Anda di halaman 1dari 3

BAHAN BAKAR ALTERNATIF BIODIESEL (BAGIAN I.

PENGENALAN)
BODE HARYANTO
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki beragam sumberdaya energi. Sumberdaya energy berupa
minyak, gas, batubara, panas bumi, air dan sebagainya digunakan dalam berbagai
aktivitas pembangunan baik secara langsung ataupun diekspor untuk mendapatkan
devisa. Sumberdaya energy minyak dan gas adalah penyumbang terbesar devisa
hasil ekspor. Kebutuhan akan bahan bakar minyak dalam negeri juga meningkat
seiring meningkatnya pembangunan. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa sejak
pertengahan tahun 80-an terjadi peningkatan kebutuhan energi khususnya untuk
bahan bakar mesin diesel yang diperkirakan akibat meningkatnya jumlah industri,
transportasi dan pusat pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) diberbagai daerah di
Indonesia. Peningkatan ini mengakibatkan berkurangnya devisa negara disebabkan
jumlah minyak sebagai andalan komoditi ekspor semakin berkurang karena dipakai
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Disisi lain, bahwa cadangan minyak yang
dimiliki Indonesia semakin terbatas karena merupakan produk yang tidak dapat
diperbaharui. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mencari bahan
bakar alternatif.
Ide penggunaan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar diesel
didemonstrasikan pertama kalinya oleh Rudolph Diesel ( tahun 1900). Penelitian di
bidang ini terus berkembang dengan memanfaatkan beragam lemak nabati dan
hewani untuk mendapatkan bahan bakar hayati (biofuel) dan dapat diperbaharui
(renewable). Perkembangan ini mencapai puncaknya di pertengahan tahun 80-an
dengan ditemukannya alkil ester asam lemak yang memiliki karakteristik hampir
sama dengan minyak diesel fosil yang dikenal dengan biodiesel.
Indonesia adalah negara penghasil minyak nabati terbesar dunia, selain
menghasilkan minyak sawit (Crude Palm Oil = CPO), juga menghasikan minyak
lainnya seperti minyak kopra yang jumlahnya cukup besar. Ini merupakan potensi
bahan baku yang besar untuk tujuan pengembangan BBM alternatif tersebut. Salah
satu bahan baku yang dipakai yaitu fraksi stearin yang diperoleh dari sisa
pengolahan CPO di pabrik minyak nabati (Fractination Refining Factory). Produksi
minyak sawit dewasa ini cenderung meningkat dan diperkirakan akan berlanjut satu
atau dua dekade ke depan.
Pembuatan biodiesel dari minyak nabati dilakukan dengan mengkonversi
trigliserida (komponen utama minyak nabati) menjadi metil ester asam lemak,
dengan memanfaatkan katalis pada proses metanolisis/esterifikasi. Beberapa katalis
telah digunakan secara komersial dalam memproduksi biodiesel. Selain itu, juga
diupayakan katalis katalis dari sisa produksi alam seperti, janjang sawit, abu sekam
padi dan sebagainya.

2002 digitized by USU digital library

PERKEMBANAGAN BIODIESEL
2.1.Gagasan Awal
Gagasan awal dari perkembangan biodiesel adalah dari suatu kenyataan yang
terjadi di Amerika pada pertengahan tahun 80-an ketika petani kedelai kebingungan
memasarkan kelebihan produk kedelainnya serta anjloknya harga di pasar. Dengan
bantuan pengetahuan yang berkembang saat itu serta dukungan pemerintah
setempat, mereka/petani mampu membuat bahan bakar sendiri dari kandungan
minyak kedelai menjadi bahan bakar diesel yang lebih dikenal dengan biodiesel.
Produk biodiesel dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk alat-alat pertanian dan
transportasi mereka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, para ahli telah menyimpulkan bahwa
bahan bakar biodiesel memiliki sifat fisika dan kimia yang hampir sama dengan
bahan bakar diesel konvensional dan juga memiliki nilai energi yang hampir setara
tanpa melakukan modifikasi pada mesin diesel. Pengunaan biodiesel di Eropa
dilakukan dengan mencampur bahan bakar biodiesel dengan diesel konvensional
dengan perbandingan tertentu yang lebih dikarenakan menjaga faktor teknis pada
mesin terhadap produk baru serta menjaga kualitas bilangan setana biodiesel yang
harus sama atau lebih besar 40.
Keunggulan lain dari bahan bakar ini adalah dalam melakukan kendali kontrol
polusi, dimana biodisel lebih mudah dari pada bahan bakar diesel fossil karena tidak
mengandung sulfur bebas dan memiliki gas buangan dengan kadar pengotor yang
rendah dan dapat didegredasi. Di sisi lain, secara ekonomi menguntungkan bagi
negara barat dan Eropa karena sumbernya tidak perlu di impor seperti bahan bakar
konvensional. Sumber minyak nabati lainnya yang diolah menjadi biodiesel yaitu
dari rapeseed (canola), bunga matahari dan safflower.
Sementara itu beberapa negara sudah memproduksi biodiesel secara pabrik,
seperti ditulis pada Pollution Control Drives New Interest In Biodisel, Livorno Italia
telah dibangun pabrik dengan kapasitas 60.000 metrik ton per tahun akhir tahun
1992 dan di Kansas city pabrik ester oil (biodiesel) memproduksi 2,1 juta galon per
tahun dan juga dibangun di St.Louis. Kementrian Jerman awal tahun 1992
mengeluarkan dana sebesar 5,3 juta DM untuk peneliti rapeseed biodiesel di Bonn
dan menyimpulkan bahwa rapeseed biodisel dapat melayani pasokkan cadangan
bahan bakar diesel.
2.2. Indonesia dan Potensinya
Minyak kelapa sawit sangat berpotensi sebagai bahan baku biodiesel
dan
bagi Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar dunia mempunyai peluang
untuk menghasilkan bahan bakar biodiesel. Tujuan utama adalah bagaimana kita
dapat memanfaatkan sumber yang melimpah di Indonesia menjadi lebih bermanfaat.
Jika hal ini dilaksanakan maka selain dapat mengendalikan produksi sawit di saat
panen besar, keuntunggan lainnya adalah mengurangi impor minyak diesel yang
menyita cadangan devisa negara. Menurut laporan DitJen Migas (1998) kebutuhan
bahan bakar diesel meningkat setiap tahunnya seperti disajikan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 1. Produksi dan Komsumsi Minyak Diesel di Indonesia (juta liter)
Minyak Diesel
Tahun
1994/95

Minyak Solar

Produksi

Konsumsi

Produksi

Konsumsi

11866,2

16342,0

1148,0

1905,6

2002 digitized by USU digital library

1995/96
1996/97
1997/98
1998/99*

13465,1
14345
15673,9
16208,9

17621,5
19706,2
22092,1
22423,4

978,5
842,4
984,4
1714,6

1637,4
1576,4
1512,8
2642,8

Sumber : DitJen Migas dan Pusat Penelitian Energi ITB,*) Perkiraan


Berdasarkan informasi yang diterima kemampuan memproduksi minyak solar
dan diesel Indonesia saat ini sudah sesuai dengan kapasitas yang dimiliki sehingga
ada kecendrungan akan meningkatnya impor di tahun-tahun mendatang walaupun di
tahun 1999 kebutuhan bahan bakar diesel menurun tidak sesuai dengan perkiraan
pada tabel di atas, namun setelah pasca krisis ekonomi di Indonesia kebutuhan
diperkirakan akan meningkat kembali.
Tabel 2. Perkembangan Sawit Indonesia
TBS
Minyak Sawit (CPO)
Tahun
(Ton)
(Ton)
1991
12.530.568
2.677.600
1992
14.620.681
3.266.250
1993
16.959.977
3.421.449
1994
17.435.070
4.008.062
1995
18.922.870
4.350.085
1996
20.648.680
4.746.823
Sumber : DitJen Perkebunan RI, diolah

Ekspor (CPO)
(Ton)
106.163
76.003
165.572
350.787
281.959
690.260

Tabel 2. di atas menyajikan peningkatan produksi TBS dan CPO tiap


tahunnya. Peningkatan itu tidak diikuti oleh peningkatan ekspor yang berarti yang
dapat dilihat dari fluktuasi ekspor CPO menurut pelabuhan muat di atas, hal yang
sama juga terjadi untuk ekspor Olein (minyak goreng) dan Palm Stearin. Menurut
data di atas menunjukkan volume ekspor 1996 hingga 2001 mungkin saja menurun.
Ada faktor-faktor yang sangat mempengaruhi pemasaran produk-produk sawit
Indonesia yang belum dapat diatasi pemerintah saat ini, apalagi ketika seluruh areal
perkebunan sawit sudah menghasilkan (35% perkebunan diperkirakan mulai
menghasilkan tahun 2003) membuat Indonesia mengalami masalah baru ditengah
limpahan kekayaan sendiri, sehingga harus dicari alternatif pengolahan produk CPO
tersebut.
Harga jual kelapa sawit dan CPO dapat tiba-tiba tidak terkendali, ketika
panen berlimpah harga sawit menjadi rendah, yang sering dirugikan adalah petani
karena harus tetap menanggung beban operasional perkebunan sawit mereka,
seperti yang terjadi belakanggan ini. Dengan memiliki pabrik-pabrik biodiesel, maka
akan lebih mudah untuk mengendalikan produksi CPO, dalam arti jika produksi CPO
berlebih dan harga di pasar internasional kurang baik maka seluruh hasil buah sawit
dalam bentuk CPO dapat dikonversi menjadi biodiesel sehingga volume dan harga
ekspor CPO dapat dikendalikan dan biodieselnya dapat memasok kebutuhan bahan
bakar diesel dalam negeri, yang berarti menurunkan beban devisa untuk impor. Dan
jika pengembangan pembuatan biodiesel dimulai dari sekarang tidak mustahil sekitar
tahun 2010 ketika diperkirakan Indonesia telah menjadi negara penghasil CPO dan
olein terbesar di dunia dan juga pengekspor bahan bakar biodiesel dunia.
Negara tetangga Malaysia selangkah lebih maju dalam penelitian sawit
khususnya biodiesel, dari beberapa laporan badan riset sawit PORIM di Malaysia
telah berhasil melakukan berbagai uji biodiesel dari minyak sawit. Perusahaan mobil
Mercedes menjadi sponsor penelitian tersebut yang tentunya sangat membantu
dalam megembangkan biodiesel di negara tersebut. Lembaga-lembaga pendidikan,

2002 digitized by USU digital library

Anda mungkin juga menyukai