Oleh:
Achmad Suhaili
Gregorius Rao
Al Fauzan
Kanisius Soni
Maria E. Ximenes
Sbastianus Suri
Nur Hanifah
Vitalis Lake
Costanta
Yoanita A. Leu
Basrudin Daengmanrapi
S1- KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES) SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
nikmat dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
baik. Setiap konsep dalam makalah ini juga memerlukan bahasa dan rincian serta
berbagai penjelasan yang
memahaminya.
Proposal terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori pada penderita
halusinasi ini disusun untuk memenuhi tugas keperawatan keluarga dalam
memahami ilmu kesehatan khususnya keperawatan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada para
pendukung yang memberikan motivasi sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih juga kepada para pembaca terutama bagi
mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya. Dan tidak lupa pula kepada
para dosen yang telah membimbing kami menjadi mahasiswa yang berpotensi.
Kritik dan saran pembaca merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi
kami dalam menyempurnakan isi makalah ini. Semoga
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan
yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia,
2001 dikutip dari Cyber Nurse, 2009).
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih
(Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam
Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara
kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan
interpersonal (Yosep, 2008).
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sensori merupakan terapi modalitas
yang dapat digunakan sebagai upaya untuk menstimulasi semua panca indra
(sensori) agar memberi respon yang adekuat. TAK Stimulasi Sensori yang akan
dilakukan ditujukan pada kelompok klien dengan masalah yang sama, yang
dalam hal ini adalah gangguan
Tujuan
Tujuan umum TAK Stimulasi Sensori yaitu peserta dapat meningkatkan
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Klien
1.3.2
holistik
Sebagai terapi modalitas yang dapat dipilih untuk mengoptimalkan
Strategi Pelaksanaan dalam implementasi rencana tindakan
keperawatan klien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Retardasi Mental
2.1.1
Definisi
Menurut Crocker AC (dikutip dari Soetjiningsih, 1995:191), retardasi
mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah, yang
disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada
masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly Budhiman (dikutip dari
Soetjiningsih, 1995: 191), seseorang dikatakan retardasi mental jika memenuhi
kriteria sebagai berikut: (1) fungsi intelektual umum dibawah normal, (2) terdapat
kendala dalam perilaku adaptif sosial, (3) gejalanya timbul dalam masa
perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
Yang dimaksud fungsi intelektual dibawah normal adalah IQ yang kurang
dari 70. Anak dengan retardasi mental tidak mampu untuk mengikuti pendidikan
di sekolah biasa seperti anak lainnya karena cara berpikirnya yang terlalu
sederhana. Anak ini bersekolah di sekolah luar biasa tingkat C (SLB-C), yang
dikhususkan untuk anak tunagrahita atau retardasi mental.
Menurut PPDGJ-III (2003), retardasi mental atau tunagrahita adalah suatu
keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama
ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan
sehingga berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Beberapa orang yang
mengalami retardasi mental bersifat pasif dan tergantung, sedangkan yang lain
bersikap agresif dan impulsif (Videbeck, 2008:560).
Jadi retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai intelegensi yang
rendah yang disertai kendala ketrampilan dan penyesuaian perilaku selama masa
perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
2.1.2
Penyebab
Secara garis besar faktor penyebab dapat dibagi empat golongan, yaitu
(Soetjiningsih, 1995):
a. Faktor genetik
Akibat kelainan kromosom, seperti: (1) kelainan jumlah kromosom,
misalnya trisomi-21 atau dikenal dengan Mongolia atau Down Syndrome,
(2) kelainan bentuk kromosom.
b. Faktor prenatal
Keadaan tertentu yang telah diketahui ada sebelum atau pada saat
kelahiran, tetapi tidak dapat dipastikan sebabnya. Ada beberapa
kemungkinan penyebab, antara lain: (1) keracunan pada saat di dalam
kandungan, (2) faktor psikologi ibu ketika mengandung, (3) infeksi di
dalam kandungan, (3) kekurangan gizi pada saat hamil, (4) penyakit
karena virus yang diderita ibu ketika hamil, (5) konsumsi beragam obat
yang dilakukan oleh sang ibu untuk mengurangi penderitaan ketika hamil
muda, (6) kelainan pada kelenjar gondok, yang mengakibatkan
pertumbuhan kurang wajar, (7) penyinaran dengan sinar rontgen dan
radiasi atom yang mengakibatkan kelainan bayi dalam rahim ibunya
(Mulya, 2011).
c. Faktor perinatal
Yang menjadi faktor perinatal yang pertama adalah proses kelahiran yang
lama misalnya plasenta previa, rupture tali umbilicus. Faktor yang kedua
posisi janin yang abnormal seperti letak bokong atau melintang, anomaly
uterus, dan kelainan bentuk jalan lahir. Kemudian faktor yang terakhir
adalah kecelakaan waktu lahir dan distress fatal. Menurut Mulya (2011),
kekurangan zat asam yang menyebabkan kerusakan pada sel otak dan
sesak napas ketika dilahirkan juga berkontribusi dalam menyebabkan
retardasi mental.
d. Faktor pascanatal
Yang meliputi faktor pascanatal adalah akibat infeksi (meningitis,
ensefalitis, meningoensefalitis, dan infeksi), trauma kapitis dan tumar
otak, kelainan tulang tengkorak, kelainan endokrin dan metabolik,
keracunan pada otak.
2.1.3
Klasifikasi
Manifestasi Klinis
Dalam diagnosis retardasi mental biasanya ditetapkan tingkatan cacat
2.1.5
Terapi
Memberi layanan pembelajaran pada anak dengan retardasi mental
tentunya banyak menemui hambatan. Namun, ada banyak cara yang bisa dicoba
untuk memdudahkan hal tersebut, yaitu dengan menggunakan terapi permainan.
Ada beberapa peran terapi permainan dalam pembelajaran, yaitu (Mulya, 2011):
A. Klasifikasi
Menurut Maramis, terdapat beberapa jenis halusinasi antara lain, yaitu:
1.
3.
4.
5.
6.
atau tidak.
Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan
music.
Halusinasi pencium (olfaktorik)
Mencium sesuatu bau.
Halusinasi pengecap (gustatorik)
Merasa atau mengecap sesuatu.
Halusinasi peraba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau seperti ada ulat
bergerak dibawah kulitnya.
Halusinasi kinestetik
Merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota
badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau
7.
8.
9.
phantom limb).
Halusinasi visceral
Perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya.
Halusinasi hipnagogik
Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum
tertidur persepsi sensorik bekerja salah.
Halusinasi hipnopompik
Seperti halusinasi hipnagogik, tetapi terjadi tepat sebelum
terbangun samasekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula
c.
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
Faktor Biokimia
penyalahgunaan
zat
adiktif.
Hal
ini
berpengaruh
pada
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a)
Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b)
Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c)
Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
C. Fase halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
1) Fase I, Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian,
rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
3. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain.
4. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang
tidak nyata.
5. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
6. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
dan
7. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), dan takut.
8. Sulit berhubungan dengan orang lain.
9. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.
10. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
11. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton.
E. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri
sendiri
F. Penatalaksanaan
1.
Perilaku
kekerasan
pasien,
bicaralah
dengan
pasien.
Begitu
juga
bila
akan
2.
yang ada. Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui
keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
5.
diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau
melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien diajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
6.
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya diberitahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya
dari percakapan dengan pasien diketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suarasuara itu tidak terdengar jelas.
Sebaiknya perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kekuatan
kelompok ada pada konstribusi dari setiap anggota dan pimpinan dalam mencapai
tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling
membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.
Kelompok merupakan laboraturium tempat untuk mencoba dan menemukan
hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif.
Anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensi nya oleh
anggota kelompok yang lain.
2.2.4 Jenis Terapi Kelompok
1. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam
rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan
tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri (self-awareness),
peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
2. Kelompok terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit fisik krisis,
tumbuh kembang, atau penyesuaian sosial, misalnya, kelompok wanita hamil
yang akan menjadi ibu, individu yang kehilangan, dan penyakit terminal.
Banyak kelompok terapeutik yang dikembangkan menjadi self-help-group.
Tujuan dari kelompok ini adalah sebagai berikut:
a. mencegah masalah kesehatan
menstimulasi semua panca indra (sensori) agar memberi respon yang adekuat.
Tujuan :
Tujuan umum TAK Stimulasi Sensori yaitu klien dapat berespon pada stimulus
panca indra yang diberikan. Sementara tujuan khususnya adalah:
1. Klien mampu berespon terhadap stimulus yang dibaca
2. Klien mampu berespon terhadap gambar yang dilihat
3. Klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar
BAB III
PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI
SENSORI
3.1 AKTIVITAS DAN INDIKASI
Aktivitas
TAK Stimulasi
2. Co-leader
Membantu leader dalam mengorganisir anggota kelompok
3. Tugas Fasilitator
-
4. Tugas Observer
-
5. Tugas Klien
-
Peringatan lisan
K
L
P
K
CL
Keterangan :
L : Leader
CL: Co Leader
O : Observer
F : Fasilitator
K : Klien
P : Perawat
F.
Metode
Dinamika kelompok
Diskusi dan tanya jawab
G. Langkah-Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien tentang TAK
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien.
b. Evaluasi/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini.
2) Menanyakan masalah yang dirasakan.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu Mengenal Halusinasi
2) Menjelaskan aturan main berikut:
- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
-
3. Tahap Kerja
a. Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri (nama
dan nama panggilan) dimulai dari terapis secara berurutan searah
jarum jam.
b. Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri, terapis
mengajak semua klien untuk bertepuk tangan.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindak lanjut
Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang.
2. Menyepakati waktu dan tempat.
3. Tema TAK Stimulasi Sensori tentang Cara Mengontrol Halusinasi
I. Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi Sensori umum sesi 1, kemampuan yang diharapkan adalah
memberi pendapat tentang Halusinasi, memberi tanggapan terhadap pendapat
klien lain dan mengikuti kegiatan sampai selesai. Formulir evaluasi sebagai
berikut:
Sesi 1: TAK
Stimulasi Sensori Umum
No
.
1.
2.
di rasakan
Memberikan alasan penyebab dari
Nama Klien
3.
halusinasi
Memberikan respon terhadap
pertanyaan yang di ajukan Leader
seputar Halusinasi
4. Mengikuti kegiatan sampai selesai
Petunjuk:
1. Di bawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut TAK.
2. Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda (+) jika
ditemukan pada klien atau (-) jika tidak ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, A.Y.S. 1999. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada Anak dan Remaja,
Widya Medika, Jakarta.
Hyun Sung Lim and Jae Won Lee. Parenting Stress and Depression among Mothers of Children
with Mental Retardation in South Korea: An Examination of Moderating and Mediating
Effects of Social Support. Pacific Science Review, 2007; 9 (2): 150-159.
Rasmun. 2004. Stress, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan, Sagung
Seto, Jakarta.
Stuart, Gail and Laraia, M. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th edition,
Mosby, St. Louis.
Stuart & Sundeen. 1995. Principles an Practice of Psychiatric Nursing, fifth edition, Mosby,
St.Louis.
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat.
Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : fajar Interpratama.