ROY IBRAHIM
A352140041
Kelompok 2
Dosen :
Dr. Ir. Efi Toding Tondok, M.Sc.Agr
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit tanaman merupakan salah satu faktor penghambat peningkatan
produksi bibit di persemaian. Salah satu penyakit bibit yang sering dijumpai
dipersemaian ialah penyakit rebah kecambah. Rebah kecambah yang disebabkan
oleh cendawan tular tanah Rhizoctonia merupakan penyakit yang menimbulkan
kerugian pada tanaman menmentimun (Cucumis sativus). Rhizoctonia sp.
merupakan cendawan yang penting karena diketahui dapat menginfeksi tanaman
di persemaian serta mempunyai kisaran tanaman inang yang cukup luas (Carling
et al 1996). Cendawan tersebut dapat menyebabkan kematian benih yang baru
ditanam, juga menyerang perakaran dan batang yang belum muncul ataupun yang
baru muncul ke permukaan tanah. Serangannya lebih parah bila didukung oleh
kelembapan tanah yang tinggi (Suleiman dan Emmua 2009).
Perkembangan penyakit rebah kecambah oleh Rhizoctonia sp. terjadi dengan
cepat. Miseliumnya cepat membungkus bagian tanaman yang terserang dan terus
menjalar ke bagian bawah tanaman, dalam waktu dua hari Rhizoctonia sp. mampu
menimbulkan serangan sampai 90% (Semangun 2008). Menurut Sweets dan
Wrather (2000), busuk benih terjadi sebelum benih tumbuh. Pada fase ini benih
menjadi lunak dan berwarna coklat. Busuk bibit dapat menyerang baik pada fase
pratumbuhan maupun pada saat benih tumbuh, ataupun bibit mati sebelum
muncul ke atas permukaan tanah. Serangan dapat juga terjadi pada pasca tumbuh,
yaitu pada saat benih tumbuh sebelum gejala serangan berkembang. Serangan
pada fase pratumbuh menyebabkan koleoptil dan sistem perakaran berwarna
coklat,
tampak
pasca
tumbuh
cendawan
patogen,
mempercepat
pertumbuhan
tanaman
dan
kemampuan
cendawan
patogen
tular
tanah
dalam
METODE PRAKTIKUM
Tempat dan Waktu
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan 1 Departemen Proteksi
Tanaman Fakultas Petanian Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret-Mei 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tanah dari lapang, tanah
steril, media PDA, biakan Rhizoctonia dan Trichoderma harzianum isolat bogor,
benih menmentimun. Adapun alat yang digunakan adalah cawan petri,
erlenmeyer, wadah pengujian, penggaris, kamera dan alat tulis
Langkah Kerja
Pengujian antagonisme dengan metode langsung pada media padat di
lakukan terhadap kombinasi pasangan isolat cendawan antagonis dan patogen
serta dilakukan pengamatan. Media yang di gunakan adalah PDA. Setelah
dialakuan pengujian antagonisme, media PDA yang telah diinokulasi oleh
cendawan T. harzianum diinkubasi selama 7 hari kemudian wadah pembibitan
diisi dengan tanah dari lapangan yang dibagi menjadi dua perlakuan yaitu tanah
yang disterilisasi panas dan yang tidak disterilisasi. Miselium Trichoderma
disuspensikan pada air steril dan dituang pada permukaan tanah lalu benih
ditanam dan ditutup dengan 1/8 dari jumlah tanah awal. Inokulum Rhizoctonia
diletakkan pada keempat sudut dari wadah tersebut. Sebagai kontrol, wadah yang
ditanami benih mentimun tidak diinokulasi T. harzianum dan Rhizoctonia.
Pengamatan dilakukan satu minggu setelah benih berkecambah.
a
Gambar 1 Isolat T. harzianum (a), isolat R. solani (b), dan wadah dan media tanah
yang digunakan dalam pengujian (c).
Gambar 2 Pengujian metode langsung pada media PDA (a) tampak atas dan (b)
tampak bawah.
Hal ini dikarenakan cendawan T. harzianum bersifat antibiosis, kompetisi
dan bersifat hiperparasit terhadap cendawan patogen tumbuhan. Hawker (1950),
menyatakan bahwa adanya kompetisi ruang dan makanan pada kedua cendawan
yang saling berinteraksi menyebabkan pertumbuhan salah satu cendawan terdesak
disepanjang tepi koloninya, sehingga pertumbuhannya akan ke atas tidak
menyamping. Hal ini didukung oleh pernyataan Golfarb et al. (1989) bahwa
cendawan yang tumbuh cepat mampu mengungguli dalam penguasaan ruang dan
pada akhirnya bisa menekan pertumbuhan cendawan patogen. Selain itu diduga
karena selulase yang dimiliki oleh cendawan antagonis Trichoderma sp. akan
merusak dinding sel selulosa cendawan patogen. Sesuai dengan pernyataan
Tronsmo (1996) bahwa cendawan T. harzianum mempunyai mekanisme
persaingan dan mampu menghasilkan enzim -1-3 glucanase, selulosa, kitinase
dan enzim lisis. Thomashow & Weller (1996) akibat beberapa faktor seperti
adanya toksin, antibiotik dan siderofor.
Tanah steril
90
100
100
96,6
80
80
90
86,6
100
100
90
96,6
Kontrol R. solani
90
100
90
93,3
90
80
80
83,3
T. harzianum
+ R. solani
100
100
90
96,6
Tanah steril
R. solani
R. solani vs Kontrol
T. harzianum
Satu
benih Dua
benih Benih
tidak
dekat
R. berkecambah
berkecambah solani tidak semua
karena busuk berkecambah
harzianum
Satu benih Satu
benih Satu
benih
tidak
tidak tumbuh, berkecamba
tumbuh, satu satu
benih tidak normal
benih
berkecambah
berkecambah tidak normal
tidak normal
Benih
berkecambah
semua
Dua
benih Benih
dekat
berkecambah
R.solani tidak Semua
berkecambah
Benih
berkecambah
Semua
Benih
berkecambah
semua
Benih
berkecambah
semua
Benih
berkecambah
Semua
Satu
benih
berkecamba
tidak normal
Satu
benih Satu benih Satu
benih Satu benih tidak
berkecambah tidak
tidak
berkecambah
tidak normal berkecambah berkecambah
Tabel 2 menunjukkan bahwa R. solani pada tanah steril maupun non steril
menyebabkan benih mentimun tidak berkecambah. Hal ini diduga
R. solani
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. California (US): Department of Plant
Pathology, University of Florida.
Arwiyanto T. 2003. Pengendalian hayati penyakit layu bakteri tembakau. Jurnal
Perlindungan Tanaman Indonesia 3(1): 54-60.
Carling DE. 1996. First report of powdery scab of potatoes in Alaska. Plant
Disease 80:1208.
Ceresini P. 1999. Rhizoctonia solani, pathogen profile as one of the requirements
of the course. Soilborne Plant Pathogens. NC. State University. [diunduh
2015 Mei 20] Tersedia pada pada : http://www.cals.ncsu.edu.
Goldfard B, Earl E, Nelson, Hansen EM. 1989. Trichoderma spp.: Growth Rates
and Antagonism to Phellinus weirii in Vitro. J. Mycologia 81 (3): 375-381.
Doi 10.2307/3760075.
Harman GE. 2006. Overview of mechanisms and uses of Trichoderma spp.
J. Phytopatol. 96:190-194.
Hawker LIE. 1950 Physiology of Fungy. University of London Press. LTD.
London : 54-55.
Megnegneau B, Branchard M. 1988. Toxicity of fusaric acid observed on callus of
various Cucumis melo genotypes. Plant Physiol Biochem. 26:585-588.
Semangun H. 2008. Penyakit - Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Edisi
kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. hlm. 151-158, 164, 198.
Suleiman MN, Emua SA. 2009. Efficacy of four plant extracts in the control of
root rot. disease cowpea (Vigna unguiculata (L.) Walp). J Biotechnol Afr.
8(16): 3806 3808.
Sweets LE, Wrather A. 2000. Integrated Pest Management. Corn Diseases. MU
Extension, University of Missouri, Columbia. 23 pp.
Thomashow LS, Weller DM. 1996. Current concepts in the use of introduced
bacteria for biological disease control: Mechanisms and antifungal
metabolites, In: Plant-Microbe Interactions, Stacey, G. & Keen, N.T. (Eds)
New York: Chapman and Hill. Pp:236-271.
Tronsmo A. 1996. Trichoderma harzianum in biological control of fungal disease.
Pp 212-221. In: R Hall (Ed), Principles dan Practice of Managing Soil borne
Plant Pathogens. APS Press. St. Paul Minnesota.
Untung K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. UGM Press. Yogyakarta.