Anda di halaman 1dari 13

Clinical Science Session

RABIES

DISUSUN OLEH : HADI FATURROHIM


NPM

: 10-018

PEMBIMBING : dr. IGM Afridoni Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS BAITURAHMAH


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD SOLOK
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit rabies merupakan penyakit yang menakutkan. Manusia dapat tertular penyakit ini
lewat gigitan hewan perantara pengidap penyakit rabies. Penyakit rabies ini adalah penyakit
menular yang akut dan menyerang susunan syaraf pusat, yang dicirikan dengan gejala syaraf,
agresif, photofobia(takut terhadap sinar), hydropobia(takut terhadap air) dan selalu diakhiri
dengan kematian. Di indonesia, hewan yag mengidap penyakit rabies cenderung menyerang
siapa saja yang dianggap mengganggunya atau berada di dekatnya, terutama benda yang
bergerak. Penyebab penyakit rabies adalah virus RNA berbentuk peluru yang tergolong
dalam genus Lyssavirus dan Familia Rhabdoviridae.1,2.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.DEFINISI
Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia
yang berakibat fatal. Penyakit ini sebenarnya merupakan penyakit hewan yang disebabkan
oleh rhabdovirus, tetapi kadang ditularkan pada manusia melalui gigitan hewan yang
menderita rabies. Rabies atau penyakit anjing gila merupakan penyakit zoonosis yang
terpenting di indonesia.1,2.

B. EPIDEMIOLOGI
Rabies merupkan penyakit infeksi hewan berdarah panas yang hidup diseluruh dunia.
Di indonesia, rabies telah sejak schrool menemukan penyakit ini pada seekor kuda pada tahun
1884, sedangkan pada manusia yang terkena dilaaporkan pertama kali oleh E.V de Haan pada
tahun 1894.
Penelitian yang dilakukan di Bali dari Oktober 2008 Februari 2011 ada 122 orang
mengalami penyakit rabies, sebaran umur bervariasi. Dimana data tersebut didapat dari
instansi terkait di wilayah bali mengatakan bahwa umur paling banyak terjangkit yakni umur
41-50 dan yang paling sedikit adalah umur 81-90, dan kesimpulan yang didapat adalah
perlunya peningkatan vaksinasi secara berkala dan pengontrolan terhadap populasi anjing. Di
indonesia, anjing merupakan vektor paling penting. Pengetahuan mengenai epidemiologi
likal rabies sangat penting bagi para dokter dalam mengenai penderita. Luka akibat gigitan
kelelawar ataupun satwa liar harus selalu divaksinasi. Sedangkan untuk gigitan hewan
peliharaan sebaiknya dibicarakan dahulu dengan dokter hewan setempat.1,3,8,9,10.

C. ETIOLOGI
Penyebab rabies adalah virus rabies yang termasuk family Rhabdovirus. Bentuknya
menyerupai peluru yang berukuran 180 nm dengan panjang 75 nm, dan pada permukaannya
terlihat struktur seperti paku dengan panjang 9 nm. Virus ini tersusun dari Protein, lemak,
RNA dan karbohidrat. Virus rabies tidak dapat bertahan lama di luar jaringan hidup. Virus

mudah mati oleh sinar matahari dan sinar ultraviolet. Dengan pemanasan 60 derajat celsius
selama 5 menit, virus rabies akan mati. Virus ini tahan terhadap suhu dingin, bahkan dapat
bertahan beberapa bulan pada suhu -40 Celsius.1,3,4,10.

Gambar1. Rhabdovirus
D. RESERVOIR RABIES
Sumber penularan penyakit rabies 90% dari anjing, 6% dari kucing, 4% dari monyet
dan hewan lain. Setelah menyerang dan mengakibatkan radang otak. Sebagian reservoir
adalah berbagai Canidae domestic dan liar, seperti anjing, serigala, kucing, dan mamalia
menggigit lainnya. Kelelawar frugivorous (pemakan buah) dan insectivorous (pemakan
serangga) ditemukan di Amerika Serikat dan Kanada bahkan Eropa. Di Negara berkembang
Anjing tetap menjadi reservoir utama.1,5,6,8.
Ciri-ciri anjing yang telah dicurigai mengidap penyakit rabies secara klasik antara lain
sebagai berikut :
a.

Mulut menganga dengan lidah menjulur.

b.

Keluar air liur yang banyak dari mulutnya.

c.

Telinga terkulai lemah.

d.

Posisi ekor menggantung.

e.

Terjadi perubahan suara sewaktu menyalak.

E. CARA PENULARAN RABIES


Penyakit rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman yang terdapat dalam air
liur binatang ini akan masuk ke aliran darah dan menginfeksi tubuh manusia. Binatang yang
sering menderita rabies adalah anjing, kucing, kelelawar dan kera. Selain lewat gigitan, rabies
juga dapat ditularkan melalui mata, hidung, mulut dan luka yang terkontaminasi oleh air liur
binatang yang terjangkit rabies. Penularan lewat cara ini sangat jarang terjadi, umumnya

penularan melalui gigitan. Sedangkan penularan rabies dari manusia ke manusia sampai saat
ini belum ada bukti maupun penelitian yang dapat membuktikannya, meskipun ada teori
yang menyatakan bahwa rabies dapat ditularkan dari orang ke orang namun pada
kenyataannya tidak dapat dibuktikan.1,2,3,6.

F. PATOFISIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang
terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan
dan kadang-kadang melalui jilatan.secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat
gigitan selama 2 minggu, virus akan tetap tinggal pada tempat masuk dan sekitarnya. Setelah
masuk ke dalam tubuh, virus rabies akan menghindaripenghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui
pengikatannya pada sistem saraf.Setelah berpindah, virus ini memasuki saraf perifer. Masa inkubasi yang
panjang menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf pusat. Amplifikasi terjadi
hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction danmemasuki akson motorik
dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan sudah tidakberguna lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal
dengan mortalitas 100 %. Jika virustelah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke
dalam semuabagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem
limbik,hipotalamus, dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuronsentral, virus
kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan padaserabut saraf volunter maupun otonom.
Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organtubuh dan berkembang
biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Khusus mengenai infeksi sistem limbik, sebagaimana diketahui
bahwa sistem limbik sangat berhubunganerat dengan fungsi pengontrolan sikap emosional. Akibat pengaruh
infeksi sel-sel dalamsistem limbik ini, pasien akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari
luar.Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat gigitanhewan yang mengandung
virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak dapat terinfeksioleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang
terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuhatau terluka. Virus juga dapat masuk melalui selaput mukosa
yang utuh, misalnya selaput konjungtiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan melaluimakanan
belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi jarangditemukan pada manusia. Hanya
ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi melalui inhalasiini.
Hewan terinfeksi virus
rabies
Mengigit Manusia

Luka

Faktor
Resiko

Virus masuk kedalam tubuh melalui ludah


dan menetap disekitar daerah gigitan
selama 2 minggu

Virus berpindah dari tempatnya


dengan perantara syaraf

Syaraf perifer

Virus

Terjadi amplikasi (nukleokapsid


masuk ke neuromuskular

Virus sampai ke otak melalui


cairan selebrospinal.

Virus menyebar dan


berkembang biak

Ke
perifer(dalam
serabut
Infeksi sistim
limbik

Syaraf
volunter

Kelenjer
ludah

Terganggu fungsi
pengontrolan
sikap emosi

Terganggu fungsi
emosi

G. GEJALA KLINIS
Pada Hewan Gejala klinis ada 3 stadium :

Syaraf otonom

Otot skeletal, Otot


jantung, Ginjal,
mata,Pangkreas dll

A. Stadium Prodromal
Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung antara 2-3
hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan
mulai mencari tempat-tempat yang dingin/gelap, menyendiri, reflek kornea berkurang, pupil
melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya. Hewan menjadi sangat perasa, mudah
terkejut dan cepat berontak bila ada provokasi.Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai
diikuti oleh kenaikan suhu badan.
B. Stadium Eksitasi
Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal, bahkan dapat
berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai garang,menyerang hewan lain ataupun manusia
yang dijumpai dan hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi murung
terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan mengalami fotopobi atau takut
melihat sinar sehingga bila ada cahaya akan bereaksi secara berlebihan dan tampak
ketakutan.
C. Stadium Paralisis.
Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk dikenali atau
bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Hewan mengalami kesulitan
menelan, suara parau, sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.
Pada Manusia Gejala klinis ada4 stadium :
A. Stadium Prodromal
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan
gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan,
kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.
B. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian
disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris.
C. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi
atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin
atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita menjadi
bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi semakin
hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau
kaku kejang.

D. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang
ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresisotot-otot yang bersifat
progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala
paresis otot-otot pernafasan.1,4,5,6,7.
H. DIAGNOSA
Diagnosis rabies Pada manusia ditegakkan berdasarkan 2 cara yaitu:

Klinis, Terbagi menjadi 3 stadium yaitu:


o Prodromal, dengan gejala nyeri kepala, demam, hipersalivasi, dan fotofobia.
o Eksitasi, dimana reflex mulai meningkat, sulit menelan, agresif, dan
hidrofobia.
o Paralitik, dimulai dengan munculnya kelumpuhan flasid di tempat gigitan,
kelumpuhan yang dimulai dari ujung anggota gerak terus kea rah pangkal, dan
bisa sampai terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan.

Pemeriksaan Laboratorium
o Isolasi Virus Rabies yang didapatkan dari specimen air liur, cairan
serebrospinal, air mata, jaringan mukosa mulut atau urin penderita.
o FAT (fluorencent antibody test) adalah pemeriksaan berdasarkan antigen virus
pada specimen tersebut diatas, hasilnya bisa negative bila antibody sudah
terbentuk.
o Mikroskopis seller, adalah pemeriksaan mikroskopik untuk menemukan negry
body dimana negry body adalah tanda khas inveksi virus rabies pada sel tubuh.
o Biologis, adalah inokulasi specimen ke dalam jarigan otak tikus putih. Setelah
tikus mati, dilanjutkan pemeriksaan ulang dengan metode FAT dan
mikroskopis seller.1,5,6,9.

I.DIAGNOSA BANDING
RABIES HISTERIK
Penderita rabies harus dibedakan dengan rabies histerik yaitu suatu reaksi psikologis
orang-orang yang terpapar dengan hewan yang diduga mengidap rabies. Penderita dengan
rabies histerik akan menolak jika diberi minum (psedohidrfobia) sedangkan pada penderita

rabies sering merasa haus dan pada awalnya menerima air dan minum, yang akhirnya
menyebabkan plasme faring.
TETANUS
Tetanus dapat dibedakan dengan rabiesmelalui masa inkubasinya yang pendek,
adanya trismus, status mental normal, cairan selebrospinal biasanya normaldan tidak terdapat
hidrofobia.1,2,6,9
J. PENATALAKSANAAN RABIES
A. Terapi Awal :
Pertolongan pertama: Usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air
(sebaiknya air mengalir) dan sabun atau ditergent selama 10-15 menit, kemudian diberi
antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah atau lainnya). Tetapi, walaupun pencucian
luka sudah dilakukan, harus dicuci kembali lukanya di puskesmas atau rumah sakit.
Pengobatan luka secara khusus (dengan pengawasan dokter)

Berdasarkan rekomendasi dari WHO pengobatan luka secara khusus sebagai berikut:
Lakukan pencucian seperti di atas
Semprotkan serum anti rabies ke dalam luka dan infiltrasikan serum tersebut

di sekitar luka.
Luka jangan segera dijahit, tapi jika perlu luka jahitan lakukanlah infiltrasi

dengan serum anti rabies di sekitar luka.


Berikan pencegahan terhadap tetanus bila ada indikasi dan antibiotika untuk
mencegah infeksi sekunder dengan kuman.

Kejadian penggigitan dilaporkan ke petuga Dinas Peternakan/Pertanian setempat.

Hewan

yang

menggigit

harus

ditangkap

dan

dilaporkan

ke

Dinas

Peternakan/Pertanian untuk diobeservasi. Diamati selama 14 hari, jika hewan mati


dengan gejala rabies dalam masa masa obeservasi maka hewan tersangka dinyatakan
positif rabies

Apabila dalam masa observasi hewan tetap sehat maka hewan tersebut divaksinasi
anti rabies dan dikembalikan pada pemiliknya atau dibunuh bila tidak ada pemilik.5,7,9.

B.PENGOBATAN

Pada hewan tidak ada pengobatan yang efektif, sehingga apabila hasil diagnosa
positif rabies, diindikasikan mati/euthanasia.
Pada manusia dapat dilakukan pengobatan Pasteur, pemberian VAR dan SAR sesuai
dengan prosedur standar operasi (SOP).
1.Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR)
1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV) Kemasan : Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam
vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment).
Cara pemberian :disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus (anak
anak di daerah paha.
b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post
Exposure Treatment)
Cara pemberian : sama seperti pada butir 1.a.
Cara Pemberian Serum Anti Rabies (SAR)
1. Serum hetorolog (Kuda).
Kemasasn

: vial 20 ml (1 ml = 100 IU).

Cara pemberian

:Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin,


sisanya disuntikkan intra maskuler.

2. Serum Momolog
Kemasan

: vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU ).

Cara pemberian

:Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin,


sisanya disuntikkan intra muskuler.1,3,9.

K. PENCEGAHAN
Strategi biaya yang paling efektif untuk mencegah rabies pada orang adalah dengan
menghilangkan rabies pada anjing melalui vaksinasi. Vaksinasi hewan (kebanyakan anjing)
telah mengurangi jumlah manusia (dan hewan) kasus rabies di beberapa negara.Kasus
zoonosis yaitu penyakit menular dari hewan ke manusia, cara penanganannya dan
pencegahannya ditujukan pada hewan penularnya. Pada manusia, vaksin rutin diberikan
kepada orang-orang yang pekerja dengan resiko tinggi, seperti dokter hewan, pawang
binatang, peneliti khusus hewan dan lainnya.
Cara mencegah penyakit rabies pada anjing yaitu:

a. Suntikan Vaksin Rabies 1-2 kali setahun


b. Mengikat anjing sepanjang lebih dari 2 meter dengan rantai
c.

Membrangus anjing jika ingin dibawah keluar rumah.

Efek samping Vaksin.


Vaksin dengan kultur jaringan sangat baik dalam pemakaiannya. Hanya saja
ditemukan sedikit efek samping , seperti lengan terasa pedih, nyeri kepala, malaise dan
edema alergik. Pada vaksinasi ulangan dengan HDCV dapat timbul reaksi alergi, yang
diakibatkan adanya beta propiolakton yang digunakan untuk inaktivasi virus. Reaksi lain
berupa urtikaria, edema, manifestasi sendi, demam dan malaise.2,3,5,6,8.
L. PROGNOSIS
Adanya anak berumur 6 tahun yang dapat hidup setelah digigit kelelawar membuat
kita optimis bahwa kemungkinan untuk hidup dapat terjadi apabila perawatan dilakukan
secara intensif. Seperti di thailand, saat ini dapat merawat penderita yang diobati secara
intensif berhasil mencapai kesembuhan setelah melewati perjalanan penyakit yang
panjang.1,5,6,7.

BAB III

KESIMPULAN
Dapat kita simpulkan bahwa penyakit Rabies disebabkan oleh virus rabi. Biasanya
yang lebih rentan terkena remaja dan anak-anak yang tinggal di daerah dimana anjing lebih
banyak dari pada penghuni desa tersebut. Rabies adalah penyakit zoonosis (penyakit yang
ditularkan ke manusia dari hewan) yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini menginfeksi
hewan domestik dan liar, yang menyebar ke orang melalui kontak dekat dengan air liur yang
terinfeksi melalui gigitan atau cakaran. Gejala rabies pada manusia biasanya diawali dengan
demam, nyeri kepala, sulit menelan, hipersalivasi, takut air, peka terhadap rangsangan angin
dan suara, kemudian diakhiri dengan kematian. Biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50
hari setelah terinfeksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Garna, herry.2008 Buku ajar infeksi dan pediadtri Tropis edisi kedua.Jakarta:IDAI
2. Sudoyo, Aru W.2010.Buku ilmu penyakit dalam jilid 3 edisi 5.
Jakarta:InternaPublishing
3. Arjatmo T. 2001.Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta: Gaya Baru.
4. Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
5. Sylvia A. Price. 2006.Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
6. Nelson.1988.Ilmu Kesehatan Anak Bagian 1 edisi 12. Jakarta:EGC
7. Markum,AH.1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1.Jakarta:FKUI
8. Masjoer, Arif dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta:FKUI
9. Guyton and Hall.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC
10. Sundaru, heru.2001. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid III Edisi
Ketiga.Jakarta:FKUI

Anda mungkin juga menyukai