Rupiah) ............................. 5
Tabel 1.2 Jenis PPIP di Kabupaten Banjarnegara ................................................. 10
Tabel 2.1 Tahapan Tingkat Keberdayaan Masyarakat .......................................... 28
Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu ........................................................... 63
Tabel 3.1 Rincian Jumlah Responden untuk 3 (tiga) Desa Lokasi Penelitian ...... 68
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Banjarnegara Menurut Kecamatan .............. 76
Tabel 4.2 Ketinggian wilayah Kabupaten Banjarnegara ...................................... 79
Tabel 4.1 Deskriptif Karakteristik Responden ..................................................... 83
Tabel 4.2 Aplikasi Co-Management Evaluasi Peran Stakeholders dalam
Pengelolaan PPIP ................................................................................ 103
Tabel 4.3 Prospek Pendekatan Kemitraan Menurut Responden Key-Person .... 107
Tabel 4.4 Curah Waktu Masyarakat dalam Pengelolaan PPIP ........................... 109
Tabel 4.5 Modal Sosial Masyarakat ................................................................... 112
Tabel 4.6 Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan PPIP ........... 117
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Banjarnegara Tahun 20022010 ........................................................................................................ 6
Gambar 2.1 Paradigma Pendekatan Community Participation Model .............. 17
Gambar 2.2 Infrastruktur Sebagai Penopang/Pendukung Sistem Ekonomi, SosialBudaya, Kesehatan, dan Kesejahteraan ................................................ 37
Gambar 2.3 Hierarki Perencanaan Pola Pendekatan Co-Management ................. 54
Gambar 2.4 Co-Management Pemerintah dan Masyarakat Dalam Pengelolaan
Sumberdaya Milik Umum .................................................................... 56
Gambar 2.5 Unsur-Unsur Umum dari Kerangka Analisis Institusional ............... 59
Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 65
Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian ....................................................................... 81
Gambar 4.2 Persepsi Masyarakat Mengenai Perkembangan Desa ....................... 87
Gambar 4.3 Persepsi Masyarakat Mengenai Aglomerasi ..................................... 89
Gambar 4.4 Persepsi Masyarakat Mengenai Jiwa Kewirausahaan ....................... 90
Gambar 4.5 Persepsi Masyarakat Mengenai Teknologi Informasi ....................... 92
Gambar 4.6 Struktur Organisasi KPP ................................................................. 100
Gambar 4.7 Aplikasi Co-Management Evaluasi Peran Stakeholders dalam
Pengelolaan PPIP ................................................................................ 105
Gambar 4.8 Prospek Pendekatan Kemitraan Menurut Responden Key-person .. 108
Gambar 4.9 Bentuk Swadaya Masyarakat .......................................................... 110
Gambar 4.10 Kepercayaan Masyarakat .............................................................. 113
Gambar 4.11 Jumlah Partisipasi Masyarakat dalam Organisasi ......................... 114
Gambar 4.12 Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan PPIP ...... 118
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Kuesioner Penelitian ....................................................................... 130
Lampiran B Data Mentah Responden ................................................................ 137
Lampiran C Hasil Wawancara dengan Responden ............................................. 154
Dokumentasi Penelitian ...................................................................................... 165
Daftar Riwayat Hidup ......................................................................................... 171
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketimpangan pembangunan antara wilayah perkotaan dengan wilayah
perdesaan terjadi karena pembangunan yang lebih terfokus pada wilayah
perkotaan dibandingkan dengan pembangunan wilayah perdesaan. Ketimpangan
pembangunan tersebut mengakibatkan terhambatnya perkembangan wilayah
perdesaan. Selain ketimpangan pembangunan wilayah, faktor internal perdesaan
seperti sebaran spasial penduduk perdesaan yang terpencar-pencar dan minimnya
kesempatan kerja, juga menghambat perkembangan wilayah perdesaan. Sebaran
spasial penduduk perdesaan yang terpencar-pencar menyebabkan mahalnya biaya
penyediaan barang dan jasa publik secara efektif untuk masyarakat perdesaan.
Relatif melimpahnya jumlah tenaga kerja yang tanpa disertai ketersediaan
kesempatan kerja dibandingkan dengan kawasan non-perdesaan, menjadikan
masyarakat perdesaan tidak produktif.
Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. (UU No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang). Definisi kawasan perdesaan berdasarkan UU No. 26 Tahun
2007 menegaskan bahwa perdesaan merupakan kawasan yang secara komparatif
pada dasarnya memiliki keunggulan sumberdaya alam khususnya pertanian dan
keanekaragaman hayati. Peran penting wilayah perdesaan yaitu (Rustiadi dan
Pranoto, 2007):
a. Wilayah perdesaan adalah tempat tumpuan mata pencaharian penduduk
perdesaan dan perkotaan utamanya bagi penduduk yang tidak mempunyai
kesempatan menjadi bagian daripada usaha ekonomi formal di perkotaan.
b. Wilayah perdesaan adalah tempat konservasi lingkungan dan sumberdaya alam
seperti sumber mata air, bio energi, dan keanekaragaman hayati. Manakala
kondisi lingkungan perdesaan tidak mendapat perhatian maka akan
menimbulkan ketidakseimbangan lingkungan.
c. Wilayah perdesaan adalah tempat produksi pangan (beras, jagung, kedelai dan
sebagainya). Distribusi dan kecukupan stok pangan tersebut menjadi penting
untuk menghindari kelaparan dan kekurangan gizi di masyarakat.
d. Sumberdaya alam perdesaan merupakan aset yang sangat berharga dan
strategis untuk menjamin kelestarian mata pencaharian masyarakat perdesaan
yang pada gilirannya meningkatkan kehidupan ekonomi.
Kondisi riil di lapangan menggambarkan masyarakat perdesaan sebagai
suatu kelompok masyarakat yang sebagian besar bertumpu pada aktivitas berbasis
sumberdaya alam baik pertanian dalam arti luas maupun perikanan. Akan tetapi,
keunggulan komparatif (comparative advantage) masyarakat perdesaan tidak serta
merta mampu menempatkan perdesaan tumbuh dan sejajar dengan perkotaan.
Beberapa hal yang menyebabkan sulitnya perdesaan menyejajarkan posisinya
dengan perkotaan antara lain akibat kualitas sumberdaya manusia, dan kualitas
dan ketersediaan infrastruktur. Kualitas sumberdaya manusia di perdesaan
mengalami perkembangan yang sangat lamban. Terjadi kecenderungan adanya
bebas
bagi
sumberdaya
manusia
perdesaan
berkualitas
untuk
dominan kurun waktu lima tahun terakhir. Kontribusi sektor pertanian pada tahun
2010 sebesar 38,2 persen dari total PDRB Kabupaten Banjarnegara memberikan
dasar yang kuat untuk menyatakan kondisi tersebut.
Kondisi perekonomian daerah secara umum diwujudkan dalam bentuk
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sebagai alat untuk mengukur tingkat
pertumbuhan keberhasilan perekonomian di suatu wilayah. PDRB Kabupaten
Banjarnegara atas Dasar Harga Berlaku pada tahun 2012 mencapai sebesar Rp
8.229.658.187,00 sedangkan PDRB atas Harga Konstan Tahun 2012 mencapai
sebesar Rp 3.189.120.794,00 dengan pendapatan perkapita Rp 7.534.996,00
setahun atas dasar harga berlaku sedangkan atas dasar harga konstan sebesar Rp
2.919.928,00.
Dari Pertumbuhan PDRB konstan tercermin laju pertumbuhan ekonomi
tahun 2012 sebesar 5,28%. Dilihat konstribusinya sektor pertanian mendominasi
sebesar 34,04% mengalami penurunan sebesar 0,94% dibanding tahun
sebelumnya, diikuti sektor jasa-jasa sebesar 21,84% yang mengalami kenaikan
sebesar 1,08% dibandingkan tahun sebelumnya, kemudian diikuti sektor industri
sebesar 12,71% yang mengalami penurunan sebesar 0,31%, sektor perdagangan
yang mempunyai konstribusi sebesar 12,70% yang mengalami kenaikan sebesar
0,05%. Sedangkan sektor yang mempunyai konstribusi kecil adalah sektor
Bangunan, sektor Bank dan lembaga keuangan lainnya, sektor angkutan, sektor
pertambangan dan penggalian serta sektor listrik, gas dan air bersih.
Tabel 1.1
PDRB Kabupaten Banjarnegara Menurut Lapangan Usaha atas dasar
Harga Berlaku Tahun 2008 2012 (Ribuan Rupiah)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lapangan Usaha
Pertanian
Pertambangan &
Pengggalian
Industri
Listrik, Gas, & Air
Bersih
Bangunan/Konstruk
si
Perdagangan
Angkutan
Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya
Jasa-Jasa
PDRB
2008
Jumlah
2.186.637.650
%
39,6
2009
Jumlah
2.347.741.120
%
39,0
Tahun
2010
Jumlah
2.564.623.966
%
38,3
2011
Jumlah
2.844.587.906
%
38,2
2012
Jumlah
3.063.890.623
%
37,2
27.882.113
0,5
30.290.138
0,5
33.383.087
0,5
36.709.251
0,5
40.026.141
0,5
788.703.382
14,3
822.843.721
13,7
852.797.288
12,7
877.970.948
11,8
930.300.490
11,3
23.664.425
0,4
27.447.383
0,5
31.293.101
0,5
34.398.212
0,5
39.566.782
0,5
362.854.899
6,6
395.925.902
6,6
451.675.390
6,7
499.522.232
6,7
557.126.917
6,8
749.109.413
226.166.942
13,6
4,1
814.603.666
253.004.491
13,5
4,2
909.029.801
302.150.623
13,6
4,5
996.729.498
333.708.451
1.095.151.124
385.676.584
13,3
4,7
310.890.666
5,6
349.820.392
5,8
424.682.204
6,3
469.469.027
13,4
4,5
6,3
532.414.833
6,5
1.533.583.915
18,6
8.229.658.187
100
850.665.041
15,4
955.204.730
15,9
1.131.836.259
16,9
1.300.115.373
17,5
5.526.574.986
100
6.023.881.542
100
6.701.471.719
100
7.445.540.441
100
914.037
921.931
928.945
935.407
941.554
6.046.336
6.533.983
7.214.067
8.157.700
8.740.506
Pendapatan Perkapita
5.212.412
5.632.802
6.219.087
7.032.572
7.534.996
tahun ke tahun. Pada tahun 2009 mencapai Rp 5.632.802,00, pada tahun 2010
naik menjadi Rp 6.219.087,00. Demikian juga pendapatan per kapita atas dasar
harga konstan selalu mengalami kenaikan meskipun kenaikannya tidak sebesar
harga berlaku. Dari Rp 2.575.146,00 pada tahun 2009 menjadi Rp 2.680.603,00
pada tahun 2010 atau meningkat 4,1%.
Gambar 1.1
Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2002-2010
terlaksananya sebuah budaya. Eitzen dan Maxine menyatakan ada tiga gerakan
sosial yang dapat mengubah masyarakat, yaitu: (1) resistance movement, gerakan
penolakan yang mencegah perubahan, (2) gerakan reformasi (reform movement)
yang berusaha mengubah bagian penting dari suatu masyarakat, serta
memperbaiki pendidikan wanita, memperbaiki lingkungan, dan usaha kecil. Ini
dilakukan melalui pendidikan atau perubahan peraturan, kebisaaan dan sikap; (3)
gerakan mahasiswa (revolutionary movement), yang mencari pemecahan dengan
perubahan radikal (Eitzen dan Maxine dalam Saleh Marzuki, 2010).
Dalam meningkatkan perekonomian daerah dibutuhkan partisipasi
masyarakat dengan pengadaan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) di Kabupaten Banjarnegara. Hal ini dikarenakan dampak terbesar yang
berpengaruh adalah warga masyarakat desa sendiri. Perlu adanya peningkatan
melalui pemberdayaan masyarakat desa supaya dalam menjaga pengelolaan PPIP
dapat lebih paham dengan permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan
sekitarnya.
Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu wujud
pembangunan alternatif yang menghendaki agar masyarakat mampu mandiri
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Empowerment (pemberdayaan) berasal
dari Bahasa Inggris, dimana power diartikan sebagai kekuasaan atau kekuatan.
Menurut Robert Dahl (1983), pemberdayaan diartikan pemberian kuasa untuk
mempengaruhi atau mengontrol. Manusia selaku individu dan kelompok berhak
untuk ikut berpartisipasi terhadap keputusan-keputusan sosial yang menyangkut
komunitasnya. Sedangkan menurut Korten (1992) pemberdayaan adalah
10
Kecamatan
Desa
Tahun
Jenis PPIP
2005
Pengerasan Jalan
2010
Pengaspalan Jalan
Pandanarum
Lawen
2013
Jalan Makadam
Kalibening
Sikumpul
2010
Pengaspalan Jalan
Kalibening
Kalibening
2010
Pengaspalan Jalan
Mandiraja
Mandiraja
Wetan
2008
2013
Pengaspalan Jalan
2008
2013
Pembetonan Jalan
2009
Pembetonan Jalan
2013
Pembetonan Jalan
2010
Pengaspalan Jalan
2013
Pengaspalan Jalan
2009
2010
Pembetonan Jalan
2013
Pembetonan Jalan
2010
Pengaspalan Jalan
Mandiraja
Mandiraja
Kulon
Mandiraja
Glempang
Rakit
Pingit
Purwonegoro
Merden
Purwonegoro
Kaliajir
2013
Pembetonan Jalan
Sumber: Laporan Pertanggungjawaban per Desa di Kabupaten Banjarnegara diolah, 2014
Penyediaan
sarana
prasarana
melalui
PPIP
tersebut
menerapkan
belum
terwujud,
masyarakat
masih
perlu
arahan
untuk
11
12
13
terdahulu
yang
berkaitan
dengan
pengelolaan
Program
bagi
pihak
yang
terkait
dengan
masalah
penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Partisipasi Masyarakat
Menurut Parwoto (1997), partisipasi merupakan pelibatan diri secara
penuh pada suatu tekad yang telah menjadi kesepakatan bersama antar anggota
dalam satu kelompok/antar kelompok sampai dengan skala nasional dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari landasan konstitusional Negara Republik
Indonesia maka partisipasi dapat disebut sebagai Falsafah Pembangunan
Indonesia. Dengan demikian sudah sewajarnya bila tiap pembangunan haruslah
menerapkan konsep partisipasi dan tiap partisipasi harus memiliki ciri-ciri sebagai
berikut, yaitu: proaktif atau sukarela (tanpa disuruh), adanya kesepakatan yang
diambil bersama oleh semua pihak yang terlibat dan yang akan terkena akibat
kesepakatan tersebut, adanya tindakan mengisi kesepakatan tersebut dan adanya
pembagian kewenangan dan tanggungjawab dalam kedudukan yang setara antar
unsur/pihak yang terlibat.
Penerapan konsep partisipasi tersebut dalam pembangunan kemudian
disebut sebagai pembangunan partisipatif, yaitu pola pembangunan yang
melibatkan berbagai
pelaku pembangunan
yang berkepentingan
(sektor
14
15
Menurut Cooke dan Kothari ed. (2002:37) yang mengacu pada pendapat
beberapa ahli mengemukakan bahwa partisipatori (partisipasi masyarakat)
seringkali dibedakan menjadi dua kutub, yaitu kutub efisiensi dan kutub
pemerataan dan pemberdayaan. Kutub pertama menekankan bahwa partisipasi
adalah alat untuk mencapai hasil proyek/kegiatan yang lebih baik, sedangkan
kutub
kedua
menekankan
bahwa
partisipasi
merupakan
proses
untuk
melaksanakan,
melestarikan
dan
mengembangkan
hasil
pembangunan yang telah dicapai. Menurut definisi ini tinggi rendahnya partisipasi
rakyat dalam pembangunan tidak hanya diukur dengan kemauan rakyat untuk
menanggung biaya pembangunan tetapi juga ada tidaknya hak rakyat untuk
menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka.
16
Ukuran lain yang dipakai oleh definisi ini dalam mengukur tinggi rendahnya
partisipasi rakyat adalah ada tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri
melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu.
2.1.2 Pemberdayaan Masyarakat
2.1.2.1 Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan (empowerment) berasal dari Bahasa Inggris, power
diartikan sebagai kekuasaan atau kekuatan. Menurut Korten (1992) pemberdayaan
adalah peningkatan kemandirian rakyat berdasarkan kapasitas dan kekuatan
internal rakyat atas SDM baik material maupun non material melalui redistribusi
modal.
Sedangkan
Pranarka
dan
Vidhyandika
(1996:56)
menjelaskan
terhadap
keputusan-keputusan
sosial
yang
menyangkut
17
15
pemberdayaan
menekankan
bahwa
orang
memperoleh
16
al, 1994 :106). Pemberdayaan mempunyai tiga dimensi yang saling berpotongan
dan berhubungan, sebagaimana yang disimpulkan oleh Kieffer (1984:65) dari
penelitiannya, yaitu: (1) Perkembangan konsep diri yang lebih positif; (2) Kondisi
pemahaman yang lebih kritis dan analitis mengenai lingkungan sosial dan politis;
dan (3) Sumber daya individu dan kelompok untuk aksi-aksi sosial maupun
kelompok.
Grand Theories dari konsep empowerment (pemberdayaan) ini mengacu
pada pengaruh Marx mengenai ada yang berkuasa dan ada juga dikuasai ada
perbedaan kelas semisal majikan dan buruh, distribusi pendapatan yang tidak
merata sampai kekuatan ekonomi yang merupakan dasar dari pemberdayaan
(Prijono, 1996:54-55).
2.1.2.2 Paradigma Community Development dan Community Empowerment
Untuk mencapai tujuan dan cita-cita modernisasi, pendekatan partisipasi
masyarakat dikembangkan dalam community development. Menurut Abbot
(1996:12-15) teori modernisasi awalnya digunakan oleh masyarakat barat yang
berperan dalam merubah seluruh masyarakat dari tradisional dan primitif menjadi
modern
melalui
peningkatan
tahapan
secara
berkesinambungan
dalam
17
pengaruh
kekuasaan
(power
relations)
atau
jika
tidak
maka
tingkat
18
19
20
dalam
kegiatan
sosial,
dan
mandiri
dalam
melaksanakan
tugas-tugas
21
22
dengan
skala
prioritas
tinggilah
yang
perlu
didahulukan
pelaksanaannya.
i. Recognition of strengths and resources; Memberdayakan masyarakat berarti
membuat masyarakat tahu dan mengerti bahwa mereka memiliki kekuatankekuatan dan sumber-sumber yang dapat dimobilisasi untuk memecahkan
permasalahan dan memenuhi kebutuhannya.
j. Helping people to continue to work on solving their problems; Pemberdayaan
masyarakat adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan. Karena itu,
masyarakat perlu diberdayakan agar mampu bekerja memecahkan masalahnya
secara kontinyu.
k. Increasing peoples ability for self-help; Salah satu tujuan pemberdayaan
masyarakat adalan tumbuhnya kemandirian masyarakat. Masyarakat yang
mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong diri sendiri. Untuk
itu, perlu selalu ditingkatkan kemampuan masyarakat untuk berswadaya.
Ide menempatkan manusia lebih sebagai subjek dari dunianya sendiri
mendasari dibakukannya konsep pemberdayaan (empowerment). Menurut Oakley
dan Marsden (1984), proses pemberdayaan mengandung dua kecendrungan.
Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau
mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat
agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan
23
24
25
teknik
pembangunan,
keseluruhannya
ditanamkan
oleh
agen
pembangunan dari luar masyarakat. Pada umumnya pola ini kurang mendapat
respon dari masyarakat, karena program itu sangat asing bagi mereka sehingga
inovasi prakarsa masyarakat tidak berkembang.
b. Pola pendekatan the multiple approach, dimana sebuah tim ahli dari luar
melaksanakan berbagai pelayanan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
masyarakat. Pola ini, juga tidak mampu memberdayakan masyarakat secara
optimum, karena segala sesuatu tergantung pada tim ahli yang datang dari luar.
26
c. Pola pendekatan the inner resources approach sebagai pola yang paling efektif
untuk memberdayakan masyarakat. Pola ini menekankan pentingnya
merangsang masyarakat untuk mampu mengidentifikasi keinginan-keinginan
dan kebutuhan-kebutuhannya dan bekerja secara kooperatif dengan pemerintah
dan badan-badan lain untuk mencapai kepuasan bagi mereka. Pola ini
mendidik masyarakat menjadi concern akan pemenuhan dan pemecahan
masalah yang dihadapi dengan menggunakan potensi yang mereka miliki.
Sedangkan menurut Suharto (1997:218-219), pelaksanaan proses dan
pencapaian tujuan pemberdayaan masyarakat dapat dicapai melalui penerapan
pendekatan pemberdayaan yang disingkat menjadi 5P, yaitu:
a. Pemungkinan; menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu
membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang
menghambat.
b. Penguatan; memperkuat pengetahuan dan kemampuan
masyarakat
dalam
memecahkan
masalah
dan
yang dimiliki
memenuhi
kebutuhan-
27
dan
28
Tahapan
Tahapan Kognitif
Belum memiliki
wawasan
pengetahuan
Tumbuh rasa
Menguasai
kesadaran dan
pengetahuan dasar
kepedulian
Memupuk semangat
Mengembangkan
kesadaran dan
pengetahuan dasar
kepedulian
Merasa
Mendalami
membutuhkan
pengetahuan pada
kemandirian
tingkat lebih tinggi
Sumber: Sulistiyani, 2004
Psikomotorik
Tahapan Konatif
Belum memiliki
ketrampilan dasar
Tidak berperilaku
membangun
Menguasai
ketrampilan dasar
Mengembangkan
ketrampilan dasar
Memperkaya variasi
ketrampilan
Berinisiatif untuk
mengambil peran dalam
pembangunan
Berposisi secara mandiri
untuk membangun diri
dan lingkungan
29
c. Layanan masyarakat, yaitu fasilitas dan layanan (seperti jalan, pasar, air
minum, jalur pendidikan, layanan kesehatan), yang dipelihara secara
berkelanjutan dan tingkat akses semua anggota masyarakat pada semua
fasilitas dan layanan.
d. Komunikasi dalam masyarakat, dan diantara masyarakat dengan pihak luar.
Komunikasi termasuk jalan, metode elektronika (seperti telpon, radio, TV,
internet), media cetak (koran, majalah, buku), jaringan kerja, bahasa yang
dapat
saling
dimengerti,
kemampuan
tulis
baca
serta
kemampuan
30
kebergantungan
dan
kelemahan
masyarakat,
atau
menantang
masyarakat untuk bertindak menjadi lebih kuat? Dan apakah rintangan itu
bersifat berkelanjutan atau bergantung pada sepanjang pengambilan keputusan
oleh pendonor dari luar yang memiliki sasaran dan agenda yang berbeda dari
masyarakat itu sendiri?
i. Kepemimpinan, pemimpin-pemimpin memiliki kekuatan, pengaruh, dan
kemampuan untuk mengerakkan masyarakat. Pemimpin yang paling efektif
dan berkelanjutan adalah salah satu yang menyerap aspirasi masyarakat,
memiliki kedudukan dan penentu kebijakan. Pemimpin harus memiliki
keahlian, kemauan, kejujuran dan beberapa karisma.
j. Jaringan kerja, tidak hanya apa masyarakat ketahui tapi juga siapa diketahui.
Apakah anggota masyarakat atau khususnya pemimpin mereka mengetahui
orang-orang (dan badan atau organisasi mereka) yang dapat menyediakan
sumber yang bermanfaat yang akan memperkuat masyarakat secara
keseluruhan? Serta memanfaatkan hubungan, potensi dan kebenaran, dalam
masyarakat dan dengan yang lainnya di luar masyarakat.
k. Organisasi, adalah kondisi bukan sebatas perkumpulan individu, melainkan
hingga integritas organisasi, struktur, prosedur, pengambilan keputusan, proses,
efektifitas, divisi tenaga kerja dan kelengkapan peran dan fungsi.
31
kemampuan
(kemampuan
teknis,
kemampuan
manajemen,
32
wilayah
merupakan
usaha
memberdayakan
suatu
33
kemiskinan
pada
hakekatnya
merupakan
upaya
34
sosial maupun politik. Disamping itu semakin tinggi akses ekonomi yang dimiliki
sehingga pada akhirnya mereka diharapkan dapat mandiri dalam mengatasi
problem kemiskinan yang dihadapi. Masyarakat dalam kondisi tidak berdaya
karena masyarakat dalam situasi struktural yang tidak memperoleh kesempatan
secara bebas untuk memuaskan aspirasi dan merealisasi potensi mereka dalam
menangani masalah sosial (Harry, 2001). Dengan demikian pengertian
pemberdayaan dalam arti luas dapat diterjemahkan sebagai perolehan kekuatan
dan akses terhadap sumber daya untuk mencari nafkah.
2.1.2.8.3 Pemberdayaan Perempuan
Menurut Karl (1995) pemberdayaan perempuan dipandang sebagai suatu
proses kesadaran dan pembentukan kapasitas (Capacity building) terhadap
partisipasi yang lebih besar, kekuasaan dan pengawasan pembuatan keputusan
yang lebih besar, dan tindakan transformasi agar menghasilkan persamaan derajat
yang lebih besar antara pria dan perempuan.
2.1.2.8.4 Peran NGOs dalam Pemberdayaan
NGOs (Non-Governmental Organizations) di Indonesia dikenal dengan
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) muncul sebagai alternatif model
pembangunan di luar model pembangunan yang telah ditetapkan pemerintah
khususnya di negara-negara sedang berkembang atas dorongan dari pihak asing
yang bersedia mernberi donor atau bantuan dana. Oleh sebab itu keberadaan LSM
dapat mendorong terjadinya demokratisasi pembangunan terutama dalam
35
yang
berkaitan
dengan
proses
dan
dampak
pembangunan,
36
37
(1) Transportasi;
(2) Infrastruktur Keairan;
(3) Limbah ;
(4) Energi;
(5) Bangunan dan Struktur
38
akses
masyarakat
terhadap
sumberdaya
sehingga
dapat
39
40
41
42
43
44
45
yang
dilatarbelakangi
semangat
untuk
mendukung
upaya
46
jawab
penuh
terhadap
penyelenggaraan
program
dan
keberlanjutan infrastruktur,
d. Partisipatif, dimana masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses
kegiatan dan memberikan kesenpatan partisipasi aktif dari kelompok miskin,
kaum perempuan, dan minoritas,
e. Keswadayaan,
f. Keterpaduan program pembangunan, yang berarti program dilaksanakan
dengan terintegrasi dengan program pembangunan perdesaan lainnya,
g. Penguatan kapasitas kelembagaan, serta
h. Kesetaraan dan keadilan gender.
Sesuai dengan arahan pedoman pelaksanaan program pembangunan
infrastruktur perdesaan, program ini dilaksanakan dengan salah satunya adalah
mengedepankan integrasi dengan program-program terkait. Sehingga meskipun
dilaksanakan secara partisipatif, program ini juga harus memperhatikan kebijakan
pembangunan kawasan. Seperti misalnya pada rencana tata ruang pengembangan
47
48
keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya, dalam hal ini
penduduk setempat. Sebaliknya pengembangan itu adalah kemampuan yang
ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki,
guna meningkatkan kualitas hidupnya dan juga kualitas hidup orang lain. Jadi
pengembangan harus diartikan sebagai suatu keinginan untuk memperoleh
perbaikan, serta kemampuan untuk merealisasikannya.
Sedangkan pengertian wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi
yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara
internal. Wilayah dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu: (1) wilayah homogen; (2)
wilayah nodal; (3) wilayah perencanaan; dan (4) wilayah administratif
(Budiharsono, 2001:14). Wilayah administratif adalah wilayah yang batasbatasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau
politik. Di Indonesia pengertian wilayah secara administratif melingkupi suatu
negara, provinsi, kabupaten, kecamatan atau desa.
Sementara itu menyangkut dengan pengelolaan jika mengacu pada teori
manajemen (Siregar, dkk, 1987: 16-21), maka dalam proses pengelolaan terdapat
berbagai rangkaian kegiatan yang perlu diperhatikan yang meliputi:
a. Penetapan tujuan (goal setting), yang merupakan tahapan paling awal dalam
proses pengelolaan. Efektivitas pencapaian tujuan tersebut, selain ditentukan oleh
kemampuan pengelolaan, juga ditentukan oleh sifat-sifat dari tujuan itu sendiri,
yang harus memenuhi sifat-sifat seperti spesifik, realitas, terukur dan mempunyai
batas waktu yang jelas.
49
sarana
adalah
fasilitas
penunjang
yang
berfungsi
untuk
50
dapat
terlibat
langsung dalam
setiap
tahapan
pengelolaan
51
prasarana, namun dalam ruang lingkup yang relatif terbatas. Dalam Program
Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) untuk pengambilan keputusan
prioritas kegiatan pembangunan yang terdanai berada dalam lingkup kecamatan
namun untuk pelaksanaan pembangunan sarana prasarana dapat dilakukan dalam
suatu wilayah desa atau antar desa.
2.1.7 Kapasitas Masyarakat
Menurut Tim Studi Pengkajian Kebutuhan Pengembangan Kapasitas bagi
Pemerintah Daerah, Kerjasama antara BAPPENAS dan Departemen dalam Negeri
dan Otonomi Daerah (1999-2000), dinyatakan bahwa pengertian kapasitas sebagai
berikut: Kapasitas adalah kemampuan seseorang atau individu, suatu organisasi
atau
suatu
sistem
untuk
melaksanakan
tugas
dan
fungsi-fungsi
atau
Soenarno
(2002:3)
kata
komunitas
(masyarakat
yang
52
dilakukan atau diambil oleh suatu komunitas. Dalam hal ini kapasitas
pembangunan dapat dilihat sebagai kemampuan didalam memanfaatkan dan
mengelola sumberdaya, baik alam maupun sosial, dengan teknologi yang ada
untuk memenuhi kebutuhan pengembangan fisik dan sosial kehidupan manusia.
Ada beberapa aspek yang menentukan kapasitas komunitas dan keterlibatannya
dalam pembangunan yakni ketersediaan pranata, sumberdaya manusia dan kondisi
yang menunjang.
2.1.8 Perilaku Manusia
Perilaku atau aktivitas-aktivitas individu dapat dilihat dari sudut pandang
secara behavioristis dan kognitif. Secara behavioristis disebutkan bahwa perilaku
atau aktivitas individu tidak muncul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari
stimulus yang diterima oleh individu yang bersangkutan baik stimulus eksternal
maupun internal. Perilaku sebagai respon terhadap stimulus sangat ditentukan
oleh keadaan stimulusnya dan individu tersebut tidak mempunyai kemampuan
untuk menentukan perilakunya, sehingga bersifat mekanistis. Sementara menurut
pandangan secara kognitif, yaitu memandang perilaku individu sebagai respon
dari stimulus, dan dalam diri individu tersebut ada kemampuan untuk menentukan
perilaku yang diambilnya. Hubungan antara stimulus dan respon tidak
berlangsung secara otomatis, tetapi individu mengambil peran dalam menentukan
perilakunya (Walgito,2003:13-14).
53
2.1.9
Pendekatan Co-Management
Co-Management atau pendekatan kemitraan, menurut Claridge (1995),
merupakan partisipasi aktif dalam pengelolaan mata air oleh semua anggota
masyarakat dan kelompok yang mempunyai keterkaitan dengan sumberdaya
tersebut. Elemen pokok yang perlu diperhatikan adalah :
a. Pembagian tanggung jawab dan wewenang dalam pengelolaan sungai,
b. Tujuan sosial, budaya, dan ekonomi,
c. Pengelolaan sumberdaya berkelanjutan
Salah satu bentuk pengelolaan sumberdaya yang melibatkan partisipasi
dalam mengelola PPIP adalah melalui pendekatan co-management. Pomeroy dan
Williams (1994) mengemukakan bahwa pendekatan kemitraan (co-management)
adalah pendekatan sharing tanggung jawab antara pihak-pihak terkait seperti
Pemerintah dan masyarakat dalam mengelola suatu sumberdaya atau lingkungan.
Hierarki dari pendekatan co-management dapat diilustrasikan dan digambarkan,
seperti Gambar 2.2
a. Terdapat suatu dorongan ketersediaan untuk berpartisipasi dari dalam diri
masyarakat dengan waktu, usaha, dan uang dalam pengelolaan sungai. Ada
kelompok orang dan organisasi yang berperan sebagai pemimpin dalam proses
pengelolaan sungai
b.
Pemerintah
desentralisasi,
telah
yaitu
menciptakan
Peraturan
kebijakan
Pemerintah
formal
berkenaan
No.22/1999,
UU
dengan
No.5/1974.
54
Gambar 2.3
Hierarki Perencanaan Pola Pendekatan Co-Management
co-management
merupakan
bentuk
pergeseran
dari
dimaksudkan
sebagai
suatu
keinginan
masyarakat
lokal,
55
kerjasama antara kedua belah pihak yang merupakan inti dari pendekatan
kemitraan atau co-management. Hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 2.3 yang
menunjukkan hubungan kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat dari
Pomeroy et al. (1994) dalam Nikijuluw (2002).
Penjelasan singkat mengenai bentuk co-management yang terdapat pada
Gambar 2.3 menurut Pomeroy et al. (1994) dalam Nikijuluw (2002), adalah
sebagai berikut :
a. Co-Management Instructive, pada bentuk ini, tidak banyak informasi yang
saling dipertukarkan antara masyarakat dan pemerintah. Pemerintah dalam hal
ini, hanya menginformasikan pada masyarakat tentang rumusan pengelolaan
sungai yang telah direncanakan.
b. Co-Management Consultative, menempatkan masyarakat pada posisi yang
hampir sama dengan Pemerintah. Oleh karena itu, ada mekanisme yang
membuat Pemerintah berkonsultasi dengan masyarakat. Meskipun masyarakat
bisa memberikan berbagai masukan pada Pemerintah, keputusan apakah
masukan tersebut harus digunakan tergantung sepenuhnya oleh Pemerintah.
c. Co-Management Cooperative, bentuk ini menempatkan masyarakat dan
Pemerintah pada posisi yang sama atau sederajat. Semua tahapan sejak
pengumpulan informasi, perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dan
pemantuan institusi co-management berada di kedua belah pihak.
d. Co-Management Advocative, dalam bentuk ini, peran masyarakat cenderung
lebih besar dari peran Pemerintah. Pemerintah lebih banyak mendampingi atau
56
Masyarakat
Sungai
Pemerintah
Pembagian
Tanggung Jawab
Informatif
Pendampingan
Kooperatif
Konsultatif
Instruktif
57
58
masyarakat lokal, desentralisasi dari otoritas manajemen dan tanggung jawab serta
pengetahuan yang dimiliki oleh pemakai sumberdaya.
2.1.10 Analisis Institusional
Kerangka kerja analisis institusional dikembangkan oleh sarjana-sarjana
pada workshop dalam analisa teori dan kebijakan politis di Universitas Indiana
(Ostrom, 1990; Ostrom et al., 1994) sebagai alat multidisiplin untuk merangkai
penelitian kebijakan mengenai public goods dan common goods pada berbagai
tingkatan analisis yang dilakukan dengan memfasilitasi organisasi dan analisis
dari permasalahan kebijakan yang spesifik serta dengan mengidentifikasi unsur
yang universal yang harus dipertimbangkan oleh para peneliti kebijakan.
Unsur-unsur umum dari kerangka analisis institusional diilustrasikan
dalam gambar 2.4. Ketika melakukan analisis institusional, analisis pertama kali
harus menentukan action arena. Dalam analisis ekonomi ekologis, action
arena secara tegas meliputi hubungan tingkah laku antara variabel kontekstual
dan rules-in-use di satu pihak serta hasil ekologis, sosial dan ekonomi di pihak
lain.
Dalam semua analisis institusional, variabel kontekstual yang membingkai
dan membatasi action arena perlu untuk ditetapkan, termasuk pula variabel
yang berhubungan dengan fisik dan material di dalam dunia dimana para aktor
saling berhubungan, atribut masyarakat, dan institusi atau aturan yang digunakan
untuk mengatur tingkah laku. Institusi dibentuk oleh manusia untuk meningkatkan
prediktabilitas dan menyediakan peraturan dalam lingkungan yang tidak pasti,
yaitu dengan meningkatkan kecenderungan orang untuk bekerjasama dan
59
meringankan produksi barang publik. Institusi terdiri atas aturan formal dan/atau
preskripsi informal (norma-norma, ketabuan) yang mengijinkan, melarang, atau
menghendaki tindakan atau hasil tertentu, disamping penetapan sanksi sosial dan
material yang tegas (Crawford dan Ostrom, 1995).
Gambar 2.5
Unsur-Unsur Umum dari Kerangka Analisis Institusional (Ostrom et al.,
1994)
Physical/
Ecological
Conditions
Attributes of
Community
Institutions /
Rules-in-Use
Action Arena
Actors
Situations
Patterns of
Interaction
Outcomes
Evaluation
Criteria
Sumber : Institutional Analysis of Marine Reserves and Fisheries Governance Policy Experiments,
Murray, 2003
60
sosial. Hasil yang didapat secara dinamis kembali ke action arena dan ke tingkat
yang lebih tinggi (Murray, 2003).
2.1.11 Peran Kelembagaan Partisipatif
Dalam rangka pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara benar
sangat tergantung dengan kapasitas pengelolaan lingkungan hidup yang
ditentukan oleh kemampuan sumberdaya manusia, organisasi dan institusi untuk
melaksanakan berbagai kebijakan pengelolaan, seperti aturan, norma dan etika
(Alikodra, 2001). Sedangkan menurut Tahir (2003), secara institusional,
kegagalan pengelolaan sumberdaya alam, termasuk mata air sendang senjoyo,
selama ini diyakini akibat lemahnya kemampuan manajerial dari lembagalembaga pendamping dan penerima bantuan untuk menjalankan program ataupun
untuk mendampingi masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam.
Alikodra (2001), menambahkan bahwa ciri pengelolaan sumberdaya alam
yang berkelanjutan adalah:
a. Keputusan yang diambil atas dasar partisipasi dan konsultasi,
b. Informasi yang cukup,
c. Masyarakat mempunyai kemampuan yang besar untuk menyerap informasi,
d. Berkembangnya etika sosial dan moral,
e. Penyelesaian konflik yang tepat,
f. Redistribusi tanggung jawab,
g. Peraturan yang cukup memadai,
h. Meningkatkan kemampuan koordinasi maupun kerjasama yang positif.
61
62
mereka
sumberdaya.
butuhkan,
namun
memegang
kendali
pendayagunaan
63
Tujuan Penelitian
Mengangkat sikap
partisipasi dalam
program
penanaman hutan
untuk
memperjuangkan
pelanggaran padang
pasir.
Variabel Penelitian
Metode Analisis
Hasil Penelitian
Partisipasi, Persepsi
Analisis yang
digunakan kuantitatif
dengan Multi Regresi
Linear dan Purposive
Sampling (150
responden).
2.
Measurement of Community
Empowerment in Three
Community Programs in
Rapla (Estonia) oleh Anu dan
Pernille, 2011
Untuk
mendeskripsikan
bagaimana
hubungan yang
spesifik alat ukur
pemberdayaan yang
telah dibangun dan
perubahan dalam
tiga program
promosi kesehatan
di Rapla, Estonia.
Aktivitas Komunitas,
Kemampuan
Komunitas, Program
Manajemen Skill,
Dukungan
Lingkungan Tiga
Program: Keamanan
Komunitas,
Penyalahgunaan Obat
dan Pencegahan
AIDS, Kualitas
Hidup Usia Tua
Analisis yang
digunakan kualitatif
dengan perbandingan
data time series tiga
tahun (2003-2005) dari
kumpulan data
Organizational
Domains of Community
Empowerment
(ODCE).
3.
Untuk menjelaskan
partisipasi dan
pembangunan
komunitas yang
Partisipasi,
Pembangunan
Komunitas
Analisis yang
digunakan kualitatif
dengan menjelaskan
hasil, kesadaran,
1.
64
Development Sciences,
Faculty of Human Ecology,
University Putra Malaysia,
Malaysia, 2010
4.
5.
saling berhubungan.
Untuk menjelaskan
kemungkinan
pendekatan comanagement dalam
mengelola sungai
Kaligarang di kota
Semarang.
An Integrated Approach to
Analyzing (Adaptive)
Comanagement Using the
Politicized IAD Framework
oleh Luke Whaley dan
Edward K. Weatherhead, 2014
Untuk menjelaskan
struktur dengan
menarik perhatian
para analis terhadap
berbagai variabel
ketika
mencoba studi
pengelolaan
bersama, berbagai
komponen situasi,
dan cara-cara di
mana mereka
berinteraksi, dan
kriteria
analis mungkin
ingin mengadopsi
dalam
mengevaluasi hasil
dari proses.
kepercayaan,
menemukan potensi
diri, perencanaan,
keefektifan, program
pemerintah dan diskusi.
Kualitas Air,
Keperluan
Komunitas,
Persetujuan
Komersial, Peran
Stakeholders Fungsi
Pengelolaan,
Pendekatan Comanagement
Analisis yang
digunakan kuantitatif
dengan statistik
deskriptif dan kualitatif
yang menjelaskan
peraturan undangundang, manfaat dan
co-management.
Analisis yang
digunakan kualitatif
yang menjelaskan
Analisis CoManaegement,
Analisis Kelembagaan
dan Pengembangan
(IAD)
Framework
65
Tujuan:
1. Analisis persepsi
masyarakat dalam
pengelolaan PPIP.
Ketimpangan Desa-Kota
TingginyaKemiskinan Penduduk
Desa
Kondisi Fisik Daerah yang
Terpencil
Keterbatasan & Ketidakmerataan
Infrakstruktur
Perkembangan Desa
Aglomerasi
Teknologi Informasi
Jiwa Kewirausahaan
Peran Stakeholders
Co-Management
Institutional Analysis
Pengorganisasian
Perencanaan
2. Analisis peran
stakeholders
dalam
pengelolaan
PPIP.
Penentuan Tujuan
Pengumpulan
Informasi
Prioritas Mengatasi
Masalah
Penentuan Ide
Kalkukasi Biaya
Prosedur Penyusunan
Program
Fasilitas Kegiatan
Pengembangan
Musyawarah,
Mufakat & Diskusi
Agenda Kegiatan
Persiapan
Kelengkapan &
Peralatan yang
Diperlukan
Pengendalian
Pelaksanaan
Pemecahan Masalah
Praktek dengan Biaya
Efektif & Efisien
Penyediaan Informasi
& Penggunaan Media
Teknologi
Benefit & Respon
Terhadap
Pelaksanaan Kegiatan
Pengawasan Kegiatan
Keterbukaan
Penyampaian
Laporan
Pertanggungjawaban
Kegiatan
Pencatatan Hasil
Bimbingan Lanjutan
Rekomendasi
Perbaikan Kegiatan
Paid
Un-Paid
Combination Paid & Un-Paid
3. Intensitas
partisipasi
masyarakat
dalam
pengelolaan
PPIP.
Curah Waktu
-
Jenis Pekerjaan
Kapasitas
Waktu Kerja
Upah
Swadaya
- Uang
- Tenaga
- Konsumsi
Sosial
- Gotong-Royong
- Organisasi
- Saling Menjaga
Moral
- Doa Bersama
- Pengajian
Deskriptif Statistik
Skala Konvemsional (1-10)
4.
Strategi
adaptasi dan
mitigasi
masyarakat
terhadap
pengelolaan
PPIP.
Low (Rendah)
High (Tinggi)
In-depth interview
Sumber: Pomeroy (1994), Susilowati et al (2004)., dan Susilowati et al (2005) dengan modifikasi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh
peneliti dalam mengukur suatu variabel yang akan digunakan. Definisi
operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan kegiatan
pembangunan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat melalui PPIP.
2. Analisis
Institusional
66
67
68
Objek penelitian ini adalah Desa Mandiraja Wetan, Mandiraja Kulon, dan
Glempang di Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara. Dalam penelitian
ini, pengambilan jumlah sampel responden ditentukan sebanyak 110 responden
dengan rincian 100 responden warga masyarakat desa dan 13 responden key
person. Daerah penelitian mengenai pengelolaan PPIP dibagi menjadi tiga desa
yaitu 30 responden dari Desa Mandiraja Wetan, 40 responden dari Desa
Mandiraja Kulon, dan 30 responden dari Desa Glempang. Rincian dapat dilihat
pada tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1
Rincian Jumlah Responden untuk 3 (tiga) Desa Lokasi Penelitian
No.
1
2
3
4
5
6
Banyak
Responden/Desa
(orang)
Total Responden
untuk 3 Desa
(orang)
2
1
2
3
30
40
30
100
113
69
1. Data Primer
Merupakan sumber data penelitian yang diperoleh melalui wawancara
maupun memberikan daftar pertanyaan. Adapun data primer yang digunakan
dalam penelitian ini dikumpulkan melalui pengisian kuesioner oleh responden
yaitu adalah masyarakat desa di Kecamatan Mandiraja dan responden key person,
yakni pihak-pihak yang dianggap sebagai panutan dan memegang peranan penting
bersangkutan dengan pengelolaan PPIP. Kuesioner yang digunakan berupa daftar
pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian.
2. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan
yaitu dengan membaca kepustakaan seperti buku-buku literatur, diktat-diktat
kuliah, majalah-majalah, jurnal-jurnal yang berhubungan dengan pokok
penelitian, surat kabar, dan mempelajari arsip-arsip atau dokumen-dokumen yang
terdapat pada instansi terkait.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan suatu cara yang ditempuh oleh
peneliti untuk memperoleh data yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, metode
yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara adalah teknik penelitian yang paling sosiologis dari semua
teknik-teknik penelitian sosial, hal ini dikarenakan bentuknya yang barasal dari
interaksi verbal antara peneliti dengan responden (Arikunto, 2010:270).
Sedangkan menurut Nasution (2011:113) wawancara adalah suatu bentuk
70
71
pendengaran, peraba, dan pengecap. Apa yang dikatakan ini sebenarnya adalah
pengamatan langsung. Didalam artian penelitian observasi dapat dilakukan
dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara (Arikunto,2010).
3. Dokumentasi.
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang
(Arikunto,2010:201). Dokumentasi merupakan objek perolehan informasi dengan
memperhatikan tiga macam sumber yaitu tulisan (paper), tempat (place), dan
kertas atau orang (people) (Arikunto, 2010). Dimaksudkan untuk mendapatkan
data-data tentang pengelolaan PPIP di Kecamatan Mandiraja, Kabupaten
Banjarnegara.
3.5 Metode Analisis
Metode analisis data merupakan unsur yang terpenting dalam suatu
penelitian, karena suatu data menjadi bermakna dan berguna dalam memecahkan
masalah dan dapat dipergunakan dalam menjawab hipotesis dan permasalahan
penelitian (Mukhtar dan Widodo, 2000). Adapun analisis yang digunakan sebagai
berikut:
3.5.1 Analisis Persepsi Masyarakat
Analisis ini menyangkut persepsi para responden baik masyarakat maupun
key-person yang dibuat dengan analisis kualitatif secara deskriptif. Analisis
tersebut meliputi perkembangan desa, aglomerasi, jiwa kewirausahaan, dan
teknologi informasi yang berada di masing-masing desa tersebut.
72
73
manfaat
dan
pengorbanan,
partisipasi
masyarakat,
aturan
- Nilai 5 7
: Biasa-Biasa Saja
teknik
analisis
kualitatif
merupakan
teknik
analisis
yang
74