PENDAHULUAN
Limfadenitis tuberkulosa, atau yang biasa disebut scrofula adalah
manifestasi dari penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Limfadenitis TB ini dianggap merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik.
Ciri epidemiologis berbeda dari tuberkulosis pulmonal, manifestasi klinis
beragam, dan diagnosis mungkin menantang.
Limfadenitis TB dijumpai seiring dengan infeksi tuberkulosis primer atau
hasil dari reaktivasi fokus dorman atau akibat perluasan langsung dari contiguous
focus. Pada tuberkulosis paru primer, basil masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi
dan bakteremia. Hilus, mediastinal, dan kelenjang getah bening paratrakeal adalah
tempat pertama penyebaran infeksi dari parenkim paru.
Limfadenitis TB dapat disebabkan oleh penyebaran limfatik langsung dari
fokus primer TB di luar paru. Bila kelenjar limfe merupakan bagian dari kompleks
primer, pembesaran akan timbul pertama kali dekat tempat masuk basil TB.
Keterlibatan kelenjang getah bening supraklavikular merefleksikan rute drainase
limfatik untuk penyakit mikobakterium parenkim paru. Limfadenitis TB servikal
menunjukkan penyebaran dari fokus primer infeksi ke dalam tonsil, adenoid,
sinonasal, atau osteomielitis dari tulang etmoid. Limfadenitis TB inguinal atau
femoral yang unilateral merupakan penyebaran dari fokus primer di kulit atau
subkutan di regio femoralis. Limfadenitis TB di leher pada beberapa kasus dapat
disebabkan oleh infeksi primer di tonsil, akan tetapi kasus ini jarang terjadi
kecuali di beberapa negara yang memiliki prevalensi TB oleh M. bovis yang
tinggi.
Limfadenitis tuberkulosa merupakan manifestasi yang paling sering terjadi
pada tuberkulosis ektrapulmonal. Oleh karena itu, sangat penting bagi dokter
umum untuk mahir dalam menegakkan diagnosis limfadenitis tuberkulosis
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, sehingga
dapat diberikan pengobatan yang adekuat sesuai dengan kriteria diagnosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Epidemiologi
TB ekstrapulmoner merupakan 15-20% dari semua kasus TB pada pasien
Etiologi
Banyak penelitian mengenai limfadenitis tuberkulosa tidak melaporkan
yang tidak dipasteurisasi telah jauh berkurang. Oleh karena itu, saat ini M.
tuberculosis adalah penyebab utama dari limfadenitis tuberkulosa.
2.3.
Klasifikasi
Klasifikasi tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1.
Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak
2.
2.4.
kepada diagnosis, seperti usia, lama pembesaran KGB, riwayat paparan, dan
gejala yang menyertai.
1.
Usia
Pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun yang mengeluh terdapat
pembesaran kelenjar getah bening, dapat dicurigai adanya keganasan. Pada usia
kurang dari 40 tahun, risiko kegananasan hanya berkisar 0,4%.
2.
Riwayat Paparan
Pada anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat infeksi rekuren,
traveling, vaksinasi, serta kontak dengan binatang peliharaan dan penderita infeksi
yang merangarhkan kepada kemungkinan infeksi sebagai penyebab. Kecurigaan
keganansan dapat didasarkan pada adanya riwayat paparan radiasi dan zat
karsinogenik, keganasan pada keluarga, dan kebiasaan merokok.
4.
Gejala Penyerta
Gejala sistemik seperti demam, keringat malam, dan penurunan berat
badan lebih sering terjadi pada pasien dengan keganasan. Pada limfadenitis TB,
lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala sistemik. Demam yang tidak
tinggi yang dirasakan hanya beberapa hari sebelum pasien datang berobat
sebaiknya diobservasi terlebih dahulu 3-4 minggu, karena masih terdapat
kemungkinan patogen lain sebagai penyebabnya.
Limfadenitis
adalah
presentasi
klinis
paling
sering
dari
TB
mesenterikus,
portal
hepatikus,
perihepatik,
dan
kelenjar
sistemik, seperti demam, penurunan berat badan, fatigue, dan keringat malam.
Lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala sistemik. Terdapat riwayat
kontak terhadap penderita TB pada 21,8% pasien, dan terdapat TB paru pada
16,1% pasien.
Limfadenitis tuberkulosa biasanya muncul sebagai suatu pembengkakan
kelenjar limfe yang muncul secara perlahan dan tidak nyeri. Gejala tersebut
umumnya berlangsung hingga sekitar 1-2 bulan, dapat pula terjadi selama 3
minggu hingga 8 bulan.
Ukuran rata-rata kelenjar limfe yang membesar adalah 3 cm, tetapi dapat
juga hingga 8-10 cm. Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan nyeri yang
signifikan saat kunjungan dan nyeri tekan saat pemeriksaan hanya dirasakan pada
10-35% kasus. Kelenjar limfe yang paling sering terkena adalah di regio colli,
yakni sebanyak 45-70% kasus, dengan hanya sekitar 20% terjadi secara bilateral.
Dalam suatu studi di Zambia, limfadenopati yang simetris hanya terjadi pada 11%
penderita limfadenitis tuberkulosa dengan HIV-negatif dan berukuran lebih dari 3
cm. Manifestasi sistemik dan tuberkulosis paru jauh lebih sering terjadi pada
penderita dengan HIV-positif dibandingkan dengan HIV-negatif.
Gambaran utama limfadenitis TB berupa massa yang dijumpai pada
sekitar 75% dari pasien tanpa gejala khas. Demam, penurunan berat badan, dan
keringat malam bervariasi pada 10% hingga 100% pasien. Lama timbulnya gejala
sebelum terdiagnosis berkisar antara beberapa minggu hingga bulan.
Stadium awal dari keterlibatan kelenjar getah bening superfisial,
multiplikasi progresif dari basili tuberkel, onset hipersensitivitas tipe lambat
diikuti dengan hiperemia dan swelling, nekrosis dan kaseosa pada sentral nodus.
Kemudian diikuti dengan inflamasi perinodal, pembengkakan yang progresif dan
bersatu dengan nodus lain membentuk suatu kelompok. Adhesi pada lapisan kulit
mungkin dijumpai.
Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit.
Kelenjar limfe yang terkena biasanya tidak nyeri, kecuali terjadi infeksi sekunder
bakteri, pembesaran kelenjar yang cepat, atau koinsidensi dengan infeksi HIV.
Abses kelenjar limfe dapat pecah, dan kemudian kadang-kadang dapat terjadi
sinus yang tidak menyembuh secara kronis dan pembentukan ulkus.
2.5.
Diagnosis
Diagnosis pasti seringkali sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja
infeksi
mikobakterium,
terutama
mikobakterium
non-
Pemeriksaan Penunjang
deteksi inflamasi granulomatosa (GI), sedangkan pada negara yang tidak endemik
TB penemuan GI tidak spesifik untuk menjadi acuan diagnosis.
Granuloma dengan nekrosis kaseosa merupakan tanda limfadenitis
tuberkulosis. Dijumpai kelompokan seperti granuloma kohesif dari sel-sel
epiteloid di dalam nekrosis dan pewarnaan dengan BTA perlu dilakukan pada
semua kasus limfadenitis granulomatosa. BTA terlihat pada direct smear dan
kultur dari aspirat. Smear dari limfadenitis tuberkulosa terkadang hanya
menunjukkan polimorfisme dan debris nekrotik tanpa histiosit, terutama pada
pasien immunocompromised.
Kriteria diagnosis limfadenitis granulomatosa (tuberkulosis) menunjukkan
histiosit-histiosit dari tipe epiteloid membentuk kelompokan kohesif dan juga
multinucleated giant cells tipe Langhans. Sel-sel epiteloid adalah tanda khas dari
FNB smear. Inti berbentuk lonjong, bentuk ini dideskripsikan mirip dengan tapak
sepatu. Kromatin inti bergranul halus dan pucat dengan sitoplasma pucat tanpa
pinggir sel yang jelas. Sel-sel epiteloid limfadenitis granuloma membentuk
gumpalan kohesif, beberapa kecil, beberapa besar, mirip granuloma pada
pemotongan jaringan. Dapat dijumpai beberapa multinucleated Langhans giant
cells meskipun terkadang tidak dijumpai. Dapat dijumpai juga nekrosis sentral
pada kelompokan yang besar fibrinoid atau kaseosa. Material kaseosa bergranul
dan eosinofilik pada smear.
PCR
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M. tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak
dipakai,
kendati
masih
memerlukan
ketelitian
dalam
pelaksanaannya.
Bahan/spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai
dengan
Imunositokimia
Seiring dengan meningkatnya kemajuan di bidang antisera monoklonal
dengan berbagai variasi dan berbagai sel-sel produk, demonstrasi dan identifikasi
sel-sel produk dapat dilihat dengan teknik imunositokimia (imunoperoksidase,
imunoalkalin
fosfatase)
yang
secara
objektif
dapat
mengenal
dan
merupakan
suatu
teknik
pemeriksaan
untuk
material
yang
minimal,
pewarnaan
imunositokimia
dapat
yang
dibutuhkan
untuk
pembiakan
kuman
tuberkulosis
secara
teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang
cukup lama.
b.
Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji
yang terjadi.
d.
ICT
Uji Immunochromatographic Tuberculosis (ICT) adalah uji serologik
untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji
diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M. tuberculosis, diantaranya antigen M. tuberculosis 38 kDa. Kelima
antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran
immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping
garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 l diteteskan ke bantalan
warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum
mengandung antibodi IgG terhadap M. tuberculosis, maka antibodi akan berikatan
dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif
bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis
antigen pada membran. Namun, sampai saat ini pemeriksaan serologi belum bisa
dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.
2.7.
Penatalaksanaan
Pedoman internasional dan nasional menurut WHO menggolongkan
10
BB
30-37
38-54
55-70
>71
Fase intensif
(2 bulan)
Harian
Harian
(RHZE)
(RHZ)
150/75/400/
150/75/400
275
2
2
3
3
4
4
5
5
Fase lanjutan
(4 bulan)
Harian
3x/minggu
(RH)
(RH)
150/75
150/150
3x/minggu
(RHZ)
150/150/500
2
3
4
5
2
3
4
5
2
3
4
5
Keterangan:
R = Rifampisin
H = Isoniazida
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
Hal yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa kesembuhan penderita
dipengaruhi oleh kepatuhan, dana, edukasi, dan kesabaran dalam mengonsumsi
11
obat. Terdapat beberapa efek samping yang dapat terjadi selama pasien
mengonsumsi OAT, diantaranya adalah:
Tabel 2. Efek samping OAT dan penatalaksanaannya
Efek Samping
Minor
Tidak nafsu makan, mual, sakit perut
Nyeri sendi
Kesemutan sampai rasa terbakar
pada kaki
Warna kemerahan pada air seni
Mayor
Gatal dan kemerahan pada kulit
Kemungkinan
penyebab
Rifampisin
Pirazinamid
Isoniazida
Rifampisin
Semua jenis OAT
Tuli
Streptomisin
Gangguan keseimbangan (vertigo
dan nistagmus)
Ikterik/hepatitis
imbas
obat Sebagian besar OAT
(penyebab lain disingkirkan)
Etambutol
Rifampisin
Tatalaksana
Teruskan OAT
Obat diminum malam
sebelum tidur
Beri aspirin/allopurinol
Beri
vitamin
B6
(piridoksin) 1x100 mg/hari
Beri penjelasan saja
Hentikan OAT
Beri antihistamin dan
dievaluasi ketat
Hentikan streptomisin
Pencegahan
1.
3.
Kesehatan
Dunia
(WHO)
menyatakan
bahwa
kunci
2.
3.
4.
5.
pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengawasan dilakukan
oleh:
a.
1.
13
2.
Petugas kesehatan
3.
4.
Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
b.
Penderita dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah
PMO tersebut harus ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang
DOT
b.
Persyaratan PMO
PMO bersedia dengan sukarela membantu penderita TB sampai sembuh
selama 6 bulan. PMO dapat berasal dari kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau
anggota keluarga yang disegani penderita
c.
Tugas PMO
Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik, memberikan pengawasan
Petugas sosial
14
Petugas sosial ialah sukarelawan yang mau dan mampu bekerja sukarela,
mempunyai keinginan untuk dilatih DOT. Penunjukan dilakukan oleh RS atau
dibantu PPTI, jika mungkin diberi penghargaan atau uang transportasi.
15
BAB III
KESIMPULAN
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia, khususnya Indonesia. Tuberkulosis ekstrapulmonal menyerang organ tubuh
lain selain paru, yaitu saluran napas bagian atas (epiglotis, laring, faring), mulut,
tonsil, lidah, selaput otak, perikardium, kelenjar getah bening, tulang, sendi,
ginjal, saluran kemih, alat kelamin, usus/peritoneal, mata, adrenal, kulit dan
jaringan di bawah kulit (abses). Limfadenitis tuberkulosa merupakan jenis
tuberkulosis ekstrapulmonal yang paling sering. Penegakan diagnosis limfadenitis
tuberkulosa dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang tepat. Seorang dokter umum hendaknya memberikan
perhatian terhadap penyakit ini dan dapat melakukan penatalaksanaan yang
adekuat, khususnya di negara dengan endemik TB.
16