Anda di halaman 1dari 11

1.

Embriologi pendengaran
Pendengaran pada manusia berasal dari perkembangan janin. Pada saat
janin berumur 22 hari akan mulai terbentuk cikal bakal organ pendengaran. Hal
yang lebih spesifik lagi, ketika berumur 22 hari yaitu terbentuknya derivat lima
lengkung faring. Pada lengkung faring pertama inilah organ pendengaran mulai
terbentuk. (Rohed, 2009)
Mencakup tulang rawan (kartilago mackel) dan bersendi denngan basis
crania. Persendian ini pada manusia merupakan sendi antara malieus dan incus.
Kdeuanya tulang-tulang pendengaran kecil (ossicle). Yang muncul dari
kartilago mackel. Sisa kartilago ini menginduksi pembentukan tulang rahang
bawah(mandibula dari mesenkim dan saraf-sarafnya. (Rohed, 2009)

Embrilogi telinga :
a. Embriologi telinga luar
Pertumbuhan telinga dimulai pada minggu ke-4 dari kehidupan
fetus, dimana mesoderm dari cabang pertama dan kedua brankial
membentuk 6 tonjolan (hillock of his ) yang mengelilingi
perkembangan liang telinga luar dan kemudian bersatu untuk
membentuk daun telinga dengan pembagian sebagai berikut :
- cabang brankial pertama :

> tonjolan pertama : membentuk tragus


> tonjolan kedua : membentuk crus helisis
> tonjolan ketiga : membentuk heliks
- cabang brankial kedua :
> tonjolan keempat : membentuk antiheliks
> tonjolan kelima : membentuk antitragus
>tonjolan keenam : membentuk lobulus dan heliks bagian bawah
b. Embriologi telinga tengah
kantong faringeal ini telah nyata terlihat pada

minggu ke-3

perkembangan dan pada minggu ke-6 telah memanjang dan memipih


pada ujung distalnya. Menjelang minggu ke-8, fundus kantong
faringeal yang telah mendatar akan meluas membentuk awal ruang
telinga tengah.
c. Embriologi telinga dalam
telinga dalam adalah organ pertama dari tubuh yang dalam
perkembangan telah terbentuk secara sempurna baik dalam ukuran
maupun konfigurasinya yaitu pada kehamilan trimester ke-2.
(James O.1982).
Jenis gangguan pendengaran
a. gangguan pendengaran konduktif di liang telinga. Karena infeksi
telinga, tumor, atau benda (seperti penumpukan lilin) di telinga
b. kehilangan pendengaran sensorineural : kerusakan sel-sel rambut
telinga dalam. Faktor usia terkait perubahan saraf dan sel sensorik
c. gangguan pendengaran campuran (kombinasi)
kerusakan telinga luar/tengah serta telinga dalam (koklea) atau saraf
pendengaran. Karena cedera kepala, infeksi kronis, atau atau kelainan
bawaan.
Bertubuh pendek
Faktor- faktor yang mempengaruhi :
a. kekurangan yodium : hormon tiroid (-) menjadikan kreatinisme

b. kekurangan hormon pertumbuhan : HGH (Human Growth Hormone)


yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary
c. faktor keturunan
d. sindrom turner
e. Cushing : kelebihan hormon kortisol
(Almatsier, Sunita.2004).

2. Siklus Endomentrium, terdiri dari 4 fase, yaitu:


a. Fase menstruasi
Endometrium lepas dari dinding uterus dengan disertai
pendarahan (darah dari pembuluh darah endometrium) dan
lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata
fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari) ada
juga yang menyatakan 3-7 hari.

b. Fase proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat
yang berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14
dari siklus haid. Dalam fase ini endometrium tumbuh
menjadi setebal 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari
semula, yang akan berakhir saat ovulasi.
c. Fase sekresi/luteal
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar
tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir
fase sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan
sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan
halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi
kelenjar.

d. Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar
sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi
pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang mensekresi
estrogen dan progesteron menyusut. Lapisan fungsional
terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi
dimulai.
-

Siklus Ovulasi
merupakan

peningkatan

kadar

estrogen

yang

menghambat

pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing


hormon). Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit
sekunder dari folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak
matur (sel primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel
mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan
estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi
folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan
terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi
korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak aktivitas
fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon
estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi,
korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga
lapisan fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya
luruh.
-

Hipofisis-hipotalamus
Pada saat mendekati akhir siklus menstruasi yang normal, kadar
estrogen dan progesteron dalam akan darah menurun. Kadar
hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi
hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone
(Gn-RH). Selanjutnya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel
stimulating

hormone

(FSH). Kemudian

FSH

menstimulasi

perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya.


Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu
hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH).
LH mencapai puncak kerjanya pada sekitar hari ke-13 atau ke-14
dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi
ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu
kadar estrogen dan progesteron menurun, maka akan terjadi
menstruasi. (Bobak,2004)

Menstuasi disebabkan karena berkurangnya hormon estrogen dan


progesteron karena koprpus luteum di ovarium tiba-tiba berhenti.
Pada masa menstruasi banyak leukosit dan bahan nekrotik darah.
Akibat banyaknya leukosit yang keluar ini dapat menyebabkan
uterus menjadi sangat resisten terhadap infeksi selama siklus
menstruasi.

Dari

peluruhan

dinding

endometrium

juga

mengeluarkan prostagladin yang menimbulkan rasa nyeri pada


wanita yang sedang menstruasi (Guyton,2007)

Pada wanita usia reproduksi terjadi siklus menstruasi oleh


aktifnya

aksis

hipothalamus-hipofisis-ovarium.

Hipothalamus

menghasilkan hormon GnRH (gonadotropin releasing hormone)


yang menstimulasi hipofisis mensekresi hormon FSH (follicle
stimulating hormone) dan LH (lutinuezing hormone). FSH dan LH
menyebabkan serangkaian proses di ovarium sehingga terjadi
sekresi hormon estrogen dan progesteron.
Mekanisme umpan balik positif dan negatif aksis
hipothalamus hipofisis ovarium
Tingginya kadar FSH dan LH akan menghambat sekresi hormon

GnRH oleh hipothalamus. Sedangkan peningkatan kadar estrogen


dan progesteron dapat menstimulasi (positif feedback, pada fase
folikuler) maupun menghambat (inhibitory/negatif feedback, pada
saat fase luteal) sekresi FSH dan LH di hipofisis atau GnRH di
hipothalamus

Perubahan

kadar

hormon

saat

siklus

menstruasi

Proses di dalam ovarium bertanggungjawab terhadap naik turunnya


kadar hormon yang memicu ovulasi dan perubahan endometrium.
Proses siklik di ovarium disebut siklus ovarium yang terdiri dari
fase folikular dan fase luteal.

Pada awal fase folikuler terjadi umpan balik negatif estrogen


Pada awal fase folikular, sekresi pulsatil GnRH semakin meningkat
frekuensinya dan ini memicu peningkatan LH dan FSH yang akan
berperan dalam perkembangan folikel di ovarium. Sementara itu,
seiring perkembangan folikel karena pengaruh FSH, estrogen
semakin banyak diproduksi sedangkan progesteron masih rendah.
Makin tinggi kadar estrogen akan semakin menekan sekresi FSH
dan LH (umpan balik negatif/negative feedback). Akibatnya,
walaupun frekuensi pulsatil GnRH meningkat namun umpan balik
negatif estrogen menyebabkan hasil akhir berupa stabilisasi atau
sedikit penurunan kadar FSH dan LH (yang sebelumnya di awal
fase

folikuler

meningkat)

Umpan balik positif estrogen memicu LH surge sehingga


terjadi ovulasi

Umpan balik negatif peningkatan kadar estrogen pada fase luteal


tidak berlangsung terus menerus. Peningkatan yang tinggi dampai
titik tertentu tidak berefek menghambat namun malah akan
menstimulasi peningkatan sekresi FSH dan LH yang tiba-tiba (LH
surge). Ternyata

peningkatan LH tiba-tiba ini akan dan

menyebabkan pecahnya folikel sehingga terjadi ovulasi (keluarnya


ovum dari ovarium).

Pada fase luteal terjadi umpan balik negatif progesteron


dan estrogen
Folikel yang ditinggalkan ovum akan berkembang menjadi corpus
luteum

yang

mensekresi

progesteron

sehingga

kadarnya

meningkat. Hormon estrogen yang sempat menurun setelah


ovulasi, kadarnya akan meningkat lagi karena corpus luteum juga
menghasilkan estrogen. Berbeda dengan saat fase folikuler akhir,
pada fase luteal ini tingginya kadar estrogen menghambat
hypothalamus dan hipofisis sehingga frekuensi pulsatil GnRH dan
kadar FSH/LH menjadi rendah (umpan balik negatif/negative
feedback). Usia corpus luteum adalah 12 hari kemudian masuk
proses degenerasi, akibatnya pada hari ke 14 kadar progesteron dan
estrogen menjadi rendah. Rendahnya

kadar estrogen dan

progesteron akan menstimulasi peningkatan frekuensi pulsatil


GnRH dan sekresi FSH/LH. Fase siklus ovulasi kemudaian masuk
ke fase folikuler lagi (Guyton and hall, 2011).

3. Bertubuh pendek
a. Penyakit dengan ciri bertubuh pendek
1) Sindrom Turner (disebut juga sindrom Ullrich-Turner, sindrom
Bonnevie-Ullrich, sindrom XO, atau monosomi X) adalah suatu
kelainan genetik pada wanita karena kehilangan satu kromosom X.
Wanita normal memiliki kromosom seks XX dengan jumlah total
kromosom sebanyak 46, namun pada penderita sindrom Turner
hanya memiliki kromosom seks XO dan total kromosom 45. Hal
ini terjadi karena satu kromosom hilang saat nondisjungsi atau
selama gametogenesis (pembentukan gamet) atau pun pada tahap
awal pembelahan zigot.

Wanita dengan sindrom Turner akan memiliki kelenjar


kelamin (gonad) yang tidak berfungsi dengan baik dan dilahirkan
tanpa ovari atau uterus. Apabila seorang wanita tidak memiliki
ovari maka hormon estrogen tidak diproduksi dan wanita tersebut
menjadi infertil. Namun, apabila seorang penderita sindrom Turner
memiliki sel normal (XX) dan sel cacat (sindrom Turner/XO) di
dalam tubuhnya, maka ada kemungkinan wanita tersebut fertil.
Wanita dengan keadaan demikian disebut mosaikisme (mosaicism).
Penderita sindrom Turner memiliki beberapa cenderung ciri fisik
tertentu seperti bertubuh pendek, kehilangan lipatan kulit di sekitar
leher, pembengkakan pada tangan dan kaki, wajah menyerupai
anak kecil, dan dada berukuran kecil. Beberapa penyakit cenderung
menyerang penderita sindrom ini, di antaranya adalah penyakit
kardiovaskular, penyakit ginjal dan tiroid, kelainan rangka tulang
seperti skoliosis dan osteoporosis, obesitas, serta gangguan
pendengaran dan penglihatan.
Sebagian besar penderita sindrom ini tidak memiliki
keterbelakangan intelektual, namun dibandingkan wanita normal,
penderita memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menderita
keterbelakangan intelektual. Sebagian penderita sindrom Turner
memiliki kesulitan dalam menghafal, mempelajari matematika,
serta kemampuan visual dan pemahaman ruangnya rendah.
Perbedaan fisik dengan wanita normal juga membuat penderita
sindrom Turner cenderung sulit untuk bersosialisasi.
b. Faktor yang mempengaruhi
1) Faktor keturunan
Mirip dengan kromosom Y, pada kromosom X terdapat regio
pseudoautosomal yang mengandung gen-gen yang lolos dari inaktivasi
X. Salah satu gen yang terletak pada regio pseudoautosomal tepatnya
pada PAR 1 adalah gen SHOX. SHOX merupakan gen yang terdapat
pada kromosom X dan kromosom Y. SHOX berperan dalam ekspresi

protein yang mengatur aktivitas gen lain, menghasilkan protein yang


dikenal

sebagai

faktor

transkripsi.

SHOX

berperan

selama

perkembangan embrio untuk mengontrol pembentukan struktur tubuh.


Secaraspesifik

protein

SHOX

peranannya

penting

dalam

perkembangan tulang, terutama dalam pertumbuhan dan maturasi


tulang lengan dan tungkai.
2) Faktor kekurangan yodium
3) Kekurangan hormon pertumbuhan

4.

Pendengaran
Faktor-faktor yang mempengaruhi :

a. Infeksi
Contohnya congenital rubella, cytomegalovirus, toxoplasmosis,
bacterial meningitis, chronic purulent otitis media, mastoiditis,
endolabyrinthitis, sifilis.
proses patologis yang terjadi hingga menyebabkan gangguan
pendengaran masih belum dapat dipastikan.
b. Masalah perinatal
Prematuritas, hipoksia

berat,

hiperbilirubinemia.

Gangguan

pendengaran yang terjadi bersifat tuli sensorineural.


c. Trauma
Fraktur tulang temporal, perdarahan pada telinga tengah atau
koklea, dislokasi osikular, trauma suara (Nelso, 2014).
4) Konseling genetika
Yang pertama kali harus dilakukan adalah menentukan ketepatan
diagnosis, pemeriksaan kritis data medis dan atau evaluasi dari
keluarga sangat dibutuhkan pada tahap ini. Selanjutnya, pengolahan

informasi yakni dalam bentuk silsilah keluarga untuk mengetahui pola


penrunan. Sehingga nantinya akan sesuai perbandingannya dengan
diagnosis yang diharapkan.
Kemudian, ketepatan diagnosis yang dipengaruhi oleh adanya
banyak etiologi untuk fenotip tertentu dan kesediaan untuk uji
diagnosis tertentu. Yang harus selalu diingat bahwa perubahan gen
juga sangat terpengaruh oleh lingkungan yang tentu saja lebih sulit
dikuasai.
Sebelum menemui dokter atau konselen diharapkan pasien telah
mengetahui informasi lain yang dapat diluruskan atau ditambahkan
nantinya. Selai itu, prognosis dan terapi harus selalu ditinjau ulang
(Harrison, 2000).

Anda mungkin juga menyukai