PDH Pada Penderita Kusta
PDH Pada Penderita Kusta
Puskesmas Cendrawasih dengan keluhan bercak merah pada seluruh tubuh yang
dialami sejak 1 tahun yang lalu, dan memberat sejak 3 bulan terakhir. Dilakukan
pemeriksaan dengan hasil TD 110/70 mmHg, pada status lokalis kulit ditemukan
plaque yang eritematous dan berbatas tegas berukuran 2x2 cm sampai dengan
5x10 cm pada regio facia, auricula, thoraks, abdomen, punggung, ekstremitas
superior dan inferior, pasien tidak merasakan sentuhan kapas pada lesi, terdapat
penebalan dan nyeri raba pada nervus ulnaris dextra, nervus tibialis posterior
sinistra dan dextra, terdapat gangguan fungsi sensorik setengah pada digiti IV dan
digiti V kedua tangan serta kedua telapak kaki, pada pemeriksaan kerokan kulit
didapatkan hasil indeks bakteri (IB) sebesar 1+. Tn. H didiagnosis menderita kusta
tipe MB dengan cacat tingkat I dan reaksi kusta tipe I, kemudian ditatalaksana
dengan regimen MDT 12 dosis selama 12-18 bulan dan prednison selama 12
minggu. Selama ini Tn. H tidak berobat ke dokter karena khawatir didiagnosa
kusta. Tn. H tinggal bersama dengan 5 anggota keluarga lainnya. Tn. H dan
keluarga juga diberi edukasi terkait penyakit kusta, anjuran untuk melakukan
pengobatan kusta secara teratur, dan melaksanakan modifikasi gaya hidup.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa telah dilakukan
penatalaksanana pasien dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa India
kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum Masehi. Sampai saat ini, penyakit
kusta masih merupakan masalah kesehatan di dunia terutama di negara
berkembang, seperti Indonesia.1,2
The Indonesian Leprosy Elimination Taskforce menyatakan telah
berhasil mengurangi tingkat kejadian kusta, kurang dari 1 per 10 000 orang di
pertengahan tahun 2000-an. Namun, laporan terbaru menunjukkan bahwa
kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.2
Keterlambatan diagnosis MH dapat mengakibatkan kerusakan saraf
yang irreversibel, dan pada akhirnya mengalami cacat permanen. Cacat fisik
yang disebabkan oleh kusta sering disalahpahami dan dianggap menakutkan
oleh masyarakat. Penyakit ini masih terkait dengan stigma sosial yang tidak
diinginkan yang sangat berdampak pada kemampuan fisik pasien, ekonomi,
dan kehidupan sosialnya.2
1.2 Aspek disiplin ilmu yang terkait dengan judul pembahasan
Untuk pengendalian permasalahan kusta pada tingkat individu dan
masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program
profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan
klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas
dilayanan
primer
(Puskesmas)
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan
kompetensi yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan
pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi
mempunyai landasan berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu
kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik moral dan
b.
peraturan perundangan.
Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial dan
budaya sendiri dalam penangan kusta, melakukan rujukan bagi kasus
kusta, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku
c.
d.
mampu
masalah
pengendalian
baik secara
individu,
kusta
secara
keluarga
holistik
dan
maupun komunitas
optimum.
Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah kusta dengan menerapkan
prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan keselamatan
g.
orang lain.
Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara
komprehensif,
holistik,
koordinatif,
kolaboratif
dan
1.3.1
Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan
pelayanan
dokter
keluarga
secara
paripurna
Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi permasalahan sosial dalam pengendalian
kusta secara individu, keluarga, maupun masyarakat.
b. Untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, serta menginterpretasikan hasilnya dalam menetukan
diagnosis.
c. Untuk mengidentifikasi dan menjelaskan epidemiologi, dan
transmisi kusta berdasarkan kasus.
d. Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi
pada level individu, keluarga, dan masyarakat dalam pengendalian
kusta.
e. Untuk
evaluasi
terhadap
penatalaksanaan
yang
dilakukan.
1.3.3
sudah teratur.
Perbaikan reaksi kusta dengan pemberian prednison selama 12 minggu
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN
2.1 Kerangka Teoritis
Gambaran Penyebab Kusta
Imunitas
Malnutrisi
Kesesakan
PEJAMU
PEKA
INFEKSI
Hygiene
Invasi Jaringan
KUSTA
rumah
Mekanisme Kusta
Layanan Primer
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
Comprehensive care and holistic approach
Continuous care
Prevention first
Coordinative and collaborative care
Personal care as the integral part of his/her family
Family, community, and environment consideration
Ethics and law awareness
Cost effective care and quality assurance
Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien adalah
seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan spiritual,
serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
Aspek personal : Keluhan utama, harapan, kekhawatiran.
Aspek klinis: diagnose klinis dan diagnose bandingnya
Aspek faktor resiko internal: perilaku kesehatan, persepsi kesehatan
Aspek faktor resiko eksternal: psikososial dan ekonomi keluarga,
bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.1
Epidemiologi
Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain
sampai tersebar ke seluruh dunia, tampaknya disebabkan oleh
perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut. Masuknya
dengan
kerentanan,
perubahan
imunitas,
dan
akibat
keterbatasan
kemampuan
negara
itu
dalam
10
Gejala Klinis
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tandatanda utama atau cardinal sign, yaitu:3
a. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
Kelainan
kulit/lesi
dapat
berbentuk
bercak
keputihan
11
c.
d.
e.
f.
g. Nervus trigeminus
Anestesia kulit wajah, kornea, dan konjungtiva mata.
12
keringat,
kelenjar
palit,
dan
folikel
rambut
dapat
13
2.3.4
Klasifikasi
Setelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka untuk
tahap selanjutnya harus ditetapkan tipe atau klasifikasinya. Penyakit
kusta dapat diklasifikasikan berdasarkan manifestasi klinis (jumlah
lesi, jumlah saraf yang terganggu), hasil pemeriksaan bakteriologi,
pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan imunologi.3
Klasifikasi bertujuan untuk:3
Menentukan rejimen pengobatan, prognosis dan komplikasi.
Perencanaan operasional, seperti menemukan pasien-pasien yang
menularkan dan memiliki nilai epidemiologi yang tinggi sebagai
target utama pengobatan.
Identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat
Terdapat banyak jenis klasifikasi penyakit kusta diantaranya
adalah klasifikasi Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, dan klasifikasi
menurut WHO.1,3
a. Klasifikasi Internasional: klasifikasi Madrid (1953)
Pada
klasifikasi
ini
penyakit
kusta
dibagi
atas
berdasarkan
manifestasi
klinis,
pemeriksaan
14
tipe
kusta
menurut
Ridley-Jopling
adalah
tipe
klasifikasi
menurut
WHO
sebagai
pedoman
Jumlah
Distribusi
Permukaan
Tuberkuloid polar
(TT)
Borderline
tuberculoid (BT)
Makula
saja;
makula
dibatasi
infiltrat
Satu,
dapat
beberapa
Asimetris
Kering bersisik
Makula
dibatasi
infiltrat;
infiltrat
saja
Beberapa atau satu
dengan satelit
Masih asimetris
Kering bersisik
15
Indeterminate (I)
Hanya infiltrat
agak
Batas
Jelas
Jelas
Anestesia
Jelas
Jelas
BTA
Lesi kulit
Tes lepromin
Hampir
selalu Negatif atau hanya Biasanya negatif
negatif
1+
Positif kuat (3+)
Positif lemah
Dapat positif lemah
atau negatif
Jumlah
Distribusi
Permukaan
Batas
Anestesia
BTA
Lesi kulit
Sekret hidung
Tes lepromin
Lepromatosa
polar (LL)
Makula
Infiltrat
Papul
Nodus
Tidak
terhitung,
hampir tidak ada
kulit sehat
Simetris
Halus berkilat
Tidak jelas
Biasanya
jelas
Borderline
lepromatosa (BL)
Makula
Plakat
Papul
Mid bordeline
(BB)
Plakat
Dome-shaped
(kubah)
Punched-out
dihitung, Dapat
dihitung,
ada kulit kulit sehat jelas ada
Sukar
masih
sehat
Hampir simetris
Halus berkilat
Agak jelas
tidak Tidak jelas
Banyak (globus)
Banyak
Banyak
(ada Biasanya negatif
globus)
Negatif
Negatif
Asismetris
Agak kasar, agak
berkilat
Agak jelas
Lebih jelas
Agak banyak
Negatif
Biasanya negatif
16
asam (BTA)
Tabel 5. Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi kusta
menurut WHO3
Kelainan kulit dan hasil
pemeriksaan
Bercak mati rasa
Ukuran
Distribusi
Permukaan
Batas
Kehilangan
bercak
rasa
Pausibasiler (PB)
Ciri-ciri
Central healing
Nodulus
Deformitas
Tidak ada
Terjadi dini
2.3.5
Multibasiler (MB)
Kecil-kecil
Bilateral simetris
Halus, berkilat
Kurang tegas
Biasanya tidak jelas, jika
ada terjadi pada yang
sudah lanjut
Biasanya tidak jelas, jika
ada terjadi pada yang
sudah lanjut
Ada,
kadang-kadang
tidak ada
Ada,
kadang-kadang
tidak ada
Punched out lesion
Madarosis
Ginekomasti
Hidung pelana
Suara sengau
Kadang-kadang ada
Biasanya asimetris
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bakterioskopik
Pemeriksaan bakteroskopik digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan
dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan
mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil
tahan asam, antara lain dengan Ziehl-Neelsen. Bakterioskopik
17
18
lepra
atau
sel
busa
dan
sebagai
alat
pengangkut
penyebarluasan.1
Granuloma adalah akumulasi makrofag dan atau derivatderivatnya. Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah
tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau
hanya sedikit dan non solid. Pada tipe lepromatosa terdapat
subepidermal clear zone, yaitu suatu daerah langsung di bawah
epidermis yang jaringannya tidak patologik. Didapati sel Virchow
dengan banyak basil. Pada tipe borderline, terdapat campuran
unsur-unsur tersebut.1
c. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya
antibodi
pada
tubuh
seseorang
yang
terinfeksi
oleh
19
Pengobatan
a. Kusta tipe PB5
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa
Pengobatan bulanan : Hari pertama (diminum didepan
petugas)
1 tablet Lampren 50 mg
20
Tabel 6. Dosis MDT menurut umur pada penderita kusta tipe PB5
Nama Obat
< 5 tahun
5-9 tahun
10-14
tahun
> 15
tahun
Rifampisin
10-15 mg/
kgBB
300
mg/bulan
450
mg/bulan
600
mg/bulan
1-2
mg/kgBB
25 mg/hari
50 mg/hari
100
mg/hari
1-2
mg/kgBB
25 mg/hari
50 mg/hari
100
mg/hari
DDS
Keteranga
n
Minum di
depan
petugas
Minum di
depan
petugas
Minum di
rumah
Tabel 7. Dosis MDT menurut umur pada penderita kusta tipe MB5
Nama Obat
< 5 tahun
5-9 tahun
10-14
tahun
> 15
tahun
Rifampisin
10-15 mg/
kgBB
300
mg/bulan
450
mg/bulan
600
mg/bulan
1-2
mg/kgBB
25 mg/hari
50 mg/hari
100
mg/hari
1-2
mg/kgBB
25 mg/hari
50 mg/hari
100
mg/hari
150 mg/bln
300 mg/bln
50 mg
setiap 2
hari
50 mg/hari
DDS
Clofazimin
1 mg/kgBB
2.3.7
50 mg 2
kali
seminggu
Keteranga
n
Minum di
depan
petugas
Minum di
depan
petugas
Minum di
rumah
Minum di
depan
petugas
Minum di
rumah
Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pengobatan pada penderita kusta adalah sebagai berikut :5
a. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam
waktu 6-9 bulan dinyatakan RFT (Release From Tretment) tanpa
diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.
21
22
BAB III
METODOLOGI STUDI KASUS
3.1 Waktu dan Lokasi Melakukan Studi Kasus
3.1.1 Waktu Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pada tanggal 15 April 2015 sampai dengan 2 Mei
2015.
3.1.2 Lokasi Studi Kasus
Jln. Baji dakka Lorong 2 RT IV RW III, Kelurahan Karang Anyar,
Kecamatan Mamajang.
3.2 Pengumpulan data dilakukan dengan komunikasi personal dengan
pasien/keluarganya secara langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why,
who, where, when, dan how.
3.3 Pengumpulan data/informasi tentang penyakit atau permasalahan kesehatan
dengan melakukan komunikasi personal dengan pasien dan atau keluarganya dan
analisis data.
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Studi Kasus
4.1.1 Pasien
Tn. H, laki-laki, umur 33 tahun, BB 49 kg, TB 168 cm,
datang ke poliklinik Puskesmas Cendrawasih dengan keluhan bercak
merah pada seluruh tubuh yang dialami sejak 1 tahun yang lalu, dan
memberat sejak 3 bulan terakhir. Awalnya bercak kemerahan muncul
di dada sebelah kiri, kemudian 3 bulan yang lalu bercak menyebar ke
seluruh tubuh. 1 bulan terakhir bercak kemerahan timbul pada wajah
dan daun telinga. Riwayat alergi makanan, obat-obatan, cuaca, dan
debu tidak ada. Riwayat keluarga yang mengalami keluhan yang
sama tidak ada. Riwayat kontak terhadap penderita dengan keluhan
yang sama ada, yaitu tetangga pasien.
Selama ini Tn. H enggan berobat ke dokter karena khawatir
didiagnosa kusta. Tn. H tinggal bersama dengan 5 anggota keluarga
lainnya. Tn. H dan keluarga juga diberi edukasi terkait penyakit
kusta, anjuran untuk melakukan pengobatan kusta secara teratur, dan
melaksanakan modifikasi gaya hidup. Tn. H bekerja sebagai buruh di
sebuah toko bahan bangunan, dan masih dapat bekerja dengan baik
tanpa bantuan siapapun.
a. Pemeriksaan fisis
BB 49 kg, TB 168 cm
TD 110/70 mmHg, nadi 78 kali/menit, pernafasan 18
24
menderita kusta.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Anamnesis
a. Aspek Personal
Tn. H, laki-laki, 33 tahun
Datang ke poliklinik Puskesmas Cendrawasih dengan keluhan
bercak merah pada seluruh tubuh yang dialami sejak 1 tahun
yang lalu, dan memberat sejak 3 bulan terakhir. Awalnya
bercak kemerahan muncul di dada sebelah kiri, kemudian 3
bulan yang lalu bercak menyebar ke seluruh tubuh. 1 bulan
terakhir bercak kemerahan timbul pada wajah dan daun
telinga. Riwayat alergi makanan, obat-obatan, cuaca, dan debu
25
menderita kusta
Harapan
- Tidak menderita kusta
b. Aspek Klinik
Bercak merah pada seluruh tubuh yang dialami sejak 1 tahun
(derajat 1 minimal)
Pemeriksaan Fisis
BB 49 kg, TB 168 cm
TD 110/70 mmHg, nadi 78 kali/menit, pernafasan 18 kali/menit,
suhu 36,7 C
Status lokalis kulit ditemukan : pada regio thoraks, abdomen,
punggung, ekstremitas superior dan inferior tampak plaque yang
26
4.2.4
Keterangan :
= Ayah mertua
= Ibu mertua
= Saudara ipar
= Isteri
= Tn. H, menderita penyakit kusta
= Anak
4.2.5
27
1 tablet Lampren 50 mg
Sedangkan
untuk
reaksi
kusta
diberikan
obat
28
kusta,
menyampaikan
agar
tetap
menjaga
kebersihan diri.
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus kusta yang dilakukan di layanan primer
(PUSKESMAS) mengenai penatalaksanaan kusta dengan pendekatan
diagnosa holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Permasalahan sosial : Tn. H takut diketahui oleh anggota kelurga lainnya
jika benar dirinya menderita kusta, dan takut dipecat dari tempat kerja.
b. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
Tn. H didiagnosa menderita kusta tipe MB (multibasiler) dengan derajat
cacat tingkat 1 dan reaksi kusta tipe 1
c. Trias epidemiologi pada kasus ini, Agent : Mycobacterium leprae, host :
pasien Tn. H, environment : lingkungan rumah yang kumuh dan ventilasi
rumah yang tidak memadai. Transmisi terjadi karena kontak yang lama
dan erat terhadap penderita dengan keluhan yang sama (tetangga pasien).
d. Pemberian informasi untuk memperbaiki pengetahuan tentang kusta,
edukasi tentang pengobatan secara teratur, modifikasi gaya hidup, dan
memotivasi keluarga agar mendukung proses pengobatan pasien.
e. Tatalaksana medikamentosa kusta tipe MB yaitu pemberian regimen
MDT 12 dosis selama 12-18 bulan, dan pemberian prednison selama 12
minggu untuk reaksi kusta.
f. Evaluasi pengobatan setiap 2 minggu untuk melihat perbaikan reaksi
kusta dengan pemberian prednison selama 12 minggu, dan setelah
30
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Djuanda, Adhi, Prof. DR. dr. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.
Dalam : Kusta. 2011. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Halaman : 64-72.
2. Widodo, Arini Astari, & Menaldi, Sri Linuwah. Characteristic of Leprosy
Patient
in
Jakarta.
2012.
[cited
15
April
2015].
Available
at:
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/1261/
1237
3. Lubis, SR. Penyakit Kusta. 2013. [cited 15 April 2015]. Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37321/4/Chapter%20II.pdf.
4. Doemilah Ratna, Faradis Hani, Witjaksana Nugraha. Management of
Paralitic Lagophthalmos caused by Leprosy Reaction. 2012. [cited 15 April
2015]. Available at: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Lap%20Kas.%20dr.
%20Hani%20F.pdf.
5. Makaminan, A.
Morbus
hansen.
2012 .
[cited
15 April
http://eprints.ung.ac.id/6342/5/2012-1-13201-811408003-bab213082012035518.pdf
LAMPIRAN
1. Gambaran klinis sebelum pemberian regimen MDT dan prednison
32
2015].
Regio auricula
Regio thorax
Regio Abdomen
Regio punggung
33
Regio ekstremitas
Regio auricula
Regio thorax
34
Regio abdomen
Regio punggung
35
Regio ekstremitas
36