Anda di halaman 1dari 12

TUGAS 1 : Sejarah terbentuknya undang undang informasi geospasial

Tugas 1 Mata kuliah perundang undangan peta


`

Dosen Pengampu :
Fajriyanto, ST, MT.,

Disusun oleh :
Agus Adi Budianto
4122.3.14.13.0030

Program Studi Strata 1 Teknik Geodesi


Fakultas Teknik
Universitas Winaya Mukti
Bandung
2015

1|UUIG
AGUS ADI BUDIANTO 4122.3.14.13.0030

TUGAS 1 : Sejarah terbentuknya undang undang informasi geospasial

Pendahuluan
UU Informasi Geospasial pertama kali digagas pada tahun 1990 oleh badan
survey koordinasi nasional ( Bakosurtanal ) Namanya masih RUU Tata Informasi
Geografi Nasional (TIGNAS).
Landasan pemikiran, karena adanya permasalahan dalam pemetaan antara lain:
1. Batas daerah yang samar-samar
2. Peta antar instansi yang tidak sinkron dan tumpang tindih
3. Peta mutakhir dan akurat yang sulit diperoleh
4. Penanggulangan bencana tanpa bekal peta
5. Penataan ruang yang carut-marut, dll

Tujuan
Undang-Undang ini bertujuan untuk :
1. Menjamin ketersediaan dan akses terhadap IG yang dapat dipertanggungjawabkan;
2. Mewujudkan penyelenggaraan IG yang berdaya guna dan berhasil guna melalui kerja
sama, koordinasi, integrasi,dan sinkronisasi.
3. Mendorong penggunaan IG dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam berbagai
aspek kehidupan masyarakat.

2|UUIG
AGUS ADI BUDIANTO 4122.3.14.13.0030

TUGAS 1 : Sejarah terbentuknya undang undang informasi geospasial

Daftar Isi

Halaman Judul............................................

Pendahuluan...............................................

Daftar isi.....................................................

Sejarah terbentuk nya UU geospasial secara umum..................................................

Sejarah terbentuk nya UU geospasial dalam bakosurtanal.......................................

Sejarah terbentuk nya UU geospasial melalu DPR..................................................

Daftar Pustaka........................... ..........................................

12

3|UUIG
AGUS ADI BUDIANTO 4122.3.14.13.0030

TUGAS 1 : Sejarah terbentuknya undang undang informasi geospasial

A. Sejarah terbentuk nya UU geospasial secara umum

Kegiatan survei dan pemetaan setelah kemerdekaan Indonesia dilaksanakan atas


dasar Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1951 tentang Pembentukan Dewan dan
Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta. Selanjutnya, kegiatan survei dan
pemetaan dipertegas lagi dengan Keputusan Presiden Nomor 263 tanggal 7 September
1965 tentang Pembentukan Dewan Survei dan Pemetaan Nasional (Desurtanal) serta
Komando Survei dan Pemetaan Nasional (Kosurtanal) sebagai pelaksana. Dalam
pembagian tugas Desurtanal tercantum kaitan antara pemetaan dengan inventerisasi
sumber-sumber alam dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Lingkup tugas
Kosurtanal tidak hanya bersifat koordinasi terhadap kegiatan departemen-departemen
yang memerlukan peta, tetapi juga mencakup fungsi pengelolaan bagi pemetaan.
Sementara itu, upaya untuk meyusun atlas nasional yang dilaksanakan oleh Panitia Atlas
Nasional dilembagakan dalam Badan Atlas Nasional dengan Keputusan Presidium
Kabinet Kerja No. Aa/D/37/1964. Berkenaan dengan meletusnya pemberontakan
G30S/PKI serta penumpasannya disusul dengan konsolidasi keadaan yang memerlukan
pemusatan segenap perhatian pemerintah yang menyerap banyak dana, maka negara
tidak dapat menyediakan anggaran yang memadai untuk pemetaan sistematis, baik dari
sumber angkatan bersenjata maupun dari sumber nasional lainnya. Pada periode
pemerintahan Orde Baru dengan program pembangunan yang dituangkan dalam Pelita,
dirasakan kebutuhan data dasar perpetaan makin mendesak.

Dalam periode ini, kegiatan Desurtanal dan Kosurtanal dirasa belum optimal karena:
Desurtanal tidak dapat berkumpul secara teratur sehingga kurang berfungsi. status
Kosurtanal sebagai komando dianggap tidak lagi sesuai dengan kondisi dan jiwa orde
baru.

4|UUIG
AGUS ADI BUDIANTO 4122.3.14.13.0030

TUGAS 1 : Sejarah terbentuknya undang undang informasi geospasial

Atas dasar alasan di atas, Kosurtanal menyampaikan rekomendasi dan mengusulkan


perubahan Kosurtanal menjadi Bakosurtanal. Pada tanggal 17 Oktober 1969,
dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1969 tentang Pembentukan Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).

Dengan Keppres ini, pemerintah juga membubarkan Badan Atlas Nasional dan
kegiatannya ditampung serta dilanjutkan oleh Bakosurtanal. Begitu pula fungsi
Desurtanal menjadi Badan Penasehat yang menyatu dalam induk organisasi
Bakosurtanal.

B. Sejarah terbentuk nya UU geospasial dalam bakosurtanal

Pada tanggal 17 Juni 1998, struktur organisasi Bakosurtanal disempurnakan lagi


melalui Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1998 sehingga menjadi suatu lembaga
pemerintah nondepartemen yang bernaung dan bertanggung jawab langsung kepada
presiden.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah,


maka diadakan penataan ulang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan
organisasi, dan tata kerja seluruh lembaga pemerintah nondepartemen, tidak terkecuali
Bakosurtanal. Maka dengan Keputusan Presiden Nomor 166/2000 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah
Non Departemen (yang telah diubah beberapa kali), Keputusan Presiden Nomor 87
Tahun 1998 tentang Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional dinyatakan tidak
berlaku lagi.

Sesuai amanat Pasal 22 ayat 4 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial, pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011 yang
ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 27 Desember 2011,

5|UUIG
AGUS ADI BUDIANTO 4122.3.14.13.0030

TUGAS 1 : Sejarah terbentuknya undang undang informasi geospasial

membentuk Badan Informasi Geospasial (BIG). Pada saat mulai berlakunya perpres ini,
bidang tugas yang terkait dengan informasi geospasial tetap dilaksanakan oleh
Bakosurtanal sampai dengan selesainya penataan organisasi BIG sesuai dengan perpres
tersebut. Bakosurtanal dalam jangka waktu paling lama 1 tahun menyerahkan seluruh
arsip dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya kepada BIG. Adapun
pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Bakosurtanal menjadi PNS di BIG, yang
pengaturannya akan dilakukan oleh Kepala Bakosurtanal.[1]

C. Sejarah terbentuk nya UU geospasial melalu DPD

Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mendukung pembahasan dan


perampungan segera Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Informasi Geospasial.
Informasi tersebut diperlukan dalam mengelola sumberdaya di ruang darat, laut, dan
udara, termasuk ruang di dalam bumi, yang mencakup posisi atau lokasi dan sebaran
potensinya.
Betapa penting RUU ini disegerakan. Angin-anginnya sudah ada sejak DPD periode
lalu, ujar Ketua Komite II DPD Bambang Susilo (asal Kalimantan Timur) saat rapat
kerja (raker) Komite II DPD dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) di
Gedung DPD lantai 3 Kompleks Parlemen, SenayanJakarta, Senin (12/4). DPD
periode 2004-2009 merampungkan RUU tentang Tata Informasi Geospasial.

Spasial adalah sifat keruangan suatu obyek atau kejadian yang menunjukkan
posisi dan sebarannya. Sedangkan geospasial adalah sifat keruangan yang menunjukkan
posisi suatu obyek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan
bumi yang mengacu ke sistem koordinat nasional.

Anggota-anggota Komite II DPD meminta agar penyelenggaraan dan ketersediaan


informasi geospasial terjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastiannya melalui

6|UUIG
AGUS ADI BUDIANTO 4122.3.14.13.0030

TUGAS 1 : Sejarah terbentuknya undang undang informasi geospasial

sebuah undang-undang. Keterjaminan dipentingkan mengingat data geospasial


digunakan sebagai alat bantu merumuskan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atauy
pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan keruangan.

Diharapkan pula, undang-undang tersebut menjamin akses terhadap informasi geospasial


yang bertanggung jawab, mewujudkan keberdayagunaan dan keberhasilgunaan dalam
penyelenggaraan informasi geospasial melalui kerjasama, koordinasi, integrasi, dan
sinkronisasi; dan mendorong penggunaan informasi geospasial dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

M Syukur (Jambi) mengakui manfaat UU Informasi Geospasial bagi daerahdaerah, seperti menyelesaikan sengketa perbatasan wilayah dan pemanfaatan
sumberdaya alam antarwilayah. Karenanya, penyelenggaraan dan ketersediaan informasi
geospasial yang meliputi pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan pengamanan,
penyebarluasan, serta penggunaannya jangan lagi terhambat.

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Suharna Suryapranata berharap, undangundang informasi geospasial sebagai payung hukum agar penyelenggaraan dan
ketersediaan informasi geospasial tidak tumpang tindih. Instansi pun tidak tumpang
tindih, ujarnya. Informasi geospasial yang dasar dan tematik diselenggarakan dan
disediakan secara bertahap untuk seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.

Memasuki masa sidang I tahun sidang 2009-2010, Komite II Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) me-review atau mengadendum Rancangan Undang-Undang Tata Informasi
Geospasial Nasional (RUU TIGNas). Indonesia yang terletak di wilayah rawan bencana
kebumian membutuhkan aturan yang menata pengumpulan, pengolahan, dan penyajian
informasi atau data geospasial.

7|UUIG
AGUS ADI BUDIANTO 4122.3.14.13.0030

TUGAS 1 : Sejarah terbentuknya undang undang informasi geospasial

RUU TIGNas termasuk 40 dari 55 RUU dalam list (daftar) Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) Prioritas 2010 yang berelevansi dengan fungsi, tugas, dan
wewenang DPD. Sebelumnya, Panitia Ad Hoc (PAH) II DPD periode lalu menghasilkan
draft RUU TIGNas yang diajukan kembali oleh DPD periode kini sebagai usulan
Prolegnas 2010-2014.

Beberapa RUU dalam list Prolegnas bersinggungan dengannya seperti RUU Agraria,
RUU Konservasi Tanah dan Air, RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir, RUU
Keantariksaan, RUU Kelautan, RUU Perubahan UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air,
RUU Perubahan UU 41/1999 tentang Kehutanan, RUU Geologi, RUU Kebumian.
Dalam RUU TIGNas, pengertian informasi geospasial adalah setiap informasi atau data
bergeoreferensi keruangan dalam lingkup darat, laut, dan udara sebagai satu kesatuan
lokasi, bentuk, dan unsur yang terjadi di bawah dan di atas permukaan bumi.

Sidang Pleno Komite II DPD yang dipimpin Bambang Soesilo (Kalimantan Timur) di
lantai 3 Gedung DPD Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (12/1), menghadirkan
narasumber mantan Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(Bakosurtanal) Joenil Kahar dan Deputi Infrastruktur Data Spasial Bakosurtanal Henny
Lilywati. Keduanya menganggap penting RUU TIGNas yang mengatur antara lain
pengumpulan, pengolahan, dan penyajian informasi geospasial, kategori atau
klasifikasinya, dan jaminan memperolehnya mengingat kebersinggungannya menjawab
banyak permasalahan nasional.

Informasi geospasial diterapkan sejak penataan ruang di tingkat provinsi dan


kabupaten/kota, perencanaan pembangunan serta sarana dan prasarannya, perlindungan
dan pelestarian serta pengelolaan sumberdaya alam, hingga penanggulangan bencana.
Joenil dan Henny mengakui banyak permasalahan nasional akhir-akhir ini terjadi karena
belum ada aturan yang menata informasi geospasial serta menjamin peran serta (hak dan
kewajiban) masyarakat.

8|UUIG
AGUS ADI BUDIANTO 4122.3.14.13.0030

TUGAS 1 : Sejarah terbentuknya undang undang informasi geospasial

Karenanya, RUU TIGNas bertujuan meningkatkan koordinasi, sinkronisasi, dan


integrasi seluruh proses pengumpulan, pengolahan, dan penyajian informasi geospasial
guna menghindari tumpang tindih di antara penyelenggaranya. Penataan juga bertujuan
agar informasi yang dihasilkan sesuai dengan standar pemenuhan kepentingan
multisektor dan pengambilan keputusan, serta pengawasan terhadap pelanggarannya.

Joenil (Ketua Dewan Geomatika Indonesia/DGI) mengatakan, pembahasan RUU


TIGNas bersinggungan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Pemerintahan
Daerah), UU 26/2007 (Penataan Ruang), UU 14/2008 (Keterbukaan Informasi Publik),
UU 16/1997 (Statistik), UU 25/2004 (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional), dan
UU 24/2007 (Penanggulangan Bencana). Juga bersinggungan dengan Pasal 25A, Pasal
28F, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Selama ini, penyelenggaraan kegiatan informasi geospasial berlandaskan kepada


Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 85 Tahun 2007 (Jaringan Datas Spasial Nasional)
yang hanya mengatur instansi pemerintah. Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi
penanggung jawab penanggulangan bencana. Untuk menanggulangi bencana, mereka
harus dibekali informasi geospasial, ujar Joenil, guru besar Departmen Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Henny menambahkan, Perpres 85/2007 mengatur simpul jaringan yang berjumlah
500-an instansi pemerintah (terdiri atas 14 instansi di pusat ditambah instansi di provinsi
dan kabupaten/kota). Sayangnya, seluruh instansi pemerintah itu baru berhasil
menyajikan 44 jenis informasi geospasial. Banyak departemen atau lembaga yang
memiliki fungsi, tugas, dan wewenang yang sama.

Diharapkan, RUU TIGNas mengatur detil informasi geospasial yang tidak lagi hanya
memenuhi kepentingan instansi pemerintah bersangkutan juga instansi lainnya, swasta

9|UUIG
AGUS ADI BUDIANTO 4122.3.14.13.0030

TUGAS 1 : Sejarah terbentuknya undang undang informasi geospasial

(dalam negeri, luar negeri), dan masyarakat umumnya secara cepat, tepat, lengkap, dan
akurat. Informasi geospasial tersebut juga harus distandarisasi.

Anggota Komite II DPD Intsiawati Ayus (Riau) mengatakan, selama ini hampir seluruh
departemen atau lembaga menjadi pusat pengumpulan, pengolahan, dan penyajian
informasi geospasial. Akibatnya, terjadi kerancuan memilih rujukan yang sesuai dengan
standar pemenuhan kepentingan multisektor dan pengambilan keputusan. Karenanya,
kita menginginkan satu pintu yang menyajikan informasi geospasial.

Rancangan Undang-Undang Informasi Geospasial telah disahkan oleh Presiden RI


menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, pada
tanggal 21 April 2011.

Informasi Geospasial, yang lazim dikenal dengan peta, adalah informasi obyek
permukaan bumi yang mencakup aspek waktu dan keruangan. Informasi Geospasial
merupakan bagian penting dalam mewujudkan sistem informasi yang dapat
dimanfaatkan untuk mendukung sektor publik dalam melaksanakan proses perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi pembangunan, baik pada pemerintahan tingkat pusat maupun
tingkat daerah, dan juga pada sektor perorangan dan kelompok orang. Informasi
Geospasial menjadi komponen penting dalam mendukung pengambilan keputusan.
Peran Informasi Geospasial semakin penting dalam pembangunan, namun masih banyak
permasalahan yang muncul karena belum adanya peraturan perundang-undangan yang
khusus mengatur tentang Informasi Geospasial. Pentingnya undang-undang tentang
Informasi Geospasial adalah usaha untuk menjadikan Informasi Geospasial menjadi
program di setiap instansi pemerintah dan tanggung jawab masyarakat, agar
penyelenggaraannya menjadi sistematis dan berkelanjutan. Undang-Undang tentang
Informasi Geospasial ini diharapkan menjadi aturan yang mengikat bagi seluruh
pemangku kepentingan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

10 | U U I G
AGUS ADI BUDIANTO 4122.3.14.13.0030

TUGAS 1 : Sejarah terbentuknya undang undang informasi geospasial

Keberlangsungan penyelenggaraan Informasi Geospasial memerlukan dukungan dari


berbagai pihak, yaitu Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat yang menjadi
penyelenggara Informasi Geospasial. Keberlangsungan penyelenggaraan Informasi
Geospasial sangat erat kaitannya dengan ketersediaan sumber daya manusia yang
berkualitas, dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan sosial (IPTEKS).
Pengaturan tentang Informasi Geospasial mendesak untuk dilakukan sejalan dengan
meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat dan kemajuan teknologi yang sangat pesat,
masyarakat secara umum semakin menyadari makna penting dari sebuah informasi.
Informasi Geospasial sekarang sudah muncul dalam berbagai ragam bentuk dan
kemanfaatannya, seperti tersedianya berbagai Informasi Geospasial yang dapat diakses
melalui jaringan internet pada komputer atau telepon seluler. Hak masyarakat, baik
perorangan maupun badan usaha, untuk mendapatkan Informasi Geospasial yang benar
dan dapat memanfaatkannya untuk keperluan masyarakat harus terjamin. Di sisi lain
harus ada kejelasan tentang kewajiban masyarakat terkait penyelenggaraan Informasi
Geospasial.

11 | U U I G
AGUS ADI BUDIANTO 4122.3.14.13.0030

TUGAS 1 : Sejarah terbentuknya undang undang informasi geospasial

Daftar Pustaka

http://www.bakosurtanal.go.id/undang-undang-informasi-geospasial/
(di akses tanggal 18-03-2015)

http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Informasi_Geospasial
(di akses tanggal 18-03-2015)

http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-ratriwidya-22714-2-2012ta-1.pdf
(di akses tanggal 18-03-2015)

http://www.bakosurtanal.go.id/assets/download/UU_IG/PERPRES%20NOMOR%
2094%20TAHUN%202011.pdf (di akses tanggal 18-03-2015)

http://www.bakosurtanal.go.id/assets/download/UU_IG/UU%20NO%204%20THN
%202011%20TENTANG%20INFORMASI%20GEOSPASIAL.pdf
(di akses tanggal 18-03-2015)

http://www.dpd.go.id/artikel-komite-ii-dpd-desak-pembahasan-ruu-informasigeospasial (di akses tanggal 18-03-2015)

http://www.dpd.go.id/artikel-dibutuhkan-uu-tata-informasi-geospasial-nasional
(di akses tanggal 18-03-2015)

12 | U U I G
AGUS ADI BUDIANTO 4122.3.14.13.0030

Anda mungkin juga menyukai