Anda di halaman 1dari 8

UJIAN TENGAH SEMESTER

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA TAHUN 2014

SOAL
1. Bagaimanakah pendapat F.K. Von Savigny tentang hukum dan masyarakat, apakah
hukum mempengaruhi perkembangan dalam masyarakat?, jelaskan pendapat saudara
dengan rinci!
2. Bagaimanakah pendapat Sir Henry Maine tentang hukum dan masyarakat, apakah
hukum mempengaruhi perkembangan dalam masyarakat?, jelaskan pendapat saudara
dengan rinci!
JAWABAN
1.

Friedrich Karl von Savigny (1770-1861)


Merupakan perintis lahirnya mazhab Sejarah. Mazhab Sejarah lahir pada awal abad ke19, yaitu pada tahun 1814. Lahirnya mazhab ini ditandai dengan diterbitkannya
manuskrip yang ditulis oleh Friedrich Karl von Savigny yang berjudul Vom Beruf
unserer Zeit fur Gezetgebung und Rechtwissenschaft (tentang seruan masa kini akan
undang-undang dan ilmu hukum) . Kelahiran mazhab yang dirintis oleh Savigny ini
dipengaruhi oleh buku yang berjudul L esprit des Lois (Semangat Hukum) karangan
Montesquieu (1689-1755) yang terbit pada tahun 1748. Dalam buku tersebut,
Montesquieu mengemukakan bahwa ada relasi yang kuat antara jiwa suatu bangsa
dengan hukum yang dianutnya . Hukum yang dilandasi dan dianut suatu bangsa sangat
dipengaruhi oleh jiwa bangsa yang direpresentasikan oleh nilai-nilai dan tatanan sosial
yang ada. Nilai dan tatanan sosial itu bersifat dinamis, sehingga berimplikasi pada
dinamisnya hukum. Dengan kata lain bahwa dinamisasi nilai-nilai dan tatanan sosial
menyebabkan dinamisasi pada hukum yang diperpegangi masyarakat.1 Savigny
menolak aliran hukum alam, baginya sistem hukum merupakan bagian dari kebudayaan
masyarakat. Hukum bukan suatu hasil pengadilan atau hasil dari pembuat undang-

1 Dr,H.Zainal Asikin, SH, SU, http://asikinzainal.blogspot.com/2012/10/mashab-sejarahhukum.html

undang tetapi berkembang sebagai suatu respon terhadap kekuatan impersonal yang
dapat ditemukan pada semangat rakyat.
a. Inti Ajaran (Ideologi Hukum) Savigny
Kesadaran sebangsa karena kebutuhan bathiniah, mengeksklusifkan (beda)
dengan bangsa lain, yang tidak mempunyai asal-usul yang sama, hukum tumbuh
bersama pertumbuhan bangsa/rakyat dan menjadi kuat bersama dengan kekuatan
bangsa dan akhirnya mati ketika suatu bangsa kehilangan kebangsaannya.
Berdasarkan inti teori Von Savigny : semua hukum pada mulanya dibentuk
dengan cara seperti yang dikatakan orang, hukum adat, dengan bahasa yang biasa
tetapi tidak terlalu tepat, dibentuk yakni bahwa hukum itu mula-mula
dikembangkan oleh adat kebiasaan dan kepercayaan yang umum. Von Savigny
menekankan bahwa setiap masyararakat mengembangkan hukum kebiasaanya
sendiri, karena mempunyai bahasa, adat istiadat (termasuk kepercayaan) dan
konstitusi yang khas.
Hukum bukan merupakan konsep dalam masyarakat karena hukum tumbuh secara
alamiah dalam pergaulan masyarakat yang mana hukum selalu berubah seiring
perubahan sosial. Dengan pernyataan Savigny yang demikian itu maka hukum di
satu negara tidak dapat diterapkan/ dipakai oleh negara lain karena masyarakatnya
berbeda-beda begitu juga dengan kebudayaan yang ada di suatu daerah sudah
pasti berbeda pula, dalam hal tempat dan waktu juga berbeda.
Karena hukum berkembang dari hubungan-hubungan hukum yang mudah
dipahami dalam masyarakat primitif ke hukum yang lebih kompleks dalam
peradaban modern kesadaran umum tidak dapat lebih lama lagi menonjolkan
dirinya secara langsung, tetapi disajikan oleh para ahli hukum yang merumuskan
prinsip-prinsip hukum secara teknis. Tetapi ahli hukum tetap merupakan suatu
organ dari kesadaran umum terikat pada tugas untuk memberi bentuk pada apa
yang ia temukan sebagai bahan. Perundang-undangan menyusul pada tingkat
akhir; oleh karena ahli hukum sebagai pembuat undang-undang relatif lebih
penting daripada pembuat undang-undang. Undang-undang tidak dapat berlaku
atau

diterapkan

secara

universal.

Setiap

masyarakat

mengembangkan

kebiasaannya sendiri karena mempunyai bahasa adat-istiadat dan konstitusi yang


khas. Savigny menekankan bahwa bahasa dan hukum adalah sejajar juga tidak
dapat diterapkan pada masyarakat lain dan daerah-daerah lain.Volkgeist dapat

dilihat dalam hukumnya oleh karena itu sangat penting untuk mengikuti evolusi
volkgeist melalui penelitian sepanjang sejarah.2
b. Doktrin-doktrin dari Mazhab Sejarah3
1. Hukum tidak dibuat melainkan ditemukan
Hukum sesungguhnya bukan sesuatu yang dengan sengaja dibuat oleh pembuat
hukum. Hukum pada dasarnya tumbuh dan berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat. Hukum tidak dengan sengaja disusun oleh
pembentuk hukum. Hukum akan senantiasa berkembang dan menyesuaikan
dengan perubahan sosial. Proses demikian merupakan proses yang alami atau
tidak disadari karena menjadi bagian internal dalam lingkup pergaulan
masyarakat. Menurut von Savigny, hukum bukan hanya hukum yang ditulis
dalam kitab undang-undang. Hukum juga tumbuh dan berkembang bersama
masyarakat. Para ahli hukum penganut mazhab sejarah di Indonesia yang
menentang unifikasi hukum Indonesia oleh kaum kolonial Belanda berhasil
memberi tempat bagi hukum adat yang telah lama hidup di tengah kehidupan
rakyat Indonesia sebagai hukum yang berlaku bagi golongan pribumi di tanah
air sendiri.
2. Undang-undang tidak berlaku secara universal
Undang-undang dianggap sebagai representasi hukum suatu bangsa bersifat
temporal dan spasial. Undang-undang hanya berlaku di suatu bangsa atau
kelompok bangsa tertentu dan pada kurun waktu tertentu. Oleh Savigny, setiap
bangsa dipandang mengembangkan kebiasaannya sendiri karena mempunyai
bahasa, adat-istiadat, dan konstitusi yang khas. Curzon mengemukakan:
Hukum merupakan produk khusus dari sekelompok masyarakat. Seperti
bahasa, hukum berkembang secara bertahap dan merupakan representasi dari
masyarakat; hukum itu lenyap seiring dengan hilangnya identitas masyarakat
Hukum tidak berlaku secara universal; penerapannya terbatas pada bangsa
dimana hukum itu dibuat.
Dalam konteks Indonesia misalnya, undang-undang yang dibuat oleh badan
legislatif dengan eksekutif tidak dapat diberlakukan secara universal ke bangsa
lain. Undang-undang tersebut hanya berlaku di Indonesia sendiri. Selain itu,
undang-undang tersebut memiliki batas berlaku (temporal) karena substansinya
2 http://filkumania-vonsavigny.blogspot.com/2010_08_01_archive.html
3 Dr,H.Zainal Asikin, SH, SU http://asikinzainal.blogspot.com/2012/10/mashab-sejarahhukum.html

tidak sesuai lagi dengan keinginan dan/atau kesadaran hukum masyarakat.


Karenanya, amandemen perundang-undangan menjadi keniscayaan agar
perundang-undangan tidak berseberangan dengan jiwa rakyat (volksgeist).
3. Hukum merupakan perwujudan dari jiwa rakyat atau kesadaran hukum
masyarakat (volksgeist)
Savigny, mengemukakan:
...there was an organic connection between law and peoples nature and
character as developed through history. The true living law is customary law; it
does not emerge from the arbitrary will od a law-giver, but from internal,
silently operating forces within the community. Law is rooted in a peoples
history; the roots are fed by the coneciounsness, the faith and customs of the
people.
...terdapat hubungan yang organis (dinamis) antara hukum dengan kehidupan
dan karakter masyarakat sebagai tumbuh dan berkembang dalam sejarah
kehidupan masyarakat tersebut. Hukum yang hidup adalah hukum adat; hukum
tersebut tidak dihasilkan oleh pembuat hukum (legislator) melainkan dari
masyarakat itu sendiri, ditegakan oleh masyarakat itu pula. Hukum berakar
dalam sejarah masyarakat, dibangun atas dasar kesadaran penuh, keyakinan, dan
adat istiadat yang dianut masyarakat.
Savigny menolak supremasi akal dalam pembuatan undang-undang. Secara
tegas, dia menolak paradigma bahwa hukum itu dibuat, dan secara diametral dia
menyatakan bahwa hukum itu ditemukan di masyarakat. Hukum ada di
masyarakat, dan karenanya pembuatan undang-undang tidak begitu penting.
Inilah yang oleh sebagian ahli dipandang sebagai pesimisme hukum, karena
menolak upaya luhur manusia untuk menciptakan hukum yang akan
mengarahkan manusia ke masa depan yang lebih baik, masa depan yang
berlandaskan pada keadilan .
4. Hukum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat atau sejarah suatu
bangsa.
Hukum, secara apriori tidak dapat dipisahkan dari sejarah suatu bangsa. Hukum
yang berlaku di suatu negara harus dilihat dalam konteks sejarahnya. Karenanya,
hukum yang tidak bersumber dari sejarah atau jiwa bangsa dianggap bukan
hukum karena hanya akan menciptakan ketidakpastian dan bukan tidak mungkin
justru menggiring ketidakadilan dalam masyarakat. Memahami hukum sebagai

suatu kajian akademik-dialektis harus berlandaskan pada kajian historissosiologis, karena sejatinya sejarah masyarakat merupakan akar dari hukum
yang berlaku pada masyarakat tersebut.
Inti mazhab sejarah von Savigny berpangkal pada pendapat yang menyatakan
bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam bangsa. Tiap-tiap bangsa tersebut
punya Volkgeist (jiwa rakyat) sendiri-sendiri. Jiwa rakyat ini berbeda-beda, baik
menurut waktu dan menurut tempat. Jadi, tidak masuk akal jika terdapat hukum
yang berlaku universal dan pada semua waktu, kata von Savigny. Hukum,
menurut von Savigny, sangat bergantung atau bersumber pada jiwa rakyat. Isi
dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup manusia dari masa-ke-masa.
Hukum menurut von Savigny berkembang dari suatu masyarakat sederhana
yang pencerminannya nampak dalam tingkah laku semua individu kepada
masyarakat yang modern dan kompleks di mana kesadaran hukum rakyat itu
tampak pada apa yang diucapkan ahli hukumnya.
5. Aturan-aturan hukum (undang-undang) yang bertentangan dengan
kesadaran hukum masyarakat (volksgeist) harus dibatalkan karena sifat
aturan hukum tidak lebih penting dari kesadaran hukum tersebut.
Merupakan sesuatu yang lumrah atas penolakan sekelompok masyarakat
terhadap aturan perundang-undangan tertentu karena didasari oleh adanya
pertentangan antara aturan-aturan hukum tersebut dengan kesadaran hukum
masyarakat. Pertentangan tersebut, baik secara linier maupun diametral akan
menimbulkan friksi secara tajam di masyarakat. Selain penolakan, tidak
menutup kemungkinan adanya upaya untuk menggugurkan aturan perundangan
tersebut, karena sekali lagi, jiwa rakyat adalah supremasi tertinggi, dan
karenanya aturan hukum harus tunduk dengan jiwa rakyat tersebut.
c. Pandangan Savigny Terhadap Kodifikasi
Ia memandang rendah kekaguman pada kodifikasi hukum, yang modern di Prusia,
Austria dan Perancis (yang meniru Kodifikasi Romawi). Menurutnya perlu studi
ilmiah tentang sistem hukum tertentu, dalam perkembangan yang kontinyu dan
tiap-tiap generasi mengadaptasikan hukum itu sesuai dengan kebutuhannya
(contoh: corpus juris di Romawi sebelum terbentuk disesuaikan dengan
kebutuhannya).
d. Kelemahan Ajaran Savigny

Suatu aspek yang ironis dari ajaran Savigny dan Puchta, bahwa sementara
menekankan watak kebangsaan dari segala hukum, mereka sendiri mengambil
inspirasi dari hukum Romawi dan dalam karya-karya utamanya menyesuaikan
(hukum Romawi) dengan kondisi modern; tidak mengakui pentingnya kodifikasi
hukum, Padahal dalam masyarakat modern, ketentuan hukum yang tertulis
diperlukan demi terwujudnyaa kepastian hukum. bahwa dengan mengakui hanya
hukum yang hidup di tengah masyarakat dan mengabaikan arti pentingnya
hukum kodifikasi, maka dapat menimbulkan ketidak pastian hukum.
e. Kesimpulan
Ajaran aliran ini dalam keseluruhannya, mengunggulkan naluri melawan ratio dan
evolusi graduel melawan tindakan yang sengaja, mazhab aliran sejarah tidak
memajukan energi kreatif dan pembaruan hukum.[Purnadi Purbacaraka dan M
Chidir Ali, 1990:18-24]
2.

Sir Henry Maine (1822-1888).


Di Inggris, pendekatan sejarah yang dilakukan oleh Sir Henry Maine telah merubah
masyarakat dari kepercayaan mistis menjadi suatu masyarakat yang mempunyai jiwa
rakyat (Volkgeist). Dalam bukunya Ancient Society mengatakan bahwa hukum
berkembang dari bentuk status ke kontrak, sejalan dengan perkembangan masyarakat
dari sederhana ke masyarakat kompleks dan modern. Pada masyarakat modern
hubungan antara para anggota masyarakat dilakukan atas dasar hak dan kewajiban
yang tertuang dalam bentuk suatu kontrak yang dibuat secara sadar dan sukarela oleh
pihak-pihak yang berkenaan. Hukum sendiri pada masyarakat ini berkembang melalui
3 cara, yaitu : fiksi, equity, dan perundang-undangan. Pandangan terakhir inilah yang
oleh beberapa penulis hukum digunakan untuk membedakan Maine dengan savigny.
Maine

tidak

mengesampingkan

peranan

perundang

dan

kodefikasi

dalam

pengembangan hukum ada masyarakat yang telah maju.


Menurut Maine, pada awalnya kondisi hukum adat istiadat masih merupakan hukum
yang tidak tertulis. Pendokumentasian adat istiadat dalam suatu bentuk tertulis baru
dimulai pada saat pengadilan Wesminster Hall di Inggris dimulai. Selanjutnya hukum
tertulis tersebut mulai dijadikan yang kita kenal dengan nama codes. Maine tidak
memprediksi masa depan, tetapi hanya menggambarkan bagaimana hukum telah
berkembang di masa lalu. Teori evolusi hukum Maine dikagumi, meskipun ranah
tersebut melanggar paradigma umum. Pembahasan Maine hanya menyentuh pada

analisis historis tentang asal-usul dan perkembangan hukum. Penelitian Maine mampu
menelusuri kemajuan perkembangan dari masyarakat kuno yang dibangun pada
kekerabatan, melalui entitas besar yang terdiri dari kelompok-kelompok keluarga, ke
negara modern yang kompleks berdasarkan kedekatan teritorial. Berlainan dengan
Savigny, Maine tidak menolak hukum yang bersifat rasional. Ia menerimanya untuk
masyrakat progresif yang jumlahnya kecil yang tak dapat disangkal (masyarakat
kapitalis yang bertumbuh kembang sejalan dengan konsepsi liberalisasi ekonomi
dunia global.4
a.

Inti Pemikirannya:
1. Bahwa hukum itu merupakan suatu unikum. Keadaan yang demikian ini
menyuburkan dilakukannya penelitian-penelitian serta karya-karya yang bersifat
anthropologis.
2. Pada awalnya kondisi hukum adat istiadat masih merupakan hukum yang tidak
tertulis. Pendokumentasian adat istiadat dalam suatu bentuk tertulis baru dimulai
pada saat pengadilan Wesminster Hall di Inggris dimulai. Selanjutnya hukum
tertulis tersebut mulai dijadikan yang kita kenal dengan nama codes.
3. Dalam bukunya, Hukum Kuno (Ancient Law, 1861), bahwa gerakan masyarakat
progresif sekarang menjadi gerakan dari Status menjadi Kontrak. Proposisi
Maine adalah bahwa dalam hukum alam, awal posisi sosial individu ditentukan
pada saat kelahirannya, sedangkan hukum modern memberikan individu
kebebasan untuk mengubah posisi mereka. Sering bertentangan dengan klaim
bahwa saat ini hukum semakin menempel pada hak dan kewajiban atas status
seseorang (seperti, misalnya, seorang karyawan, penyewa, dan sebagainya).
4. Mendeskripsikan masyarakat ada yang statis dan ada yang progresip.
Masyarakat progresip adalah yang mampu mengembangkan hukum melalui tiga
cara, yaitu: fiksi, equity dan perundang-undangan. Perubahan masyarakat tidak
selalu menuju kepada yang lebih baik. Perjalanan masyarakat menjadi progresip,
disitu terlihat adanya perkembangan dari suatu situasi yang ditentukan oleh status
kepada penggunaan kontrak.
5. Penelitian Maine mampu menelusuri kemajuan perkembangan dari masyarakat
kuno yang dibangun pada kekerabatan, melalui entitas besar yang terdiri dari
kelompok-kelompok keluarga, ke negara modern yang kompleks berdasarkan
kedekatan teritorial. Berlainan dengan Savigny, Maine tidak menolak hukum yang
bersifat rasional. Ia menerimanya untuk masyarakat progresif yang jumlahnya

4 http://ahmadyanilamintang.wordpress.com/2012/11/29/mahzab-sejarah/

kecil yang tak dapat disangkal (masyarakat kapitalis yang bertumbuh kembang
sejalan

dengan

konsepsi

liberalisasi

ekonomi

dunia

global.

Tidak

mengesampingkan peranan perundangan dan kodefikasi dalam pengembangan


hukum pada masyarakat yang telah maju
6. Volkgeist bukanlah sesuatu yang mistik. 0leh karena Maine mencermati bahwa
dalam perjalanan kehidupan masyarakat terdapat perkembangan dari suatu situasi
yang ditentukan oleh status kepada penggunaan kontrak (Satjipto Rahardjo, 1986:
250).

Anda mungkin juga menyukai