Anda di halaman 1dari 10

USULAN BUTIR-BUTIR MATERI

MUATAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG


TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
[TIK]

MASYARAKAT TELEMATIKA INDONESIA


[MASTEL]
06 April 2010

I. ASPEK FILOSOFIS


Secara IDEAL, Perubahan UU 36/1999 tentang Telekomunikasi dan UU No.32/2002 tentang Penyiaran
dilakukan pada bersamaan waktunya, agar sesuai dengan makna dan arahan Peraturan Presiden No. 5/2010
tentang RPJM 2010-2014 yang akan melahirkan Undang-undang ICT yang konvergen dengan dua alternatif,
yaitu:
Dalam satu Undang-undang yang mengatur seluruh aspek ICT meliputi Ketetapan Kebijakan Nasional
mengenai infrastruktur, Pengusahaan dan content atau muatan ICT;
Dalam dua Undang-undang, yaitu satu UU yang mengatur mengenai kebijakan infrastruktur ICT
termasuk penyelenggaraan dan perizinan (economic regulation) dan satu UU lainnya mangatur seluruh
Kebijakan Nasional mengenai muatan ICT (termasuk Penyiaran)

Kedudukan TIK bagi kehidupan manusia yang vital dan strategis

Infrastruktur Telekomunikasi [TIK] sebagai salah satu infrastruktur pembangunan nasional memiliki peran
yang vital dan strategis adalah mendorong pertumbuhan ekonomi, mencerdaskan kehidupan bangsa,
memperkukuh persatuan dan kesatuan, memperlancar tugas-tugas pemerintah.

Infrasturktur Telekomunikasi [TIK] harus menjangkau dan tersedia di seluruh wilayah Indonesia sehingga
dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.

TIK sejalan dengan perkembangannya memiliki peran penting dalam mewujudkan Tata Kelola Pemerintah
yang baik, bersih dan berwibawa [Good Governance].

Frekuensi Radio merupakan sumber daya alam terbatas yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan rakyat sehingga harus dikuasai oleh negara dalam bentuk mengatur pemanfaatan dan
peruntukkannya.

Menumbuhkembangkan industri dalam negeri berdasarkan azas kemandirian

II. ASPEK YURIDIS




Diperlukan Undang-undang TIK/Multimedia (Konvergensi) yang merupakan penyelarasan


dari Undang-undang Telekomunikasi dan Undang-undang Penyiaran.
(Lihat butir pertama Aspek Filosofis)
Apabila perubahan hanya terhadap UU 36/1999, perlu dihindari agar perubahan tersebut
tidak mengakibatkan perubahan berantai (consequential changes) dalam UU Penyiaran,
antara lain pemisahaan Penyelenggaraan Pemancar Penyiaran Teresterial (sebagai
infrastruktur IST) dari Value Chain atau structure industry di bidang Penyiaran

III.ASPEK KELEMBAGAAN


Penegasan kembali peran dari Badan Regulasi TIK, meliputi pemberdayaan tugas dan
tanggung jawab, struktur, organisasi sehingga independen dari para operator, penentu
kebijakan dan masyarakat pengguna jasa TIK.

Mengakomodasikan peran lembaga mandiri dan swa regulasi industri (teknis) sebagai
wadah keikut-sertaan masyarakat dalam rangka pembinaan TIK dalam bentuk
perumusan kebijakan, pengawasan dan pengendalian.

Diperlukan adanya roadmap di bidang TIK

IV.ASPEK TEKNOLOGI


Perkembangan teknologi yang sangat pesat di bidang teknologi informasi dan


komunikasi [TIK] mendorong terciptanya konvergensi di berbagai jaringan dan
melahirkan jasa-jasa telekomunikasi dan penyiaran (multimedia) baru secara terpadu
yang menjadi tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

Tidak tergantung pada teknologi tertentu, karena teknologi berubah dan


berkembang sangat cepat, serta mempertimbangkan effisiensi dan efektifitas.

Menjamin terwujudnya kesinambungan interoperabilitas dan interkonektivitas


antara layanan telekomunikasi, penyiaran dan informasi. Dimaksudkan agar jaringan
TIK yang digunakan dapat menjamin keterhubungan dan operabilitas dengan baik
antara sistem dan teknologi yang digunakan oleh para penyelenggara baik yang telah
ada maupun perkembangan di masa yang akan datang.

Optimalisasi pemanfaatan sumber daya terbatas di bidang TIK

Kewajiban untuk mengikuti perencanaan dasar teknis [antara lain numbering,


signaling, charging, quality of service [QoS], security, interkoneksi dan
perkembangan teknologi ke masa depan] yang diatur dalam peraturan pelaksanaan
Undang-undang [Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri].

V. ASPEK PENYELENGGARAAN


Jasa TIK harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas dengan


kualitas layanan yang baik/memadai dan harga yang terjangkau.

Struktur pasar : kompetisi yang sehat dan menumbuhkan kemampuan


industri dalam negeri

Memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat


khususnya di daerah untuk menjadi penyelenggara jaringan atau
penyelenggara jasa TIK di berbagai skema dan tingkatan.

Tarif yang terjangkau [affordable] sehingga memberikan kesempatan


yang lebih luas bagi masyarakat untuk meng-akses layanan/jasa TIK
dengan kualitas yang memadai.

Kewajiban membangun jaringan TIK bagi penyelenggara jaringan


sehingga menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

V. ASPEK PENYELENGGARAAN [lanjutan]




Pemanfaatan teknologi tepat guna untuk penyediaan infrastruktur dan layanan jasa-jasa
TIK

Pembangunan Industri Kreatif


*

Pengembangan industri kreatif harus menjangkau seluruh Indonesia

Industri
kreatif
harus
mengakomodasikan
memperhatikan/menjaga nilai-nilai luhur budaya bangsa

Menjamin distribusi dan pemanfaatan konten yang bertanggung jawab

Mendukung terwujudnya masyarakat Indonesia yang e-oriented (Contoh: e-business,


e-government, e-education, etc)

Meningkatkan penggunaan IT secara efektif dan bijak untuk mewujudkan


masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society) dengan sasaran
mencerdaskan kehidupan bangsa.

kearifan

lokal

dan

Jenis-jenis penyelenggaraan dan perijinan dengan memberlakukan batasan atau


persyaratan tertentu yang secara tegas dicantumkan dalam izin [license] antara lain
mengenai kewajiban pembangunan, pembatasan kepemilikan modal, kewajiban alih
teknologi, kewajiban mengutamakan penggunaan sumber daya dalam negeri, dan sanksi
bagi pelanggaran.

Kewajiban memiliki Izin bagi penyelenggara TIK yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Penciptaan pasar industri TIK yang kompetitif dan sehat

VI. ASPEK INVESTASI




Pemberian kesempatan berusaha yang lebih luas bagi masyarakat bidang TIK
dengan mempertimbangkan kemampuan pelaku usaha dalam negeri untuk
membangun dan memperluas aksesibilitas.

Mendorong masuknya penanam modal termasuk penanam modal asing


dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur TIK, peningkatan
penerimaan negara dari Pajak, penyerapan tenaga kerja dan alih teknologi.

Pembangunan infrastruktur pita lebar (fixed broadband) dengan dana APBN

Menciptakan iklim kepastian usaha dalam rangka mendorong investasi

VII. KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL [USO]




Pembangunan infrastruktur TIK di daerah-daerah baik perkotaan maupun


pedesaan yang secara ekonomis kurng menguntungkan

Peran operator penyelenggara TIK dalam kewajiban universal dalam bentuk


kontribusi dana.

VIII.INDUSTRI DALAM NEGERI










TIK harus mampu mendorong pertumbuhan industri dalam negeri melalui peran
Pemerintah dalam pembinaan dan menentukan persyaratan a.l. kewajiban
menggunakan komponen dalam negeri.
Mendorong pengembangan dan pertumbuhan industri manufacturing dan
industri kreatif dalam negeri.
Memberikan kemudahan fasilitas dan koordinasi yang kondusif bagi UKM sebagai
kekuatan nyata agar dapat ditingkatkan peran dan manfaatnya bagi kepentingan
nasional.
Memberikan kemudahan-kemudahan kepada UKM termasuk pemberian proteksi
dan peran Swa Regulasi [self regulated].
Menumbuh kembangkan industri dalam negeri dengan memanfaatkan dana
PNBP TIK.

IX. PERLINDUNGAN HAK MILIK INTELEKTUAL DI


BIDANG TIK


Karya bangsa Indonesia yang menghasilkan penemuan/inovasi baru di bidang


TIK harus mendapat perlindungan hukum sehingga tidak dimanfaatkan oleh
bangsa/pihak lain dan mendorong untuk lebih kreatif lagi.

X.

REKOMENDASI

MASTEL berharap DPR-RI mempertahankan Pasal 4 dan Pasal 5 Undangundang No. 36/ 1999 tentang Telekomunikasi, yang terkait dengan
Pembinaan dan Peran Serta Masyarakat.

MASTEL bersedia untuk membantu DPR-RI sebagai salah satu tanki


pemikir di bidang telematika dan aspek yang terkait.

Sosialisasi Naskah Akademis RUU KONVERGENSI perlu dilakukan secara


intensif di kalangan perguruan tinggi dan kelompok masayarakat lainnya.

** Terima kasih **

Anda mungkin juga menyukai