Anda di halaman 1dari 4

B.

Upaya-Upaya Pencegahan Tindak Pidana Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan


Mengenai upaya-upaya pencegahan tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan
ini, penulis membagi menjadi dua bagian. Yaitu upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh
bidan itu sendiri dan upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait
dengan pelayanan kebidanan.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh bidan itu sendiri:
1. Tidak Menjanjikan Atau Memberi Garansi Akan Keberhasilan Upayanya
Pasien yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang bidan tentu saja
mengharapkan dengan kemampuan dan pengetahuannya di bidang kesehatan , bidan
tersebut dapat membantunya untuk memperbaiki kesehatannya. Bagi ibu atau wanita
hamil yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang bidan tentu saja
mengharapkan agar bidan tersebut dapat membantunya melahirkan tanpa ada suatu
hal yang tidak diharapkan untuk terjadi yang dapat membahayakan kesehatan dari
sang ibu atau bayinya. Dalam hal ini, bidan sebaiknya tidak menjanjikan atau
memberi garansi bahwa upaya yang akan dilakukannya akan seratus persen berhasil.
Hal ini karena upaya yang dilakukan bidan dalam perawatan pasiennya termasuk
dalam perjanjian upaya (inspanningsverbintenis) dan bukan perjanjian yang bersifat
resultaatverbintenis. Yang dimaksud dengan inspanningsverbintenis atau perjanjian
upaya adalah kedua belah pihak yang berjanji berdaya upaya secara maksimal untuk
mewujudkan apa yang diperjanjikan.41
Sedangkan yang dimaksud dengan Resultaatverbintenis adalah suatu
perjanjian bahwa pihak yang berjanji kan memberikan suatu Resultaat,yaitu suatu
hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan. 42 Seorang bidan hanya
berkewajiban untuk melakukan pelayanan kesehatan dengan penuh kesungguhan,
dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan perhatiannya sesuai dengan Standar
Profesi Bidan.
2. Sebelum Melakukan Tindakan Medis Agar Selalu Dilakukan Persetujuan
Tindakan Medis (Informed Consent).
Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) adalah persetujuan
sepenuhnya yang diberikan oleh klien/pasien atau walinya (bagi bayi,anak dibawah

umur dan kloien/pasien yang tidak sadar) kepada bidan untuk melakukan tindakan
sesuai dengan kebutuhan. 43 Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) adalah
suatu proses bukan suatu formulir atau selembar kertas.
Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) adalah suatu dialog antara
bidan dengan pasien atau walinya yang didasari akal dan pikiran yang sehat dengan
suatu acara birokratisasi yakni penandatanganan suatu formulir atau selembar kertas
yang merupakan jaminan atau bukti bahwa persetujuan dari pihak pasien atau
walinya telah terjadi.
Hal-hal yang perlu disampaikan dalam informed consent adalah:44
a. maksud dan tujuan tindakan medik tersebut
b. risiko yang melekat pada tindakan medik tersebut
c. kemungkinan timbulnya efek samping
d. alternatif lain tindakan medik tersebut
e. kemungkinan-kemungkinan (sebagai konsekuensi) yang terjadi bila
tindakan medik itu tidak dilakukan.
Leenen menyatakan bahwa Standar Profesi Medis dan informed consent merupakan
dua hal pokok yang harus dipenuhi, untuk menhilangkan sifat bertentangan dengan hukum
terhadap suatu tindakan atau perbuatan medik. 45Akan tetapi, bukan berarti dengan adanya
informed consent, seorang bidan dapat memperlakukan pasien dengan seenaknya. Walaupun
sudah ada informed consent dari pasien atau walinya, apabila terjadi kesalahan yang
mengakibatkan efek negatif kepada pasien, misalnya pasien menjadi cacat atau bahkan
meninggal, sang bidan tetap dapat dituntut secara pidana. Yaitu apabila dalam pelaksanaan
tindakan medik tersebut dilaksanakan tidak sesuai dengan Standar Profesi Bidan.
Pengaturan mengenai persetujuan tindakan medik (informed consent) ini diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.585/MENKES/Per/IX/1989.
3. Mencatat Semua Tindakan Yang Dilakukan Dalam Rekam Medis
Pengaturan mengenai Rekam Medis diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia

No.749a/MENKES/Per/XII/1989

(selanjutnya disebut Permenkes Rekam Medis).

tentang

Rekam

Medis/Medical

Record

Pengertian Rekam Medis menurut Pasal 1 huruf a Permenkes Rekam Medis adalah berkas
yang berisikan catatan tentang identitas pasien, pemeriksaan,pengobatan, tindakan, dan
pelayanan lain pada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. 46Didalam lampiran Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi
dan Praktek Bidan disebutkan yang dibuat dalam rekam medis sekurang-kurangnya:
a. identitas pasien
b. data kesehatan
c. data persalinan
d. data bayi yang dilahirkan (panjang badan dan berat lahir)
e. tindakan dan obat yang diberikan.
Petugas pembuat rekam medis ditentukan dalam Pasal 3 Permenkes Rekam Medis adalah
dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada
pasien.47Rekam medis ini sangat berguna, terutama untuk menentukan apakah tindakan yang
dilakukan oleh bidan sesuai dengan Standar Profesi. Didalam bidang hukum Rekam Medis
dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian perkara hukum. 48 Hal ini ditentukan dalam
Pasal 13 huruf b Permenkes Rekam Medis yang menyatakan bahwa Rekam Medis dapat
digunakan sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum. Dalam rangka pembuktian
perkara pidana, kopi atau salinan rekam medis yang digunakan sebagai alat bukti (tanpa
meminta keterangan dokter atau tenaga kesehatan pembuat rekam medis didepan
persidangan) dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat karena rekam medis dibuat sesuai
dengan ketentuan kriteria Pasal 187 huruf a KUHAP (dalam UU No.8 Tahun 1981).
Ketentuan tersebut menyatakan bahwa berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi (dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannnya) harus memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat,atau dialaminya sendiri
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu. Rekam medis sebagai alat
bukti surat mempunyai kekuatan pembuktian karena memenuhi unsur-unsur yang
diisyaratkan oleh Pasal 187 KUHAP, yaitu apa yang ditulis sebagai isi rekam medis
berdasarkan apa yang ia alami, dengar dan lihat.
4. Apabila Terjadi Keragu-raguan, Konsultasikan Kepada Senior Atau Dokter

Apabila seorang bidan mengalami keraguan dalam menangani pasiennya. Baik pada
tahap diagnosis maupun terapi atau perawatan, sebaiknya bidan tersebut mengkonsultasikan
hal tersebut kepada senior atau dokter, atau dengan kata lain kepada orang yang menurut
bidan tersebut memiliki pengetahuan yang lebih mengenai tindakan yang harus dilakukan
oleh bidan dalam menangai pasiennya. Hal ini perlu dilakukan, agar sang bidan jangan
sampai melakukan kesalahan mengenai tindakan apa yang harus dilakukannya dalam
menangani pasiennya.
5. Menjalin Komunikasi Yang Baik Dengan Pasien, Keluarga Dan Masyarakat
Sekitarnya.
Seorang bidan dalam kesehariannya, hidup didalam lingkungan masyarakat.
Biasanya masyarakat inilah yang akan menjadi pasien atau klien dari bidan tersebut.
Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitar bagi
seorang bidan adalah sangat penting. Kedudukan bidan dalam sistem pelayanan kesehatan
tidak saja sebagai pemberi pelayanan kesehatan, akan tetapi sering pula bidan menjadi
semacam tempat tumpahan permasalahan dari klien maupun keluarganya. Seorang wanita
dalam keadaan hamil, melahirkan ataupun pada masa nifas, seringkali mendapat gangguan
pada emosinya atau pada keadaan kesehatan mentalnya. Dalam keadaan seperti ini seringkali
ia ingin mencurahkan segala isi hatinya atau permasalahan dirinya secara pribadi maupun
keluarga pada seseorang yang mau mendengarkannya. Biasanya orang tersebut adalah bidan,
yang pada waktu-waktu tersebut sangat dekat dengan klien. Oleh karena itu sangat penting
untuk menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitar agar
ketika mendapat perawatan dari bidan sang klien atau pasien merasa nyaman sehingga dapat
memberi kepercayaan kepada bidan untuk membantunya.
Amri Amir, mengatakan bahwa hubungan tenaga kesehatan(bidan)-pasien ini adalah pangkal
dari timbulnya kasus malpraktek, maka kemungkinan timbulnya kasus malpraktek dapat
dikurangi dari semula bila terjalin komunikasi dan informasi yang baik antara tenaga
kesehatan (bidan) - pasien.

Anda mungkin juga menyukai