Anda di halaman 1dari 20

1

REFLEKSI KASUS

PENANGANAN BAYI LAHIR DENGAN IBU TBC

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik


Bagian Pediatrik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh
Wahid Nur Arifin
20100310193
Diajukan Kepada :
dr. H. Heru Wahyono, Sp. A

BAGIAN PEDIATRI
RSUD SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

HALAMAN PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS
PENANGANAN BAYI LAHIR DENGAN IBU TBC

Disusun Oleh:
Wahid Nur Arifin
20100310193

Disetujui oleh:
Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Pediatri
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. H. Heru Wahyono., Sp.A

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan refleksi kasus yang berjudul penanganan
bayi lahir dengan ibu tbc sebagai syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan
profesi kedokteran di bagian Pediatri.
Dalam penyusunan refleksi kasus ini telah melibatkan banyak pihak, sehingga
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. H. Heru Wahyono, Sp.A selaku dokter pembimbing yang telah
mengarahkan dan membimbing dalam menjalani stase Anak serta dalam
penyusunan refleksi kasus ini.
2. dr. Handayani, Sp.A atas bimbingan dan bantuanya selama menjalani
kepanitraan klinik di bagian Anak RSUD Setjonegoro Wonosobo.
Penulis berharap bahwa refleksi kasus ini dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan bagi penulis dan pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Wonosobo, 21 Mei 2015
Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................2
KATA PENGANTAR....................................................................................................3
DAFTAR ISI..................................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................5
1.

Latar Belakang.......................................................................................................6

2. TUBERKULOSIS PARU PADA KEHAMILAN...................................................7


2.1 Pengaruh kehamilan pada tuberkulosis................................................................7
2.2 Pengaruh tuberkulosis pada kehamilan................................................................7
2.3 Pengaruh tuberkulosis pada persalinan................................................................8
2.4 Pengobatan tuberkulosis dalam kehamilan..........................................................8
3.

PATOGENESIS PENYEBARAN TUBERKULOSIS PADA BAYI.....................9


3.1 Tuberkulosis kongenital.......................................................................................9
3.2 Tuberkulosis perinatal........................................................................................10
3.3 Manifestasi klinis...............................................................................................12

4.

PENANGANAN BAYI DARI IBU DENGAN TUBERKULOSIS....................12


4.1 Bayi baru lahir sehat dari ibu tuberkulosis aktif................................................12
4.2 Tuberkulosis kongenital.....................................................................................13
4.3 Bayi dari ibu dalam pengobatan tuberkulosis paru............................................13
4.4 Bayi dari ibu yang telah selesai pengobatan tuberkulosis paru.........................14
4.5 Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak................................................15
4.6 Pemberian ASI pada bayi dari ibu dengan tuberkulosis....................................17

KESIMPULAN...........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................19

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Patogenesis penyebaran infeksi tuberkulosis neonatal.............................11
Gambar 2. Algoritme penanganan bayi dari ibu tuberculosis.....................................16

1.

Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh manusia.
Kuman Mycobacterium tuberculosis penyebab tuberkulosis telah ditemukan oleh
Robert Koch lebih dari 100 tahun yang lalu.1 Walaupun telah dikenal lama dan
telah lama ditemukan obat-obat antituberkulosis, hingga saat ini tuberkulosis
masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia, khususnya di negara
berkembang, karena penyebaran tuberkulosis berkaitan dengan kemiskinan,
perawatan kesehatan yang buruk, lingkungan yang padat, dan keadaan
imunodefisiensi. Dengan demikian sebagian besar kasus tuberkulosis terjadi di
negara berkembang, termasuk Indonesia.1,2 Di Amerika Serikat secara keseluruhan
tuberkulosis sudah berkurang pada dekade sekarang. Dengan munculnya epidemi
HIV/AIDS di dunia maka jumlah penderita tuberkulosis cenderung meningkat
kembali.2,3
Di Indonesia, kasus baru tuberkulosis hampir separuhnya adalah wanita, dan
menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Kira-kira 1-3% dari semua
wanita hamil menderita tuberkulosis. Di Amerika Serikat sejak tahun 1985-1990
tercatat angkat tuberkulosis dalam kehamilan adalah 12 kasus per 100.000
kelahiran, dan meningkat pada periode 1991-1992 menjadi 95 per 100.000
kelahiran. Terdapat 16 wanita hamil dengan tuberkulosis aktif, dan 7 dari 11 yang
diperiksa menderita positif HIV.3
Pada kehamilan terdapat perubahan-perubahan pada sistem humoral, imunologis,
peredaran darah, sistem pernafasan, seperti terdesaknya diafragma ke atas,
sehingga paru-paru terdorong ke atas dan volume residu pernafasan berkurang.
Sedangkan pada kehamilan pemakaian oksigen bertambah kira-kira 25%
dibandingkan di luar kehamilan. Apabila penyakitnya berat atau prosesnya luas
dapat menyebabkan hipoksia sehingga hasil konsepsi dapat mengalami partus
prematurus, bahkan kematian janin. Proses kehamilan, persalinan, masa nifas, dan

laktasi mempunyai pengaruh kurang menguntungkan terhadap jalannya penyakit


dan daya tahan tubuh yang menurun akibat kehamilan.2
2. TUBERKULOSIS PARU PADA KEHAMILAN
Terdapat empat perjalanan penyakit tuberkulosis paru pada kehamilan, yaitu
pengaruh kehamilan pada tuberkulosis, pengaruh tuberkulosis pada kehamilan,
pengaruh tuberkulosis pada persalinan, dan pengaruh tuberkulosis pada bayi.2

2.1 Pengaruh kehamilan pada tuberkulosis


Tidak selalu mudah untuk mengenal ibu hamil dengan tuberkulosis paru, terutama
jika penderita tidak menunjukkan gejala yang khas seperti badan kurus, batuk
menahun, atau hemoptoe. Tuberkulosis aktif dapat tidak membaik atau memburuk
dengan adanya kehamilan. Kehamilan juga bisa meningkatkan resiko tuberkulosis
aktif terutama pada periode post partum.3

2.2 Pengaruh tuberkulosis pada kehamilan


Sebenarnya pengaruh utama tuberkulosis pada kehamilan adalah mencegah
terjadinya konsepsi, dimana banyak diantara penderita tuberkulosis yang
mengalami infertilitas. Sistem genitalia dapat menjadi fokus primer dari
tuberkulosis paru, umumnya mengenai tuba fallopii. Infeksi biasanya dimulai dari
distal, kemudian menyebar ke bagian proksimal dan akhirnya mengenai uterus,
tetapi jarang mengenai serviks atau bagian bawah dari sistem genitalia. Infeksi
tuberkulosis pada sistem genitalia seringkali tidak menunjukkan gejala sampai
bertahun-tahun dan baru terlihat ketika sudah terjadi perlengketan dengan alat
dalam rongga panggul. Walaupun pada beberapa wanita dengan tuberkulosis
dapat menjadi hamil, seringkali hasil konsepsi sering berimplantasi pada tuba
fallopii dari pada uterus.

Jika bayi lahir dari ibu tuberkulosis, umumnya mempunyai berat badan lahir
rendah, kecil masa kehamilan, resiko persalinan prematur menjadi dua kali lipat,
dan kematian perinatal meningkat enam kali lipat. Resiko ini berhubungan dengan
keterlambatan diagnosis, pengobatan yang tidak teratur, dan luasnya kelainan
paru. Tidak cukup bukti bahwa tuberkulosis paru meningkatkan kejadian abortus
spontan atau kelainan kongenital.3

2.3 Pengaruh tuberkulosis pada persalinan


Setengah dari jumlah kasus yang dilaporkan selama proses persalinan terjadi
infeksi pada bayi yang disebabkan karena teraspirasi sekret vagina yang terinfeksi
kuman tuberkulosis.3

2.4 Pengobatan tuberkulosis dalam kehamilan


Pengobatan tuberkulosis dalam kehamilan dibedakan menjadi pengobatan medis
dan penanganan obstetri.
Pengobatan Medis
Pengobatan tuberkulosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan
penderita yang tidak hamil. Obat primer yang telah diketahui efektif dan dapat
ditoleransi yaitu isoniazid, rifampisin dan ethambutol.3,6,12
Streptomisin adalah satu-satunya obat telah yang terbukti memiliki efek
merugikan pada janin berupa efek ototoksik, yang menyebabkan tuli
sensorineural pada bayi, sehingga tidak boleh diberikan pada ibu hamil dengan
tuberkulosis. Terdapat satu laporan ethionamide ditemukan menyebabkan efek
teratogenik, sedangkan ethambutol dan rifampisin juga telah dihubungkan dengan
peningkatan insiden keterlambatan pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan
malformasi. Efek yang merugikan dari isoniazid yaitu terdapat sedikit

peningkatan resiko pada sistem saraf pusat, tetapi tidak meningkatkan resiko
kelainan kongenital atau abortus.3,12
Walaupun beberapa penelitian tidak menunjukkan efek teratogenik dari isoniazid
pada wanita post partum, tetapi beberapa rekomendasi menunda pengobatan ini
sampai persalinan bahkan 3-6 bulan post partum. Alternatif lain dapat ditunda
sampai 12 minggu pada penderita asimptomatik. Sedangkan pada penderita yang
simptomatik dimana tuberkulosis paru bisa berbahaya baik bagi ibu ataupun janin,
maka harus diberikan terapi. 3,6
Pengobatan Obstetri
Pemeriksaan antenatal care yang teratur, termasuk istirahat, makanan bergizi,
pengobatan anemia, dan dukungan keluarga. Pengobatan obstetri yang optimal
didasarkan pada pertimbangan ibu dan janin. Berikan isolasi yang memadai
selama persalinan dan pasca persalinan. Bayi harus diperiksa untuk mengetahui
adanya tuberkulosis. Walaupun infeksi transplasental jarang, bayi memiliki resiko
terinfeksi melalui kontak dengan ibu dengan tuberkulosis aktif.
3. PATOGENESIS PENYEBARAN TUBERKULOSIS PADA BAYI

3.1 Tuberkulosis kongenital


Tuberkulosis kongenital sebenarnya jarang terjadi. Hal ini disebabkan pada
umumnya wanita dengan tuberkulosis dapat menjadi infertil karena tuberkulosis
organ genitalia. Selain itu tuberkulosis kongenital lebih sering terjadi pada
infeksi primer ibu dibandingkan pada keadaan reaktivasi dari penyakit pada
waktu lampau. Infeksi tuberkulosis neonatal juga tidak mungkin terjadi jika ibu
yang menderita tuberkulosis paru aktif telah berobat minimal 2 minggu sebelum
bersalin.6-9

10

Transmisi kongenital dapat terjadi melalui infeksi pada plasenta karena


bakteremia selama kehamilan, sehingga janin dapat terinfeksi. Pada setengah
kasus infeksi didapatkan penyebaran hematogen pada hati atau paru melalui
vena umbilikalis (Gambar 1). Penyebaran hematogen dapat menyebabkan
pembentukan kompleks primer di berbagai organ terutama hati dan paru. Basil
di paru biasanya tetap dormant sampai bayi lahir, ketika terdapat oksigenasi
paru dan sirkulasi paru meningkat. Pada kasus yang terinfeksi melalui aspirasi
atau ingesti cairan amnion yang terinfeksi umumnya menyebabkan kompleks
primer di saluran cerna. 3,6,7

3.2 Tuberkulosis perinatal


Pada setengah kasus lainnya, infeksi disebabkan aspirasi atau ingesti cairan
amnion yang terinfeksi atau aspirasi sekret vagina yang terinfeksi selama proses
persalinan (Gambar 1). Bayi yang lahir dari ibu tuberkulosis aktif yang tidak
berobat serta tuberkulosis milier dianjurkan dipisahkan dari ibunya. Jika tidak,
resiko bayi baru lahir menjadi tuberkulosis sebesar 50% pada tahun pertama,
yang disebut sebagai tuberkulosis perinatal.3,6 Selain itu juga perlu dilakukan
pemeriksaan histopatologis plasenta. Jika ditemukan tuberkel pada plasenta,
maka dilakukan juga pemeriksaan pada bayi. Jika tidak ditemukan kelainan
pada plasenta, maka pada bayi resiko tinggi dilakukan pemeriksaan pulasan dan
kultur dari aspirasi lambung. Jika kuman positif maka bayi harus diobati dengan
baik sesuai dengan hasil kultur.3,6

Pemeriksaan penunjang tersebut perlu

dilakukan karena manifestasi klinis maupun radiologis toraks tidak khas.7,8

11

TUBERKULOSI
S

WANITA - TBC
AKTIF

FOKUS PRIMER TBC


PADA GENITALIA
INTERNA

HAMIL
INFERTIL
TIDAK
BEROBA
T

BEROBAT
TERATUR

REAKTIVA
SI
NONINFEKTIF

IN UTERO

BAKTEREMIA
TBC

INGESTI
CAIRAN
AMNION

HEMATOGEN
VIA VENA
UMBILIKALIS

FOKUS PRIMER
DI BERBAGAI
ORGAN
TERUTAMA
HATI DAN
PARU

TBC
MILIER

PENYEBARAN
INFEKSI KE
BAYI

PERSALINA
N

POST
PARTUM

ASPIRASI
SEKRET JALAN
LAHIR

KONTAK

TBC PERINATAL

FOKUS PRIMER
DI SALURAN
CERNA

TBC
KONGENITAL

Gambar 1.
Patogenesis penyebaran infeksi
tuberkulosis neonatal

12

3.3 Manifestasi klinis


Bayi dengan tuberkulosis perinatal bisa tanpa gejala (asimptomatik) atau
disertai gejala (simptomatik). Bayi seringkali hanya menunjukkan gejala tidak
khas seperti demam, kesulitan minum, muntah, hepatosplenomegali serta
distress pernafasan. Gejala ini sering dianggap karena prematuritas atau sepsis
neonatal. Namun kecurigaan perlu ditegakkan jika suatu keadaan infeksi tidak
menunjukkan respon terhadap antibiotika konvensional, terutama pada daerah
endemis tuberkulosis atau ibu yang dicurigai tuberkulosis.8 Manifestasi
tuberkulosis kongenital lainnya yang jarang antara lain otitis, parese saraf
fasialis, dan tuberkulosis di tulang belakang.8
4. PENANGANAN BAYI DARI IBU DENGAN TUBERKULOSIS
Pencegahan yang terbaik terhadap infeksi dan penyakit tuberkulosis pada bayi dari
ibu tuberkulosis adalah dengan evaluasi dan penanganan penyakit ibu dan anggota
keluarga lain.

4.1 Bayi baru lahir sehat dari ibu tuberkulosis aktif


Lima puluh persen bayi baru lahir dari ibu tuberkulosis menderita tuberkulosis
aktif pada 1 tahun pertama kehidupannya, sehingga bayi baru lahir yang sehat
dari ibu tuberkulosis harus dipisahkan dengan segera setelah lahir sampai
pemeriksaan bakteriologi ibu negatif dan bayi sudah mempunyai daya tahan
tubuh yang cukup. Bayi harus dievaluasi yang teliti dengan pemeriksaan
rontgen toraks, pembiakan cairan lambung dan urin, pembiakan cairan
serebrospinal, dan sensitivitas obat. Test tuberkulin mungkin tidak menunjukkan
hasil positif sampai usia bayi 3-5 minggu, sehingga didapati negatif palsu. Bayi
harus dipisahkan dari ibu. Jika bayi tidak menunjukkan manifestasi tuberkulosis
kongenital maka diberikan INH profilaksis dengan dosis 10 mg/kg/hari

13

(sekurang-kurangnya selama 1 tahun), sebelum menyerahkan bayi kepada


ibuya.
Bayi dari ibu tuberkulosis reaktif tanpa gambaran klinis dan radiologis yang
jelas seharusnya tidak memerlukan pengobatan profilaksis. Bayi sebaiknya di
test tuberkulin setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama, dan setiap tahun setelah
itu. Jika didapati test tuberkulin positif, harus diberikan isoniazid dengan dosis
15 mg/kg/hari selama 1 tahun.
4.2 Tuberkulosis kongenital
Basilemia tuberkulosis selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi pada
plasenta dan janin, yang disebut sebagai tuberkulosis kongenital. Walaupun
jarang, kejadiannya dapat mematikan dan harus dikenali segera. Kadangkala
infeksi tuberkulosis pada ibu tidak diketahui sampai dicurigai adanya
tuberkulosis kongenital pada saat bayi telah lahir.
Jika bayi menunjukkan manifestasi klinis (simptomatik) maka perlu diberikan
terapi seperti pengobatan infeksi tuberkulosis yang didapat. Regimen yang
diberikan yaitu INH dengan dosis 10-15 mg/kg/hari selama 1 tahun, rifampisin
(10-20 mg/kg/hari), pyrazinamid (15-30 mg/kg/hari) dan streptomisin (20-30
mg/kg/hari) atau ethambutol (15-25 mg/kg/hari). Dua bulan pertama diberikan 4
macam obat (RHZE/S), dilanjutkan INH dan rifampisin selama 4-10 bulan
kemudian. 3,5,7
4.3 Bayi dari ibu dalam pengobatan tuberkulosis paru
Kasus yang lebih banyak ditemukan sebenarnya adalah bayi dari ibu yang
sedang dalam pengobatan tuberkulosis paru. Kejadian infeksi neonatus kecil
kemungkinannya terjadi apabila ibu tuberkulosis aktif telah mendapat terapi
sebelum persalinan dan hasil biakan sputum negatif. 3,5 Jika hasil biakan sputum
negatif dan ibu mendapat obat secara teratur maka sebenarnya tidak diperlukan
pemisahan bayi dari ibu. Tetapi jika ada resiko bayi mendapat infeksi dari

14

lingkungannya, maka bayi tetap dianjurkan mendapat terapi INH profilaksis dan
vaksinasi BCG. Sedangkan jika hasil biakan sputum ibu positif dimana berarti
resiko infeksi menjadi lebih besar, maka sebaiknya bayi dipisahkan dari ibu
sampai hasil biakan menjadi negatif.5
4.4 Bayi dari ibu yang telah selesai pengobatan tuberkulosis paru
Kasus yang juga banyak ditemukan adalah bayi dari ibu hamil dengan riwayat
telah selesai pengobatan tuberkulosis paru pada waktu lampau. Akan tetapi,
resiko aktivasi penyakit ibu lebih besar dibandingkan populasi normal. Resiko
aktivasi tuberkulosis ibu dengan riwayat tuberkulin positif 10 kali lebih besar
dibandingkan populasi dengan tuberkulin negatif; dan 9 kali lebih besar pada
ibu dengan gejala klinis dibandingkan populasi dengan tuberkulin positif tanpa
gejala klinis. Kemungkinan aktivasi menjadi lebih besar jika penyakit hanya
tenang kurang dari 5 tahun.
Dengan demikian, resiko infeksi bayi tergantung pada keadaan serta
kecenderungan ibu mengalami reaktivasi penyakit. Ibu harus mendapat
pemeriksaan dan pemantauan yang hati-hati ketika hamil dengan uji
tuberkulin.5,6 Beberapa penulis menyatakan, jika hasil uji tuberkulin positif
maka dilanjutkan dengan rontgen toraks dengan penutup abdomen yang baik.
Jika hasil rontgen toraks negatif dan ibu secara klinis baik, maka tidak
diperlukan pemisahan dari ibu.6

Jika bayi tetap asimptomatik maka tidak

diperlukan evaluasi khusus.5,6


Pada ibu dicurigai tuberkulosis pada saat persalinan, maka bayi sebaiknya
dipisahkan dari ibu sampai dilakukan rontgen toraks. Jika hasil rontgen toraks
menunjukkan ada kelainan, maka bayi tetap dipisahkan dari ibu sampai
dilakukan evaluasi secara lengkap. Jika hasil evaluasi secara keseluruhan tidak
menunjukkan tuberkulosis aktif, maka bayi dikatakan resiko rendah infeksi.
Namun jika evaluasi ibu menunjukkan tuberkulosis aktif, maka bayi harus

15

ditatalaksana lebih lanjut. Bayi sebaiknya mendapat INH profilaksis paling


tidak sampai hasil biakan sputum ibu menjadi negatif selama 3 bulan berturutturut. Kemudian dilanjutkan uji tuberkulin. Jika hasilnya positif maka
pemberian INH harus dilanjutkan selama 9-12 bulan. Jika hasilnya negatif INH
tidak perlu dilanjutkan.6
4.5 Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak
Penanganan bayi dari ibu tuberkulosis menurut Standar Penatalaksanaan Ilmu
Kesehatan Anak adalah sebagai berikut:10
a.Ibu berobat teratur dengan BTA (-)
Dilakukan rawat gabung dan foto toraks serta test Mantoux segera setelah
lahir diulang pada umur 6 minggu. Bila hasil negatif, dilakukan vaksinasi
BCG; bila hasil positif, diberikan INH profilaksis dengan dosis 10 mg/kg/hari.
b.

Ibu tidak berobat/berobat tidak teratur dan BTA (+)


Bayi diisolasi dari ibu dan dilakukan foto toraks dan test Mantoux segera
setelah lahir. Selanjutnya diulang setiap 6 bulan. Bila hasil ulangan BTA
negatif diberikan vaksinasi BCG, isolasi sampai 6 minggu setelah pengobatan
ibu dan hasil BTA negatif; bila hasil ulangan BTA positif diberikan INH 10

mg/kg/hari.
c.Ibu dengan tuberkulosis milier:
1. Anak secara klinis baik
- Isolasi dari ibu
- Foto toraks dan test Mantoux segera lahir
- Aspirasi cairan lambung untuk dilakukan pengecatan dan kultur
- INH 10 mg/kg/hari selama 3 bulan
2. Anak secara klinis tampak sakit
- Isolasi dari ibu
- Foto toraks dan test Mantoux segera setelah lahir
- Aspirasi cairan lambung untuk dilakukan pengecatan dan kultur
- INH 15-20 mg/kg/hari selama 1 tahun
B ay i d ar i i bu t u b e r ku lo s i s
Bayi lahir sehat/
asimptomatik
Dari ibu TBC
aktif

Dari ibu TBC


reaktif
Ibu
Ibu telah
berobat
selesai
teratur
pengobatan

Bayi simptomatik/ TBC


kongenital

16

Bayi dipisahkan
dari ibu

Ibu dievaluasi: Rotoraks dan Biakan


sputum
Hasil
Hasil
(+)
(-)
Rawat
gabung

Bayi
dievaluasi:
Ro- toraks
Biakan cairan
lambung, urin,
CSS
Test
tuberkulin
saat lahir
diulang 6
minggu
Test tuberkulin
(-)

INH 10
mg/kg/hari 3
bulan berturut2
Rawat gabung

Bayi sebaiknya
di test tuberkulin
setiap 3 bulan
selama 1 tahun
pertama, dan
setiap tahun
setelah itu
Test tuberkulin
(+)

Vaksina
si BCG

Regimen terapi yang


diberikan:
INH 10-15
mg/kg/hari
Rifampisin (10-20
mg/kg/hari)
Pyrazinamid (15-30
mg/kg/hari)
Streptomisin (20-30
mg/kg/hari) atau
Ethambutol (15-25
mg/kg/hari)
Lama terapi:
RHZE/S = 2 bulan
R = 6 bulan
H = 1 tahun

INH 10-15
mg/kg/hari
selama 1 tahun

Gambar 2. Algoritme penanganan bayi dari ibu tuberkulosis

17

4.6 Pemberian ASI pada bayi dari ibu dengan tuberkulosis


Kuman TBC tidak melalui ASI sehingga bayi boleh menyusu. 11 Pemisahan ibu
tuberkulosis dari bayinya tidak mutlak diperlukan. Ibu yang menderita TBC
dapat menyusui bayinya dengan

menggunakan masker untuk

mencegah

penularan pada bayi.2,4,11 Kecuali jika ibu dalam kondisi sakit sehingga
memerlukan perawatan inap, begitu pula ibu yang menderita TBC payudara
tidak dianjurkan menyusui bayinya. 3-6
Namun demikian, ibu diberi pengobatan dan bayi diberi INH profilaksis.
Sedangkan vaksinasi BCG tidak langsung terbentuk efek proteksinya. Setelah 3
bulan pengobatan secara adekuat biasanya ibu sudah tidak menularkan lagi dan
setelah itu pada bayi dilakukan uji tuberculin. Bila hasilnya negative terapi INH
dihentikan dan bayi diberi vaksinasi BCG.11

18

KESIMPULAN
Penatalaksanaan

bayi

dari

ibu

tuberkulosis

memerlukan

pendekatan

dan

pertimbangan individual sesuai kondisi penyakit dan pengobatan ibu, adanya


tuberkulosis kongenital, serta resiko lanjutan pada bayi.
Jika tuberkulosis ibu aktif dan hasil biakan sputum positif, maka diberikan vaksinasi
BCG dan dipisahkan dari ibu sampai hasil biakan sputum ibu menjadi negatif atau
hasil uji tuberkulin bayi menjadi positif.
Jika hasil biakan sputum ibu negatif dan diketahui ibu mendapat pengobatan secara
teratur, atau jika ibu dengan riwayat tuberkulosis yang telah menyelesaikan terapi
secara adekuat, maka sebaiknya ibu dievaluasi dengan rontgen toraks menjelang
persalinan serta 3 dan 6 bulan setelah persalinan, dan bayi dilakukan uji tuberkulin
setiap 3 bulan.
Kuman TBC tidak melalui ASI sehingga bayi boleh menyusu. 11 Pemisahan ibu
tuberkulosis dari bayinya tidak mutlak diperlukan. Ibu yang menderita TBC dapat
menyusui bayinya dengan menggunakan masker untuk mencegah penularan pada
bayi.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. UKK Pulmonologi. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Jakarta: PP IDAI,


2005
2. Warouw NN. Tuberkulosis Paru pada Kehamilan. Dalam: Buku Ajar
Fetomaternal. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, 2004:
704-21
3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Penyakit paru. Dalam: Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2005: 13879
4. Sibuea D. problema ibu menyusui bayi. Medan: Bagian Obstetri-Ginekologi
FK USU, 2003
5. Avery ME, Wolfsdorf J. Diagnosis and Treatment: Approach to Newborn
Infants of Tuberculous Mothers. Pediatrics 1968; 42; 519-22
6. Starke JR, Munoz F. Tuberculosis. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 16th ed. Philadelphia: WB Saunders
Company, 2000: 885-97
7. Cantwell MF, Shehab ZM, Costello AM, Sands L, Green WF, Ewing EP,
Valway SE, Onorato IM. Congenital Tuberculosis. NEJM.
8. NN. Congenital Pulmonary Tuberculosis Associated with Maternal Cerebral
Tuberculosis. MMWR 2005; 54: 249-50
9. Wong RMS, Wong KY, Lam BBC. Atypical Presentation of Congenital
Tuberculosis in a Preterm Infant. HK J Pediatr 2007; 12: 133-6
10. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Palembang, Departemen
Kesehatan Anak FK Unsri, 2006
11. Sidi IP, Suradi R, Masoara S, Boediharjo SD, Marnoto W. Masalah-masalah
dalam Menyusui. Dalam: Suradi R, Tobing HKP, ed. Manajemen Laktasi.
Edisi 2. Jakarta; Perkumpulan Perinatologi Indonesia 2004: 1-13
12. Beckman DA, Fawcett LB, Brent RL. The Effect of Maternal Drugs on the
Developing Fetus. In: MacDonald MG, Mullett MD, Seshia MMK, eds.
Averys Neonatology Pathophysiology and Management of the Newborn. 6 th
ed. Philadelphia; Lippincott Williams and Wilkins, 2005: 224-51

20

Anda mungkin juga menyukai