Laporan Fieldtrip Fix Lawang 2014
Laporan Fieldtrip Fix Lawang 2014
MENEJEMEN AGROEKOSISTEM
SUMBERNGEPOH LAWANG MALANG
Disusun Oleh :
KELAS B
KELOMPOK FIELDTRIP LAWANG
LAPORAN FIELDTRIP
MENEJEMEN AGROEKOSISTEM
SUMBERNGEPOH LAWANG MALANG
Anggota Kelompok :
1. YANWAR NURIL FUADI
105040201111183
105040203111016
3. FARID HABIBI
125040200111011
4. YEKTI AGUS S.
125040200111017
5. SAGITA INDRIYANI
125040200111027
6. WIDYA FITRIYANI
125040200111028
7. LAILATUL MUNAWAROH
125040200111029
8. ACHMAD FITRIADI
125040200111077
9. AGUNG FIKRIY O.
125040200111104
125040200111114
125040200111128
125040200111133
125040200111152
125040200111155
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1
1.2
1.3
2.1.1
2.1.2
2.2
2.2.1
2.2.2
2.3
2.4
2.4.1
2.4.2
2.5
2.6
2.6.1
2.6.2
2.6.3
2.7
Berkelanjutan ............................................................................................................... 22
2.8
2.9
2.10 Pengelolahan yang Dilakukan Petani pada Lahan Tanaman yang Diamati .......... 28
2.11 Hubungan antara Aspek Budidaya, Pengelolahan Tanah dan Pengendalian Hama
Penyakit Tanaman ........................................................................................................ 30
BAB III METODE PELAKSANAAN ............................................................................. 32
3.1
3.2
3.3
Operasional........................................................................................................ 35
3.3.1
3.3.2
3.3.3
Hasil .................................................................................................................. 38
4.1.1
4.1.2
4.1.3
4.1.4
4.1.5
4.1.6
4.1.7
4.1.8
4.2
Pembahasan ....................................................................................................... 47
4.2.1
4.2.2
Rekomendasi ..................................................................................................... 55
4.3.1
4.3.2
5.2
5.3
iii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkankan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat, taufik dan hidayah-Nya, maka penyusun dapat menyelesaikan Laporan Akhir
Praktikum Manajemen Agroekosistem di Desa sumberngepoh kecamatan malang ini.
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas praktikum Manajemen Agroekosistem..
Laporan ini dapat terwujud berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu dalam kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT atas semua nikmat dan karunia yang diberikan
2. Kedua orang tua penyusun yang selalu mendoakan dan memberi dukungan dalam
pembuatan laporan ini
3. Dosen pengampu mata kuliah Manajemen Agroekosistem Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya
4. Uswatun Hasanah selaku asisten praktikum Manajemen Agroekosistem Aspek HPT
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
5. Retno Wulandari selaku asisten praktikum Manajemen Agroekosistem Aspek BP
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
6. Istika Nita selaku asisten praktikum Manajemen Agroekosistem Aspek Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya
7. Semua pihak yang telah memberikan motivasi dan dorongan yang tidak ternilai hingga
terselesaikannya laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini masih ada
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi
kesempurnaan dalam pembuatan karya tulis di masa mendatang.
Penyusun
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ekosistem adalah suatu system dari lingkungan hidup yang saling mempengaruhi
dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. saat ini
ekosistem dialam banyak yang rusak maka yang perlu dilakukan penambaahan kebutuhan
asalnya. Misalnya membutuhkan bahan organik, maka kita hadirkan bahan yang
mengandung bahan organik dari pupuk kandang atau dari bahan yang lain tidak perlu
menunggu dari hasil tanaman.
Agroekosistem dapat diartikan sebagai suatu system dari lingkungan hidup yang
saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
dilahan pertanian. sehingga untuk menjadikan suatu lahan pertanian dapat berproduksi
secara berkelanjutan maka harus dilakukan penyeimbangan terhadap agroekosistem
tersebut.
Untuk menjadikan suatu lahan pertanian memiliki agroekosistem yang baik maka
dapat dilakukan dengan cara meningkatkan keaneka ragaman tanaman maupun hewan
dalam lahan tersebut. Sebagai contoh lahan pertanian yang keaneka ragamannya kurang
adalah pertanian monokultur yang merupakan salah satu pertanian yang dapat
meningkatkan serangan hama dikarenakan kurangnya keanekaragaman sehingga hama
tidak mendapat competitor, berbeda dengan pola pertanian polikultur dimana akan
terbentuk ekosistem yang lebih beragam sehingga dapat lebih mampu menghadirkan
kompetisi sehingga akan menciptakan ekosistem yang lebih stabil. Keaneragaman hayati
dapat juga dilihat pada lahan pertanian yang menggunakan system agroforestry dimana
pada lahan-lahan ini jarang sekali terdapat ledakaan hama, kerusakan lingkungan dan lain
sebagainya, hal ini dikarenakan setiap komponen agroforesttry akan meciptakan kondisi
yang saling menguntungkan baik bagi ekosistem maupun bagi manusia.
Untuk dapat mewujudkan agroekosistem yang baik maka perlu diadakan
pengambilan data atau pengamatan di lahan pertanian, setelah mendapatkan data yang ada
di lahan maka akan dapat menganalisis kelebihan dan kekurangan agroekosistem yang ada
di lahan pertanian tersebut, yang kemudian dapat memberikan solusi yang tepat untuk
mencapai agroekosistem yang baik. Karna pentingnya pengamatan maka dalam dilakukan
fieldtrip untuk mendapatkan data data yang ada di lahan pertanian.
1.2
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari fieldtrip yang dilaksanakan di desa Sumberngepoh, kecamatan
Lawang, kali ini adalah untuk mendapatkan data kondisi lahan dan agroekositem pada
lahan tersebut yang ditinjau dari aspek tanah, BP, dan HPT. Serta untuk mendapatkan data
system pertanian yang di terapkan di lahan tersebut.
1.3
Manfaat Praktikum
Dengan mengetahui data kondisi lahan dan agroekosistem maka dapat menganalisis
kekurangan dan kelebihan agro ekostem yang ada, selain itu dapat memberikan
rekomendasi system budidaya yang dapat di terapkan agar terwujud suatu system pertanian
yang berkelanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
secara alamiah tanah telah mengalami proses pembentukan tanah sesuai dengan faktorfaktor pembentuk tanahnya, sehingga terbentuklah jenis-jenis tanah tertentu yang masingmasing mempunyai sifat morfologi tersendiri. Pada waktu tanah mulai disawahkan dengan
cara penggenangan air baik waktu pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan padi,
melalui perataan, pembuatan teras, pembuatan pematang, pelumpuran dan lain-lain maka
proses pembentukan tanah alami yang sedang berjalan tersebut terhenti. Semenjak itu
terjadilah proses pembentukan tanah baru, dimana air genangan di permukaan tanah dan
metode pengelolaan tanah yang diterapkan, memegang peranan penting. Karena itu tanah
sawah sering dikatakan sebagai tanah buatan manusia.
2.2
memenuhi kebutuhan sudah merupakan keharusan. Usaha intensifikasi dengan pola usaha
tani belum bisa memenuhi kebutuhan.
sudah tidak terelakkan lagi. Dalam budidaya pertanian di lahan pegunungan yang tidak
rawan longsor dan erosi, jenis tanaman yang akan dikembangkan dipilih sesuai dengan
persyaratan tumbuh masing-masing jenis tanaman. Hal ini penting untuk optimasi
pemanfaatan lahan, peningkatan produktivitas, efisiensi, dan keberlanjutan usahatani.
Pengelompokan jenis tanaman pangan, tanaman hortikultura, dan tanaman perkebunan
yang dapat dikembangkan di lahan pegunungan menurut elevasi dan karakteristik iklim
Tabel 1. Pengelompokan tanaman pangan menurut agroekosistem lahan pegunungan
Elevasi (m dpl)
Dataran medium 350-700 m
Kacang-kacangan
Iklim basah
Iklim kering
Serealia
Gandum, Sorgum
Umbi-umbian
Serealia
Gandum, Sorgum
Umbi-umbian
jagung,
kacang tanah,
pertanaman tumpang sari dapat memberikan keuntungan dan dapat memberikan kestabilan
cukup baik dalam menghadapi keterbatasan curah hujan. Dibidang ekonomi mampu
memberikan kesinambungan pendapatan selama satu tahun kepada petani.
2.3
untuk berfungsi dalam suatu ekosistem dalam hubungannya dengan daya dukungnya
terhadap tanaman dan hewan, pencegahan erosi dan pengurangan terjadinya pengaruh
negatif terhadap sumberdaya air dan udara (Karlen et al., 1997).
Kualitas tanah dapat dilihat dari 2 sisi (Seybold et al., 1999) :
1. Sebagai kualitas inherent tanah (inherent soil quality) yang ditentukan oleh lima
faktor pembentuk tanah, atau
2. Kualitas tanah yang bersifat dinamis (dynamic soil quality), yakni perubahan fungsi
tanah sebagai fungsi dari penggunaan dan pengeloaan tanah oleh manusia
Terdapat konsesus umum bahwa tata ruang lingkup kualitas tanah mencakup tiga
komponen pokok yakni (Parr et al., 1992) :
1. Produksi berkelanjutan yakni kemampuan tanah untuk meningkatkan produksi dan
tahan terhadap erosi.
2. Mutu lingkungan, yaitu mutu air, tanah dan udara dimana tanah diharapkan mampu
mengurangi pencemaran lingkungan, penyakit dan kerusakan di sekitarnya.
3. Kesehatan makhluk hidup, yaitu mutu makanan sebagai produksi yang dihasilkan
dari tanah harus memenuhi faktor keamanan (safety) dan komposisi gizi.
Karena bersifat kompleks, kualitas tanah tiidak dapat diukur namun dapat diduga
dari sifat-sifat tanah yang dapat diukur dan dapat dijadikan indikator dari kualitas tanah
(Acton dan Padbury, 1978 dalam Islam dan Weil, 2000).
Indikator Kualitas Tanah, Selama ini evaluasi terhadap kualitas tanah lebih
difokuskan terhadap sifat fisika dan kimia tanah karena metode pengukuran yang
sederhana dari parameter tersebut relatif tersedia (Larson and Pierce, 1991).Minimum data
set yang berpotensi untuk menjaring kondisi kualitas tanah adalah indikator fisika tanah
meliputi : tekstur tanah, ketebalan tanah (lebih ditujukan sebagai kualitas inherent tanah),
infiltrasi, berat isi tanah dan kemampuan tanah memegang air. Indikator kimia tanah
meliputi : biomass mikroba, C dan N, potensi N dapat dimineralisasi, respirasi tanah,
kandungan air dan suhu ( Doran dan Parkin, 1994; Larson dan Pierce, 1994).
Meskipun banyak sifat-sifat tanah yang potensial untuk dijadikan indikator kualitas
tanah, namun, pemilihan sifat-sifat tanah yang akan digunakan untuk indikator kualitas
tanah sangat tergantung pada tujuan dilakukuannya evaluasi. Karlen et al., (1997)
menyatakan bahwa untuk mengimplementasikan penilaian kualitas tanah, perlu dilakukan
identifikasi indikator-indikator yang sensitif terhadap praktek produksi pertanian. Jangka
waktu suatu pengelolaan juga akan berpengaruh terhadap pemilihan parameter yang akan
digunakan. Idealnya indicator-indikator tersebut akan dapat dideteksi perubahannya dalam
jangka waktu pendek (1 5 tahun) setelah dilakukannya perubahan pengelolaan.
Islami dan Weil (2000) menunjukkan klasifikasi sifat-sifat tanah yang berkontribusi
terhadap kualitas tanah yang didasarkan kepermanenannya (permanence) dan tingkat
kepekaannya (sensivity) terhadap pengelolaan. Beberapa sifat tanah dapat berubah dalam
jangka waktu harian (ephemeral) atau mudah berubah dari hari ke hari sebagai hasil dari
praktek pengelolaan secara rutin atau adanya pengaruh cuaca, Sifat tanah lainnya adalah
8
sifat-sifat yang permanen yang merupakan sifat bawaan (inherent) tanah atau lokasi (site)
dan sedikit terpengaruh oleh pengelolaan. Sifat-sifat atau parameter yang digunakan untuk
penilaian kualitas tanah yang diorentasi pada pengelolaan, merupakn peralihan
(intermediate) dari kedua faktor ekstrim tersebut ( tabel 1).
Stabilitas agregat tanah dalam air (water-stable aggregate) atau distribusi ukuran
agregat direkomendasikan sebagai indikator kualitas tanah lapisan permukaan (surface soil
quality). Resistensi agregat untuk terdispersi ketika dibasahi merupakan sifat tanah yang
tergolong penting karena faktor ini mempengaruhi banyak fungsi tanah dan juga dapat
merefleksikan keterkaitan sifat biologi, kimia dan sifat fisik tanah (Karlen et al., 1999;
Islami dan Weil, 2000). Berat isi merupakan quite variable, tetapi harus dimasukkan dalam
evaluasi kualitas tanah. Bukan hanya sebagai sifat fisik tanah tetapi juga untuk
mengkonversi data konversi ke unit volumetrik yang lebih relevan (Karlen et al., 1999).
2.4
Gambar 3. Tikus
Tikus (Rattus argentiventer) merusak tanaman padi pada semua tingkat
pertumbuhan, dari semai hingga panen, bahkan di gudang penyimpanan.Kerusakan
parah terjadi jika tikus menyerang padi pada fase generatif,karena tanaman sudah
tidak mampu membentuk anakan baru. Tikus merusak tanaman padi mulai dari
tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir. Tikus menyerang padi pada malam
hari. Pada siang hari, tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul
irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada
periode bero, sebagian besar tikus bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah
dan kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang fase generatif
(Ameilia, 2007).
Penggerek Batang Padi (Scirpophaga innotata)
yang ditempatkan dibawah daun padi yang melengkung dengan masa ovulasi 9 hari
menetas, 13 hari membentuk sayap dan 2 minggu akan bertelur kembali. Hama ini
meluas serangannya dilihat dari bentuk lingkaran pada atnaman dalam petakan padi.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk memberantas hama ini dengan cara preventif,
represif dan kuratif (Ameilia, 2007)
Wereng Hijau (Nephotettix virescens)
12
Penyakit fusarium
2.5
(keaneka
ragaman)
jenis
tanaman
yang
di
budidayakan,
diversitas
15
(keanekaragaman) spesies liar yang berpengaruh dan di pengeruhi oleh kegiatan pertanian,
dan diversitas ekosistem yang dibentuk oleh populasi spesies yang berhubungan dengan
tipee penggunaan lahan yang berbeda (dari habitat lahan pertanianintensif sampai lahan
pertanian alami). Diversitas spesies liar berperan penting dalam banyak hal. Beberapa
menggunakan lahan pertanian sebagai habitat (dari sebagian sampai yang tergantung pada
lahan pertanian secara total) atau mengguanan habitat lain tetapi di pengaruhi oleh aktivitas
pertanian. Adapun yang berperan sebagai gulma dan spesies hama yang merupakan
pendatang maupun yang asli ekosistem sawah tersebut, yang mempengaruhi prosuksi
pertanian dan agroekosistem (Channa.et,al. 2004).
Dari uraian diatas jelas bahwa terdapat organisme yang berperan positif terhadap
tanaman yang dibudidayakan (produksi pertanian), dan ada juga yang berperan negatif
terhadap tanaman yang dibudidayakan. Musuh alami (predator, parasitoid dan patogen)
dapat berperan positif dalam pertanian yaitu sebagai berikut:
a.
Dapat mengendalikan organisme penggangu yang berupa hama dan gulma. Dimana
setiap jenis hama dikendalikan oleh kompleks musuh alami yang meliputi predator,
parasitoid dan patogen hama. Dibandingkan dengan memakai pestisida yang dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan hidup (Untung,
2006)
b.
Apabila musuh alami mampu berperan sebagai pemangsa secara optimal sejak awal,
maka populasi hama dapat berada pada tingkat equilibrium positif atau flukstuasi
populasi hama dan musuh lamia menjadi seimbang shingga tidak akan terjadi ledakan
hama (Oneil,et.al. dalam Maredia,et.al.2003).
c.
Pengelolaan
ekosistem
pertanian
dengan
perpaduan
optimal
teknik-teknik
Pembatas dan pengatur populasi hama yang efektif karena sifat pengaturannya
bergantung pada kepadatan (density dependent), sehingga mampu mempertahankan
populasi hama pada keseimbangan umum (general equilibrium position) dan tidak
menimbulkan kerusakan pada tanaman. Keberadaan musuh alami dapat meningkatkan
keanekaragaman hayati, sehingga
tercipta
Musuh alami sebagai salah satu komponen ekosistem berperan penting dalam proses
interaksi intra- dan inter-spesies. Karena tingkat pemangsaannya berubah-ubah
menurut kepadatan populasi hama, maka musuh alami digolongkan ke dalam faktor
16
g.
2.6
bahan kimia baik untuk pupuk maupun pestisidanya, contohnya yaitu sistem Revolusi
Hijau yang pernah diterapkan di Indonesia. Walaupun Revolusi hijau tersebut membawa
Indonesia ke swasembada pangan pada era Orde baru, namun dilihat dari keberlanjutan
produktivitas lahannya sangat tidak baik, dengan adanya input-input kimiawi yang
berlebihan mengakibatkan kesuburan tanah mulai menurun dan banyak permasalahan
lainnya. Diantaranya yaitu:
2.6.1 Dari Segi Kimia Tanah
a. Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan
binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.
Sumber
primer
bahan
organik
tanah
dapat
berasal
dari
Seresah
yang
merupakan bagian mati tanaman berupa daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang
gugur dan tinggal di permukaan tanah baik yang masih utuh ataupun telah sebagian
17
mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan organik tanah, sumbernya juga bisa
berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau dan
kompos, serta pupuk hayati (inokulan).
Pada sistem pertanian yang diolah secara intensif dengan menerapkan sistem
monokultur biasanya jumlah bahan organiknya sedikit karena tidak ada atau minimnya
seresah di permukaan lahan, selain itu input bahan organik yang berasal dari pupuk
organik baik pupuk kandang atau pupuk hijau minim karena lebih menekankan
penggunaan input kimia. Dari hal tersebut dapat diindikasikan pertanian tanpa
penerapan tambahan bahan organik pada lahan pertanain intensif merupakan
pengelolaan agroekosistem yang tidak sehat.
b. pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun
pH tanah pada sistem pertanian intensif biasanya agak masam karena seringnya
penggunaan pupuk anorganik seperti Urea yang diaplikasikan secara terus-menerus
untuk menunjang ketersediaan unsure hara dalam tanah. Tanah bersifat asam dapat
pula disebabkan karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium, Kalium dan
Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih
bawah atau hilang diserap oleh tanaman.
pH tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi
tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumunium yang selain bersifat
racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah
asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti
Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun
bagi tanaman.
Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu agroekosistem
maka apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian maka pemilihan jenis
tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman yang diusahakan sesuai dan
mampu bertahan dengan pH tertentu.
c. Ketersediaan Unsur Hara
Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan
perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Bahan organik,
mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan pemberian pupuk kimia.
Pada lahan dengan pengolahan secara intensif sumber unsur haranya berasal dari
input-input kimiawi berupa pupuk anorganik, petani kurang menerapkan tambahan
bahan organik seperti aplikasi pupuk kandang dan seresah dari tanaman yang
18
kimia
berlebihan dapat
19
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar
tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran
akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta
dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar
tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah
(Hardjowigeno, 2007).
Pada lahan dengan sistem pengolahan intensif terkadang memiliki sebaran
perakaran yang cukup tinggi karena tanaman yang diusahakan dalam kurun waktu
yang lama hanya satu komoditi saja.
c. Erosi Tanah
Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke tempat
lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi penutup tanah dan
kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi tersebut
umumnya mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan terjadinya kemunduran
sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
Di lahan pertanian dengan pengolahan intensif, khususnya praktek penebangan
hutan untuk pembukaan lahan baru memiliki tingkat kerusakan lingkungan yang amat
tinggi. Pembukaan hutan tersebut merupakan tindakan eksploitasi lahan yang
berlebihan, perluasan tanaman, penggundulan hutan, telah berdampak pada
keberlangsungan hidup biota yang berada di bumi ini. Bila kondisi tersebut diatas
terus berlangsung dengan cara tidak terkendali, maka dikhawatirkan akan
bertambahnya jumlah lahan kritis dan kerusakan dalam suatu wilayah daerah aliran
sungai (DAS). Kerusakan ini dapat berupa degradasi lapisan tanah (erosi), kesuburan
tanah, longsor dan sedimentasi yang tinggi dalam sungai, bencana banjir, disribusi dan
jumlah atau kualitas aliran air sungai akan menurun.
Dengan vegetasi yang hanya satu macam pada satu areal lahan menyebabkan
tidak adanya tutupan lahan lain sehingga tidak dapat melindungi tanah dari daya pukul
air hujan secara langsung ke tanah, hal tersebut mengakibatkan laju erosi cenderung
tinggi.
20
sifat
utama
kestabilan (stability),
2.7
dapat dari kualitas suatu lahan yang dilihat dari sifat fisika, biologi dan kimia yaitu :
1. Fisika Tanah
a.
(2008)
menyatakan
bahwa,
bahan
organik dapat
akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat
menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar tanaman maka kedalaman
efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 2007).
c.
Erosi Tanah
Erosi tanah adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian
tanah
ke tempat
hilangnya
lain.
Meningkatnya
erosi
dapat
diakibatkan
oleh
Erosi
tersebut
umumnya
mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan terjadinya
kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah (Anonymous, 2014).
2. Biologi Tanah
a.
mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali kadar hara bahan organik
semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total dan pori drainase
cepat meningkat 1,15 kali). Cacing jenis penggali tanah yang hidup aktif dalam
tanah, walaupun makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah
dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini
berperanan penting dalam mencampur seresah yang ada di atas tanah dengan
tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang
dalam tanah.
Kelompok
23
3. Kimia Tanah
a.
utuh
ataupun
telah
sebagian mengalami
pelapukan.
Dalam
struktur
tanah
menjadi
lebih
remah,
jasad
biologis
tanah
terutama heterotrofik.
Tanah
yang
sehat
tidak
sehat
memiliki
kandungan
bahan
organik
yang rendah
b.
pH tanah juga
yang
bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur
alumunium yang selain bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga
tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah asam unsur-unsur mikro
menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan
Cu dalam jumlah yang terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi
tanaman. Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan
tanaman terhadap pH tanah tidak cocok karena itu tergantung dari
komoditas tanaman budidaya yang dibudidayakan. Untuk pengelolaan pH
24
digunakan
untuk
pertanian maka
pemilihan
jenis
tanamannya
c.
2.8
yang anorganik d3engan maksud untuk mengganti kehilangan unsur tanah dari dalam
tanah dan bertujuan untuk meningkatkan p roduksi
tanaman
dalam
keadaan
faktor
keliling atau keadaan yang baik (Sutejo dan Kartasapoetra, 1987). Pupuk organik ialah zat
organik yang digunakan sebagai pupuk organik dalam pertanian. Pupuk kandang berperan
dalam kesuburan tanah dengan menambahkan zat dan nutrien, seperti nitrogen yang
ditangkap bakteri dalam tanah. Organisme yang lebih tinggi kemudian hidup dari jamur
dan bakteri dalam rantai kehidupan yang membantu jaring makanan tanah.
Pupuk kandang merupakan salah satu contoh pupuk organik yang berasal dari
kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa makanan maupun
air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur
serta kesehatan ternak, jenis dan kadar sertakandungan haranya (Sangatanan, 1989). Pupuk
organik yang dikembalikan melalui pupuk kandang selain sebagai sumber bahan organik
tanah juga sebagai sumber hara bagi pertumbuhan tanaman (Ende dan Taylor, 1969).
Bahan organik memegang peranan penting pada tanah, karena hampir semua unsur
terdapat didalamnya (Agboola, 1974). Pupuk kandang biasanya terdiri atas campuran 0,5%
N; 0,25 P2O5 dan 0,5 K2O (Allison, 1973). Pupuk kandang sapi padat dengan kadar air
85% megandung 0,4% N; 0,2% P2O5 dan 0,5% K2O dan yang cair dengan kadar 95%
mengandung 1% N; 0,2% P2O5 dan 0,1% K2O. Proses perombakan bahan organik pada
tahap awal bersifat hidrolisis karena proses ini berlangsung dengan adanya air dan enzim
hidrolisa ekstra selluler yang menghasilkan senyawa yang lebih sederhana dan mudah larut
dalam air sehingga mikrooragnisme dapat memanfaatkannya terutama dalam kondisi
25
aerobik. Perombakan selanjutnya dalam kondisi aerobik dengan hasil akhir CO 2 dan H2O.
Dalam kondisi anaerobik hasil samping adalah asam asetat, asam pripionat, asam laktat,
asam butirat dan asam format serta alcohol dan gas CO 2, H2O dan methan (CH4) (Sugito,
et al, 1995).
Pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki kondisi lingkungan pertumbuhan
tanaman yang pada akhirnya mampu meningkatkan hasil produksi suatu tanaman. Bahan
organik dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah juga dapat meningkatkan jumlah
dan aktifitas mikroorganisme tanah (Hsieh, 1990). Perombakan bahan organik akan
menyumbangkan unsur hara yang dikandungnya untuk tanaman. Hasil penelitian Noo dan
Ningsih (1998) menunjukkan pupuk kandang kotoran sapi mempunyai kadar N 0,92%, P
0,23%, K 1,03%, Ca 0,38%, Mg 0,38%, yang akan dapat dimanfaatkan oleh tanaman kalau
sudah terurai. Peningkatan hasil produksi tanaman dengan pemberian pupuk kandang
bukan saja karena pupuk kandang merupakan sumber hara N dan juga unsur har lainnya
untuk pertumbuhan tanaman, selain itu pupuk kandang juga berfungsi dalam meningkatkan
daya pegang tanah terhadap pupuk yang diberikan dan meningkatkan kapasitas tukar
kation (KTK) tanah (Karama, 1990). Pemberian bahan organik pupuk kandang selain
meningkatkan kapasitas tukar kation juga dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan
air, sehingga unsur hara yang ada dalam tanah maupun yang ditambahkan dari luar tidak
mudah larut dan hilang, unsur hara tersebut tersedia bagi tanaman. Pada tanah yang
kandungan pasirnya lebih dari 30% dan kandungan bahan organiknya tergolong rendah
dan sasngat memerlukan pemberian bahan organik untuk meningkatkan produksi dan
mengefisiensikan pemupukan.
2.9
Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk
berbunga dan menghasilkan benih. Kesuburan suatu tanaman yang diproduksi akan selalu
dipengaruhi oleh faktor dalam maupun faktor luar dari tanaman itu sendiri. Faktor internal
dari dalam tanaman itu adalah genetika dari tanaman tersebut yang terekspresikan melalui
pertumbuhan sehingga diperoleh hasil, sedangkan faktor luarnya adalah faktor biotik
maupun abiotik yang meliputi unsur-unsur yang menjadi pengaruh pada kualitas dan
kuantitas produksi alam, antara lain iklim, curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya,
kesuburan tanah, serta ada tidaknya hama dan penyakit (Nasih, 2010).
26
a.
Faktor internal
Perbaikan genetik dengan munculnya hibrida, varitas atau galur telah menunjukkan
adanya peningkatan hasil panen pada tanaman. Tanaman dengan hasil panen tinggi (high
yielding) mengambil hara lebih banyak dibandingkan tanaman biasa. Tanaman demikian
bersifat menguras hara. Jika ditanam pada tanah yang memiliki ketersediaan hara terbatas,
maka hasil panen akan lebih rendah dibandingkan tanaman biasa.
b.
Faktor eksternal
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dibedakan menjadi
Iklim
Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Apabila
tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Cahaya merupakan faktor utama sebagai energi
dalam fotosintesis, untuk menghasilkan energi. Kekurangan cahaya akan
mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya
tergantung pada jenis tumbuhan. Kekurangan cahaya pada saat pertumbuhan
berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi.
Suhu berpengaruh terhadap fisiologi tumbuhan antara lain bukaan stomata,
laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Suhu
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menghambat proses pertumbuhan.
Angin merupakan unsur penting bagi tanaman, karena angin dapat mengatur
penguapan atau temperature, membantu penyerbukan (lebih-lebih penyerbukan
silang), membawa uap air sehingga udara panas menjadi sejuk, dan membawa gasgas yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Kelembapan ada kaitannya dengan laju
transpirasi melalui daun karena transpirasi akan terkait dengan laju pengangkutan
air dan unsur hara terlarut.
Tanah
Tanah mengandung berbagai macam unsur-unsur makro maupun mikro yang
berguna bagi tanaman. Dengan struktur tanah yang mantap (terdapat bahan organik
yang cukup, mikroorganisme yang menguntungkan satu sama lain, dan pori-pori
tanah cukup baik), maka aerasi (pertukaran O2, CO2, maupun gas-gas lainnya di
27
Air
Di dalam tanah keberadaan air sangat diperlukan oleh tanaman yang harus
tersedia untuk mencukupi kebutuhan untuk evapotranspirasi dan sebagai pelarut,
bersama-sama dengan hara terlarut membentuk larutan tanah yang akan diserap
oleh akar tanaman.
Ruang
Ruang merupakan faktor yang penting dalam persaingan antar spesies karena
ruang sebagai tempat hidup dan sumber nutrisi bagi tumbuhan. Ruang yang besar
dapat menyebabkan tingginya tingkat persaingan. Faktor utama yang memengaruhi
persaingan antar jenis tanaman yang sama diantaranya adalah kerapatan.
Nutrisi
Nutrisi terdiri atas unsur-unsur atau senyawa-senyawa kimia sebagai sumber
energi dan sumber materi untuk sintesis berbagai komponen sel yang diperlukan
selama pertumbuhan (Wulan, 2012).
2.10 Pengelolahan yang Dilakukan Petani pada Lahan Tanaman yang Diamati
Pengolahan bertujuan untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang semula
keras menjadi datar dan melumpur. Dengan begitu gulma akan mati dan membusuk
menjadi humus, aerasi tanah menjadi lebih baik, lapisan bawah tanah menjadi jenuh air
sehingga dapat menghemat air. Pada pengolahan tanah sawah ini, dilakukan juga perbaikan
dan pengaturan pematang sawah serta selokan. Pematang (galengan) sawah diupayakan
agar tetap baik untuk mempermudah pengaturan irigasi sehingga tidak boros air dan
mempermudah perawatan tanaman. Tahapan pengolahan tanah sawah pada prinsipnya
mencakup kegiatankegiatan sebagai berikut:
a.
Pembersihan
Pematang sawah dibersihkan dari rerumputan, diperbaiki, dan dibuat agak tinggi.
Fungsi utama Pematangdisaat awal untuk menahan air selama pengolahan tanah agar
tidak mengalir keluar petakan. Fungsi selanjutnya berkaitan erat dengan pengaturan
kebutuhan air selama ada tanaman padi. Saluran atau parit diperbaiki dan dibersihkan
dari rerumputan. Kegiatan tersebut bertujuan agar dapat memperlancar arus air serta
menekan jumlah biji gulma yang terbawa masuk ke dalam petakan. Sisa jerami dan
sisa tanaman pada bidang olah dibersihkan sebelum tanah diolah. Jerami tersebut
28
dapat diangkut ke tempat lain untuk pakan ternak, kompos, atau bahan bakar.
Pembersihan sisasisa tanaman dapat dikerjakan dengan tangan dan cangkul.
b.
Pencangkulan
Setelah dilakukan perbaikan pematang dan saluran, tahap berikutnya adalah
pencangkulan. Sudutsudut petakan dicangkul untuk memperlancar pekerjaan bajak
atau traktor. Pekerjaan tersebut dilaksanakan bersamaan dengan saat pengolahan
tanah.
c.
Pembajakan
Pembajakan dan penggaruan merupakan kegiatan yang berkaitan. Kedua kegiatan
tersebut bertujuan agar tanah sawah melumpur dan siap ditanami padi. Pengolahan
tanah dilakukan dengan dengan menggunakan mesin traktor. Sebelum dibajak, tanah
sawah digenangi air agar gembur. Lama penggenangan sawah dipengaruhi oleh
kondisi tanah dan persiapan tanam. Pembajakan biasanya dilakukan dua kali. Dengan
pembajakan ini diharapkan gumpalangumpalan tanah terpecah menjadi kecilkecil.
Gumpalan tanah tersebut kemudian dihancurkan dengan garu sehingga menjadi
lumpur halus yang rata. Keuntungan tanah yang telah diolah tersebut yaitu air irigasi
dapat merata. Pada petakan sawah yang lebar, perlu dibuatkan bedenganbedengan.
Antara bedengan satu dengan bedeng lainnya berupa saluran kecil. Ujung saluran
bertemu dengan parit kecil di tepi galengan yang berguna untuk memperlancar air
irigasi.
Pengolahan tanah dapat dilakukan secara kering atau basah. Tetapi yang
biasanya dilakukan pada umumnya adalah secara basah
Cara pengolahan tanah dapat menggunakan tenaga manusia, hewan atau alatalat mesin pertanian.
29
Untuk 3 fase pengolahan tanah tersebut menggunakan 1/3 kebutuhan air dari
total kebutuhan air selama pertumbuhan tanaman
Pengolahan tanah dengan cara basah yaitu tanah sawah dibajak dalam keadaan
basah dan digaru memanjang dan menyilang sampai tanah melumpur dengan
baik.
Pengolahan tanah paling lambat 15 hari sebelum pemindahan bibit
Ciri-ciri tanah yang telah selesai olah dan siap untuk ditanami: (1)Tanah terolah
sampai berlumpur; (2) Air tidak lagi banyak merembes ke dalam tanah; (3)Permukaan
tanah rata; (4) Pupuk tercampur rata; dan (5) Bersih dari sisa gulma dan tanaman.
bulan pertanaman padi, menyebabkan terjadinya kondisi reduksi selama jangka waktu
tersebut.
Berbagai flora dan fauna terlibat dalam proses biologis yang berlangsung pada lahan
sawah, yang menyangkut kesuburan dan produktivitas lahan sawah maupun sebagai hama
dan penyakit bagi tanaman padi. Dalam upaya menuju pertanian berwawasan lingkungan,
pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara hayati dan terpadu, seperti penggunaan
agen predator, antagonis, parasit, patogen, virus, bahan organik, tanaman unggul, tanaman
resisten, imunisasi dengan patogen tidak ganas, bahan kimia selektif, bahan alam,
pengaturan kondisi fisik seperti cara agronomis dengan pengaturan pH, penanaman bergilir
(rotasi) dan pengeringan (Koul et al., 2000; Chen et al., 2000; Raizada et al., 2001).
31
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1
3.2
: untuk dokumentasi
Pantrap
Yellowtrap
Pitfall
Plastik
Kaca pembesar
Cawan petri
Kuas
Ajir
KDS
Alat tulis
Kamera
: untuk dokumentasi
2. Bahan
Serangga
Etil Asetat
Detergen
Air
Kapas
Kertas label
c) Aspek Tanah
1. Alat
Frame seresah
Ring sample
Kantong plastik
Alat tulis
Penetrometer
Cetok
2. Bahan
Tanah sampel
33
Pengujian di Laboratorium
a) Aspek Tanah
1. Alat:
Uji fisik tanah (BI dan BJ)
Mangkok tanah
Timbangan analitik
Oven tanah
Gelas ukur
Tabung Erlenmeyer
Mortar+pistil
Hotplate
Uji biologi
Timbangan analitik
Oven tanah
Tabung Erlenmeyer
Pipet hisap
Gelas ukur
Titrasi
Ph-meter
Botol air
Fial film
Pengocok/Shaker
2. Bahan
Tanah kering angin
Seresah
Aquades
K2Cr2O7
H2SO4
H3PO4 85%
Difenilamina &FeSO4
3.3
Operasional
35
peralatan
seperti sweep net, pan trap dan yellow trap kemudian ditempatkan pada wadah
plastik dan dibius dengan etil asetat.
36
b. Metode Laboratorium
Metode lanjutan dari pengamatan lapang guna mendapatkan data yang lebih
lengkap, yang tidak dapat dilakukan di lapang, dan yang membutuhkan peralatan
laboratorium dalam mengamatinya seperti BI,BJ, pH dan C-organik.
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
38
Sumber air untuk irigasi didapat dari sumber mata air pegunungan yang disalurkan
melalui pipa-pipa lateral. Irigasi dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman itu sendiri. Selain itu, biasanya irigasi dilakukan pada saat fase vegetatif tanaman
padi itu sendiri.
Dari segi teknis budidaya, jarak tanam yang digunakan untuk kegiatan budidaya
tanaman padi organik adalah 30 x 30 cm. Kebutuhan benih yang digunakan sebagai bibit
untuk 1 ha sawah adalah sekitar 20 kg. Seperti biasa, benih padi varietas mentik wangi ini
harus disemaikan terlebih dahulu untuk dapat ditanam dalam bentuk bibit. Bibit yang
diperlukan untuk satu lubang tanam adalah 2-3 bibit. Petani menggunakan bibit yang
berjumlah 2-3 bibit per lubang agar pertumbuhan tanaman padi lebih optimal, contohnya :
tidak terjadi kompetisi di antara tanaman padi itu sendiri dan agar anakan padi tidak terlalu
banyak.
39
Syribula admirabilis
Kingdom
: Animalia (Animals)
Phylum
: Arthropoda (Arthropods)
Subphylum
: Hexapoda (Hexapods)
Class
: Insecta (Insects)
40
Order
: Orthoptera
Suborder
: Caelifera (Grasshoppers)
Family
Subfamily
Genus
: Syrbula
Species
(a)
(b)
Scirpophaga innotata
Kingdom
Animalia
Phylum
Arthropoda
Subphylum :
Hexapoda
Class
Insecta
Order
Lepidoptera
Family
Crambidae
Genus
Scirpophaga
Species
S. innotata
(a)
(b)
Monotoma bicolor
Kingdom
: Animalia (Animals)
Phylum
: Arthropoda (Arthropods)
41
: Insecta (Insects)
Order
: Coleoptera (Beetles)
Suborder
Beetles)
Superfamily : Cucujoidea (Sap, Bark, Fungus and Lady Beetles)
Family
Genus
: Monotoma
Species
(a)
(b)
Gerridae (Anggang-anggang)
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Order
: Hemiptera
Suborder
: Heteroptera
Infraorder
: Gerromorpha
Superfamily
: Gerroidea
Family
: Gerridae
(a)
(b)
e.
Gomphus kurilis
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Order
: Odonata
Infraorder
: Anisoptera
Family
: Gomphidae
Genus
: Gomphus
Spesies
: Gomphus kurilis
(a)
(b)
Condylostylus
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Order
: Diptera
Suborder
: Brachycera
Infraorder
: Asilomorpha
Superfamily : Empidoidea
Family
: Dolichopodidae
Subfamily
: Sciapodinae
Genus
: Condylostylus
43
(a)
(b)
Allonemobius maculatus
Kingdom
: Animalia (Animals)
Phylum
: Arthropoda (Arthropods)
Subphylum
: Hexapoda (Hexapods)
Class
: Insecta (Insects)
Order
Suborder
Infraorder
: Gryllidea (Crickets)
Family
Subfamily
Genus
Species
(a)
(b)
h.
Anax junius
Kingdom
Phylum
Subphylum
Class
Order
: Animalia (Animals)
: Arthropoda (Arthropods)
: Hexapoda (Hexapods)
: Insecta (Insects)
: Odonata (Dragonflies and Damselflies)
44
Suborder
Family
Genus
Species
: Anisoptera (Dragonflies)
: Aeshnidae (Darners)
: Anax
: junius (Common Green Darner)
(a)
(b)
Pitfall Trap
3
2
Musuh alami
Hama
Serangga lain
Jenis Perangkap
Pan Trap
Yellow Trap
8
9
13
Sweepnet
2
3
1
Total Arthropoda
5
11
25
Presentase
12 %
27 %
61 %
Peranan
Musuh alami
Hama
Serangga lain
= 11 =
Serangga lain = 25
Musuh alami = 5
=
Total = 100 %
45
Segitiga Fiktorial
GMA12
GSL61
GH27
Gambar 26. Segitiga Fiktorial
Berdasarkan
hasil
keragaman
arthropoda,
dapat
diketahui
bahwa
dalam
agroekosistem serangga lain yang paling dominan. Serangga lain ini berasal dari ordo
diptera. Peran dari serangga lain dalam agroekosistem sawah ini adalah sebagai polinator.
Selain itu, dapat dilihat pula populasi hama yang lebih tinggi dibandingkan dengan
populasi musuh alami. Hama yang ditemukan berasal dari ordo lepidoptera dan orthoptera.
Sedangkan musuh alami berasal dari ordo odonata, coleoptera, dan arachnida. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa dalam agroekosistem sawah ini kurang seimbang
dikarenakan adanya dominasi serangga lain yang tidak dapat diklasifikasikan peranannya
dan juga populasi hama yang lebih besar dibandingkan dengan musuh alami.
membentuk tanah. Semakin berat mineral yang menyusun suatu tanah maka semakin berat
pula berat jenis tanah tersebut. Tanah yang memiliki berat jenis lebih dari 2,87 g/cm3
memiliki bahan minerl yang berat sedangkan taah yang memiliki berat jenis kurang dari
2,87 g/cm3 maka memiliki bahan mineral yang ringan.
Dari data berat isi dan berat jenis maka dapat di hitung porositasnya, porositas tanah
di lahan tersebt adalah sebesar 49,21 %, porositas merupakan ruang pori dalam tanah yang
dapat di isi oleh angin dan air. Porositas yang ideal adalah sebesar 50 %, Sehingga
porositas di lahan sawah tersebut sudah tergolong ideal.
Dari pengukuran penetrasi di dapatkan nilai sebesar 0,5 kg/m3. Penetrasi Penetrasi
tanah ini menunjukkan tingkat kemampuan perakaran untuk menembus suatu tanah hingga
kedalaman tertentu. Penetrasi di pengaruhi oleh kepadatan tanah dan juga kadar air tanah.
Tanah yang memiliki berat isi rendah maka akan memiliki penetrasi yang rendah pula
sendangkan dalam kaitanya dengan kadar air, semakin banyak kadar air tanah maka
semakin kecil nilai penetrasi tanah tersebut penetrasi tanah erat kaitanya dengan mudahnya
perakaran menembus tanah, semakin kecil nilai penetras maka akar taaman akan semakin
mudah dalam menembus tanah
47
Para petani padi organik, memasarkan hasil panennya dijual digapoktan setempat,
untuk hasil panen padi organik ini tidak dapat dijual keluar tanpa melalui kelompok tani.
Namun tidak semua hasil pemanenan padi organik ini dijual, melainkan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari petani, karena para petani mempunyai anggapan bahwa
mengkonsumsi padi organik, maka akan membawa dampak baik untuk kesehatan karena
dilihat dari segi budidaya padi organik ini, menggunakan bahan-bahan organik tanpa
menggunakan bahan kimia. Kemudian sisa padi yang telah digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari baru dijual. Jadi, hasil panen padi digunakan sebagai konsumsi
rumah tangga terlebih dahulu, baru sisa dari hasil konsumsi itu dijual.
4.2
Pembahasan
inotata,
Allonemobius
maculatus,
dan
Syribulla
admirabilis.
Keseimbangannya masih terjaga karena tidak mengganggu produktivitas dari tanaman padi.
Kondisi lingkungan sawahnya yaitu masih dibiarkan alami, dimana pada pematang
tetap dibiarkan berumput, dimana fungsinya sebagai tempat musuh alami yang berfungsi
sebagai musuh hama yang ada di areal pertanaman. Untuk menjaga kondisi tanah, para
petani menggunakan pupuk organik. Dengan menggunakan pupuk organik, petani akan
memeroleh output berupa tanaman padi organik yang nilai ekonominya lebih menjanjikan
dibandingkan dengan tanaman padi anorganik.
Lahan yang kami amati adalah lahan sawah dengan komoditas padi organik serta
padi semi organik, untuk petak lahan yang menjadi pengamaatan adalah pada petak lahan
untuk padi organik, lahan yang kita amati memliki keragaman antropoda yang tinggi
khususnya adalah populasi hama dan serangga lain. Kondisi hama dan serangga lain yang
menjadi dominan pada petak lahan yang kami amati, hal tersebut tentunya akan
berpengaruh pada keseimbanagan ekosistem yang ada pada lahan. Keberadaan hama dan
serangga lain yanga beragam akan menyebabkan beberapa peramasalahan selama budidaya.
Jumlah musuh alami yang tidak seimbang dengan jumlah hama dan serangga lain akan
menjadikan keseimbangan ekosistem berkurang karena dengan adanaya populasi musuh
alami yang lebih sedikit dari hama dan serangga lain menyebabkan musuh alami tidak
mampu untuk mengendalikan populasi hama.
Pengembangan PHT selanjutnya lebih mengarah pada pengelolaan agroekosistem
yang dikembangkan berdasarkan teori-teori ekologi, terutama dalam merancang suatu
agroekosistem yang lebih tahan terhadap peledakan populasi hama. Pada umumnya yang
ditekankan adalah pemanfaatan kekuatan alami yang dimungkinkan dengan melakukan
pengurangan penggunaan insektisida pada suatu agroekosistem (Pimentel dan Goodman
1978; Levins dan Wilson 1979). Strategi peningkatan musuh alami tergantung dari jenis
herbivora dan musuh-musuh alaminya, komposisi dan karakteristik tanaman, kondisi
fisiologis tanaman, atau efek langsung dari spesies tanaman tertentu.Ukuran keberhasilan
peningkatan musuh alami juga dipengaruhi oleh luasnya areal pertanian, karena
mempengaruhi kecepatan perpindahan imigrasi, emigrasi dan waktu efektif dari musuh
alami tertentu di lahan pertanian. Dengan adanya biodiversitas yang tinggi maka ekosistem
yang ada di lingkungan tersebut juga akan seimbang.
Keseimbangan yang terjadi didalam agroekosistem di suatu lahan tentunya
didukung oleh beberapa faktor diantaranaya adalah sistem pertanian yang diterapkan
disana adalah organik,dengan menerapkan sistem pertanian organik tentunnya akan
berdampak positif secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap kerberadaan
hama penyakit dan keseimbanagan agroekosistem.
Bertani secara organik secara tidak langsung akan menyehatkan tanah serta tanaman
sehingga tanaman memiliki daya tahan yang tinggi terhadap serangan OPT, tanpa adanya
input dari bahan-bahan kimia sehingga penggunaan pestisida kimia yang sasarannya tidak
hanya hama tetapi juga mematikan populasi musuh alami, penggunaan pestisida tersebut
dapat digantiakan dengan pestisida nabati yang lebih alami dan tidak mencemari
lingkungan, yang akan bepengaruh langsung pada kualitas air dan peningkatan residu pada
49
air sehingga air yang tercemar akan mematiakan organisme organisme yang ada pada air
seperi anggangg-anggang yang berperan sebagai musuh alami, dengan adanaya kualitas air
yang bersih akan menjadikan air tersebut sebagai ekosistem yang sesuai bagi serangga air
seperti anggang-anggang, kepiting sawah dan masih banyak seranga air lainnya. Petani
disana telah menuju pada pertanian berkelanjutan, dengan adanya manajemen dan
pengelolaan dari petani yang baik maka kedepannya lahan tersebut akan semakin produktif
dengan biodiversitas yang tinggi, petani telah mampu mengendalikan OPT dengan tepat
tanpa menganggu dan memberikan dampak negatif bagi lingkungan sekitar.
Pada lahan yang kami amati komposisi hama, musuh alami, dan serangga lain yang
dapat kami tangkap tidak seimbang, hal ini diarenakan keterbatasan waktu selama di lahan.
Namun berdasarkan pengamatan di lahan, populasi hama dan serangga lain lebih tinggi
dari populasi musuh alami. Dalam kaitanya dengan budidaya padi organik seharusnya
populasi musuh alami lebih tinggi dari hama dan serangga lain, karena didalam budidaya
pertanian organik, musuh alami berperan sebagai agen pengendali hayati untuk OPT.
Didalam data yang kami dapatkan dengan keragaman musuh alami yang lebih sedikit dari
populasi hama dan serangga lain, hal tersebut dapat terjadi karena waktu pengamatan
kurang efektif karena saat pengamatan dengan swepnet tidak sesuai prosedur yang
seharusnya menggunakan transek dari ujung pematang sawah ke ujung pematang lainnya.
Sehingga serangga yang didapatkan tidak mewakili populasi organisme yang ada di dalam
plot pengamatan.
Pada lahan yang kami amati juga terdapat masalah lain, berdasarkan wawancara
dengan bapak Suroto yang merupakan salah satu petani disana adalah hama tikus. Hama
tikus ini sangat merugikan pada budidaya padi, apabila serangan tikus tidak segera
dikendalikan maka akan berpotensi untuk gagal panen. Biasanya pengendalian yang
dilakukan oleh petani apabila ada gejala ada serangan hama tikus adalah dengan
pemasangan gadung dan ikan asin dipojok-pojok lahan.
Pengaruh berat isi tanah akan berpengaruh terhadap pengolahan tanah pada lahan budidaya.
Jika berat isi terlalu tinggi, maka tanah akan berat diolah. Jika berat isi terlalu rendah,
maka tanah akan semakin mudah diolah. Pada lahan sawah beririgasi yang mana
pengolahan tanah dilakukan dengan cara dilumpurkan, akan berpengaruh pada berat isi
tanah. Intensitas pelumpuran memberikan pengaruh yang berbeda terhadap berat isi tanah.
Menurut Ghildyal (1978) dalam Balitbang Pertanian (2004) pelumpuran pada tanah dengan
agregat yang mantap dan porus menghasilkan agregat yang masif dengan berat isi yang
meningkat.Sedangkan pada pengamatan berat jenis tanah, nilai berat jenis tanah di
Sumberngepoh adalah 2,52 g cm-3. Berat jenis tanah sangat tergantung dari bahan induk
tanah dan juga pengaruh bahan organik terhadap tanah. Jika tanah sawah memiliki berat
jenis diatas 2,87, maka tanah tersebut mempunyai bahan mineral berat, sedangkan tanah
sawah yang memiliki berat jenis kurang dari 2,87, maka lahan tersebut memiliki bahan
mineral yang ringan (Balitbang Pertanian, 2004).
Porositas Tanah menunjukkan ruang pori yang terdapat di dalam tanah yang mana
ruang pori ini dapat diisi dengan air dan udara. Perhitungan porositas tanah ini
berhubungan erat dengan berat isi dan berat jenis tanah. Dari hasil perhitungan didapatkan
porositas 49,21% yang mana menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki kondisi yang
ideal, yang mana tanah yang ideal tersusun atas sekitar 50% bahan padatan dan sisanya
berupa ruang pori yang diisi oleh air dan udara. Pengolahan dan pelumpuran sawah mampu
menurunkan total porositas tanah (Balitbang Pertanian, 2004).
Dari 2 analisa kimia yang telah dilakukan, bahan organik tanah sawah
Sumberngepoh adalah 1,48% yang mana nilai tersebut masih menunjukkan bahwa lahan
tersebut masih memiliki bahan organik yang rendah (<2%) meskipun lahan sawah tersebut
sudah menggunakan sistem pertanian organik. Pada pengukuran pH tanah, hasil yang
didapat adalah lahan tersebut memiliki pH yang optimum untuk lahan sawah namun bisa
dikatakan masam dengan nilai pH 5,6. Perhitungan pH bermanfaat untuk menunjukkan
ketersediaan unsur hara yang ada di dalam tanah khususnya unsur hara phosphor (P).
Menurut
Willet
aluminium hilang karena aluminium dapat ditukar terendapkan pada pH 5,5 (Balitbang
Pertanian, 2004).
Pada perhitungan penetrasi di dapatkan nilai sebesar 0,5 kg/m3. Penetrasi
menunjukkan keadaan suatu zat untuk ditembus. Dalam hal ini zat yang dimaksud adalah
tanah. Penetrasi tanah ini menunjukkan tingkat kemampuan perakaran untuk menembus
suatu tanah hingga kedalaman tertentu. Penetrasi tanah sawah dengan irigasi umumnya
memiliki ketahanan penetrasi yang relatif rendah di lapisan atas dan meningkat pada
lapisan yang lebih dalam. Pengolahan tanah dan pelumpuran sangat mempengaruhi
variabilitas vertikal ketahanan penetrasi. Subagyono et al. dalam Balitbang Pertanian
(2004) menjelaskan bahwa tanah yang dilumpurkan memiliki ketahanan penetrasi yang
lebih rendah dibanding dengan tanah yang tidak diolah. Semakin rendah penetrasi suatu
tanah maka akan semakin mudah akar tanaman untuk menembus tanah. Menurut Sharma
dan De Datta (1985) penurunan ketahanan penetrasi pada 0-10 cm dari 1,1 Mpa menjadi 0
Mpa meningkatkan hasil padi dari 3,6 menjadi 5,5 t ha. Hal tersebut di karenakan dengan
mudahnya akar dalam menembus tanah maka akan semakin banyak dan jauh akar yang
masuk dan mencari unsur hara dalam tanah. Sehingga tanaman akan lebih banyak
mendapatkan unsur hara dan produktivitas dapat meningkat.
erosi hara tanah akibat kurangnya penutupan tanah oleh tanaman dan kemampuan tanaman
untuk mengikat hara merupakan hal yang paling utama mengakibatkan kehilangan hara.
Pada faktor yang mempengaruhi kehilangan hara berupa cara pemupukan yang salah
misalnya dengan cara pemupukan yang hanya ditebar pada lahan yang masih tergenang
pada sawah ini tentu saja dapat menyebabkan pencucian hara karena apabila melakukan
pemupukan pada lahan yang tergenang ini sebaiknya lahan dikurangi airnya sehingga pada
kondisi macak-macak kemudian dapat dilakukan pemupukan agar dapat mencegah
terjadinya pencucian hara. Apabila tetap dilakukan pemupukan pada kondisi tergenang
maka pencucian hara akan terjadi, sehingga kehilangan hara semakin besar. Menurut
petani pemilik sawah, dijelaskan bahwa pemupukan dengan pupuk organik dilakukan tiga
kali yaitu dengan perbandingan 50%-25%-25%. Pemupukan pertama dilakukan sebelum
tanam, sedangkan pemupukan kedua dilakukan bersamaan dengan penyiangan pertama dan
pemupukan ketiga bersamaan dengan penyiangan kedua. Pemupukan kedua dan ketiga
apabila dilakukan dengan cara disebar p ada saat keadaan tergenangmaka akan terjadi
pencucian hara. Sedangkan dengan masukan yang rendah hanya mengandalkan pupuk
organik dan proses pencucian yang tinggi maka keseimbangan hara rendah. Selain itu
apabila dilahan sawah tersebut terjadinhya respirasi tanah yang tinggi dan tidak adanya
penutup tanah maka akan memperbesar kehilangan hara tanah karena hara yang ada dalam
tanah menguap. Sedangkan dilahan yang kami amati permukaan tanah tidak tertutupi
sehingga respirasi tinggi. Jadi lahan dengan masukan hara yang rendah sedangkan proses
kehilangan hara tinggi atau dapat dikatakan bahwa masukan sedikit sedangkan
pengurangan
tinggi,
akan
menyebabkan
ketidakseimbangan
hara
karena
akan
tidak dikembalikan ke lahan kembali tetapi digunakan untuk pakan ternak. Sehingga
ketersediaan bahan organik yang berasal dari sisa hasil panen termasuk rendah. (2)
Aktifitas organisme. Organisme yang berperan dengan bahan organik ini adalah cacing
misalnya. Dimana cacing ini memakan bahan organik berupa seresah nekromassa dari
tumbuhan kemudian cacing tersebut menghasilkan berupa bahan organik berupa kascing.
Namun dari hasil pengamatan yang kami lakukan di lahan sawah tersebut tidak terdapat
cacing karena cacing tidak dapat hidup dalam daerah anaerob sehingga jumlah cacing yang
ada tidak ada. Karena cacing tidak ada di sawah maka bahan organik yang ada juga rendah.
Pemadatan Tanah
Dari hasil pengamatan pada lahan sawah di Sumberngepoh, saat tergenang air
dengan kondisi jenuh tidak mengalami pemadatan karena air mempengaruhi konsistensi
tanah. Konsistensi dari tanah lempung dan tanah kohesif lainnya sangat dipengaruhi oleh
kadar air. Indeks plastisitas dan batas cair dapat digunakan untuk menentukan karateristik
pengembangan.Karakteristik
pengembangan
hanya
dapat
diperkirakan
dengan
menggunakan indeks plastisitas, (Holtz dan Gibbs, 1962). Pemadatan pada lahan basah
pada lahan pengamatan di Sumberngepoh Lawang, dapat disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya adalah pembajakan sawah dengan traktor atau bajak sapi. Pembajakan secara
terus menerus pada lahan sawah menyebabkan munculnya lapisan tapal bajak (Adg).
Lahan sawah mengalami pemadatan pada saat area sawah tidak digenangi air, yaitu pada
saat fase generatif.
Proses budidaya padi organik di Sumberngepoh Lawang, sudah melakukan
pencegahan terjadinya pemadatan tanah. Hal yang dilakukan adalah dengan pengapikasian
bahan organik pada pengolahan tanah sekaligus sebagai pupuk dasar, pengapliaksian
pupuk organik, dan penggunaan pestisida organik. Penambahan bahan organik bertujuan
menjaga ikattan antar partikel tanah. Pengurangan pemadatan tanah dilakukan juga dengan
pengairan air irigasi ke petak sawah dengan sistem buka tutup. Sistem ini bertujuan
mengatur konsistensi tanah.
Cacing dan Bahan Organik
Cacing merupakan makrofauna yang keberadaannya dipengaruhi oleh tutupan tanah
dan sebagai pengurai bahan organik. Jongmans et al (2003) menyatakan bahwa kualitas
pori makro dan mikro tanah, tingkat pemadatan tanah, dan dinamika bahan organik
ditentukan oleh aktivitas cacing tanah.
Adanya perbedaan sistem penggunaan lahan membawa pengaruh terhadap jumlah
pori makro tanah, baik pori vertikal maupun horizontal. Hasil penelitian menunjukkan
54
bahwa hutan terganggu memiliki pori makro lebih tinggi dari hutan monokultur maupun
lahan yang diusahakan untuk pertanian (Prijono,2009). Populasinya dipengaruhi oleh
makanan yang tersedia pada ekosistem tersebut, yang berasal dari seresah tanaman dan
berbagai sisa bahan organik dari organisme lain, serta kondisi iklim mikro.
Kascing banyak mengandung karbon (C), dan diperjelas oleh Dewi (2007) yang
menyatakan bahwa kascing merupakan agregat tanah yang stabil sehingga mampu
menyimpan C dalam waktu yang lama. Selain itu cacing tanah dapat menjaga siklus hara
berlangsung secara terus-menerus sebaliknya pada lahan pertanian, namun untuk
agroekosistem sawah populasi cacing tanah sangat sedikit bahkan tidak ada. Penurunan
populasi yang disebabkan karena pada lahan sawah spesies tanaman sangat sedikit,
sehingga terjadi penurunan produksi seresah, dan pada kenyataannya cacing tanah tidak
menyukai kondisi jenuh air (Foth,1994).
Sistem pengguaan lahan berpengaruh nyata terhadap kepadatan populasi cacing
tanah. Interaksi antara penggunaan lahan dengan kedalaman tidak menunjukkan perbedaan,
sedangkan kedalaman tanah berpengaruh terhadap kepadatan populasi cacing tanah.
Aktivitas cacing tanah dapat digambarkan dari banyaknya kotoran cacing tanah. Bahan
organik merupakan sumber makanan bagi cacing tanah, dengan semakin tinggi kandungan
bahan organik semakin meningkat tingkat kepadatan populasi, berat dan ukuran cacing
(Prijono,2009). Penggunaan lahan sawah menciptakan kondisi lingkungan yang tidak
mendukung cacing, dan pada kenyataanya pada lahan sawah tidak ditemukan cacing.
4.3 Rekomendasi
4.3.1 Sistem Pola Tanam
Rekomendasi budidaya untuk lahan yang ada di Sumberngepoh adalah dengan
menerapkan sistem pola tanam tupang sari, dimana lahan yang semula dibudidayakan
secara monokulur dengan komoditas padi dapat di rubah menjadi sistem pola tanam
tumpang sari yang memadukan tanaman padi dengan beberapa komoditas yang sesuai
dilahan tersebut seperti tanaman jagung, cabai dan lainnya dimana sehingga biodiversitas
dilahan semakin tinggi. Selain biodiversitas tinggi petani juga mendapatkan keuntungan
lebih dengan adanya sistem tanam tumpang sari dari segi ekonomis. Selain itu petani juga
dapat menanam azola pinata pada lahan sawah tersebut, dimana sebelum padi ditanam
azola ditanam terlebih dahulu, azola akan bersimbiois dengan anabaena untuk
memproduksi Nitrgon, sehingga kadar nitrogen di dalam tanah menjadi tinggi, jika kadar
Nitrogen tinggi maka petani dapat menghemat penggunaan pupuk nitrogen.
55
hanya direkomendasikan apabila populasi tikus sangat tinggi untuk menurunkan tingkat
populasi segera pada periode sebelum tanam. Pada periode pesemaian, gropyokan massal
(berburu tikus) masih harus terus dilakukan. Pemagaran persemaian dengan plastik dan
pemasangan bubu perangkap perlu dilakukan. Hal tersebut selain dapat mengamankan
pesemaian juga dapat menurunkan populasi tikus di daerah tersebut. Pesemaian sebaiknya
dibuat sebagai pesemaian kelompok sehingga akan lebih memudahkan pengelolaan. Kunci
sukses pengendalian hama tikus terpadu adalah adanya partisipasi semua petani dan
dilakukan secara berkelanjutan serta terkoordinir dengan baik. Pengendalian tikus yang
dilaksanakan secara sendiri-sendiri tidak akan mendapatkan hasil yang efektif. Hal tersebut
disebabkan oleh mobilitas tikus sawah yang tinggi, sehingga daerah yang telah
dikendalikan akan segera terisi oleh tikus yang berasal dari daerah sekitarnya (ekologi
kompensasi). Untung (1993) menyatakan bahwa PHT lebih mengutamakan pengendalian
dengan memanfaatkan peran berbagai musuh alami hama. Musuh alami pada
keseimbangan alam yang baik selalu berhasil mengendalikan populasi hama, tetap berada
di bawah aras ekonomi. Oleh karena itu, dengan memberikan kesempatan kepada musuh
alami untuk bekerja berarti dapat mengurangi penggunaan pestisida. Mengingat peran
parasit dan predator dalam menekan populasi hama secara alami cukup penting, maka
upaya konservasi musuh alami di lapang perlu lebih diperhatikan.
57
BAB V
PENUTUP
58
59
DAFTAR PUSTAKA
AAK. (1993). Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta. Kanisius. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (1998). Budidaya Kedelai dan Jagung. Palangkaraya.
Departemen Pertanian.
Acton, D.F. and G.A. Padbury. 1993. A conceptual framework for soil quality assessment
and monit6ring. In D.F. Acton (ed.) A Program to Assess and Monitor Soil Quality
in Canada: Soil Quality Evaluation Program Summary (interim). Centre for Land and
Biological Resources Research, No. 93-49, Agriculture Canada, Ottawa, Canada.
Agboola, A. A. 1974. Problem of improvement soil fertility by use of green manuring in
the tropical farming systeem, pp. 147-153. In. Organik Material as Fertilizers. FAO
of the United Nations, Rome.
Allison, F.E., 1973. Soil Organik Matter and Its Role in Crop Production. Elsevier
Sientific Publishing Co., Amsterdam VI + 637p.
Anonymous, 2014. Pengolahan lahan padi-padi sawah.http://epetani.deptan.go.id/blog/
pengolahan-lahan-padi-sawah-5344. Diakses 27 Mei 2014
Anonymous. 2014. http://alulagro.blogspot.com/2011/09/kesuburan-tanah.html. Diakses
tanggal 25 Mei 2014.
Balitbang Pertanian. 2004. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat
Capricorn Indo Consult. (1998). Studi Tentang Agroindustri & Pemasaran JAGUNG &
KEDELAI di Indonesia.
Channa,N.B., Bambaradeniya and Felix P.Amarasinghe. 2004. Biodiversity Associated
With The Rice Field Agro Ecosystem In Asian Countries : A Brief Review. Ghana,
Pakistan, South Afrika, Srilanka, Thailand : IWMI.
Curry, J.P.1998.Factor Affecting Earthworm Abundance in Soils.Earthworm Ecology.Boca
Raton.St.Lucie Press.
Cyccu,M. 2000. Keanekaragaman hayati dan pengelolaan serangga hama dalam
agroekosistem. Pengukuhan Guru besar. Universitas Sumatera Utara.
Dewi,W.S.2007.Dampak Alih Guna Hutan Menjadi Lahan Pertanian:Perubahan
Diversitas Cacing Tanah dan Fungsinya dalam Mempertahankan Pori Makro
Tanah.Malang. Disertasi:Program Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya.
60
Doran, J.W. and T.B. Parkin. 1994. Defining and assessing soil quality. In J.W. Doran,
D.C. Coleman, D.F. Bezdicek, and B.A. Stewart (ed.) Defining Soil Quality for a
Sustainable Environment. Soil Sci. Soc. Amer., Madison, Wisconsin.
Ende, B. Van den and B. K. Taylor. 1969. Respone of Peach seedling in sand culture to
factorial combination of nitrogen, phsphorus and sheep manure. Aust. J. Of Exp.
Agric. Nn. Husb. 9 : 234-238.
Foth.H.D., Adisoemarto,S.(alih Bahasa).1994.Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Jakarta : Erlangga.
Hairiah, Kurniatun, dkk. 2004. Ketebalan Seresah sebagai Indikator Daerah Aliran Sungai
(DAS) Sehat. FP-UB. Malang.
Hairiah, Kurniatun, dkk. 2004. Ketebalan Seresah sebagai Indikator Daerah Aliran Sungai
(DAS) Sehat. FP-UB. Malang.
Hairiah,K., Widianto., Suprayogo,D., Widodo,R.H.,Purnomosidi,P.,Rahayu,S., dan Van
Noordwijk.2004.Ketebalan Seresah sebagai Indikator Daerah Aliran Sungai (DAS)
Sehat.World Agroforetry Center (ICRAF). Malang : Universitas Brawijaya Malang.
Hardjowigeno, Sarwono dkk.__. Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah
Hardjowigeno, Saswono. 2007. ILMU TANAH. Akademika Pressindo. Jakarta
Hsieh, S.C. and C. F. Hsieh. 1990. The use of organik matter in crop production.
Paper Presented at Seminar on The Use of Organik Fertilizer in Crop
Production at Soweon, South Korea, 1824 June 1990.http://id.wikipedia.org/ (Diakses 25 Mei 2014)
Islam, K.R dan Weil. 2000. Soil quality indicator properties in mid-atlantic soils as
influenced by conservation management. J. Soil and Water Cons. 55 (1) : 69-78.
Jonhmans, A.G., Pulleman, M.M, Balabane,M., Van Oort, F., Marinissen, J.C.Y.2003.Soil
Structure and Characteristics of Organik Matter in Two Orchards Differing in
Earthworm Activity.Applied Soil Ecology, 24:219-232.
Karama A.S. 1990. Penggunaan pupuk dalam produksi pertanian. Makalah
disampaikan pada Seminar Puslitbang Tanaman Pangan, 4 Agustus 1999 di Bogor.
Karlen,D.L., Mausbach,M.J., Doran,J.W., Cline,R.G., Harris,R.F. and Schuman,G.E.. 1996.
In: The Soil Quality Concept (Edited by The Soil Quality Institute). USDA-Natural
Conservation Service
Kartasapoetra, G. Kartasapoetra, AG. M. M. Sutedjo. 1987. Konservasi Tanah dan Air.
Bina Aksara, Jakarta.
61
Larson, W.E. and F.J. Pierce. 1991. Conservation and enhancement of soil quality. In
Proceedings of the International Workshop on Evaluation for Sustainable Land
Management in the Developing World. Vol. 2: Technical papers. Bangkok, Thailand:
International Board for Soil Research and Management, 1991. IBSRAM Proceedings
No. 12(2).
Maredia, K.M., Dakouo, D., and Mota Sanchez, D. 2003. Integrated Pest Management In
The Glibal Area. USA : CABI Publishing.
Muhammaf arifin. 2012. http://muhammadarifindrprof.blogspot.com/2011/01/59-potensidan-pemanfaatan-musuh-alami. diakses tanggal 28 Mei 2014.
Nasih.
2010.
Faktor
Penentu
Pertumbuhan
Tanaman
(online).
http://nasih.wordpress.com/2010/11/01/faktor-penentu-pertumbuhan-tanaman/.
Diakses: 29 Mei 2014
Parr, J.F., R.I. Papendick, S.B. Hornick, and R.E. Meyer. 1992. Soil quality: Attributes and
relationship to alternative and sustainable agriculture. Amer. J. Alternative Agric.
7:5-11.
Prijono,S.,Wahyudi,H.A.2009.Peran Agroforestry dalam Mempertahankan
Makroporositas Tanah.Malang : Universitas Brawijaya Malang.
Prof. Dr. H. Ishak Manti. 2012. http://ishakmanti.blogspot.com/2012/04/orasi-pengukuhanprofesor-riset-bidang_14.html. Diakses tanggal 28 Mei 2014.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (1988). Jagung Bogor. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Ruhiyat, D. 1993. Dinamika Unsur Hara dalam Pengusahaan Hutan Alam dan Hutan
Tanaman. Siklus Biogeokimia. Prosiding Lokakarya Pembinaan Hutan Tropis
Lembab
Kehutanan
Universitas Mulawarman,
Samarinda. h. 13-26
Sangatanan, PD. dan R.L. Sangatanan. 1989. Organik Farming. 3M Book Inc., 227p
Seybold, C.A., J.E. Herrick and J.J. Brejda. 1999. Soil resilience: A fundamental
component of soil quality. Soil Science 164:224-234.
Southwood, T.R.E. & M.J. Way. 1970. Ecological background to pest management. Dalam
Concepts of Pest Management, pp.7-13. R.L. Rabb & F.E. Guthrie, eds. North
Carolina State University, Raleigh
62
Stehr, F.W. 1982. Parasitoids and predators in pest management. In: R.L. Metcalf and W.H.
Luckmann (Eds.). Introduction to Insect Management. John Wiley and Sons, New
York. pp. 135-173.
Sugito, Y., Yulia N, dan Ellis N. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Univ
ersitas Brawijaya. Malang. 83p.
Suprayogo. D, K Hairiah, N Wijayanto, Sunaryo dan M Noordwijk.2003. Peran
Agroforestri pada Skala Plot: Analisis Komponen Agroforestri sebagai Kunci
Keberhasilan atau Kegagalan Pemanfaatan Lahan Indonesia. World Agroforestry
Centre (ICRAF), Southeast Asia Regional Office. PO Box 161 Bogor, Indonesia
Syam, A. 2003. Sistem Pengelolaan Lahan Kering di Daerah Aliran Sungai Bagian Hulu.
Jurnal Litbang Pertanian, 22 (4) : 162-171. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Untung K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Untung, K., 1993. Konsep Pengendalian Hama terpadu. Andi ofset. Yogyakarta. 150 h
Untung,K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (Edisi Kedua). Yogayakarta :
Gadjah Mada University Press
Widiarto. 2008. Pengantar Ilmu Tanah. PT. Rineka Cipta Jakarta.
Wulan, Sekar P. 2012. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kesuburan Tanaman
(online).
http://myrealact.blogspot.com/2012/03/faktor-lingkungan-yang-
63
LAMPIRAN
Cara Kerja
a) Aspek HPT
64
Hasil
65
b) Aspek BP
Siapkan Form pertanyaan
susun laporan
c) Aspek Tanah
Tentukan titik pengambilan sample
66
Laboraturium
Uji fisik tanah (BI dan BJ)
Uji Berat Isi (BI)
Siapkan alat dan Bahan
Hitung Nilai BI
67
68
Catat Hasil
Sampel (Timbang 0,5 Gram) yang telah diayak dengan ayakan 0,5 mm
Ditambahkan K2Cr2O710 Ml
Ditambahkan H2SO4 20 Ml
Difenilamin 30 Tetes
DititrasiDengan FeSO4
Sampai Warna Hijau dan catat hasil
69
Dikocok selama 20 x
Dokumentasi
Catat hasil
Diameter
ring (cm)
7,5
Berat
Tinggi
ring
ring
(gr)
(cm)
55,61
Berat
cawan(gr)
6,50
Berat tanah
Berat tanah
basah +
oven +
cawan(gr)
cawan(gr)
74,55
59.91
70
50,38
Berat
labu+ Berat
labu+ Volume
tanah(gr)
tanah+air(gr)
(ml)
74,62
165,0
100
labu
Porositas
(
71