Bab Ii
Bab Ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radang
Peradangan atau inflamasi merupakan suatu respon protektif normal
terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik dan zat kimia yang
merusak atau zat-zat mikrobiologi. Peradangan dapat juga diartikan sebagai usaha
tubuh
untuk
mengaktivasi
atau
merusak
organisme
yang
menyerang,
oleh
adanya
edema
setempat,
yaitu
terkumpulnya
cairan
ekstravaskular sebagai bagian dari radang serta sel-sel yang bermigrasi ke daerah
radang. Rasa sakit atau dolor disebabkan oleh terangsangnya serabut saraf di
daerah radang yang kemungkinan akibat dari terlepasnya mediator kimia seperti
histamine, asetilkolin atau adanya jaringan yang meradang yang mengakibatkan
tekanan lokal. Hilangnya fungsi atau fungtio laesa adalah berkurangnya fungsi
karena adanya rasa sakit akibat saraf yang terangsang sehingga bagian organ
tubuh tidak berfungsi. Tanda utama radang ini disebut juga Cardinal Symptomp
dan disebabkan oleh perubahan pembuluh darah (Underwood, 1999 ; Sudiono,
2003).
Proses radang akut melibatkan sel-sel leukosit, yaitu neutrofil. Neutrofil
adalah sel darah putih yang intinya berlobus tidak beraturan atau polimorf, oleh
karena itu sel ini disebut netrofil polimorfonuklear (PMN). Fungsi utama sel ini
adalah fagositosis karena mempunyai banyak lisosom untuk mencerna bakteri dan
sel-sel yang sudah tidak berguna lagi serta berumur pendek. Selain sel PMN juga
terjadi perubahan dasar pada jaringan vaskular yaitu vasodilatasi dan
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler. Hal ini disebabkan oleh adanya zat
kimia yang terlepas seperti histamin, serotin dan lain-lain yang merangsang
terjadinya perubahan tersebut ketika terdapat luka atau cidera (Yoyada, 2010).
2.2.2
Radang Kronik
Radang kronik dapat dianggap sebagai radang memanjang (berminggu-
limfosit-T, limfosit-B dan sel natural killer (NK) (Sudiono, 2003 ; Sari, 2007 ;
Guyton, 1997).
Di dalam jaringan sel ini Nampak pada radang menahun dalam jumlah
yang meningkat. Gerakannya jauh lebih lambat sehingga baru terlihat jelas pada
radang kronis. Umurnya hanya 4-5 hari. Jumlahnya juga meningkat pada penyakit
tertentu yang berhubungan dengan reaksi radang. Fungsi utama sel ini adalah
melepaskan antibodi. Akan tetapi masih diperdebatkan apakah sel ini memang
memproduksi zat tersebut ataukah hanya mentransformasikannya ke daerah
cidera. Sirkulasi sel ini juga dipengaruhi oleh hormon steroid adrenal. Maka
dalam keadaan tertentu, sel ini dapat berubah menjadi mononukleus dengan daya
fagositosis yang besar seperti makrofag jaringan (Sudiono, 2003).
Makrofag merupakan sel yang paling banyak ditemui dalam radang
kronik. Sel ini merupakan sel jaringan yang berasal dari monosit dalam sirkulasi
setelah bermigrasi dari aliran darah. Nama lain dari sel ini adalah histiosit,
plasmatosit, sel retikuloendotelial (reticuloendothelial cell / RES). Makrofag
memiliki ukuran yang relative besar, dengan diameter 30 mikron, yang bergerak
dalam jaringan secara ameboid. Makrofag merupakan sel bergerak aktif yang
berespon terhadap rangsang kemotaktik, yang secara aktif bersifat fagositik aktif
dan mampu membunuh serta mencerna berbagai agen. Berbeda dengan sel PMN,
makrofag dapat bertahan hingga berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Makrofag yang teraktivasi menyebabkan ukuran sel bertambah besar, kandungan
enzim lisosom menjadi meningkat, metabolismenya lebih aktif, dan kemampuan
Price, 2005 ;
Kumar, 2007).
Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel B yang mengalami
diferensiasi akhir. Sel ini menghasilkan antibodi untuk melawan antigen di tempat
radang. Sel plasma memiliki diameter 15-20 mikron, berbentuk bulat atau
lonjong. Gambaran sel ini sangat karakteristik, di dalam jaringan nampak intinya
ekstrinsik dengan struktur seperti roda dan sitoplasma yang basofilik. Sel dalam
jumlah banyak dapat dijumpai pada radang kronik (Kumar, 2007 ; Sudiono, 2003 ;
Underwood, 1999).
10
Marginasi
Demam
Nyeri
11
tidak akan terjadi, tetapi proses penyembuhan luka pada mukosa mempunyai
perbedaan yang tidak terlalu jauh dengan kulit (Yoyada, 2010). Ada dua pola
dasar penyembuhan yaitu penyembuhan primer atau healing by first intention dan
penyembuhan dengan granulasi atau healing by second intention (Price, 2005 ;
Kumar, 2007 ; Robbins, 1995).
2.4.1 Penyembuhan Primer atau Healing by First Intention
Jenis penyembuhan yang paling sederhana terlihat pada penanganan luka
oleh tubuh seperti pada insisi pembedahan, yang tepi lukanya dapat saling
didekatkan untuk dimulainya proses penyembuhan. Penyembuhan semacam itu
disebut penyembuhan primer atau penyatuan primer atau healing by first
intention. (Price, 2005 ; Kumar, 2007 ; Robbins, 1995).
Segera setelah terjadi luka, ruang insisi tersebut akan langsung terisi oleh
darah bekuan fibrin, dehidrasi pada permukaan menghasilkan suatu keropeng
yang menutupi dan melindungi tempat penyembuhan. Dalam waktu 24 jam,
neutrofil akan muncul pada tepi insisi, dan bermigrasi menuju bekuan fibrin. Sel
basal pada tepi irisan epidermis mulai menunjukkan peningkatan aktivitas mitosis.
Dalam waktu 24 jam hingga 48 jam, sel epitel dari kedua tepi irisan telah mulai
bermigrasi dan berproliferasi di sepanjang dermis dan mendepositkan komponen
membrane basalis saat dalam perjalanannya. Sel tersebut bertemu di garis tengah
di bawah keropeng permukaan, menghasilkan suatu lapisan epitel tipis yang tidak
putus. Pada hari ke-3, neutrofil sebagian telah besar digantikan oleh makrofag,
dan jaringan granulasi secara progresif menginvasi ruang insisi. Serat kolagen
pada tepi insisi sekarang timbul, tetapi mengarah vertikal dan tidak menjebatani
12
13
Gambar 1. Tahap penyembuhan luka primer (kiri) dan sekunder (kanan) (Kumar,
2007).
2.5 Daun jambu mete
14
Jambu mete atau jambu monyet berasal dari brazil, tersebar di daerah
tropik dan ditemukan pada ketinggian antara 1-1.200 m dpl. Jambu mete akan
berbuah baik di daerah beriklim kering dengan curah hujan kurang dari 500 mm
per tahun. Tanaman ini dapat tumbuh di segala macam tanah, asalkan jangan tanah
lempung yang pekat dan tergenang air (Dalimartha, 2000).
Jambu mete merupakan tanaman berkeping dua atau berbiji belah. Dapat
tumbuh setinggi 12 m, batang pohon tidak rata, cabang banyak dan berwarna
cokelat tua. Daun berbentuk lonjong (bulat telur), tepi berlekuk-lekuk, pangkal
meruncing, tangkai pendek, letak berseling, dan guratan rangka terlihat jelas.
Daun muda berwarna merah kecokelatan, lalu berubah menjadi hijau tua cerah.
Bunga terdapat di ujung cabang, berbentuk malai, wangi, berwarna putih ketika
mekar, dan berangsur-angsur berubah menjadi kemerahan (Utami, 2008).
Menurut taksonominya, jambu mete (Anacardium occidentale L.)
diklasifikasikan dalam :
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Sapindales
Suku
: Anacardiaceae
Marga
: Anacardium
Jenis
15