Anda di halaman 1dari 25

Adalah semua kegiatan baik teknis

maupun tindakan pengamanan yang


ditujukan untuk dapat melaksanakan
suatu peledakan dengan efisien dan
aman
Topik bahasan:

POLA PENGEBORAN DAN PELEDAKAN


GEOMETRI PELEDAKAN JENJANG
POWDER FACTOR

3m

3m

3m

3m

a. Pola bujursangkar
b. Pola persegi
panjang
c. Pola zigzag

Bidang bebas

(a)

(b)

Bidang bebas

bujursangkar
d. Pola zigzag persegi
panjang

3m

3m

2,5 m

(c)

2,5 m

Bidang bebas

(d)

Bidang bebas

OHT 1

FAKTOR
Luas area
Volume hasil
peledakan

TAMBANG BWH TANAH

TAMBANG TERBUKA

Terbatas, sesuai dimensi bukaan


yang luasnya dipengaruhi oleh
kestabilan bukaan tersebut.
Terbatas, karena dibatasi oleh luas
permukaan bukaan, diameter mata
bor dan kedalaman pengeboran,
sehingga produksi kecil.

Lebih luas karena terdapat


dipermukaan bumi dan dapat
memilih area yang cocok
Lebih besar, bisa
mencampai ratusan ribu
meterkubik per peledakan,
sehingga dapat direncanakan target yang besar.
Tidak bermasalah karena
dilakukan pada udara
terbuka
Relatif lebih aman karena
seluruh pekerjaan dilakukan
pada area terbuka.

Suplai udara
segar

Tergantung pada jaminan sistem


ventilasi yang baik.

Keselamatan
kerja

Kritis, diakibatkan oleh: ruang yang


terbatas, guguran batu dari atap,
tempat untuk penyelamatan diri
terbatas.

OHT 2

Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau


sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak akibat adanya
jeda waktu atau waktu tunda (delay time).
Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di bawah
tanah berbeda karena adanya faktor pola pengeboran
Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan
waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah:

Mengurangi getaran
Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)
Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise).
Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan
Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan

Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang

diledakkan sekaligus, akan terjadi dampak merugikan, a.l.


mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak
efisien.
OHT 3

Urutan peledakan yang tidak logis


bisa disebabkan oleh :
penentuan waktu tunda yang terlalu dekat,
penentuan urutan ledakannya yang salah,
dimensi geometri peledakan tidak tepat,
bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai
dengan perhitungan.

Acuan dasar penentuan pola peledakan


pada tambang terbuka, yaitu :

Peledakan tunda antar baris.


Peledakan tunda antar beberapa lubang.
Peledakan tunda antar lubang.

OHT 4

PENGARUH ORIENTASI RETAKAN


THD. POLA PELEDAKAN
(R.L. ASH dan KONYA, 1980)

1. Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus,


sebaiknya S = 1,41 B
2. Bila orientasi antar retakan mendekati 60
sebaiknya S = 1,15 B dan menerapkan interval
waktu long-delay
3. Bila peledakan dilakukan serentak antar baris,
maka ratio spasi dan burden (S/B) dirancang
dengan pola bujursangkar (square pattern).
4. Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas
yang memanjang, maka arah lemparan
sebaiknya terfokus ke depan (tidak menyebar)
OHT 5

Orientasi antar retakan hampir tegak


lurus, sebaiknya S = 1,41 B
Arah lemparan
batuan

w
B

SEBELUM
PELEDAKAN

4
1,4 B

3
1,4 B

1,4 B

4
6

5
1,4 B

SETELAH
PELEDAKAN

3
5

OHT 6

Orientasi antar retakan mendekati


60, S = 1,15 B, dan long delay
Arah lemparan
batuan

w
B

3
5

SEBELUM
PELEDAKAN

5
1,15B

3
5

SESUDAH
PELEDAKAN

4
1,15B

3
1,15B 1,15B

POLA
STAGGERED
INITIASI
ECHELON

4
6

3
5

2
4

OHT 7

Peledakan serentak antar baris,


S/B berpola bujursangkar
Arah lemparan batuan

w
B

1
B

1.4B
4

2B

1.4B
SEBELUM
PELEDAKAN

1,4 B

1,4 B

1
1,4 B

1,4 B

POLA
BUJUR
SANGKAR
INISIASI
ECHELON

SETELAH
PELEDAKAN

OHT 8

Peledakan serentak antar baris,


S/B berpola staggered
Arah lemparan batuan

w
B

B
B
SEBELUM
PELEDAKAN

1
2

1,4B

2
3

2B

2B

3
2B

2B

1
2
SETELAH
PELEDAKAN

OHT 9

Bidang bebas yang memanjang,


pola V-cut bujur sangkar
Arah lemparan batuan
w
B

1.4B

2B

1.4B

SEBELUM
PELEDAKAN

1,4 B 1,4 B 1,4 B

2
3
SETELAH
PELEDAKAN

4
5
6

1,4 B 1,4 B

WAKTU TUNDA
CLOSE INTERVAL
INISIASI
CHEVRON

1,4 B

2
3
4
5
6

OHT 10

Bidang bebas yang memanjang,


pola V-cut persegi panjang
Arah lemparan batuan
w

B
B

SEBELUM
PELEDAKAN

4
SETELAH
PELEDAKAN

1,4 B

6
8

1,4 B 1,4 B

1,4 B

4
6
8

OHT 11

(BENCH BLASTING GEOMETRY)


B

Diameter lubang ledak ( )


Burden ( B )
Spasi ( S )
Stemming ( T )
Tinggi jenjang ( H )
Kedalaman lubang ledak ( L )
Subdrilling / Subdrill / Sub
grade ( J )
Isian utama / primary charge
( PC)
Sudut kemiringan lubang
ledak ( )

H
L PC

B
T
B

L
PC

OHT 12

KEUNTUNGAN:
Pelaksanaan pengeboran lebih mudah, cepat, dan akurat
Untuk jenis batuan yang sama, asesoris bor berumur lebih
panjang
Bahan peledak lebih sedikit
Biaya pengeboran lebih kecil

KELEMAHAN:
Potensi terbentuk toe dan backbreak besar
Lereng kurang stabil terhadap getaran, perlu analisis kestabilan
lereng
Hanya baik untuk batuan yang kompeten (kuat)
Permukaan bidang bebas sering tidak rata
OHT 13

KEUNTUNGAN:

Akan diperoleh jenjang yang stabil


Mengurangi resiko timbulnya toe dan backbreak
Bentuk muck pile lebih baik
Dapat diterapkan pada batuan yang lemah
Permukaan bidang bebas lebih mungkin rata

KELEMAHAN:
Sulit melakukan pengeboran miring yang akurat
Umur asesoris bor lebih pendek
Diperlukan supervisi yang ketat

OHT 14

KOLOM LUBANG
LEDAK ( L )

PC

OHT 15

Flyrock

Membentuk
dome di
permukaan

Burden
Burden atau
kedalaman kritis

Burden atau
kedalaman
optimum

(a) B = 15

(b) B = 12

(c ) B = 9

Burden masih kuat, hanya


terjadi penggerusan di
sekitar lubang dan retakan
tarik radial terbentuk ke
arah luar lubang tersebut.

Mulai terjadi runtuhan di


permukaan. Burden tak
runtuh. Beberapa dome
terbentuk di permukaan

Runtuhan permukaan dan subpermukaan hampir terbentuk.


Kenampakannya seperti dua lapis
(papan) batuan yang tak pecah. Dome
di permukaan menggelembung.

(d) B = 6

(e) B = 3

Ledakan kawah penuh, burden


hancur seluruhnya. Runtuhan
permukaan dan sub-permukaan
bergerak ke arah bidang bebas.

Ledakan kawah penuh, volume yang


dihasilkan lebih sedikit dibanding dgn.
fragmentasi butir halus. Terbentuk
kawah seperti mangkuk, noise dan
flyrock.

Berat bhn.peledak
ANFO diasumsikan =
18 kg ( 40 lb)

OHT 16

Beberapa peneliti peledakan yang telah memperkenalkan


perhitungan geometry peledakan a.l: Anderson (1952), Pearse
(1955), R.L. Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi
(1980), Olofsson (1990), Rustan (1990) dan lainnya
Perhitungan didasarkan pada pertimbangan ukuran burden, diameter
lubang ledak, kondisi batuan setempat, dan jenis bahan peledak
Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara coba-coba
(rule of thumb) untuk menghitung geometri peledakan, diantaranya
ICI Explosive, Dyno Wesfarmer Explosives, Atlas Powder Company,
Sasol SMX Explosives Engineers Field Guide, dan lain-lain
Kesimpulan yang dapat diambil adalah:
Diameter dan burden dan dijadikan referensi sebelum menghitung
parameter geometri peledakan lainnya
Perhitungan parameter geometri peledakan lainnya merupakan fungsi
diameter atau burden yang mempunyai limitasi/batasan terendah dan
tertinggi.
Batasan tsb memberi peluang bagi perancang peledakan utk melakukan
uji coba sampai diperoleh standar ukuran parameter geometri yg sesuai
di lokasi mereka
OHT 17

B 3,15 de 3

SGe
SGr

( Burden, ft ; de, inci )

Serentak tiap baris lubang ledak (instantaneous single-row blastholes)


H 2B
H 4B S 2B
H 4B S
3
Berurutan dalam tiap baris lubang ledak (sequenced single-row blastholes)
H 4B S

H 7B
8

H 4B S 1,4B

Stemming (T):
Batuan massif,
T=B
Batuan berlapis,
T = 0,7B
Subdrilling (J) = 0,3B
Tinggi jenjang (H) dan burden (B) ditentukan oleh ratio H/B (Stifness Ratio)

OHT 18

Potensi yang terjadi akibat variasi


stiffness ratio (C.J. Konya, 1972)
Stifness
Ratio

Fragmentasi

Ledakan
udara

Batu
terbang

Getaran
tanah

Komentar

Buruk

Besar

Sedikit

Besar

Banyak muncul back-break di


bagian toe. Jangan dilakukan dan
rancang ulang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Bila memungkinkan, rancang ulang

Baik

Kecil

Sedikit

Kecil

Kontrol dan fragmentasi baik

Memuaskan

Sangat
kecil

Sangat
sedikit

Sangat
kecil

Tidak akan menambah keuntungan


bila stiffness ratio di atas 4

OHT 19

ATURAN LIMA (RULE OF FIVE)


Cara sederhana untuk mengestimasi diameter lubang (inci)
yang dihubungkan dgn ketinggian jenjang (feet), yaitu tinggi
jenjang Lima kali diameter lubang ledaknya.
Diameter bahan peledak, inci
2

10

12

10
20
30
40
50
60

OHT 20

KURVA HUBUNGAN d DENGAN H


J. Naapuri (Tamrock), 1988
32
28

Tinggi Jenjang, m

TIDAK DISARANKAN

24
20
DOMAIN YANG DISARANKAN

16
12
8
TIDAK DISARANKAN

25

38

51

64

76

89

102

115

127

Diameter lubang ledak, mm

140

152

165

178

OHT 21

Tinggi jenjang (H) dan diameter lubang ledak (d) merupakan


pertimbangan pertama yang dipertimbangkan
Hmaks ditentukan berdasarkan kemampuan jangkauan alat
muat dan peraturan Pemerintah
Secara empiris H = 60d 140d
Burden (B) antar baris; B = 25d 40d
Spasi antar lubang ledak sepanjang baris (S) = 1B 1,5B
Subgrade (J); J = 8d 12 d
Stemming (T); T = 20d 30d
Powder Factor (PF) =
Berat bahan peledak (Berat/m) x (Panjang isian)

Volume batuan
(B x S x H)
OHT 22

Titik awal inisiasi


(Initiation Point)

Bidang bebas

IP

Bidang bebas
4

X
X

Square, Row by Row. Drilled: B = S,


square. Instantaneous row firing is
not recommended by ICI
Bidang bebas

IP

Se

Se

Be

4
X

X
6
X

Square, V.
Drilled: B = S, square.
Effective Spacing Se
Ratio:

2
Effective Burden B e
IP

Be

S
e

Square, VI.
Drilled: B = S, square.

Square, VII.
Drilled: B = S, staggered.

Ratio:

Ratio:

Se
5
Be

X
X

Bidang bebas

Be

Se
3,25
Be

OHT 23

Sebuah perusahaan mendapat proyek untuk


memotong tebing yang akan digunakan jalan raya.
Tinggi jenjang maksimum 30 ft. Karena alat yang
akan digunakan kecil, maka fragmentasi harus
sesuai dengan ukuran peralatan tersebut. Terdapat
2 unit alat bor yang masing-masing bisa membuat
lubang ledak berdiameter 5 inci dan 7 inci.
Rancang geometrinya agar pembongkaran tebing
berhasil menggunakan:
1. cara Konya
2. rule of thumb dari ICI Explosive

Anda mungkin juga menyukai