Anda di halaman 1dari 7

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

SERI TANAH SANTONG DAN SERI BUKIT SEMBOJA


(Makalah Evaluasi Kesesuaian Lahan Akuakultur)

oleh
Kurnia Dwi Peramata Sari
1314111030

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Tujuan....1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Hasil......................2
2.2 Pembahasan...........3
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan4
DAFTAR PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Evaluasi lahan merupakan suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan
tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji.
Dimana, hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan arahan penggunaan
lahan sesuai dengan keperluan.
Penilaian mengenai kesesuaian lahan didasarkan pada data primer dan sekunder.
Dimana data primer diidapatkan dari sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan
dan data sekunder didapatkan dari pengaplikasian software berupa peta yang
sudah di sesuaikan dengan berbagai parameter penilaian. Hasil yang didapat akan
memberikan informasi untuk mengetahui seberapa layak lahan tersebut
digunakan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa lahan konversi, lahan terlantar
atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang
memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila
komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai.
1.2 Tujuan

Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui nilai kesesuaian lahan dari bahan Assosiasi seri Tanah
Santong dan Seri Bukit Samboja dengan metode skoring sehingga dapat
menentukan manajeman yang harus dilakukan pada kedua lahan tersebut.

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Hasil Evaluasi kesesuaian lahan Seri Tanah Santong dan Seri Bukit
Samboja

Tabel 1. Evaluasi kesesuaian lahan Seri Tanah Santong dan Seri Bukit Samboja
No

Parameter

1
2
3

Temperatur
Curah hujan
Drainase tanah

Tekstur tanah

Kedalaman
efektif

Gambut

Ktk tanah

Ph

Periode banjir

Seri
Seri Bukit
Kategori
Kategori
Santong
Samboja
22
S2
22
S2
1.550 mm/th
S1
1.550 mm/th
S1
Sedang
S2
Agak cepat
S2
Lempung
Lempung liat
S3
S3
berpasir
berpasir
Sedang (50
Sangat dalam
S2
S1
cm)
(>150 cm)
Bukan
Bukan
S1
S1
gambut
gambut
12 me/100
S2
23 me/100 gr
S1
gr
6
S1
6,1
S1
Tidak
S1
Tidak pernah
S1
pernah

Kejenuhan
24%
S3
3,20%
S3
almunium
Kemiringan
11
8-15%
S3
8-15%
S3
lahan
Batu di
12
0%
S1
0%
S1
permukaan
Singkapan
13
0%
S1
0%
S1
batuan
Total bahaya
14
Sedang
S2
Sedang
S2
erosi
Kelas Kesesuaian Lahan Akuakultur Seri Tanah Santong dan Bukit Samboja
= S3
10

2.2 Pembahasan

Hasil penilaian kesesuaian lahan pada Santong dan Bukit Samboja menunjukkan
kelas S3 (sesuai marginal), dimana lahan tersebut memenuhi persyaratan minimal
tetapi perlu perlakuan khusus, karena memiliki faktor pembatas yang harus
dikelola dengan baik sehingga lahan dapat sesuai untuk kegiatan budidaya.

Faktor pembatas dikelola dengan cara membedakan kelas/kategori menjadi


subkelas yang didasarkan pada kualitas dan karakteristik lahan. Pada metode
skoring diatas dapat diamati bahwa terdapat 3 macam faktor pembatas, yakni :
kemiringan lahan, kejenuhan almunium, dan tekstur tanah. Dengan sejumlah
perbaikan kelas kesesuaian S3 tersebut masih dapat ditingkatkan satu tingkat
sehingga kesesuaian potensial menjadi S2 (cukup sesuai). Usaha perbaikan yang
dapat dilakukan untuk mengatasi kemiringan lahan adalah dengan :
1. Bronjong beton adalah bangunan pengawet tanah berupa kawat bronjong
yang diisi dengan beton yang dipasang pada tebing sungai terutama pada
alur yang berbentuk kelokan. Bangunan ini berfungsi sebagai penahan
tebing sungai dari daya gerus aliran air sungai.
2. Teras guludan adalah bentuk konservasi tanah dengan membuat guludan
yaitu tumpukan tanah (galengan) yang dibuat memanjang memotong
kemiringan lahan. Fungsi guludan ini adalah untuk menghambat aliran
permukaan, menyimpan air di bagian atasnya dan untuk memotong
panjang lereng. Tinggi tumpukan tanah berkisar antara 25-30 cm dengan
lebar dasar 25-30cm. (Suripin, 2004: 116). Pada lahan yang berlereng
curam atau lahan yang peka terhadap erosi dapat digunakan guludan
bersaluran. Pada sistem guludan bersaluran, di sebelah atas guludan dibuat
saluran memanjang mengikuti guludan.
3. Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan
meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak
tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004: 118).
Talud (riser) harus ditanami rumput-rumputan atau tanaman penutup lain
agar terlindungi dari erosi percikan ataupun erosi permukaan, begitu pula
pada bibir teras (lip) perlu diperkuat dengan tanaman penguat teras. Agar
bidang olah cukup lebar dan agar tidak mudah longsor, teras bangku
dibuat pada lahan kering untuk tanaman semusim dengan kemiringan
kurang dari 40%. (Departemen Kehutanan, 1997: 267). Outlet pada teras
bangku dibuat banyak, sehingga tidak terjadi penumpukan material disatu
titik yang dapat membahayakan hewan budidaya

pH yang semakin rendah dapat mengindikasi bahwa perairan

tersebut

mengandung unsur alumunium yang bersifat racun. Maka dari itu, dapat
dilakukanpengapuran untuk meningkatkan kandungan pH. Pemberian kapur
bertujuan untuk meningkatkan pH lahan dari asam ke netral sangat serta dapat
menurunkan kadar Al. Pemupukan dapat menggunakann kapur dolomit, sebab
selain meningkatkan pH tanah pemberian kapur juga dapat meningkatkan kadar
Ca dan kejenuhan basa. Dengan meningkatnya pH maka kesuburan lahan juga
akan meningkat karena unsur-unsur yang bersifat racun bagi hewan budidaya
menjadi menurun.

Untuk mengatasi tekstur tanah yang memiliki tekstur liat dapat dilakukan
pembuatan wadah budidaya menggunakan beton atau menggunakan terpal. Faktor
pembatas pada kategori S3 ini memerlukan modal tinggi untuk perbaikannya,
sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (invertensi) pemerintah atau
pihak swasta. Tanpa bantuan tersebut masyarakat tidak mampu mengatasinya.

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Hasil evaluasi kesesuaian lahan akuakultur dari Seri Tanah Santong dan
Seri Bukit Samboja untuk kegiatan budidaya perairan tawar adalah sesuai
marginal (S3). Dimana lahan tersebut memenuhi persyaratan minimal
namun perlu perlakuan khusus, karena memiliki faktor pembatas yang
harus dikelola dengan baik sehingga lahan dapat sesuai untuk kegiatan
budidaya
2. Usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi faktor pembatas
tersebut dengan mengatasi kemiringan lahan dan tektur tanah dengan
menggunakan beton ataupun terpal, selain itu juga dilakukan pengapuran
untuk menurunkan kadar nilai alumunium beracun dalam perairan
4

DAFTAR PUSTAKA
Asdak,

Chay.

1995.

Hidrologi

dan

Pengelolaan

Daerah

Aliran

Sungai.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


Darmawijaya, Isa. 1990. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Departemen Kehutanan RI.1997. Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan. Jakarta :
Pusat Penyuluhan Kehutanan.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan
Unsur-Unsur Iklim. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya.
Suripin. 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta : ANDI
Offset.

Anda mungkin juga menyukai