Anda di halaman 1dari 37

AFTER CARE PATIENT

HERNIA SCROTALIS DEXTRA IREPONIBLE

Dibimbing Oleh :
dr. Shofia Agung Priyatno, SpB, MSi.Med

Disusun Oleh :
Asiah
(1320221137)

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Bedah


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
PERIODE 20 Oktober 22 November 2014

LEMBAR PENGESAHAN

After Care Patient


Hernia Scrotalis Dextra Irreponible
Disusun oleh :
Asiah
1320.221.137

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Departemen Ilmu Bedah
RSUD Ambarawa, Semarang

Telah disetujui tanggal :......................................................

Pembimbing

dr. Shofia Agung Priyatno, Sp.B, Msi.Med

Mengesahkan :
Koordinator Kepaniteraan Ilmu Bedah

dr. Hery Unggul, SpB

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, berkat karuniaNya penulis dapat menyelesaikan pembuatan After care patient yang berjudul Hernia
Scrotalis Dextra Ireponible yang merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit
Umum Daerah Ambarawa Periode 13 Maret 23 Mei 2015.
Dalam menyelesaikan Presentasi Kasus ini penulis mengucapkan rasa terima
kasih kepada dr. Shofia Agung P, SpB, MSi.Med sebagai dokter pembimbing. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan After care patient ini banyak terdapat kekurangan
dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran
dari pembaca.
Semoga After care patient ini dapat bermanfaat bagi teman-teman pada khususnya
dan semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran pada
umumnya. Amin.

Ambarawa,

Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI
COVER ...............................................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................

KATA PENGANTAR ........................................................................................

DAFTAR ISI ......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................

BAB II LAPORAN KASUS


Identitas Pasien ......................................................................................

Anamnesa ..............................................................................................

Pemeriksaan Fisik .................................................................................

Pemeriksaan Penunjang............................................................................... 9
Diagnosis ...............................................................................................

10

Terapi dan Planning ..................................................................................... 10


Follow Up ............................................................................... 11
BAB III AFTER CARE PATIENT
After Care Patient ................................................................................

16

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA


Definisi ....................................................................................................

18

Klasifikasi..................................................................................................

19

Etiologi..................................................................................................

21

Patofisiologi................................................................................................... 21
Anatomi ...............................................................................................

22

Gejala dan Tanda Klinik................................................................................ 25


Komplikasi............................................................................................

27

Pemeriksaan Penunjang................................................................................ 27
Penatalaksanaan............................................................................................ 28
BAB V KESIMPULAN
Kesimpulan ................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

37
4

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Hernia merupakan protusi abnormal organ, jaringan atau bagian organ melalui

struktur yang secara normal berisi bagian ini. Insiden hernia di Indonesia menempati
urutan ke delapan dengan jumlah 291.145 kasus dalam satu tahun. Di Jawa Tengah,
angka kejadian hernia terus meningkat.
Etiologi dari hernia dikarenakan adanya kelemahan pada otot-otot sekitar
abdomen, dengan faktor resiko tersering seperti mengangkat beban berat, konstipasi,
batuk, atau hal lain yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdomen.
Komplikasi dari hernia dapat terjadi penjepitan usus sehingga mengakibatkan
terjadinya ileus obstruktif. Hal itu dapat mengakibatkan rasa nyeri yang hebat hingga
mengakibatkan kematian.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS
Nama

: Tn. W

Umur

:84 thn

Jenis Kelamin : Laki-laki


Agama

: Islam

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Rejosari 1/5 Pojoksari Ambarawa Kab. Semarang

Status

: Duda

Kelompok pasien: JAMKESDA


Cara Masuk

: Rawat Darurat

Tanggal masuk/ Ruangan: 01 April 2015/ Melati


Nomor RM

: 077241

2.2. ANAMENESA
Keluhan utama
Nyeri perut sejak 5 hari SMRS
Riwayat penyakit Sekarang
Nyeri dirasakan terus menerus sejak 5 hari SMRS, nyeri dirasakan seperti
diremas, nyeri membaik jika beristirahat dan memberat dengan aktivitas, nyeri
disertai adanya mual dan muntah. Pasien mengaku muntah baru dirasakan hari ini,
muntah sudah 2 kali, isi makanan, kurang lebih seperempat aqua gelas. Pasien
juga merasa perut kembung, kentut sulit dan BAB terakhir 2 hari yang lalu.
Pasien mengaku terdapat benjolan di buah pelir kanan sudah sangat lama,
benjolan awalnya masih bisa masuk kembali jika pasien beristirahat, namun
dalam beberapa minggu sebelumnya benjolan tidak dapat dimasukan dan
dirasakan semakin besar.
6

Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya belum pernah mengalami keluhan seperti ini. Asma (-),
Hipertensi, DM, dan alergi OS tidak tahu.
Riwayat Operasi
Pasien belum pernah operasi sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
DM(-), Hipertensi (-), Penyakit Ginjal (-), Penyakit Darah (-)
Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Merokok(+) Alkohol(-). Pasien bekerja sebagai tukang becak dan sering
mengangkat beban berat.
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum: cukup, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi baik
Tanda Vital

: TD : 143/90 mmHg
Nadi : 68 x/menit, reguler
RR

: 22 x/menit

Suhu : 36,0oC
Rambut: distribusi pertumbuhan rambut rata, rambut beruban.
Kepala dan wajah: bentuk kepala mesocephal, wajah simetris, luka (-), warna kulit
coklat, pucat (-)
Mata

: konjungtiva warna merah muda, anemis (-/-), sklera warna putih, ikterik
(-/-), eksoftalmus (-/-), mata cowong (-/-), pupil isokor

Hidung : rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-), deformitas hidung (-/-)


Mulut : mukosa bibir pucat (-/-), bibir kering (-/-), stomatitis (-)
Telinga : otorrhea (-/-), kedua cuping telinga normal
Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)
Thorax : normochest, simetris
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas
: SIC II LPSS
Batas kanan atas
: SIC II LPSD
Batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS
Batas kanan bawah : SIC IV LPSD
7

Batas jantung kesan tidak melebar


Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi: fremitus taktil kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi :

+ +

suara dasar vesikuler +

wheezing

+ +

ronkhi basah & kering -

Abdomen :
Inspeksi

: Dinding perut datar, venektasi (-), jaringan parut/bekas luka (-),


tumor/benjolan (-) didaerah hipogastrium sinistra, darm steifung(-),

darm contour (-)


Auskultasi : Bising usus 4x/menit (+)
Palpasi
: Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan abdomen(-)
Perkusi
: Timpani seluruh regio, nyeri ketok (-)
Sistem Collumna Vertebralis
Inspeksi
Palpasi
Ektremitas

: Deformitas (-), kiphosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)


: Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
: palmar eritema (-/-)

Akral dingin
Edema
- - - - Pemeriksaan Neurologik

Sistem motorik Sistem sensorik


-

B. Status Lokalis
Terdapat pembesaran pada scrotum kanan, konsistensi lunak, NT (+), pada
auskultasi BU (+).
2.4. PEMERIKSAAN PENUNUNJANG
8

4.1 Hematologi (30 Maret 2015)


Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hb
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Tombosit
PDW
MPV
Limfosit
Monosit
Granulosit
Limfosit %
Monosit %
Granulosit %
PCT
KIMIA KLINIK
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
SEROLOGI
HbsAg

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

13.2
9.8
4.47
41.5
92.8
29.5
31.8
12.6
209
12.2
7.9
1.5
0.5
7.9
14.9
4.7
80.4
0.165

12.5-15.5
4-10
3.8-5.4
35-47
3.8-5.4
35-47
82-98
>= 27
32-36
10-18
7-11
1.0-4.5
0.2-1.0
2-4
25-40
2-8
50-80
0.2-0.5

g/dL
Ribu
Juta
%
Mikro m3
Pg
g/dL
%
Ribu
%
Mikro m3
103/mikro
103/mikro
103/mikro
%
%
%
%

97
18
10
39.0
1.24

70-100
0-35
0-35
10-50
0.45-0.75

mg/dL
IU/dL
IU/dL
mg/dL
mg/dL

Non reaktif

2.5. DIAGNOSIS KERJA


Hernia Scrotalis Dextra Reponible
2.6. TERAPI DAN PLANNING
Hernioraphy cito Tanggal 11-12-2014
Infus RL 20 tpm
Inj Cefotaxim 1x1gram
9

Laporan Operasi:

Os terlentang di meja operasi dengan general anestesi


Lakukan aseptik antiseptik pasang duk steril
Lakukan insisi oblique dari medial sias hingga tuberkulum pubikum,

perdalam
Identifikasi funikulus spermatikus dan bebaskan dari kantung hernia
Buka kantung hernia, masukan isi hernia kedalam cavum abdomen
Ligasi kantong hernia lakukan herniotomi
Pasang mesh
Rawat perdarahan
Jahit lapis demi lapis
Operasi selesai

Post Operasi
Infus RL 20 tpm
Inj cefotaxim 3 x 1 gram
Inj Ketorolac 3 x 30 mg
2.7. FOLLOW UP POST OPERASI
Tanggal

O
KU/Kes: TSS/

Composmentis
TTV: TD: 115/80

30/3/2015

Payudara kiri

mmHg; N. 80x/mnt;

terasa nyeri,

RR: 18x/mnt; S: 36,20C

panas.
Demam (-),
pusing (-), mual
(-), muntah (-).

Carsinoma
duktus

Status Generalis: dbn


Status Lokalis: terdapat

mammae
sinistra

Pro OP
mastektomi tgl
1/4/2015
Cek EKG, Lab
rutin.

massa ukuran 10x8cm


diatas papila mammae,
mobile, berbatas tegas,

31/3/2015

Payudara kiri

licin, NT (+)
KU/Kes: TSS/

Carsinoma

Pro OP
10

Composmentis
TTV: TD: 115/80

mastektomi tgl

mmHg; N. 80x/mnt;
terasa nyeri,
panas.
Demam (-),
pusing (-), mual
(-), muntah (-).

1/4/2015

RR: 18x/mnt; S: 36,20C


duktus
Status Generalis: dbn
Status Lokalis: terdapat

Inf. RL 20 tpm

mammae
sinistra

Cefotaxim 1 gr
IV (Skin test)

massa ukuran 10x8cm


diatas papila mammae,

Konsul SpAn

mobile, berbatas tegas,


licin, NT (+)
KU/Kes: TSS/

Inf. RL 20tpm

Composmentis
Payudara kiri
terasa nyeri,
panas.
1/4/2015
Pagi

Demam (-),

Cefotaxim
3x1gr IV

TTV: TD: 115/80


mmHg; N. 80x/mnt;
RR: 18x/mnt; S: 36,20C

duktus
Status Generalis: dbn

pusing (-), mual


(-), muntah (-).

Carsinoma

Status Lokalis: terdapat

mammae
sinistra

massa ukuran 10x8cm


Puasa (+)

Lemas (+),

Siang

pusing (+), mual

Composmentis

(+), muntah (-),


demam (-), sesak
(-).

Post
mastektomi
H0 pd Ca

TTV: TD: 115/80

duktus

mmHg; N. 80x/mnt;
0

RR: 18x/mnt; S: 36,2 C

Ranitidin 3x1
amp

3x500 mg

mobile, berbatas tegas,


1/4/2015

mg IV

As. Traneksamat

diatas papila mammae,


licin, NT (+)
KU/Kes: TSS/

Ketorolac 3x30

mammae

Inf. RL 20tpm
Cefotaxim
3x1gr IV
Ketorolac 3x30

sinistra
11

Status Generalis: dbn


mg IV

Status Lokalis: luka


post op mastektomi

Ranitidin 3x1

pada mammae sin

amp

terbalut perban,
dipasang drainage, NT

As. Traneksamat

(+).

3x500 mg

KU/Kes: TSS/

Inf. RL 20tpm

Composmentis
Cefotaxim
TTV: TD: 115/80

3x1gr IV

mmHg; N. 80x/mnt;
Lemas (+),
1/4/2015
malam

RR: 18x/mnt; S: 36,20C

pusing (+), mual


(+), muntah (-),
demam (-), sesak
(-).

Status Generalis: dbn

Post
mastektomi
H0 pd Ca
duktus

Status Lokalis: luka

mammae

post op mastektomi

sinistra

Ketorolac 3x30
mg IV
Ranitidin 3x1
amp

pada mammae sin

As. Traneksamat

terbalut perban,

3x500 mg

dipasang drainage, NT
2/4/2015

(+).
KU/Kes: TSS/

Post

Composmentis

mastektomi
H1 pd Ca

TTV: TD: 115/80

duktus

mmHg; N. 80x/mnt;
0

RR: 18x/mnt; S: 36,2 C

mammae
sinistra

Inf. RL 20tpm
Cefotaxim
3x1gr IV
Ketorolac 3x30
mg IV

Status Generalis: dbn


Ranitidin 3x1
12

Status Lokalis: luka


amp

post op mastektomi
pada mammae sin

As. Traneksamat

terbalut perban,

3x500 mg

dipasang drainage, NT
(+).
KU/Kes: TSS/

Inf. RL 20tpm

Composmentis
Cefotaxim
TTV: TD: 115/80
mmHg; N. 80x/mnt;
RR: 18x/mnt; S: 36,20C
3/4/2015

Status Generalis: dbn

3x1gr IV
Post
mastektomi
H2 pd Ca
duktus

Status Lokalis: luka

mammae

post op mastektomi

sinistra

Ketorolac 3x30
mg IV
Ranitidin 3x1
amp

pada mammae sin

As. Traneksamat

terbalut perban,

3x500 mg

dipasang drainage, NT
4/4/2015

(+).
KU/Kes: TSS/

Post

Composmentis

mastektomi
H3 pd Ca

TTV: TD: 115/80


mmHg; N. 80x/mnt;
RR: 18x/mnt; S: 36,20C

duktus
mammae
sinistra

Inf. RL 20tpm
Cefotaxim
3x1gr IV
Ketorolac 3x30
mg IV

Status Generalis: dbn


Ranitidin 3x1
Status Lokalis: luka

amp

post op mastektomi
pada mammae sin

As. Traneksamat

terbalut perban,
13

dipasang drainage, NT

3x500 mg

(+).
KU/Kes: TSS/
Composmentis

Inf. RL 20tpm

TTV: TD: 115/80

Cefotaxim

mmHg; N. 80x/mnt;
0

RR: 18x/mnt; S: 36,2 C


Status Generalis: dbn
5/4/2015

3x1gr IV
Post
mastektomi
H4 pd Ca

Status Lokalis: luka

duktus

post op mastektomi

mammae

pada mammae sin

sinistra

Ketorolac 3x30
mg IV
Ranitidin 3x1
amp

terbalut perban,

As. Traneksamat

dipasang drainage, NT

3x500 mg

(+).

KU/Kes: TSS/

Inf. RL 20tpm

Composmentis
Cefotaxim
TTV: TD: 115/80

6/4/2015

3x1gr IV

mmHg; N. 80x/mnt;

Post

RR: 18x/mnt; S: 36,20C

mastektomi

Ketorolac 3x30

H5 pd Ca

mg IV

Status Generalis: dbn


Status Lokalis: luka
post op mastektomi

duktus
mammae

Ranitidin 3x1

sinistra

amp

pada mammae sin

As. Traneksamat

terbalut perban,

3x500 mg

dipasang drainage, NT
14

(+).

BAB III
AFTER CARE PATIENT
A. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga
a. Fungsi Biologik
Pasien adalah seorang laki-laki, berusia 84

tahun. Pasien post operasi

hernioraphy, tidak memiliki gangguan pada fungsi biologiknya.


b. Fungsi Psikologik
Hubungan pasien dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya baik.
c. Fungsi Ekonomi
Pasien adalah seorang tukang becak. Penghasilan keluarga pasien berasal dari
pasien yang bekerja sebagai tukang becak. Kondisi ekonomi pasien termasuk
golongan rendah.
d. Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMP.
e. Fungsi Religius
Pasien dan keluarganya adalah seorang muslim, dan menjalankan ibadah sesuai
f.

dengan agamanya.
Fungsi Sosial dan Budaya
Kedudukan pasien dalam lingkungan sosial budaya adalah sebagai warga negara
yang baik. Pasien tetap menjalin hubungan baik dengan warga lingkungan

g.

sekitarnya.
Pola Konsumsi Makanan Pasien
Frekuensi makan pasien dan keluarga sehari-hari, cukup untuk memenuhi
kebutuhan gizi. Pasien tidak memiliki masalah dalam mencukupi kebutuhan gizi
dirinya sehari-hari.

B. Rencana Pembinaan Keluarga


a. Terhadap Pasien
15

a. Edukasi pasien tentang menjaga kebersihan diri terutama kebersihan luka


begitu juga rumah serta makan makanan berprotein tinggi.
b. Melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik sederhana untuk melihat
perkembangan kesembuhan pasien.
b. Terhadap Keluarga
a. Memberikan motivasi dan edukasi mengenai menjaga kebersihan luka serta
kontrol ke rumah sakit sehingga seluruh keluarga dapat mengerti
sepenuhnya dan dapat saling mengingatkan.
C.

Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Pasien


a. Faktor Perilaku
Pasien sudah cukup memahami mengenai perawatan luka. Setelah pasien
pulang, melakukan follow up ke RSUD Ambarawa sebanyak 4 kali, untuk
melakukan lepas jahitan pada kontrol pertama, dan control kedua sampai
keempat untuk ganti perban. Pasien akif bertanya mengenai kondisi jahitan
post operasi apakah sudah kering ataua belum.
b. Faktor Non-Perilaku
Sarana kesehatan cukup mudah dijangkau oleh pasien. Akses transportasi
untuk mencapai tempat-tempat tertentu dinilai mudah

16

.BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan adalah
suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang
diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh
kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya daerah inguinal.1
Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis (HIL) dan
Hernia Ingunalis Medialis. Disini akan dijelaskan lebih lanjut hernia ingunalis lateralis.
Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain yaitu hernia indirecta yang artinya
keluarnya tidak langsung menembus dinding abdomen. Selain hernia indirek nama yang
lain adalah Hernia oblique yang artinya Kanal yang berjalan miring dari lateral atas ke
medial bawah. Hernia ingunalis lateralis sendiri mempunyai arti pintu keluarnya terletak
disebelah lateral Vasa epigastrica inferior. Hernia inguinalis lateralis (HIL) dikarenakan
kelainan kongenital meskipun ada yang didapat. 3
Tabel. 2.1. Perbedaan HIL dan HIM.3
Tipe

Deskripsi

Hernia

Penojolan melewati

ingunalis

cincin inguinal dan

lateralis

biasanya merupakan
kegagalan penutupan
cincin

Hubungan dg Dibungkus oleh


vasa

fascia spermatica

epigastrica

interna

inferior
Lateral

Ya

Onset biasanya
pada waktu

Congenital
Dan

bisa

pada

waktu dewasa.

ingunalis

interna pada waktu


embrio

setelah
17

Hernia

penurunan testis
Keluarnya langsung

ingunalis

menembus

medialis

dinding abdomen

Medial

Tidak

Dewasa

fascia

2.2. KLASIFIKASI
Casten membagi hernia menjadi tiga stage, yaitu:3

Stage 1 : hernia indirek dengan cincin interna yang normal.

Stage 2 : hernia direk dengan pembesaran atau distorsi cincin interna.

Stage 3 : semua hernia direk atau hernia femoralis.

Klasifikasi menurut Halverson dan McVay, hernia terdapat terdapat 4 kelas:3

Kelas 1 : hernia indirek yang kecil.

Kelas 2 : hernia indirek yang medium.

Kelas 3 : hernia indirek yang besar atau hernia direk.

Kelas 4 : hernia femoralis.

Sistem Ponka membagi hernia menjadi 2 tipe:3


1. Hernia Indirek
a) hernia inguinalis indirek yang tidak terkomplikasi.
b) hernia inguinalis indirek sliding.

2. Hernia Direk
a) suatu defek kecil di sebelah medial segitiga Hesselbach, dekat tuberculum
pubicum.
18

b) hernia divertikular di dinding posterior.


c) hernia inguinalis direk dengan pembesaran difus di seluruh permukaan
segitiga Hesselbach
Gilbert membuat klasifikasi berdasarkan 3 faktor:3
1. Ada atau tidak adanya kantung peritoneal.
2. Ukuran cincin interna.
3. Integritas dinding posterior dan kanal.
Gilbert membagi hernia menjadi 5 tipe. Tipe 1, 2, and 3 merupakan hernia indirek,
sedangkan tipe 4 and 5 merupakan hernia direk.
- Hernia tipe 1 mempunyai kantung peritoneal yang melewati cincin interna yang
berdiameter <>
- Hernia tipe 2 (hernia indirek yang paling sering) mempunyai kantung peritoneal
yang melewati cincin interna yang berdiameter 2 cm.
- Tipe 3 hernia mempunyai kantung peritoneal yang melewati cincin interna yang
berdiameter > 2 cm.
- Hernia tipe 3 sering menjadi hernia komplit dan sering menjadi slidinhernia.
- Hernia tipe 4 mempunyai robekan dinding posterior tau defek posterior multipel.
Cincin interna yang intak dan tidak ada kantung peritoneal.
- Hernia tipe 5 merupakan hernia divertikuler primer. Pada hernia ini tidak terdapat
kantung peritoneal.
Nyhus membuat klasifikasi berdasarkan ukuran cincin interna dan integritas dinding
posterior, meliputi:3
- Tipe 1 adalah hernia indirek dengan cincin interna yang normal.
- Tipe 2 adalah hernia indirek dengan cincin interna yang membesar.
- Tipe 3a adalah hernia inguinalis indirek.
- Tipe 3b adalah hernia indirek yang menyebabkan kelemahan dinding posterior.
19

- Tipe 3c adalah hernia femoralis.


- Tipe 4 memperlihatkan semua hernia rekuren.
2.3. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya hernia inguinalis masih diliputi berbagai kontroversi, tetapi diyakini
ada tiga penyebab, yaitu:2
1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang.
- Overweight
- Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran badan
- Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan saluran
kencing
- Adanya tumor yang mengakibatkan sumbatan usus
- Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asthma, emphysema,
alergi
- Kehamilan
- Ascites
2. Adanya kelemahan jaringan /otot.
3. Tersedianya kantong.
2.4. PATOFISIOLOGI HERNIA INGUINALIS LATERALIS
Ligamentum gubernaculum turun pada tiap sisi abdomen dari pole inferior gonad
ke permukaan interna labial/scrotum. Gubernaculum akan melewati dinding abdomen
yang mana pada sisi bagian ini akan menjadi kanalis inguinalis. Processus vaginalis
adalah evaginasi diverticular peritoneumyang membentuk bagian ventral gubernaculums
bilateral. Pada pria testes awalnya retroperitoneal dan dengan processus vaginalis testes
akan turun melewati canalis inguinalis ke scrotum dikarenakan kontraksi gubernaculum.
Pada sisi sebelah kiri terjadi penurunan terlebih dahulu sehingga ,yang tersering hernia

20

inguinalis lateralis angka kejadiannya lebih banyak pada laki-laki dan yang paling sering
adalah yang sebelah kanan.
Pada wanita ovarium turun ke pelvis dan gubernaculum bagian inferior menjadi
ligamentum rotundum yang mana melewati cincin interna ke labia majus.
Processus vaginalis normalnya menutup, menghapuskan perluasan rongga peritoneal
yang melewati cincin interna. Pada pria kehilangan sisa ini akan melekatkan testis yang
dikenal dengan tunika vaginalis. Jika processus vaginalis tidak menutup maka hidrokel
atau hernia inguinalis lateralis akan terjadi. Sedangkan pada wanita akan terbentuk kanal
Nuck. Akan tetapi tidak semua hernia ingunalis disebabkan karena kegagalan
menutupnya processus vaginalis dibuktikan pada 20%-30% autopsi yang terkena hernia
ingunalis lateralis proseccus vaginalisnya menutup.5
2.5. ANATOMI
Keberhasilan operasi hernia inguinal tergantung akan pengetahuan tentang dinding
abdomen,kanalis inguinalis,.lapisan-lapisan dinding abdomen
Regio inguinal merupakan batas bawah abdomen dengan fungsi yang terdiri atas lapisan
miopaneurotis. Penamaan struktur anatomi di daerah ini banyak memakai nama
penemunya sebagai pengakuan atas kontribusi mereka. Dalam bukunya Skandalakis
(1995), dinding abdomen pada dasar inguinal terdiri dari susunan multi laminer dan
seterusnya.
Pada dasarnya inguinal dibentuk dari lapisan:
1. Kulit (kutis).
2. Jaringan sub kutis (Campers dan Scarpas) yang berisikan lemak.
Fasia ini terbagi dua bagian, superfisial (Camper) dan profundus (Scarpa). Bagian
superfisial meluas ke depan dinding abdomen dan turun ke sekitar penis, skrotum,

21

perineum, paha, bokong. Bagian yang profundus meluas dari dinding abdomen ke
arah penis (Fasia Buck).
3. Innominate fasia (Gallaudet) : lapisan ini merupakan lapisan superfisial atau
lapisan luar dari fasia muskulus obliqus eksternus. Sulit dikenal dan jarang
ditemui.
4. Apponeurosis muskulus obliqus eksternus, termasuk ligamentum inguinale
(Poupart) merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus obliqus
eksternus. Terletak mulai dari SIAS sampai ke ramus superior tulang publis.
Lakunare (Gimbernat) Merupakan paling bawah dari ligamentum inguinale dan
dibentuk dari serabut tendon obliqus eksternus yang berasal dari daerah Sias.
Ligamentum ini membentuk sudut kurang dari 45 derajat sebelum melekat pada
ligamentum pektineal. Ligamentum ini membentuk pinggir medial kanalis
femoralis dan Colles. Ligamentum ini dibentuk dari serabut aponeurosis yang
berasal dari crus inferior cincin externa yang meluas ke linea alba. 2
5. Spermatik kord pada laki-laki, ligamen rotundum pada wanita.
6. Muskulus transversus abdominis dan aponeurosis muskulus obliqus internus, falx
inguinalis (Henle) dan konjoin tendon.
7. Fasia transversalis dan aponeurosis yang berhubungan dengan ligamentum
pectinea (Cooper), iliopubic tract, falx inguinalis dan fasia transversalis.
8. Preperitoneal connective tissue dengan lemak.
9. Peritoneum
10. Superfisial dan deep inguinal ring. 5
11. Bagian bagian dari hernia 7

22

Pintu hernia adalah lapisan l;paisan dinding perut dan panggul. Hernia
dinamai berdasarkan dari pintunya

Kantung hernia adalah peritoneum parietalis, bagiannya adalah kolum, korpus


dan basis

Kanalis inguinalis adalah saluran yang berjalan oblik (miring) dengan


panjang 4 cm dan terletak 2-4 cm di atas ligamentum inguinale. Dinding yang
membatasi kanalis inguinalis adalah:
- Anterior : Dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus eksternus dan 1/3
lateralnya muskulus obliqus internus.
- Posterior : Dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus abdominis
yang bersatu dengan fasia transversalis dan membentuk dinding posterior
dibagian lateral. Bagian medial dibentuk oleh fasia transversa dan konjoin
tendon, dinding posterior berkembang dari aponeurosis muskulus
transversus abdominis dan fasia transversal.
- Superior : Dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus internus
dan muskulus transversus abdominis dan aponeurosis.
- Inferior : Dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare.

Bagian ujung atas dari kanalis inguinalis adalah internal inguinal ring. Ini
merupakan defek normal dan fasia transversalis dan berbentuk huruf U dan V dan
terletak di bagian lateral dan superior. Batas cincin interna adalah pada bagian atas
muskulus transversus abdominis, iliopublik tract dan interfoveolar (Hasselbach) ligament
dan pembuluh darah epigastrik inferior di bagian medial. External inguinal ring adalah
daerah pembukaan pada aponeurosis muskulus obliqus eksternus, berbentuk U dangan
ujung terbuka ke arah inferior dan medial. 9
d. Isi kanalis inguinalis pria : 10
a. Duktus deferens
23

b. 3 arteri yaitu : 1. Arteri spermatika interna


2. Arteri diferential
3.Arteri spermatika eksterna
c. Plexus vena pampiniformis
d. 3 nervus: 1. Cabang genital dari nervus genitofemoral
2. Nervus ilioinguinalis
3. Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
e. 3 lapisan fasia: 1. Fasia spermatika eksterna, lanjutan dari fasia
innominate.
2. Lapisan kremaster, berlanjut dengan serabutserabut muskulus obliqus internus dan fasia otot.
3. Fasia spermatika interna, perluasan dari fasia
transversal.
f. Selubung hernia merupakan lapisan lapisan yang menyelubungi hernia.
Fruchaud Myopectineal Orifice
Daerah ini dibatasi oleh ligamentum inguinalis, pada bagian posterior dibatasi
oleh traktus iliopubis. Bagian medial dibatasi oleh bagian lateral musculus rectus
abdominis. Bagian superior dibatasi oleh lengkungan serabut otot abdominis transversus
dan otot obliquus internus, pada bagian lateral bebatas dengan musculus iliopsoas dan
bagian inferior oleh ligamentum cooper. Lubang ini ditembus oleh funiculus spermaticus,
dan bagian bawah oleh pembuluh darah vena dan arteri femoralis. Lubang myopectineal
dilindungi oleh aponeurosis transversus abdominis dan fascia transversalis
24

2.6. GEJALA DAN TANDA KLINIK


2.6.1. Gejala
Pasien mengeluh ada tonjolan di lipat paha ,pada beberapa orang adanya nyeri
dan membengkak pada saat mengangkat atau ketegangan.seringnya hernia ditemukan
pada saat pemeriksaan fisik misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum masuk kerja.
Beberapa pasien mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar biasanya pada hernia
ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke scrotum. Dengan bertambah
besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman dan rasa nyeri, sehingga pasien
berbaring untuk menguranginya.11
Pada umumnya hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit dibandingkan
hernia ingunalis lateralis.dan juga kemungkinannya lebih berkurang untuk menjadi
inkarserasi atau strangulasi.11
2.6.2. Tanda
Pada pemeriksaan hernia pasien harus diperiksa dalam keadaan berdiri dan
berbaring dan juga diminta untuk batuk pada hernia yang kecil yang masih sulit untuk
dilihat.kita dapat mengetahui besarnya cincin eksternal dengan cara memasukan jari ke
annulus jika cincinnya kecil jari tidak dapat masuk ke kanalis inguinalis dan akan sangat
sulit untuk menentukan pulsasi hernia yang sebenarnya pada saat batuk. Lain halnya pada
cincin yang lebar hernia dapat dengan jelas terlihat dan jaringan tissue dapat dirasakan
pada tonjolandi kanalis ingunalis pada saat batuk dan hernia dapat didiagnosa.9
Perbedaan hil dan him pada pemeriksaan fisik sangat sulit dlakukan dan ini tidak
terlalu penting mengingat groin hernia harus dioperasi tanpa melihat jenisnya. Hernia
ingunalis pada masing-masing jenis pada umumnya memberikan gambaran yang sama .
hernia yang turun hingga ke skrotum hampir sering merupakan hernia ingunalis lateralis.9
Pada inspeksi

25

Pasien saat berdiri dan tegang, pada hernia direct kebanyakan akan terlihat
simetris,dengan tonjolan yang sirkuler di cicin eksterna. Tonjolan akan menghilang pada
saat pasien berbaring . sedangkan pada hernia ingunalis lateralis akan terlihat tonjolan
yang yang bebentuk elip dan susah menghilang padaa saat berbaring.9
Pada palpasi
Dinding posterior kanalis ingunalis akan terasa dan adanya tahanan pada hernia
inguanalis lateralis. Sedangkan pada hernia direct tidak akan terasa dan tidak adanya
tahanan pada dinding posterior kanalis ingunalis. Jika pasien diminta untuk batuk pada
pemeriksaan jari dimasukan ke annulus dan tonjolan tersa pada sisi jari maka itu hernia
direct. Jika terasa pada ujung jari maka itu hernia ingunalis lateralis. Penekanan melalui
cincin interna ketika pasien mengedan juga dapat membedakan hernia direct dan hernia
inguinalis lateralis. Pada hernia direct benjolan akan terasa pada bagian depan melewati
Trigonum Hesselbachs dan kebalikannya pada hernia ingunalis lateralis. Jika hernianya
besar maka pembedaanya dan hubungan secara anatomi antara cincin dan kanalis
inguinalis sulit dibedakan. Pada kebanyakan pasien, jenis hernia inguinal tidak dapat
ditegakkan secara akurat sebelum dilakukan operasi.9
2.7. KOMPLIKASI
Hernia inkarserasi :
Hernia yang membesar mengakibatkan nyeri dan tegang
Tidak dapat direposisi
Adanya mual ,muntah dan gejala obstruksi usus.
Hernia strangulasi :
Gejala yang sama disertai adanya infeksi sistemik
Adanya gangguan sistemik pada usus.12
26

2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.8.1. Laboratorium
Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut:
Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi.
Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan menjadi
dehidrasi.
Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus genitourinarius yang
menyebabkan nyeri lipat paha.8
2.8.2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin hernia.
Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat paha atau
dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis.8
Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang tidak biasa terjadi, yaitu adanya
suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan Spontaneous Reduction of Hernia
En Masse. Adalah suatu keadaan dimana berpindahnya secara spontan kantong hernia
beserta isinya ke rongga extraperitoneal. Ada 4 tipe pembagian reduction of hernia en
masse :
1. Retropubic
2. Intra abdominal
3. Pre peritoneal
4. Pre peritoneal locule

27

2.9. PENATALAKSANAAN HERNIA


2.9.1. Penanganan DI IGD
- Mengurangi hernia.
- Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk mencegah nyeri. Pasien
harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat.
- Menurunkan tegangan otot abdomen.
- Posisikan pasien berbaring terlentang dengan bantal di bawah lutut.
- Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut sekitar 15-20 terhadap hernia
inguinalis.
- Kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi pembengkakan dan
menimbulkan proses analgesia.
- Posisikan kaki ipsi lateral dengan rotasi eksterna dan posisi flexi unilateral
(seperti kaki kodok)
- Posisikan dua jari di ujung cincin hernia untuk mencegah penonjolan yang
berlanjutselam proses reduksi penonjolan
- Usahakan penekanan yang tetap pada sisi hernia yang bertujuan untu
mengembalikan isis hernia ke atas. Jika dilakukan penekanan ke arah apeks akan
menyebabkan isis hernia keluar dari pintu hernia.
- Konsul ke ahli bedah jika usaha reduksi tidak berhasil dalam 2 kali percobaanm
- Teknik reduksi spontan memerlukan sedasi dam analgetik yang adekuat dan
posisikan Trendelenburg, dan kompres dingin selam a20-30 menit.7
Konsul bedah jika :
- Reduksi hernia yang tidak berhasil
- Adanya tanda strangulasi dan keadaan umum pasien yang memburuk
- Hernia ingunalis harus dioperasi meskipun ada sedikit beberapa kontraindikasi .
penanganan ini teruntuk semua pasien tanpa pandang umur inkarserasi dan
strangulasi hal yang ditakutkan dibandingkan dengan resiko operasinya.

28

- Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi kesehatan
saat dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi dapat dilakukan.
Operasi yang cito mempunyai resiko yang besar pada pasien geriatri.
- Jika pasien menderita hyperplasia prostate akan lebih bijaksana apabila dilakukan
penanganan terlebih dahulu terhadap hiperplasianya. Mengingat tingginya resiko
infeksi traktus urinarius dan retensi urin pada saat operasi hernia.
- Karena kemungkinannya terjadi inkarserasi, strangulasi, dan nyeri pada hernia
maka operasi yang cito harus di lakukan. Pelaksanaan non operasi untuk
mengurangi hernia inkerserasi dapat dicoba. Pasien di posisikan dengan panggul
dielevasikan dan di beri .analgetik dan obat sedasi untuk merelaxkan otot-otot.
- Operasi hernia dapat ditunda jika massa hernia dapat dimanipulasi dan tidak ada
gejala strangulasi.
- Pada saat operasi harus dilakukan eksplorasi abdomen untuk memastikan usus
masih hidup, ada tanda-tanda leukositosis.
- Gejala klinik peritonitis, kantung hernia berisi cairan darah yang berwarna gelap.7
Indikasi operasi :
- Hernia inguinalis lateralis pada anak-anak harus diperbaiki secara operatif tanpa
penundaan, karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama inkarserata, strangulasi,
yang termasuk gangren alat-alat pencernaan (usus), testis, dan adanya peningkatan risiko
infeksi dan rekurensi yang mengikuti tindakan operatif.
- pada pria dewasa, dilakukan operasi elektif atau cito terutama pada keadaan inkarserata
dan strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat (Robaeck-Madsen, Gavrilenko)
bahwa lebih baik melakukan elektif surgery karena angka mortalitas, dan morbiditas
lebih rendah jika dilakukan cito surgery.
1. Konservatif :

29

- Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan
tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat dan menetap
sampai terjadi reposisi
- Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi Trendelenburg, pemberian
sedatif parenteral, kompres es di atas hernia, kemudian bila berhasil, anak boleh
menjalani operasi pada hari berikutnya.
- Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi dan harus
dipakai seumur hidup. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan karena merusak kulit dan
otot abdomen yang tertekan, sedangkan strangulasi masih mengancam

2. Operatif
-Anak-anak Herniotomy :
Karena masalahnya pada kantong hernia,maka dilakukan pembebasan kantong hernia
sampai dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia, jika ada perlekatan lakukan
reposisi, kemudian kantong hernia dijahit setinggi-tinggi mungkin lalu dipotong.
Karena herniotomi pada anak-anak sangat cepat dan mudah, maka kedua sisi dapat
direparasi sekaligus jika hernia terjadi bilateral
- Dewasa Herniorrhaphy :
Perawatan kantung hernia dan isi hernia

Penguatan dinding belakang (secara Bassini, Marcy Ferguson, Halsted / Kirchner,


Lotheissen-Mc Vay (Coopers ligament repair), Shouldice, Tension free
herniorrhaphy)

Berliner repair

The Lichtenstein repair


30

The Wilkinson Technique

Abrahamson Nylon Darn Repair

Lichtenstein Plastic Screen Reinforcement

Klasifikasi dan terapi menurut Gilbert tipe I-IV

Rutkow Mesh-plug hernioplasty

Rives Prosthetic Mesh Repair

Stoppa Gerat Prosthetic for Reinforcement of the Visceral Sac


Minimally Invasive Surgery (Laparoscopy)
TAPP = Trans Abdominal Pre Peritoneal
TEP = Total Extra Peritoneal

2.9.2. TEKNIK-TEKNIK OPERASI HERNIA


Tujuan operasi adalah menghilangkan hernia dengan cara membuang kantung dan
memperbaiki dinding abdomen.
2.9.2.1. Operasi Hernia Ingunalis Lateralis

Incisi 1-2cm diatas ligamentum inguinal sehingga tembus searah dengan seratnya,
sayatan diperluas dari lateral ing cincin interna sampai tuberculum pubicum.
Pisahkan dan ligasi vena dari jaringan subkutan.13

Pada saat ini, aponeurosis oblikuus eksternus akan terlihat dengan serat berjalan
ke bawah ke arah medial. Incisi aponeurosis searah dengan arah seratnya,
kemudian ditarik dengan hak. Gunakan forceps untuk mengangkat dan meretraksi
ujungnya, sambil incisi diperluas melewati sayatan. Cari nervus inguinal dan
lindungi selama operasi selama operasi dengan menjauhkan dari lapangan
operasi.13

Kemudian sayat secara tumpul, keluarkan spermatic cord bersamaan dengan


kantung hernia yang merupakan satu massa dan masukkan jari di sekelilingnya.
31

Amankan massa dengan menggunakan gauze. Dan menggunakan sayatan tajam


dan tumpul, pisahkan kantung dari cord (vasa deferen dan pembuluh darah) lapis
demi lapis.13

Perluas sayatan hingga leher kantung tepat di cincin interna, sehingga terlihat
lapisan peritoneal fat. Buka kantung diantara dua pasang forcep kecil, dan periksa
rongga abdomen dengan jari hingga membuka.13

Terus putar kantung untuk memastikan isinya kosong. Lehar diikat dengan
benang 2/0, tahan ikatannya, dan kantung diexcisi.13

Perhatikan punctum untuk memastikan ikatannya cukup kuat. Ketika ikatannya


dipotong, maka punctum masuk ke dalam cincin dan tidak terlihat.

Tujuan dari prosedur Bassini adalah untuk memperkuat dinding posterior. Dengan
cara menjahitkan M. transversus abdominis dan aponeurosis M. obliquus
abdominis internus atau conjoint tendon ke ligamentum inguinal. Prosedur ini
juga menyempitkan cincin interna.

Mulai perbaikan dengan menggunakan benang no.1. Jahitan silang harus


dimasukkan melewati ligamentum inguinalis pada jalur yang berbeda dengan arah
serat, serat dirawat terpisah sepanjang garis ligamentum. Masukkan jahitan silang
pertama ke ligamentum pectineal.13

Masukkan jahitan berikutnya melalui conjoined tendon dan ligamentum inguinal,


teruskan ke arah lateral untuk memasukkan jahitan silang pada bagian ini.
Tinggalkan jahitan silang tanpa diikat sehingga semuanya masuk.13

Kemudian jahitan silang didekatkan ke cincin sebelum jahitannya diikat, dan


harus masih bisa dilalui ujung jari melewati cincin sepanjang cord. Kemudian ikat
jahitan dimulai dari tengah dan potong ujungnya.13

Dan terakhir, tambahkan tegangan sehingga cincin interna masih bisa dilalui
ujung jari.13

Tutup aponeurosis obliquus eksterna secara kontinyus dengan chromic cat gut 0.13

Jahit kulit secara interrupted 2.0.13

Adapun teknik-teknik operasi hernia ada beberapa cara, yaitu


32

Mercy

dikenal

dengan

ligasi

sederhana

dengan

diangkat

tinggi

kantungnya.melewati ingunal yang dikombinasi dengan pengikatan cincin interna.

Bassini, dahulu merupakan metode yang sering digunakan, dengan cara conjoint
tendon didekatkan dengan ligamentum Pouparts dan spermatic cord diposisikan
seanatomis mungkin di bawah aponeurosis muskulus oblikuus eksterna.

Halsted, menempatkan muskulus oblikuus eksterna diantara cord kebalikannya


cara Bassini.

Mc Vay, dikenal dengan metode ligamentum Cooper, meletakkan conjoint tendon


lebih posterior dan inferior terhadap ligamentum Cooper.14

2.9.2.2. Shouldice
Menurut Abrahamson (1997) prinsip dasar teknik Shouldice adalah Bassini multi layer,
Adapun tahapan hernioplasty menurut Shouldice:
Langkah pertama:

Setelah dilakukan incisi garis kulit sampai fasia, dengan preparasi saraf
ilioinguinal dan iliohipogastrika, bebaskan funikulus dari fasia transversalis
sampai ke cincin interna, membuang kantong dan ligasi setinggi mungkin.2

Dilanjutkan dengan memotong fasia transversalis dan membebaskan lemak pre


peritoneal. Langkah berikutnya dilakukan rekonstruksi dinding belakang inguinal
dengan jahitan jelujur membuat suatu flap dari tepi bawah fasia ke bagian
belakang flap superior, usahakan titik jahitan tidak segaris dengan jarak 2-4 mm.2

Langkah berikutnya dilakukan rekonstruksi dinding belakang inguinal dengan


jahitan jelujur membuat suatu flap dari tepi bawah fasia ke bagian belakang flap
superior, usahakan titik jahitan tidak segaris dengan jarak 2-4 mm.13

Bagian flap superior yang berlebih dijahitkan kembali pada lapisan dibawahnya
dengan jelujur membentuk lapisan ke dua (gambarA). Demikian seterusnya
dengan menjahit tendon konjoin ke ligamentum inguinal membentuk lapisan ke
33

tiga (gambar B). Kemudiaan penjahitan aponeorosis obliqus eksterna membentuk


lapisan ke empat (gambar C). 132.9.2.3. Lichtenstein Tension free
Tehnik pemasangan mesh pada Lichtenstein seperti berikut (Wexler, 1997) :
1. Dilakukan terlebih dahulu herniotomi.
2. Letakkan bahan mesh ukuran 10x5 cm diletakkan di atas defek, disebelah bawah
spermatik kord.
3. Dilakukan penjahitan dengan benang non absorbsi 3-0 ke arah :
- Medial : perios tuberkulum pubikum.
- Lateral : melingkari spermatik kord.
- Superior : pada konjoin tendon.
- Inferior : pada ligamentum inguinal. 13
Karena penjahitan pada tehnik Shouldice dilakukan cara jelujur tidak terputus
pada titik yang berbeda kesegarisannya menyebabkan tarikan yang terjadi menyebar dan
terdistribusi dibanyak titik sehingga rasa nyeri menjadi tidak dominan disatu tempat. Hal
inilah yang menyebabkan keluhan rasa nyeri pasca operasi menjadi lebih ringan
dibanding tehnik konvensional lainnya.13
Penggunaan material sintetis sebagai penutup defek miopektineal dinding
belakang kanalis inguinal memerlukan persyaratan tertentu, prostesis yang dipakai harus
cukup kuat sebagai penyangga, tidak bersikap alergen, mempunyai potensi untuk
menimbulkan respon inflamasi dan cepat berintegrasi dengan jaringan sekitar. Agar
integrasi menjadi solid, prostesis berupa anyaman yang berpori sehingga jaringan tumbuh
diantara pori-pori tersebut. Polypropylene mesh dikategorikan memiliki sifat tersebut
34

serta mampu bersifat permanen sehingga tidak diperbolehkan kontak langsung dengan
organ visera karena akan menimbulkan perlengketan serta obstruksi atau pembentukan
fistula. Saat ini polypropylen mesh dipilih sebagai prostesis baku dalam petatalaksanaan
hernio plasty.6
Hernioplasty dengan polypropylene mesh mencegah terjadinya peregangan
sewaktu rekonstruksi dinding belakang kanalis inguinal sehingga perasaan nyeri pasca
operasi dapat berkurang dengan nyata. Diikuti pemulihan dan kembali kepada aktivitas
rutin yang lebih dini, serta pencegahan rekurensi jangka panjang. Pemulihan dan
kemampuan kerja setelah operasi ternyata sangat dipengaruhi oleh rasa sakit (Callesen,
1999). Bax (1999) melaporkan dengan polypropylene mesh lebih dari 60% pekerja kasar
dan lebih dari 90% pekerja kantoran telah dapat bekerja dalam 10 hari. Ismail (2000)
melaporkan 74 % penderita telah kembali mengemudikan mobil dalam 10 hari, 49 %
diantaranya dalam 7 hari.6
Untuk mencegah rekurensi jangka panjang penggunaan material harus cukup
lebar untuk menutup seluruh defek miopektineal (dengan ukuran 10 x 5 cm), tidak terjadi
lipatan-lipatan, melingkari bagian dari spermatik kord di daerah kanalis inguinal interna.6

BAB V
KESIMPULAN
Hernia merupakan kasus tersering di bagian bedah abdomen sesudah appendicitis.
Hernia didefinisikan adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan
melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat
terjadi di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen
pada umumnya daerah inguinal.
Hernia inguinalis dibagi dua jenis hernia inguinalis medialis/hernia inguinalis
directa/hernia inguinalis horisontal dan hernia ingunalis lateralis/ hernia indirecta/hernia
35

obliqua. Yang tersering hernia inguinalis lateralis angka kejadiannya lebih banyak pada
laki-laki dan yang paling sering adalah yang sebelah kanan.
Pada hernia inguinalis lateralis processus vaginalis peritonaei tidak menutup
(tetap terbuka).
Komplikasi yang terjadi yaitu inkarserasi dan strangulasi. Jika sudah terjadi
strangulasi penanganan segera adalah dengan operasi.
Operasi hernia ada berbagai macam teknik yaitu : Marcy, Bassini, McVay,
Shouldice, Lichtenstein Tension free.

DAFTAR PUSTAKA
1. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17 th
Edition. Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-1217.
2. Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartzs Principles of Surgery.
Eighth edition. New York. Mc Graw-Hill. 1353-1394.
3. Inguinal Hernia: Anatomy and Management
http://www.medscape.com/viewarticle/420354_4
4. Manthey, David. Hernias .2007. http://www.emedicine.com/emerg/topic251.htm
5. Norton,Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic
Science and Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803.
6. http://www.hernia.tripod.com/inguinal.html
36

7. Kerry V. Cooke.incarcerated hernia.2005. http://www.webmed.com


8. http://www.webmed.com/digestive-disorders/tc/Inguinal-Hernia-Symptoms
9. Way, Lawrence W. 2003. Hernias & Other Lesions of the Abdominal Wall.
Current Surgical Diagnosis and Treatment. Eleventh edition. New York. Mc
Graw-Hill. 783-789.
10. http://www.healthsystem.virginia.edu/toplevel/home/
11. http://www.webmed.com/digestive-disorders/tc/Inguinal-Hernia
12. Bland, Kirby I. 2002. Inguinal Hernias. The Practice of General Surgery. New
York. WB Saunders Company. 795-801
13. Cook, John. 2000. Hernia. General Surgery at the Distric Hospital. Switzerland.
WHO. 151-156.
14. Zinner, Michael J. 2001. Hernias. Maingots Abdominal Operation. Volume 1.
Tenth edition. New York. Mc Graw-Hill. 479-525.

37

Anda mungkin juga menyukai