Anda di halaman 1dari 26

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gulma adalah tanaman pengganggu tumbuhan budidaya yang sering
mengganggu sejak masa pertumbuhan vegetatif, sampai pada masa vegetatifnya.
Akibat dari gangguan gulma dapat mempengaruhi produktifitas tanaman budidaya
yang pada gilirannya akan berpengaruh pada tingkat produksi dan pendapatan petani
(Palapa, 2009). Gulma adalah suatu tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak
dikehendaki manusia atau tumbuhan yang kegunaannya belum diketahui
(Tjitrosoedirdjo et al., 1984).
Smith (1981) menyatakan bahwa kerugian yang ditimbulkan gulma pada
tanaman bududaya adalah mengurangi hasil dan kualitas produksi tanaman, menjadi
inang, hama, dan penyakit tanaman, mengurangi efisiensi, peningkatan konsumsi
energi dalam pengendaliannya, menghalangi sistem irigasi, menyebabkan keracunan
dan luka pada manusia dan hewan, serta mengurangi nilai dan produktivitas dan
estetika lahan. Penurunan hasil tanaman akibat munculnya gulma disebabkan oleh
terjadinya persaingan (kompetisi) antara gulma dan tanaman untuk memperebutkan
unsure hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh.
Gulma disamping merugikan juga memberikan manfaat bagi manusia
terutama bila kepentingan

manusia tersebut bersifat subyektif. Adapun manfaat

gulma adalah menambah kesuburan tanah terutama dalam hal bahan organik,
mencegah atau mengurangi timbulnya erosi, bahan penutup tanah dalam bentuk
mulsa, sebagai media penanaman jamur merang, sebagai bahan obat tradisional,
sebagai bahan makanan atau sayuran, sebagai tanaman hias dan sebagai bahan
kerajinan (Sukman dan Yakup, 1991).
Pada dasarnya jenis gulma di suatu daerah berbeda dengan daerah lain,
walaupun pada tanaman budidaya yang sama. Perbedaan ini disebabkan oleh iklim,
rotasi tanaman, dan tindakan agronomis yang tidak sama. Jenis gulma yang tumbuh
biasanya sesuai dengan kondisi perkebunan. Pada daerah yang baru diolah, gulma
yang dijumpai kebanyakan adalah gulma semusim. Sedangkan pada perkebunan
yang telah ditanami, gulma yang banyak terdapat adalah jenis gulma tahunan.
Penyebaran gulma ditentukan pula oleh perbedaan ketinggian suatu tempat. Tempat
di dataran tinggi cenderung lebih banyak populasinya dibandingkan dengan di
dataran rendah (Tjitrosoedirdjo, 1984). Penyebaran gulma dari suatu tempat ke

tempat lain antara lain disebabkan oleh manusia, hewan, angin, dan alat-alat
pertanian (Sukman dan Yakup, 1991).
Tanaman sayuran di Indonesia diusahakan di dataran tinggi dan dataran
rendah. Di dataran tinggi pada umumnya di usahakan tanaman sayuran yang berasal
dari daerah beriklim sedang seperti kubis, kobis, wortel, paprika, bawang putih dan
lain-lain. Sedangkan yang diusahakan di dataran rendah adalah kebanyakan tanaman
sayuran daerah tropis seperti terong, kacang panjang, mentimun, bawang merah dan
lain-lain (Madkar et al., 1986).
Kehadiran gulma pada lahan tanaman budidaya tidak jarang menurunkan
kualitas dan kuantitas produk hasil pertanian, sehingga menyebabkan kerugian.
Penurunan hasil pertanian bergantung pada jenis gulma, kepadatan gulma, lama
persaingan, dan senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma (Ruthena, 2010).
Luas minimum adalah luas terkecil yang dapat mewakili karakteristik komunitas
tumbuhan atau vegetasi secara keseluruhan. Luas minimum dan jumlah minimum
dapat digabung dengan menentukan luas total dari jumlah minimum yang sesuai
dengan luas minimum yang sudah didapat terlebih dahulu. Penyebaran individu suatu
populasi mempunyai tiga kemungkinan yaitu penyebaran acak, penyebaran secara
merata, dan penyebaran secara kelompok (Rahardjanto, 2001). Menurut Prasetyo
(2007) Indeks Nilai Penting (INP) jenis merupakan besaran yang menunjukkan
kedudukan suatu jenis terhadap jenis lain di dalam suatu komunitas. Besaran INP
diturunkan dari hasil penjumlahan nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan
dominasi relatif dari jenis-jenis yang menyusun tipe komunitas. Semakin besar nilai
indeks berarti jenis yang bersangkutan semakin besar berperanan di dalam komunitas
yang bersangkutan.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum biologi gulma yaitu:
A. Biologi Gulma (Identifikasi dan Klasifikasi)
Mengetahui bioloi gulma, membedakan gulma golongan rumput-rumputan, teki,
dan berdaun lebar; melakukan identifikasi dan memberikan klasifikasi tumbuhan
gulma.
B. Ekologi Gulma (Luas Minimum)
Dapat menerapkan penggunaan teori luas minimum untuk menentukan ukuran
luas kuadrat yang diperlukan dalam suatu pengambilan contoh tumbuhan gulma.
C. Ekologi Gulma (Nilai Penting)

Dapat melaksanakan penghitungan frekuensi relative, dominansi relative,


kerapatan relative, dan nilai penting tumbuhan gulma.

II. MATERI DAN METODE


3

A. Materi
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spesies gulma. Alat
yang digunakan adalah gunting tanaman, pisau, kantong plastik, alat tulis, soil tester,
termometer udara dan altimeter, pasak bambu, tali raffia, meteran (alat ukur), dan
kamera digital.
B. Cara Kerja
1. Identifikasi dan Klasifikasi Gulma
a. Diambil contoh tanaman gulma dari areal yang telah ditentukan.
b. Masing-masing satu tumbuhan dari golongan rumput-rumputan, teki-tekian dan
berdaun lebar
c. Catat dan bandingkan ciri-ciri morfologi bagian-bagian tumbuhan (akar, daun,
batang dan bunga).
d. Identifikasi dan klasifikasikan contoh tanaman tersebut.
2. Luas Minimum
a. Dibuat kuadran ukuran 25 cm x 25 cm dan dicatat jenis tumbuhan gulma yang
ada dalam kuadran dari areal yang telah ditentukan
b. Luasan kuadran ditambah menjadi 25 cm x 50 cm dan dicatat dari penambahan
jenis yang ada.
c. Luasan kuadran ditambah menjadi 50 cm x 50 cm dan dicatat dari penambahan
jenis yang ada.
d. Luasan kuadran ditambah menjadi 50 cm x 100 cm dan dicatat dari
penambahan jenis yang ada.
e. Luasan kuadran ditambah menjadi 100 cm x 100 cm dan dicatat dari
penambahan jenis yang ada.
f. Diplotkan dalam grafik.
3. Nilai Penting
a. Membuat kuadrat ukuran 50 cm x 50 cm sebanyak 3 kuadrat. Kuadrat
diletakan dilokasi perkebunan secara random.
b. Catat jenis tumbuhan yang ada dalam kuadrat dari areal tanaman yang telah
ditentukan.
c. Hitung frekuensi relatif, dominasi relatif, kerapatan relatif dan arti penting
tumbuhan gulma.
III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi dan Klasifikasi


Gulma yang ditemukan pada praktikum kali ini yang dilaksanakan di
perkebunan kacang tanah Grendeng, didapat gulma jenis rumput-rumputan dan jenis
gulma berdaun lebar, berikut identifikasi dan klasifikasi nya.
a. Eleusine indica
4

Gulma ini memiliki akar serabut, batangnya berbentuk cekungan, menempel


pipih. Pelepah menempel kuat. Lidah daun pendek, seperti selaput dan tumbuh dalam
rumpun. Batang seringkali bercabang. Daun terdiri dari dua baris, tapi kasar pada
tiap ujung. Pada pangkal helai daun berambut. Bunga, bulir menjari 3-5, merkumpul
pada sisi poros bersayap dan bertunas. Anak bulir berseling-seling, tersusun seperti
genting. Tanaman ini cepat tumbuh dan berkembang bila memperoleh cahaya cukup
banyak dan air berlimpah. Bila kondisi tidak menguntungkan gulma ini akan cepat
mati, misal menderita penaungan. Perbanyakan yang dilakukan secara generatif,
dengan biji. Untuk pengendalian gulma yang tidak begitu luas, dilakukan secara
manual. Pada tempat seperti sepanjang tepi jalan, saluran air dan sebagainya
pemberantasannya menggunakan herbisida (Sukman, 1991).
Klasifikasi Eleusine indica menurut (Sukman (1991).:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Ordo

: Poales

Famili

: Poaceae

Genus

: Eleusine

Spesies

: Eleusine indica (L.) Gaertn

b. Cyperus rotundus L.
Rimpangnya yang sudah tua terdapat banyak tunas yang menjadi umbi berwarna
coklat atau hitam. Rasanya sepat kepahit-pahitan dan baunya wangi. Umbi-umbi ini
biasanya mengumpul berupa rumpun. Batang rumput teki ini memiliki ketinggian
mencapai 10 sampai 75 cm. Daunnya berbentuk pita, berwarna mengkilat dan terdiri
dari 4-10 helai, terdapat pada pangkal batang membentuk rozel akar, dengan pelepah
daun tertutup tanah. Bunga berwarna hijau kecoklatan, terletak di ujung tangkai
dengan tiga tunas kepala benang sari berwarna kuning jernih, membentuk bungabunga berbulir, mengelompok menjadi satu berupa payung. Buahnya berbentuk
5

kerucut besar pada pangkalnya, kadang-kadang melekuk berwarna coklat, dengan


panjang 1,54,5 cm dengan diameter 510 mm. Bijinya berbentuk kecil bulat, dan
memiliki sayap seperti bulu yang digunakan untuk proses penyerbukan (Amalla et
al., 2012).
Klasifikasi Cyperus rotundus L menurut Sukman (1991):
Regnum

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Cyperales

Famili

: Cyperaceae

Genus

: Cyperus

Spesies

: Cyperus rotundus L.

c. Alternanthera philoxeroides
Terna menahun, merayap atau melata, dengan panjang 50-75 cm. Batang
silindris, basah berongga, beruas-ruas, dan berwarna hijau keunguan. Daun tunggal,
duduk bersilang berhadapan, bertangkai pendek, dan berwarna ungu atau hijau
keunguan. Helaian daun berbentuk lonjong sampai lanset, panjang 1-6 cm dan lebar
0,5-3 cm, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan daun menyirip tegas, dan
permukaannya licin. Bunga majemuk, berbentuk tandan, berwarna putih gading,
terletak di ujung batang, dengan panjang mencapai 30 cm, kelopak bunga (berwarna
hijau, berbentuk bintang, dan berlekuk 5), dan mahkota bunganya halus mengelilingi
cawan bunga tempat benangsari dan putik dengan diameter 2-3 mm. Biji berbentuk
lanset, kecil, dan berwarna coklat. Akar serabut dan berwarna putih kekuningan.
Bayam dempo merupakan tumbuhan liar yang dapat dijumpai di pinggir jalan, dekat
parit, tepi sungai atau tempat-tempat yang becek. Jenis ini dapat tumbuh di dataran
rendah sampai pegunungan pada ketinggian tempat 100-1.500 m dpl. (Masoodi &
Khan, 2012).
Klasifikasi Alternanthera philoxeroides menurut Utami (2007) :

Kingdom

: Plantae

Divisio

: Magnoliophyta

Famili

: Amaranthaceae

Ordo

: Caryophyllales

Genus

: Alternanthera

Spesies

: Alternanthera philoxeroides

d. Klasifikasi Rumput mutiara (Hedyotis corymbosa) berdasarkan Plantamor (2011)


adalah sebagai berikut :
Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Rubiales

Famili

: Rubiaceae

Genus

: Hedyotis

Spesies

: Hedyotis corymbosa L.

Hedyotis corymbosa atau Oldelandia corymbosa memiliki nama lokal rumput


mutiara. Rumput mutiara ini memiliki habitus yang tegak atau condong, sering
bercabang mulai dari pangkal batangnya dengan tinggi tinggi 1550 cm. Batangnya
segiempat dengan sisik sangat pendek, bercabang, memiliki tebal 1 mm, dan
berwarna hijau kecoklatan sampai hijau keabu-abuan. Daunnya relatif kecil dengan
panjang daun 25 cm, ujung runcing, tulang daun satu di tengah. Ujung dan pangkal
daunnya runcing, berwarna hijau pucat, dengan sisik sisik kecil sepanjang tepi
daunnya dengan tangkai daun sangat pendek dan memiliki rambut pendek pada
ujungnya. Akar tanaman herba ini merupakan akar tunggang dengan garis tengah
7

rata-rata 1 mm dengan akar cabang berbentuk benang. Bunga keluar dari ketiak
daun, bentuknya seperti payung berwarna putih, berupa bunga majemuk 2-5, tangkai
bunga (induk) keras seperti kawat, panjangnya 5 10 mm. Rumput mutiara terkenal
sebagai tanaman obat yang dimanfaatkan di Cina, India dan wilayah Asia Tenggara
untuk mengobati berbagai jenis penyaki (Sadasivana dan Latha, 2006).
Menurut Utami (2007) dalam mengidentifikasi gulma dapat ditempuh
satuatau kombinasi dari sebagian atau seluruh cara-cara seperti :
(1) membandingkangulma tersebut dengan material yang telah diidentifikasi di
herbarium.
(2)
(3)
(4)
(5)

konsultasilangsung dengan para ahli dibidang yang bersangkutan.


mencari sendiri melaluikunci identifikasi.
membandingkan dengan, determinasi yang telah ada.
membandingkan dengan ilustrasi yang tersedia.
Klasifikasi adalah proses pengaturan hewan atau tumbuh-tumbuhan ke dalam

takson tertentu berdasarkan persamaan dan perbedaan. Hasil proses pengaturan ini
ialah suatu sistim klasifikasi, yang sengaja diciptakan untuk menyatakan hubungan
kekerabatan jenis-jenis makhluk hidup satu sama lainnya. Menurut bahwa semua
klasifikasi bertujuan agar kita mengingat sedikit mungkin, tetapi dalam ingatan
tersebut mengandung informasi sebanyak-banyaknya. Pengelompokkan jenis-jenis
tumbuhan dalam suatu takson maka ciri-ciri masing-masing individu akan tercermin
dalam deskripsi takson tersebut (Ruthena, 2010).
Cara klasifikasi pada tumbuhan ada dua macam yaitu buatan (artificial) dan
alami (natural). Klasifikasi sistem buatan pengelompokan tumbuhan hanya
didasarkan pada salah satu sifat atau sifat-sifat yang paling umum saja, sehingga
kemungkinan bisa terjadi beberapa tumbuhan yang mempunyai hubungan erat
satusama lain dikelompokan dalam kelompok yang terpisah dan sebaliknya beberapa
tumbuhan yang hanya mempunyai sedikit persamaan mungkin dikelompokan
bersama dalam satu kelompok. Hal demikian inilah yang merupakan kelemahan
utama dari klasifikasi sistem buatan. Klasifikasi sistem alami pengelompokan
didasarkan pada kombinasi dari beberapa sifat morfologis yang penting. Klasifikasi
sistem alami lebih maju daripada klasifikasi sistem buatan, sebab menurut sistem
tersebut hanya tumbuh-tumbuhan yang mempunyai hubungan filogenetis saja yang
dikelompokan ke dalam kelompok yang sama. Cara klasifikasi pada gulma
cenderung mengarah ke sistem buatan. Atas dasar pengelompokan yang berbeda,
maka kita dapat mengelompokan gulma menjadi kelompok-kelompok atau
8

golongan-golongan yang berbeda pula, masing-masing kelompok memperlihatkan


perbedaan di dalam pengendalian (Ruthena, 2010)
Menurut Barus (2003), berdasarkan morfologi dan botaninya, gulma dapat
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
1. Golongan rumput (grasses) family (suku) poaceae (Gramineae)
Ciri-ciri: batang bulat atau agak pipih, kebanyakan berongga. Daun-daun
soliter pada buku-buku, tersusun dalam dua deret, umumnya bertulang daun sejajar,
terdiri atas dua bagian yaitu pelepah daun dan helaian daun. Daun biasanya
berbentuk garis (linier), tepi daun rata. Lidah-lidah daun sering kelihatan jelas pada
batas antara pelepah daun dan helaian daun. Dasar karangan bunga satuannya anak
bulir (spikelet) yang dapat bertangkai atau tidak (sessilis), masing-masing anak bulir
tersusun atas satu atau lebih bunga kecil (floret), di mana tiap-tiap bunga kecil
biasanya dikelilingi oleh sepasang daun pelindung (bractea) yang tidak sama
besarnya, yang besar disebut lemna dan yang kecil disebut palea. Buah disebut
caryopsis atau grain. Gulma dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki tetapi
menghasilkan stolon. Stolon ini didalam tanah berbentuk jaringan rumit yang sulit
diatasi secara mekanik. Contohnya yaitu : a. Cynodon dactylon (L.) Pers.
(kakawatan, gigi rintingan suket grinting) b. Eleusine indica (L..) Gaena (rumput
kelulang, cerulang jukut jampang) c. Imperata cylindrica (L.) Beauv (alang-alang
carulang, jukut jampang) d. Echinochloa crus-galli (L.) Cerv( jajagoan) e.
Echinochloa colanum (L.) Cerv (jajagoan leutik) f. Panicum repens L.
(lulampuyangan, jajahean) g. Paspalum conjugatum Bergrn (jukut japang pait, jukut
pait, rumput), h. Axonopus compressus, i. Artemisia vulgaris, j. Portulaca oleracea.
2.

Golongan teki (sedges) family Cyperaceae


Ciri-ciri: batang umumnya berbentuk segitiga, kadang-kadang juga bulat dan
biasanya tidak berongga. Daun tersusun dalam tiga deretan, tidak memiliki lidahlidah daun (ligula). Ibu tangkai karangan bunga tidak berbuku-buku. Bunga sering
dalam bulir (spica) atau anak bulir, biasanya dilindungi oleh suatu daun pelindung.
Buahnya tidak membuka.Kelompok teki-tekian memiliki daya tahan luar biasa
terhadap pengendalian mekanis,karena memiliki umbu batang di dalam tanah yang
mampu bertahan berbulan-bulan. Contohnya adalah : a. Cyperus bervifolius (jukut
pendul) b. Cyperus rotundus L (teki) c. Cyperus difformia L. (jukut papayungan) d.
Cyperus halpan L. (papayungan) e. Cyperus iria L. (jekeng, lingih alit) f. Cyperus
kyllingia Endl. (jukut pendul bodas, teki, teki bodot, teki pendul) g. Fimbristylis
9

littoralis geidlah (F. miliacea (L) cahl (panon munding, tumbaran) h. Scirpus
grossius L. F (waligi, wlingen, lingi, mensing).
3. Gulma berdaun lebar
Umumnya termasuk Dicotyledoneae dan Pteridophyta. Daun lebar dengan
tulang daun berbentuk jala. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa budi daya.
Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Contohnya yaitu : a.
Salvinia molesta D.S Mit het (kimbang, kayambang janji, lukut cai, lukut) b.
Marsilea crenata presl (semangi, samanggen) c. Azolla pinnata R. Br (kaya apu
dadak) d. Limnocharis flava L. Buch (genjer, centong) e. Ageratum conyzoides L.
(bebadotan, wedusan) f. Borreria alata (Aubl. DC ) (kabumpang lemah, goletrak,
letah hayam, rumput setawar) g. Stachyarpheta indica (L.) vahl (jarong, gajihan) h.
Amaranthus spinosus L. (bayam duri, bayem eri, senggang cucuk), i. Synedrella
nodiflora (L.) gaentn (babadotan lalakina, jotang, jotang kuda), j. Oxalis debilis, k.
Galinsoga parviflora.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh jenis gulma golongan rumput-rumputan
dan berdaun lebar. Jenis gulma golongan rumput-rumputan yaitu Eleusine indica,
Artemisia vulgaris, Axonopus compressus, Portulaca oleracea, Polygonum
nepalense, Poa annua, dan Bidens pilosa. Sedangkan jenis gulma golongan berdaun
lebar yaitu Amaranthus spinosus, Ageratum conyzoides, Oxalis debilis, dan
Galinsoga parviflora.
B. Luas Minimum
1. Hasil
Tabel 1. Penambahan Jenis Gulma Pada Berbagai Ukuran Kuadrat (Petak
Contoh)
Luas Petakan Contoh

No.

Ukuran
kuadrat
25 cm x 25
cm

Juml
a
h
je
n
is
7

Jenis Gulma

Presentase

Cyperus rotundus
Altenaria sp.
Eleusine indica
Phyllanthus
niruri
5. Phyllanthus
debilis
6. Hedyotis

7/7 x 100%
= 100 %

1.
2.
3.
4.

10

corymbosa
7. Synedrella
nodiflora
2

25 cm x 50
cm
50 cm x 50
cm

50 cm x 100
cm

1. Digitaria sp.

11

1. Cleome
rutidosperma
2. Cyperus
pygmaeus
3. Murdania
nudiflora

12

1. Mimosa pudica

Perhitungan :
a. Luas petak I (0,25 x 0,25) m2
Jumlah spesies : 7
Presentasi penambahan = Jumlah spesies baru x 100%
Jumlah spesies awal
=7 x 100%
7
= 100 %
b. Luas petak II (0,50 x 0,25) m2
Jumlah spesies : 8
Presentasi penambahan = Jumlah spesies baru x 100%
Jumlah spesies awal
= 1 x 100%
7
= 14,3 %
c. Luas petak III (0,50 x 0,50) m2
Jumlah spesies : 11
Presentasi penambahan = Jumlah spesies baru x 100%
Jumlah spesies awal
= 3 x 100%
8
= 37,5 %
d. Luas petak IV (0,50 x 1,00) m2
Jumlah spesies : 12
Presentasi penambahan = Jumlah spesies baru x 100%
Jumlah spesies awal
= 1 x 100%
11
=9%
Membuat Kurva Luas Minimum
Langkah-langkah :
11

1/7 x 100%
= 14,3%
3/8 x 100%
= 37,5%

1/11 x
100%
= 9%

1. Membuat sumbu x dan sumbu y


sumbu x = luas petak
sumbu y = jumlah jenis
2. Membuat garis pertolongan (misal m) yang besarnya 10% dari luas petak
terakhir dan 10% jumlah jenis terakhir.
X = 10% x luas terakhir = 10% x 0,5 = 0,05
Y = 10% x Jumlah jenis terakhir = 10% x 12 = 1,2
Maka didapatkan suatu titik, kemudian dihubungkan dengan titik 0 dan dibuat
garis m.
3. Membuat garis yang sejajar dengan garis m yaitu yang menyinggung garis
(pertemuan titik-titik luas petak dan jumlah jenis) disebut garis n.
4. Titik singgung garis n diproyeksikan ke sumbu x sehingga didapatkan luas
minimumnya.
Grafik 1. Luas Minimum

Luas minimum atau kurva spesies area merupakan langkah awal yang
digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh
(kuadrat). Luas minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh
(sampling area) yang dianggap representatif dengan suatu tipe vegetasi pada suatu
habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak contoh mempunyai hubungan erat
dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin tinggi
keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, makin luas petak contoh
yang digunakan. Bentuk luas minimum dapat berbentuk bujur sangkar, empat persegi
panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh minimum yang
mewakili vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan dalam analisis
vegetasi dengan metode kuadrat. Dalam mempelajari komunitas tumbuhan kita tidak
12

dapat melakukan penelitian pada seluruh area yang ditempati komonitas, terutama
apabila area itu cukup luas. Oleh karena itu kita dapat melakukan penelitian
disebagian area komunitas tersebut dengan syarat bagian tersebut dapat mewakili
sebagian komonitas yang ada. Untuk memahami luas,metode manapun yang di pakai
untuk menggambarkan suatu vegetasi yang penting adalah harus di sesuaikan dengan
tujuan luas atau sempitnya suatu area yang diamati (Anwar,1995).
Luas minimum adalah luas terkecil yang dapat mewakili karakteristik
komunitas tumbuhan atau vegetasi secara keseluruhan. Luas minimum dan jumlah
minimum dapat digabung dengan menentukan luas total dari jumlah minimum yang
sesuai dengan luas minimum yang sudah didapat terlebih dahulu. Penyebaran
individu suatu populasi mempunyai tiga kemungkinan yaitu penyebaran acak,
penyebaran secara merata, dan penyebaran secara kelompok. Mengetahui apakah
penyebaran individu suatu polpulasi secara merata atau kelompok maka penentuan
letak percontoh dalam analisis vegetasi dapat dibedakan dengan cara pendekatan
yaitu penyebaran percontohan secara acak, penyebaran percontohan secara sistematik
serta penyebaran secara semi acak dan semi sistematik (Rahardjanto, 2001).
Pengaturan jarak secara acak atau random (penyebaran yang tidak dapat
diprediksi dan tidak berpola) terjadi karena tidak adanya tarik menarik atau tolak
menolak yang kuat di antara individu-individu dalam suatu populasi, posisi masingmasing individu tidak bergantung pada individu lain. Akan tetapi, secara keseluruhan
pola acak tidak umum ditemukan di alam, sebagian besar populasi menunjukkan
paling tidak suatu kecendrungan ke arah penyebaran terumpun atau penyebaran
seragam (Campbell, 2004).
Luas daerah contoh vegetasi yang akan diambil diatasnya sangat bervariasi
untuk setiap bentuk vegetasi mulai dari 1 dm2 sampai 100 m2. Suatu syarat untuk
daerah pengambilan contoh haruslah representatif bagi seluruh vegetasi yang
dianalisis. Analisis vegetasi menggunakan desain kombinasi metode jalur dengan
metode garis berpetak (Ruthena, 2010). Analisis lebih lanjut berdasarkan vegetasi
dapat dicampur dengan data yang tersebar distribusi geografis spesies untuk
memperoleh hasil yang lebih komprehensif dan strategi (Grelle et al., 2010).
Langkah

dalam luas minimum adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis

yang terdapat pada petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan
jenis-jenis yang ditemukan kembali didaftarkan. Pekerjaan berhenti sampai dimana
penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada
13

banyaknya jenis. Luas minimun ini ditetapkan dengan dasar jika penambahan luas
petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-10% (Sastroutomo,
1990).
Untuk luas petak awal tergantung surveyor, bisa menggunakan luas 1m x1m
atau 2mx2m atau 20mx20m, karena yang penting adalah konsistensi luas petak
berikutnya yang merupakan dua kali luas petak awal dan kemampuan pengerjaannya
dilapangan. Metode luas minimum dilakukan dengan cara menentukan luas daerah
contoh vegetasi yang akan diambil dan didalamnya terdapat berbagai jenis vegetasi
tumbuhan. Syarat untuk pengambilan contoh haruslah representative bagi seluruh
vegetasi yang dianalisis. Keadaan ini dapat dikembalikan kepada sifat umum suatu
vegetasi yaitu vegetasi berupa komunitas tumbuhan yang dibentuk oleh beragam
jenis populasi. Dengan kata lain peranan individu suatu jenis tumbuhan sangat
penting. Sifat komunitas akan ditentukan oleh keadaan-keadaan individu dalam
populasi. Lokasi tempat penelitian ditentukan maka kemudian ditentukan luas/jumlah
plot sampel. Untuk menentukan jumlah petak contoh minimal berbentuk kuadrat
dapat ditentukan dengan menyusun sebuah kurva jenis ( Syahputra et al., 2011).
Manfaat dari Teori

Luas minimum atau kurva spesies area merupakan

langkah awal yang digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan
petak contoh (kuadrat). Luas minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak
contoh (sampling area) yang dianggap representatif dengan suatu tipe vegetasi pada
suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak contoh mempunyai
hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut.
Makin tinggi keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, makin luas
petak contoh yang digunakan. Bentuk luas minimum dapat berbentuk bujur sangkar,
empat persegi panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh
minimum yang mewakili vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan dalam
analisis vegetasi dengan metode kuadrat. (Hardjosuwarno, 1990) .
Prinsip penentuan petak harus menggunakan ukuran yang cukup besar agar
individu jenis yang ada dalam petak dapat mewakili komunitas. Titik berat analisa
vegetasi terletak pada komposisi-komposisi jenis dan jika tidak bisa menentukan luas
petak contoh yang dianggap dapat mewakili komunitas tersenut, maka dapat
menggunakan teknik Kurva Spesies Are (KSA). Penggunaan kurva ini dapat
ditetapkan:
1. Luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur
14

2. Jumlah minimal petak ukur agar hasilnya akan mewakili keadaan tegakan
atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur
Cara yang dapat dilakukan untuk menganalisa suatu vegetasi menggunakan
metode Luas Minimum adalah dengan mencatat jenis-jenis yang terdapat pada petak
kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan
kembali dicatat (Hardjosuwarno, 1990).
Pada praktikum Biologi Gulma ini, lokasi vegetasi gulma yang diamati
berada di Grendeng. Kemudian dibuat petakan untuk menentukan luas mnimum.
Cara menentukan luas minimum adalah dengan membuat petakan dengan ukuran
0,25x0,25 m, menghitung jumlah jenis dalam petak tersebut dan dicatat, petakan
dibuat kembali atau diperluas dengan ukuran 2x lipat petak pertama untuk melihat
ada penambahan jenis/tidak seterusnya sampai besar persentase 10% artinya
pembuatan petakan dihentikan jika belum diperluas lagi. Kemudian membuat tabel
jumlah jenis dan dibuat grafik luas minimumnya.
Luas minimum didapatkan setelah persentase penambahan jenis baru kurang
dari10%, jika presentase penambahan kurang dari 10% maka pembuatan petak
dihentikan. Dari data hasil praktikum dan perhitungan, luas minimum dapat
ditentukan saat pembuatan petak ke-empat dengan luas petak 0,50x1 m = 0,5 m2
dengan jumlah jenis 12 dan presentase 1/11 x 100% = 9%. Luas minimum yang
diperoleh terdapat pada luas petak 0,25x0,25 = 0,0625 m2 dengan jumlah jenis
sebanyak 7 jenis yang digambarkan pada grafik dengan arsiran berwarna hitam. Luas
daerah vegetasi yang telah diambil sangat bervariasi untuk setiap bentuk vegetasi
mulai dari 0,25 m2 sampai 1m2.
Grafik luas minimum dalam praktikum ini dibuat dengan cara membuat
sumbu x (luas petakan) dan sumbu y (jumlah jenis), membuat garis pertolongan
(misal m) yang besarnya 10% dari luas petak terakhir, yaitu sebesar 0,1 dan 10%
jumlah jenis terakhir sebesar 0 sehingga didapat suatu titik kemudian dihubungkan
dengan titik 0 dan dibuat garis m. Membuat garis yang sejajar dengan garis m, yaitu
yang menyinggung garis (pertemuan titik-titik luas petak dan jumlah jenis) disebut
garis n. Kemudian titik singgung garis n diproyeksikan ke sumbu x sehingga
didapatkan luas minimumnya.
Luas minimum didapat setelah persentase penambahan jenis baru kurang
dari10%. Jika presentase penambahan kurang dari 10%, maka pembuatan petak
dihentikan. Berdasarkan data hasil praktikum dan perhitungan luas minimum, dapat
15

ditentukan setelah pembuatan petak ketiga dengan luas petak 0,50 x 0,50 m 2 =0,25
m2 dengan jumlah jenis 0 sehingga didapatkan presentase 0/2 x 100% = 0%
ditunjukkan pada grafik yang di bawah arsiran garis hitam putus-putus. Tabel yang
diberi tanda warna biru adalah luas petak yang tidak dapat ditentukan luas
minimumnya karena presentase penambahan jenisnya 10%.
Luas minimum didapatkan setelah persentase penambahan jenis baru kurang
dari 10%, jika presentase penambahan kurang dari 10% maka pembuatan petak
dihentikan. Luas minimum vegetasi yang telah diambil diatasnya sangat bervariasi
untuk setiap bentuk vegetasi mulai dari 0,25 m2 sampai 1m2. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sugianto (1994), luas minimum atau kurva spesies area merupakan
langkah awal yang digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan
petak contoh (kuadrat), bahwa suatu syarat untuk daerah pengambilan sampel
haruslah representatif bagi seluruh vegetasi yang dianalisis. Keadaan ini dapat
dikembalikan kepada sifat umum suatu vegetasi yaitu vegetasi berupa komunitas
tumbuhan yang dibentuk oleh populasi-populasi. Luas minimum digunakan untuk
memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap representatif dengan
suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak
contoh mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada
areal tersebut. Makin tinggi keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut,
makin luas petak contoh yang digunakan. Bentuk luas minimum dapat berbentuk
bujur sangkar, empat persegi panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak
contoh minimum yang mewakili vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan
patokan dalam analisis vegetasi dengan metode kuadrat (Sugianto, 1994).
C. Nilai Penting
Tabel 2. Frekuensi dan kerapatan gulma pada masing-masing kuadrat
Kuadrat
Kerapat
Jenis gulma
Frekuensi
I
II
III
an
A
27
8
3
1
12,67
B
35
4
35
1
22,33
C
15
19
17
1
17
D
2
2
0,67
1,33
E
5
5
0,67
3,33
F
3
2
0,67
1,67
G
25
30
0,67
18,33

16

Frekuensi =

Frekuensi total

Jumlah petak ditemukan suatu jenis


Jumlah petak yang dibuat

Frekuensi A =

3
=1
3

Frekuensi B =

3
=1
3

Frekuensi C =

3
=1
3

Frekuensi D =

2
=0,67
3

Frekuensi.E =

2
=0,67
3

Frekuensi F =

2
=0,67
3

Frekuensi G =

2
=0,67
3

= F.A + F.B + F.C + F.D + F.E + F.F + F.G


= 1 + 1 + 1 + 0,67 + 0,67+ 0,67+ 0,67
= 5,68

Frekuensi relatif =

Frekuensi suatu jenis


Frekuensi total

x 100%

FRA =

1
5,68

x 100% = 17,7%

FRB =

1
5,68

x 100% = 17,7%

FRC =

1
5,68

x 100% = 17,7%

FRD =

0,67
5,68

x 100% = 11,8%

17

FRE =

0,67
5,68

x 100% = 11,8%

FRF =

0,67
5,68

x 100% = 11,8%

FRG =

0,67
5,68

x 100% = 11,8%

Jumlah individu suatu jenis


Jumlah petak yang dibuat

Kerapatan =

Kerapatan A =

27 +8+3
=12,67
3

Kerapatan B =

28+ 4+ 35
=22,33
3

Kerapatan C =

Kerapatan D =

2+2+ 0
=1,33
3

Kerapatan E =

0+5+5
=3,33
3

Kerapatan F =

0+3+2
=1,67
3

Kerapatan G =
Kerapatan total

15+ 19+ 17
=17
3

0+25+30
=18,33
3

= K.A + K.B + K.C + K.D + K.E + K.F + K.G


= 12,67 + 22,33 + 17 + 1,33 + 3,33 + 1,67 + 18,33
= 76,66

Kerapatan Relatif =

Kerapatan suatu jenis


Kerapatan total
18

x100%

KRA =

12,67
76,66

x100% = 16,52

KRB =

22,33
76,66

x100% = 29,12

KRC =

17
76,66

x100% = 22,17

KRD =

1,33
76,66

x100% = 1,73

KRE =

3,33
76,66

x100% = 4,34

KRF =

1,67
76,66

x100% = 2,17

KRG =

18,33
76,66

x100% = 23,91

Indeks Nilai Penting (INP) = Frekuensi Relatif + Kerapatan Relatif


INPA = 17,7 + 16,52 = 34,22
INPB = 17,7 + 29,12 = 46,82
INPC = 17,7 + 22,17 = 39,87
INPD = 11,8 + 1,73 = 13,53
INPE = 11,8 + 4,34 = 16,14
INPF = 11,8 + 2,17 = 13,97
INPG = 11,8 + 23,91 = 35,71
Keterangan :
A = Hedyotis corymbosa
B = Cyperus rotundus
C = Stellaria media
D = Cyperus distans
E = Commelina diffusa
F = Galinsoga parviflora
19

G = Altenaria sp.
Metode kuadrat digunakan dalam praktikum karena metode ini dapat
mengetahui keberadaan spesies di dalam suatu komunitas. Metode ini merupakan
suatu teknik analisis vegetasi dengan menggunakan petak contoh (Rosmaina, 2012).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh data bahwa spesies tumbuhan yang
memiliki kerapatan relatif (KR) tertinggi adalah Cyperus rotundus dengan nilai
29,12%, sedangkan yang mempunyai nilai terendah adalah Cyperus distans yaitu
1,73%. Spesies tumbuhan yang mempunyai frekuensi relatif (FR) tertinggi ada tiga
spesies yaitu Hedyotis corymbosa,, Stellaria media, dan Cyperus rotundus dengan
nilai yang sama yaitu 17,7%, sedangkan spesies dengan nilai terendah ada empat
spesies yaitu Cyperus distans, Commelina diffusa, Galinsoga parviflora, dan
Altenaria sp. yaitu dengan nilai 11,8%.Spesies yang mempunyai nilai penting
tertinggi adalah Cyperus rotundus dengan nilai 46,82%, sedangkan yang terendah
adalah Cyperus distans dengan nilai 13,53%. Nilai Penting tebesar dimiliki oleh
spesies Cyperus rotundus karena memiliki kelebihan dibanding dengan spesies lain.
Indeks Nilai Penting (INP) adalah salah satu parameter digunakan untuk
menggambarkan tingkat penguasaan suatu jenis terhadap komunitas, semakin besar
nilai INP suatu jenis maka semakin besar tingkat penguasaan terhadap komunitas dan
lingkungannya dan sebaliknya. Adanya jenis yang mendominasi ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain adalah persaingan antara tumbuhan yang ada, dalam hal
ini berkaitan dengan iklim dan mineral yang diperlukan. Jika iklim dan mineral yang
dibutuhkan mendukung maka jenis tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak
ditemukan (Wahyu et al., 2014).
Spesies gulma yang dominan didapat menggunakan metode kuadrat. Metode
kuadrat adalah daerah persegi dengan berbagai ukuran. Ukuran tersebut bervariasi
dari 10 cm2 sampai 100 m2. Bentuk petak sampel dapat persegi, persegi
panjang atau lingkaran (Yanelis, 2011). Metode kuadrat juga ada beberapa jenis:
a. Melihat quadrat : Spesies diluar petak sampel dicatat.
b. Count/list count quadrat: Metode ini dikerjakan dengan menghitung jumlah
spesies yang ada beberapa batang dari masing-masing spesies di dalam petak.
Suatu daftar spesies yang ada didaerah yang diselidiki.
c. Cover quadrat (basal area kuadrat): Penutupan relatif dicatat, jadi persentase tanah
yang tertutup vegetasi. Metode ini digunakan untuk memperkirakan berapa area
(penutupan relatif) yang diperlukan tiap-tiap spesies dan berapa total basal dari
20

vegetasi di suatu daerah. Total basal dari vegetasi merupakan penjumlahan basal
area dari beberapa jenis tanaman. Cara umum untuk mengetahui basal area pohon
dapat dengan mengukur diameter pohon pada tinggi 1,375 meter (setinggi dada).
d. Chart quadrat : Penggambaran letak/bentuk tumbuhan disebut Pantograf. Metode
ini ter-utama berguna dalam mereproduksi secara tepat tepi-tepi vegetasi dan
menentukan letak tiap-tiap spesies yang vegetasinya tidak begitu rapat. Alat yang
digunakan

pantograf

dan

planimeter.

Pantograf

diperlengkapi

dengan

lengan pantograf. Planimeter merupakan alat yang dipakai dalam pantograf yaitu
alatotomatis mencatat ukuran suatu luas bila batas-batasnya diikuti dengan
jarumnya.
Menghitung nilai frekuensi, Dominansi dan Kerapatan. Kerapatan adalah
jumlah individu suatu jenis tumbuhan pada tiap petak contoh. Kerapatan
berhubungan erat dengan musim dan vitalitas tumbuhan, akan tetapi dalam parameter
kerapatan, memakan waktu dalam menghitung dan kesulitan menentukan satuan
tumbuhan yang menjalar ataupun berumpun. Frekuensi jenis tumbuhan adalah
berapa jumlah petak contoh (persen) yang memuat jenis tersebut, dari sejumlah petak
contoh yang dibuat. Frekuensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya luas petak
contoh, distribusi tumbuhan dan ukuran jenis-jenis tumbuhannya.
Dominansi adalah berapa luas area yang ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan,
atau kemampuan suatu jenis tumbuhan dalam hal bersaing terhadap jenis lainnya.
Dominansi dinyatakan dengan istilah kelindungan atau luas basal atau biomassa atau
volume. Kelindungan adalah proyeksi vertical dari tajuk (canopy) suatu jenis pada
area yang diambil samplingnya, dinyatakan dalam persen luas secara penaksiran.
Luas basal biasanya digunakan untuk jenis-jenis yang berkelompok atau membentuk
rumpun dengan batas-batas yang jelas (Tjitrosoedirdjo et al., 1984).
Gulma dapat diidentifikasi dengan melihat tanda-tanda. Tanda-tanda yang
dipakai dalam identifikasi terbagi atas sifat vegetatif yang bisa berubah sesuai
dengan lingkungannya dan sifat generatif yang cenderung tetap. Bagian vegetatif
gulma misalnya berupa akar, bagian batang dan cabang, duduk daun, bentuk daun,
pangkal dan ujung daun, tepi daun dan permukaan daun. Bagian generative gulma
yang digunakan untuk perkembangbiakan terdiri dari bunga, buah dan biji. Dalam
mengidentifikasi gulma dapat ditempuh satu atau kombinasi dari sebagian atau
seluruh cara-cara di bawah ini :

21

1. Membandingkan gulma tersebut dengan material yang telah diidentifikasi di


2.
3.
4.
5.

herbarium
Konsultasi langsung dengan para ahli di bidang yang bersangkutan
Mencari sendiri melalui kunci identifikasi
Membandingkannya dengan determinasi yang ada
Membandingkan dengan ilustrasi yang tersedia
Keragaman spesies dapat diambil untuk menanadai jumlah spesies dalam

suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari
seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan secara numeric sebagai
indeks keragaman atau indeks nilai penting. Jumlah spesies dalam suatu komunitas
adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah
bila komunitas menjadi makin stabil (Smith, 1981). Nilai penting merupakan suatu
harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai relatif dari sejumlah variabel yang
telah diukur (kerapatan relatif, kerimbunan relatif, dan frekuensi relatif). Jika
disususn dalam bentuk rumus maka akan diperoleh:
Nilai Penting = Kr + Dr + Fr.
Harga relatif ini dapat dicari dengan perbandingan antara harga suatu variabel
yang didapat dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk seluruh jenis
yang didapat, dikalikan 100% dalam table. Jenis-jenis tumbuhan disusun berdasarkan
urutan harga nilai penting, dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dan dua jenis
tumbuhan yang memiliki harga nilai penting terbesar dapat digunakan untuk
menentukan penamaan untuk vegetasi tersebut (Sukman, 1991). INP jenis tumbuhan
ialah besaran yang menunjukkan kedudukan suatu jenis pada jenis lain di dalam
suatu komunitas. Makin besar nilai indeks berarti jenis yang bersangkutan makin
besar

berperanan

di

dalam

komunitas

yang

bersangkutan.

INP

mudah

diinterpretasikan maka digunakan Perbandingan Nilai Penting (Summed Dominance


Ratio) atau SDR karena nilainya tidak lebih 100%. Jika besarnya nilai SDR
mendekati 100%, INP jenis tanaman tergolong tinggi. Sebaliknya jika mengarah ke
nilai 0% maka INP jenisnya termasuk kategori kecil, seperti yang diungkapkan oleh
Setiadi (1998). Menurut Alhassan et al. (2015), tingginya jumlah gulma dapat
dikaitkan dengan kehadiran sebuah bank benih gulma besar di dalam tanah yang
telah disimpan dari tahun-tahun sebelumnya. Gulma memiliki produksi biji tinggi
yang mudah tersebar melalui cara yang berbeda dengan dormansi variabel
menghasilkan perkecambahan oleh penyiraman dalam jangka panjang. Menurut
Kastanja (2011) Indeks Nilai Penting (INP) menunjukkan dominansi suatu jenis
dalam suatu lahan pertanaman atau areal budidaya tertentu dan dirumuskan :
22

INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum kali ini yaitu,
1. Gulma digolongkan menjadi 3 golongan berdasarkan karakterisasinya, yaitu
gulma rumpu-rumputan, gulma teki-tekian, dan gulma berdaun lebar. Gulma
yang kami dapatkan yaitu, Eleusine indica termasuk gulma rumput, Cyperus
rotundus, C. distans, dan C.pygmaeus termasuk gulma teki-tekian, serta
Phyllanthus debilis, Phyllanthus niruri, Hedyotis corymbosa, Synedrella
nodiflora, Murdania nudiflora, Mimosa pudica, Galinsoga parviflora, Stellaria
media, dan Commelina diffusa termasuk gulma berdaun lebar.
2. Luas minimum yang diperoleh terdapat pada luas petak 0,25 x 0,25 = 0,0625 m 2
dengan jumlah gulma sebanyak 7 jenis gulma.
3. Indeks nilai penting (INP), frekuensi relatif (FR), dan kerapatan relatif (KR)

tertinggi dimiliki oleh spesies Cyperus rotundus dengan nilai masing-masing


yaitu, 46,82% (INP), 17,7% (FR), dan 29,12% (KR).

B. Saran
1. Waktu untuk praktikum diperbanyak karena masih kekurangan waktu.
23

2. Sebaiknya saat identifikasi gulma dipandu oleh asisten sehingga akan


memudahkan dalam identifikasi.

DAFTAR REFERENSI
Alhassan J., Dadari S. A., Shebayan J. A. Y., Babaji B.A.,2015. Phytosociological
attributes of weeds in lowland paddy at Talata Mafara, Sudan Savannah,
Nigeria. International Journal of Agronomy and Agricultural Research
(IJAAR), 6 (4) : 8-13.
Amalla ,R. D., B. Zaman, M. Hadiwidodo. 2012. Pengaruh Jumlah Koloni Rumput
Teki (Cyperus rotundus L.) pada Media Tanah TPA terhadap Penurunan
Konsentrasi BOD dan COD dalam Lindi. Studi Kasus TPA Jatibarang.
Semarang.
Anwar. 1995. Biologi Lingkungan. Ganexa exact, Bandung.
A. Rahman, T.K. James, J.M. Mellsop dan N. Pyke. 2002. Management of Oxalis
latifolia and Calystegia sepium In Mize, New Zealand.Plant Protection .
55 : 235-240.
Barus, Emanuel. 2003. Pengendalian Gulma Di Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta
Campbell, Neil A., dkk. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga, 2004

24

Grelle, C.E.V., M.L.Lorini dan M.P.Pinto. 2010. Reserve Selection Based on


Vegetation in the Brazilian Atlantic Forest. Natureza & Conservao
8(1):46-53
Hamid,

I. 2010. Identifikasi Gulma pada Areal Pertanaman Cengkeh


(Eugeniaaromatica) di Desa Nalbessy Kecamatan Leksula Kabupaten Buru
Selatan. Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate)
Vol 3 Ed 1.

Hardjosuwarno, Sunarto. 1990. Dasar-Dasar Ekologi Tumbuhan. Yogyakarta:


Fakultas Biologi UGM.
Kastanja ,Y. A. 2011. Identifikasi Jenis dan Dominansi Gulma pada Pertanaman Padi
Gogo (Studi Kasus di Kecamatan Tobelo Barat, Kabupaten Halmahera
Utara . Jurnal Agroforestri. (VI): 1.
Masoodi .A., F. Khan. 2012. Invasion of Alligator Weed (Alternanthera
philoxeroides) in Wular Lake, Kashmir, India. Journal compilation. (7): 1:
143-146.
Madkar, O.K., Kuntohartono, T., dan Mangoensoekardjo, S. 1986. Masalah Gulma
dan Cara Pengendalian. Himpunan Ilmu Gulma Indonesia.
Nasution, U. 1981. Pengamatan Berbagai Jenis Tumbuhan Penutup Tanah di
Perkebunan Karet. Pros. Lokakarya Karet 1984 PN/PT Perkebunan Wilayah
I. P4TM. Tanjung Morawa.
Palapa, T.M. 2009. Senyawa Alelopati Teki (Cyperus Rotundus) Dan Alang-Alang
(Imperata Cylindrica) Sebagai Penghambat Pertumbuhan Bayam Duri
(Amaranthus Spinosus). AGRITEK. 17 (6) : 1155-1162.
Prasetyo, Budi.2007. Keanekaragaman Tanaman Buah di Pekarangan Desa Jabon
Mekar, Kecamatan Parung, Bogor. BIODIVERSITAS Vol. 8, No. 1, hal. 4347
Qosim.
2009.
Dataran
Tinggi
Dieng.
http://blogeqosim.blogspot.com/2009/04/datarn-tinggi-dieng-deskripsi2.html. Diakses 15 Mei 2015.
Rahardjanto, Dasar-Dasar Ekologi Tumbuhan. Malang : UMM Press, 2001
Ruthena, Y. 2010. Struktur Vegetasi Tumbuhan Air di Danau Lutan Palangka Raya
Structural Vegetation of Aquatic Macrophyte at Lake Lutan, Palangka Raya.
Journal of Tropical Fisheries (2010) 5(1): 470 475
Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Setiadi, D. 1988. Keterkaitan profil vegetasi sistem agroforestry kebun campur
dengan lingkungannya. Disertasi, Pascasarjana IPB, Bogor.pp.187.
Smith, J. R. 1981. Weeds of Major Economic Importance in Rice and Yields Loisses
Due to Weed Competition. P 19-36. In Proceedings of The Conference on
Weed Control in Rice IRRI. Manila, Philippines.

25

Subhan dan A. A. Asandhi. 1998. Pengaruh Penggunaan Pupuk Urea dan ZA


terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang di Dataran Medium. J. Hort. 8
(1): 983-987.
Sugianto, A. 1994. Ekologi Kwantitatif, Metode Analisis Populasi dan Komunitas.
Usaha Persada. Malang.
Sukamto, 2007. Babadotan (Ageratum conyzoides) Tanaman Multi Fungsi yang
Menjadi Inang Potensial Virus Tanaman. Warta Puslitbangbun. Vol.13 No.3.
Bogor.
Sukman, Y. dan Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Rajawali Pers,
Yogyakarta.
Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di
Perkebunan. PT. Gramedia. Jakarta.
Utami, S., Asmaliyah dan Fatahul, A. 2007. inventarisasi Gulma di Bawah Tegakan
Pulai Darat (Alstonia angustiloba miq.) dan Hubungannya dengan
Pengendalian Gulma di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian. Hal 135-144.
Wahyu, M., Ramadhanil, P., Syamsurizal, M.S. 2014. Keanekaragaman Jenis Liana
Berkayu di Hutan Dataran Rendah Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi
Tengah Indonesia. Vol. 8 No. 2 hlm: 48-5. ISSN: 1978-6417.
Yanelis, Syawal. 2011. Pergeseran Komposisi Gulma Pada Tanaman Rosela.
KLOROFIL . VI- 1:21.

26

Anda mungkin juga menyukai